Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Kelompok 4
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
ii
5
A. Definisi
Diabetes mellitus adalah kelainan metabolisme rumit yang diwakili oleh
hiperglikemia berat yang diakibatkan oleh defek sekresi insulin, kerja insulin,
atau keduanya. Pengertian lain mengatakan Diabetes melitus (DM) merupakan
suatu penyakit kronik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia sebagai
akibat berkurangnya produksi insulin, ataupun gangguan aktivitas dari insulin
ataupun keduanya. Survei di seluruh dunia melaporkan bahwa diabetes
mempengaruhi hampir 10% dari populasi. Ini adalah penyebab utama kematian
ketiga (setelah penyakit jantung dan kanker) di banyak negara maju. Usia
terstandar terjadinya diabetes secara global, ditemukan 9,8 persen pada pria
dan 9,2 persen pada wanita dengan ketimpangan regional yang diamati.
Sebagai akibatnya, ada prevalensi diabetes yang lebih tinggi yang diamati di
Asia Selatan, Amerika Latin, Karibia, Asia Tengah, Afrika Utara, dan Timur
Tengah (3,4).
Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1, yang dikenal sebagai
insulin-dependent atau childhoodonset diabetes, ditandai dengan kurangnya
produksi insulin. Juvenile Onset pasien diabetes tergantung pada insulin.
Biasanya ada onset mendadak dan terjadi pada kelompok usia muda dan ada
ketidakmampuan pankreas untuk memproduksi insulin dalam jumlah yang
memadai. Ini mungkin disebabkan oleh virus atau karena autoimunitas. Anak
biasanya kekurangan berat badan, asidosis cukup umum. DM tipe 2, yang
dikenal dengan non insulin dependent atau adult onset diabetes, disebabkan
ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin secara efektif yang kemudian
mengakibatkan kelebihan berat badan dan kurang aktivitas fisik. Adult onset
diabetes adalah bentuk yang tidak tergantung pada insulin, berkembang
perlahan dan biasanya lebih ringan dan lebih stabil. Insulin dapat diproduksi
oleh pankreas tetapi tindakannya terganggu. Bentuk ini terjadi terutama pada
orang yang biasanya kelebihan berat badan. Akidosis jarang terjadi, sebagian
besar pasien membaik dengan penurunan berat badan dan dirawat dengan
5
B. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas, bila
insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk ke sel yang mengakibatkan
glukosa tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam
darah meningkat (8).
Pada diabetes mellitus tipe 1, terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang
merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon
autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau Langerhans
dan terhadap insulin itu sendiri. Pada diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin
normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam
darah menjadi meningkat (8).
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan
yaitu (9) :
1) Resistensi insulin
2) Disfungsi sel B pancreas
6
Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun
karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara
normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulin
banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurangnya aktivitas fisik serta penuaan.
Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa
hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi perusakan sel-sel B langerhans
secara autoimun seperti diabetes mellitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada
penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut (9).
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukkan
gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal
mengompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada
perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas.
Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif sering kali akan
menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan
insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya
ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin
(9).
Adapun gejala DM tipe 1 muncul tiba-tiba pada saat usia anak-anak sebagai
akibat kelainan genetika sehingga tubuh tidak mampu menghasilkan insulin
dengan baik. Gejala-gejalanya adalah sebagai berikut (10):
1) Sering kencing dan dalam jumlah banyak.
2) Terus menerus timbul rasa haus (polidipsi) dan lapar (polifagi).
3) Berat badan terus turun.
4) Penglihatan kabur.
5) Meningkatnya kadar gula dalam darah dan urin.
6) Kelelahan yang berkepanjangan tanpa sebab pasti.
7) Mudah sakit berkepanjangan.
8) Luka yang lama atau tidak kunjung sembuh hingga membusuk.
7
C. Faktor Risiko
Faktor risiko penyakit tidak menular, termasuk Diabetes Melitus,
dibedakan menjadi dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat
berubah misalnya umur, faktor genetik, pola makan yang tidak seimbang jenis
kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik,
kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh. Menurut American
Diabetes Association (ADA) bahwa DM berkaitan dengan faktor risiko yang tidak
dapat diubah meliputi riwayat keluarga dengan DM (first degree relative), umur
=45 tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000
gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan
berat badan rendah (<2,5 kg). Faktor risiko yang dapat diubah meliputi obesitas
berdasarkan IMT =25kg/m2 atau lingkar perut =80 cm
8
pada wanita dan =90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi,
dislipidemi dan diet tidak sehat (9).
Sebenarnya diabetes merupakan penyakit yang bisa dikontrol karena
hampir 90% nya berkaitan dengan gaya hidup yang tidak sehat, penderita
mampu hidup sehat bersama DM, asalkan mau patuh dan kontrol secara
teratur. Faktor risiko penyakit DM dan penyakit metabolik sangat erat kaitannya
dengan perilaku tidak sehat, serta adanya perubahan gaya hidup seperti diet
tidak sehat dan tidak seimbang, kurang aktivitas fisik, mempunyai berat badan
lebih (obesitas), hipertensi, dan konsumsi alkohol serta kebiasaan merokok, di
samping faktor-faktor risiko lain seperti usia, jenis kelamin, dan keturunan.
Sumber lain mengatakan sebagian besar faktor risiko dari kasus diabetes
mellitus adalah perubahan gaya hidup yang cenderung kurang aktivitas fisik,
diet tidak sehat dan tidak seimbang, mempunyai berat badan lebih (Obesitas),
hipertensi, hipercholesterolemi, dan konsumsi alkohol serta konsumsi
tembakau (merokok). Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah
penderita polycystic ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolik
memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler
seperti stroke, PJK, atau peripheral rrterial Diseases (PAD), konsumsi
alkohol,faktor stres, kebiasaan merokok, jenis kelamin,konsumsi kopi dan
kafein (9, 11, 12).
Adapun faktor risiko diabetes berdasarkan tipe diabetes. Faktor risiko
diabetes tipe 1, meskipun tidak pasti, diperkirakan karena keturunan dan infeksi
virus, terutama virus Coxsackie B4, sedangkan faktor risiko diabetes tipe 2
adalah (13) :
1. Banyaknya lemak tubuh: semakin banyak lemak pada jaringan tubuh,
semakin tinggi pula resistensinya terhadap insulin.
2. Perilaku pasif: perilaku pasif akan membuat lemak dalam tubuh tidak
terbakar dan menumpuk. Sebaliknya, aktivitas fisik akan
9
merupakan jenis yang baik karena memeliki profil sekresi yang sangat
mendekati pola sekresi insulin normal atau fisiologis (14).
Pada terapi kombinasi, pemberian obat antidiabetik oral maupun
insulin selalu dimulai dengan dosis yang rendah, untuk kemudian secara
bertahap dinaikkan sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Oleh
karena itu dalam hal ini diperlukan manajemen yang baik dalam rangka
kepatuhan pengobatan pasien DM tipe 2, sehingga pengobatan dapat
dilakukan secara teratur dengan dosis yang tepat (14, 15).
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan
adalah kombinasi OHO dan insulin basal yang diberikan pada malam hari
menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya
dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang
cukup kecil (14).
2) Penggunaan Obat Penyerta
Pengobatan penyakit komplikasi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2
menggunakan obat-obat golongan antihipertensi, serta obat golongan
antibiotik. Untuk penderita diabetes melitus dengan hipertensi bisa
menggunakan obat golongan ACE inhibitor (Hongdiyanto, 2014). Analisis
multivariat menyatakan bahwa individu yang tidak patuh minum obat DM
memiliki risiko 3,6 kali untuk mengalami hipertensi dibandingkan dengan
individu yang memiliki patuh minum obat (p=0,012 95% CI: 1,32 - 9,83).
Penelitian Sulistyaningsih juga menunjukkan bahwa pasien diabetes yang
tidak patuh minum obat hipoglikemik oral memiliki risiko 8,6 kali
mengalami peningkatan kadar gula darah yang akhirnya menimbulkan
berbagai komplikasi (15).
Obat terapi diabetes pada umumnya adalah obat hipoglikemik yang
menurunkan kadar glukosa dalam darah. Apabila terjadi ketidakteraturan
dalam minum obat dapat menimbulkan komplikasi kronik lebih dini karena
terjadi hiperglikemi kronis pada penderita DM tersebut yang akan
12
E. Skrining Penyakit
Skrinning adalah sebuah proses mengidentfikasi orang - orang yang
tampak secara fisik terlihat sehat dan tidak sedang sakit, namun terdapat
kemungkinan mengalami penigkatan faktor resiko penyakit dalam kondisi
tertentu (16).
Skrining adalah tahap mengidentifikasi dugaan suatu penyakit atau cacat
yang belum terlihat baik perorangan maupun secara kelompok melalui berbagai
tahapan penerapan tes, pemeriksaan, atau prosedur lainnya yang diterapkan
dengan cepat (16).
Skrining dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjdinya atau
konsekuensinya dengan cara memeriksa individu-indvidu untuk diidentifikasi
pada waktu tertentu dalam perjalanan alamiah penyakit ketika proses penyakit
tersebut dapat diubah melalui proses intervensi. Skrining bukanlah proses
untuk mendiagonsa suatu penyait (16).
Dalam skrining terdapat 3 tingkatan pencegahan berdasarkan target,
yakni (16):
1. Primary Prevention Targets
Orang-orang yang tidak memiliki tanda/gejala diidentifikasi faktor
risiko secara dini dengan tujuan menghambat dan menahan proses
patologis sebelum tanda dan gejala penyakit menjadi berkembang.
2. Secondary Prevention Targets
Orang-orang dengan penyakit atau mengalami tahapan awal suatu
penyaki diidenifikasi dan diperiksa agar dapat diketahui perkembangan
penyakit tersebut sehingga prognosisnya meningkat.
13
Tabel 2.1 Pravelensi Diabetes Melitus Berdasarkan Diagnosis Dokter Pada Penduduk Umur >
15 Tahun Menurut Provinsi, 2013-2018
Dilakukan pemeriksaan glukosa plasma untuk memastikan diagnosis
diabetes. Riset kesehatan dasar melakukan pemeriksaan gula darah untuk
mendapatkan data proporsi penderita diabetes di Indonesia pada penduduk
yang berumur lebih dari 15 tahun.
Tabel 2.2 Pravelensi DMBerdasarkan Pemeriksaan Dokter Pada Penduduk Umur > 15 Tahun
Menurut Provinsi, 2013-2018
20
tahun yakni 6.3%. Dari data terlihat bahwa pada umur 15-24 tahun pun juga
sudah ada yang menderita diabetes militus. Usia 40-an tahun merupakan umur
yang rentan terjadinya obesitas karena kurang aktif dalam beraktivitas sehari-
hari. Kurangnya aktivitas meningkatkan risiko timbulnya DM. Pada anak-anak
dan remaja rentan mengalami DM tipe 1. Salah satu penyebabnya adalah
seringnya konsumsi makanan cepat saji. Umur merupakan risiko terjadinya DM
tipe 2. Kenaikan kadar gula darah sangat berhubungan dengan umur, sehingga
pravalensi DM tipe 2 akan terus naik seiring dengan meningkatnya umur dan
mengakibatkan semakin tinggi pula gangguan toleransi glukosa. Diabetes
biasanya akan muncul saat sudah memasuki usia rentan, yaitu umur >45 (2).
Pada riskesdas 2018 juga menunjukan perbedaan pravalensi diabetes
militus berdasarkan pada tingkat pendidikan dan pekerjaan sebagai berikut:
Tabel 2.4 Pravelensi Diabetes Melitus Berdasarkan Diagnosis Dokter, 2018
20
lebih rentan terkena diabetes militus. Hal ini menampakan bahwa gaya hidup
yang dimiliki seseorang juga akan mempengaruhi kerentanannya terhadap
suatu penyakit. Dari data pravalensi diabetes militus berdasarkan jenis
pekerjaan serta wilayah tinggal menunjukkan bahwa pendapatan perkapita
dan gaya hidup yang modern perkotaan yang serba cepat dan penuh tekanan
menyebabkan peningkatan pravalensi penyakit degeneratif seperti diabetes
militus. Factor herediter, gaya hidup dan faktor lingkungan merupakan faktor
penyebab tingginya morbiditas DM dari waktu ke waktu (2).
G. Kesimpulan
20
apabila tejadi kebas. Apabila mengalami neuropati maka segara dilakukan
tindakan penanganan. Hal ini diperlukan untuk mengatasi terjadinya komplikasi
DM yang lebih kompleks.
Dari hasil riskesdas pravalensi DM terus meningkat dari 6,9% (2013) hingga
menjadi 8,9% (2018). Data riskesdas juga menunjukkan bahwa daerah yang
memiliki pravelensi tertinggi ialah DKI. Selain itu, prevalensi DM pada
perempuan lebih tinggi dan terlihat bahwa wilayah perkotaan cenderung
20
memiliki jumlah penderita DM lebih banyak dibanding pedesaan. Berdasarkan
umur pravalensi tertinggi ditunjukkan pada kisaran umur 55-64 tahun.
H. Saran
Puskesmas sebaiknya melakukan peningkatan pelayanan promotif dan
preventif dengan penyuluhan mengenai Diabetes melitus kepada pasien dan
keluarga pasien maupun kepada masyarakat. Dan untuk pelayanan kuratif dapat
berupa perawatan dan melakukan pemantauan pasien DM setiap bulan agar tidak
terjadi komplikasi.
Saran untuk penderita sebaiknya mengkonsumsi makanan yang tinggi serat
terutama yang mengandung indeks glikemik rendah, mengurangi makanan yang
menyebabkan peningkatan berat badan, dan rutin melakukan olahraga. Selain itu,
pasien DM harus tetap melakukan aktivitas fisik di rumah dengan melakukan
olahraga aerobik, melakukan aktivitas fisik yang menunjang untuk penguatan otot.
16
DAFTAR PUSTAKA
16