You are on page 1of 3

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/311910653

Stigma Keluarga Pasien Gangguan Jiwa Skizofrenia

Experiment Findings · November 2016

CITATIONS READS

0 1,139

5 authors, including:

Ah Yusuf RR DIAN Tristiana


Airlangga University Airlangga University
103 PUBLICATIONS   16 CITATIONS    17 PUBLICATIONS   4 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Hanik Endang Nihayati Rizki Fitryasari


Airlangga University Airlangga University
22 PUBLICATIONS   4 CITATIONS    15 PUBLICATIONS   9 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

The Increase of Family's Health Belief in Mental Disorder with Spiritual Approach View project

Caring Behaviors Nurse Based on Quality of Nursing Work Life and Self Concept in Nursing Nurse in Hospital View project

All content following this page was uploaded by Ah Yusuf on 27 December 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Stigma Keluarga Pasien Gangguan Jiwa Skizofrenia

Ah. Yusuf1*, Rr. Dian Tristiana1, Hanik Endang Nihayati1, Rizki Fitryasari1, Nurullia Hanum Hilfida2
1Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas, Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, Kampus C

Mulyorejo Surabaya 60115


2Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ners, Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

*Korespondensi: ah-yusuf@fkp.unair.ac.id

Kata kunci: stigma, keluarga, gangguan jiwa

Pendahuluan
Jiwa adalah unsur manusia yang bersifat non materi, tetapi fungsi dan manifestasinya
sangat terkait dengan materi. Gangguan jiwa merupakan sebuah sindroma perilaku, berkaitan
dengan gejala penderitaan, keterbatasan, ketidakmampuan dalam menjalankan fungsi penting
manusia [1], sehingga dapat menimbulkan stigma. Stigma tidak hanya terjadi pada penderita
gangguan jiwa, tetapi keluarga sangat merasakan dampaknya [2, 4]. Stigma adalah persepsi negatif,
perasaan, emosi, dan sikap menghindar dari masyarakat yang dirasakan keluarga sehingga
menimbulkan konsekuensi baik secara emosional, sosial, interpersonal dan finansial. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran stigma keluarga yang memiliki salah satu
anggota keluarga mengalami gangguan jiwa.

Metode
Penelitian ini menggunakan desain kualitatif fenomenologis dengan 8 orang partisipan yang
memiliki anggota keluarga gangguan jiwa, lama menderita minimal 3 tahun, tinggal bersama
pasien, dipilih dengan purposif sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
mendalam, menggunakan media player recorder (MP 4) dan catatan lapangan, data diolah dengan
analisis tematik menurut Colaizzi [3].

Hasil dan Pembahasan


Stigma yang dirasakan keluarga terdiri dari 23 tematik, meliputi; sikap keluarga, persepsi,
pengetahuan, jenis perawatan, sumber daya pendukung, kepatuhan terhadap aturan perawatan,
upaya keluarga, respon kehilangan, beban keluarga, respon masyarakat, penyesuaian diri, stigma
masyarakat, stigma keluarga, sikap masyarakat ke keluarga, beban keluarga, keretakan hubungan
keluarga, gangguan aktivitas, status kesehatan, hubungan sosial, kesembuhan, menjalankan peran,
tetap merawat, keyakinan, dan mewujudkan keinginan.
Stigma keluarga terdiri dari perasaan keluarga dan sikap masyarakat. Respon masyarakat
yang dirasakan keluarga antara lain menghindar, menyalahkan, menghina, tidak menghargai,
dijauhi, tidak suka dan membicarakan kepada orang lain di belakang keluarga. Akibatnya respon
keluarga menjadi malu dan membatasi hubungan sosial dengan masyarakat.
Keluarga merasa disalahkan dinyatakan oleh partisipan sebagai berikut:
“....... ya itu aku ya itu wes kesalahan disalahno sama saudara-saudara sama temen-temen, “kamu
memange salahmu, arek durung kerjo gurung kuliah sekolah gurung mari kok ngerabino, gak kuat
(menggelengkan kepala) pikirane iku gurung waktue, nanggung beban.....” (P1)
Keluarga merasa dihina, tidak dihargai dan diajuhi, dinyatakan oleh partisipan melalui
transkrip wawancara berikut:
“.......kadang-kadang lewat gitu ...duduk gitu tau-tau itu (keluarga) dikasih tetangga makanan basi
gitu... itu orang tua kan sakit...” (L5), “....kalo saya sapa itu “mbak..” gak ada respon e ngono loh mbak..
mek mensem tok biasa wes mari ngono...” (P8), “...... mangkae saudara-saudaraku tuh ndak mau
semua deket sama saya ...” (P1), “....dadi gak seneng saya toh,, ada yang nggak suka...”.“....iya beda ya
pandangannya, jarang nyapa...” (P8), “...kalo yang tidak menyadari ya kadang ya kalo mengolok sih
gak pernah.. cuma di belakang itu ngomel...“, mereka juga (tangan menunjuk) “adek e kok gak di..,.
padahal nggak tahu,, Cuma sekedar ngomong...” (L5), dan sebagainya.
Berikut merupakan rangkaian tematik stigma masyarakat yang dirasakan keluarga yang salah satu
anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa.

Menyalahkan

Menghina
Respon
masyarakat Tidak
kepada keluarga menghargai

Dijauhi

Perasaan Keluarga Tidak suka

Stigma Gg Membicarakan
orang lain di
Jiwa belakang

Malu
Respon keluarga
Perlakuan masyarakat Hubungan sosial
kepada keluarga yang terbatas
memiliki anggota
keluarga gangguan jiwa
Kasihan

Memaklumi

Positif Tidak benci

Prasangka

Perhatian
Sikap Masyarakat
Tidak Peduli

Menjadikan jera

Gambar 1: Negatif Marah


Stigma Keluarga Pasien
Gangguan Jiwa Lelah

Apatis

Tidak suka

Simpulan
Sampai saat ini stigma masyarakat tentang gangguan jiwa masih dirasakan oleh keluarga,
menyebabkan beban keluarga, keluarga merasakan keretakan hubungan keluarga, gangguan
aktivitas keluarga, penurunan status kesehatan dan hubungan sosial terbatas. Harapan keluarga
adalah anggota keluarga sembuh dan dapat hidup menjalankan aktivitas dengan normal,
menjalankan peran sesuai dengan struktur keluarga, tetap merawat, keyakinan/spiritualitas yang
meningkat, dan dapat mewujudkan keinginan keluarga. Oleh karena itu, perlu dikembangkan
model holistik dalam merawat pasien gangguan jiwa.

Daftar Pustaka
[1] Yusuf, A., Rizky F. PK., Hanik EN. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
[2] Smith, A & Caswellc C. 2010. Stigma and Mental Illness: Investigating Attitudes of Mental Health
and Non-Mental Health Professionals and Trainees, Journal of Humanistic Counselling,
Education and Development, vol. 9, no. 2.
[3] Smith, J. A., Flowers, P & Larkin, M. 2009. Interpretative Phenomenological Analysis: Theory,
Method and Research. Los Angeles, London, New Delhi, Singapore, Washington: Sage.
[4] Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.

View publication stats

You might also like