You are on page 1of 4

Nama : Indah Ayu Lestari

Kelas : A
NIM : 20170430021

Aksioma Dasar Ekonomi Islam

Pengertian Aksioma
Aksioma merupakan pernyataan yang dapat diterima tanpa pembuktian karena telah terlihat
kebenarannya.Aksioma dalam bahasa Inggris: axion; dalam bahasa Yunani: axioma yang
memiliki arti pantas atau layak. Aksioma adalah pendapat yang dijadikan pedoman dasar dan
merupakan dalil pemula, sehingga kebenarannya tidak perlu dibuktikan lagi. Aksioma yaitu
suatu pernyataan yang diterima sebagai kebenaran dan bersifat umum, tanpa memerlukan
pembuktian. Dengan kata lain, aksioma yitu kebenaran yang dapat diterima oleh semua
orang.

Aksioma Dasar Ekonomi Islam


Islam adalah agama yang sarat etika. Dengan etika konsumsi dalam Islam, perlu ditegaskan
dengan prinsip-prinsip etika dalam Islam. Menegnai etika Islam banyak dikemukakan oleh
para ilmuwan, sedang pengembangan yang sistematis dengan latar belakang ekonomi
tentang sistem etika Islam secara garis besar dapat dibagi menjadi empat kelompok aksioma,
sebagaimana dikupas Naqvi (1985). Naqvi mengelompokkan ke dalam empat aksioma pokok,
yaitu tauhid, keadilan, kebebasan berkehendak dan pertanggungjawaban.

1. Tauhid (unity/kesatuan)

Karakteristik utama dan pokok dalam Islam adalah "tauhid". Menurut Qardhawi membagi
tauhid menjadi dua kriteria, yaitu Rabbaniyyah ghayyah (tujuan) dan wijhah (sudut
pandang). Kriteria yang pertama menunjukkan maksud bahwa tujuan akhir dan sasaran
Islam adalah jauh ke depan, yaitu menjaga hubungan dengan Allah secara baik dan
mencapai ridha-Nya, sehingga pengabdian kepada Tuhan merupakan tujuan akhir,
sasaran, puncak cita-cita, usaha, dan kerja keras manusia dalam kehidupan (fana) ini. Ini
berarti bahwa Islam (baik sebagai syari'at, bimbingan) semata-mata dimaksudkan hanya
untuk menyiapkan manusia supaya menjadi seorang yang muhsin, sehingga ruh dan
globalitas Islam adalah tauhid.
Kriteria yang kedua Rabbaniyyah Mashdar (sumber hukum) dan manhaj (sistem). Kreteria
ini mempunyai kaitan dengan kriteria pertama. Artinya, kriteria ini merupakan suatu
sistem yang telah ditetapkan untuk mencapai sasaran dan tujuan puncak (kriteria pertama)
yang bersumber pada al-Qur'an dan hadits rasul. Aksioma tauhid (kesatuan) merupakan
bentuk dimensi vertikal yang memadukan segi politik, ekonomi sosial dan religius dalam
kehidupan manusia menjadi satu integratif, tauhid merupakan kenyataan yang
memberikan umat manusia perspektif pastiyang berasal dari pengertian mendalam
mengenai hubungan antara manusia dengan Tuhan, sehingga manusia akan berhasil
(dalam mencari kebenaran)bila diberi petunjuk dari Yang Maha Benar.

2. 'Adl (equillibrium/keadilan)

'Adl merupakan salah satu pokok etika Islam. Kata al-'adl berarti sama (rata) sepadan,
ukuran (takaran), keseimbangan. Sehubunagn dengan masalah adil atau keadilan,
Muthahhari mendefinisikan keadilan menjadi empat pengertian, yaitu: 1) keadaan sesuatu
yang seimbang; 2) persamaan dan penafikan segala bentuk diskriminasi; 3) pemeliharaan
hak-hak individu dan pemberian hak kepada setiap orang yang berhak menerima; dan 4)
memelihara hak bagi kelanjutan eksistensi (keadilan Tuhan). Keadilan adalah hak-hak
nyata yang mempunyai realitas, artinya bahwa keadilan tidak dapat disamakan dengan
keseimbangan. Karena keadilan berawal dari usaha memberikan hak kepada setiap
individu (yang berhak menerima) sekaligus menjaga atau memelihara hak tersebut,
sehingga pernyataan yang mengatakan bahwa keadilan bersifat relatif adalah salah.
Sementara itu, Khursid Ahmad mengatakan, kata 'adl dapat diartikan seimbang (balance)
dan setimbang (equilibrium). Atas dasar ini, ia menyebutkan bahwa konsep 'adl dalam
persepsi Islam adalah "keadilan ilahi".

Salah satu manifestasi keadilan menurut al-Qur'an adalah kesejahteraan. Sebagaimana


diekmukakan oleh Shihab setelah ia menafsirkan QS. al-Ma'idah: 8, al-A'raf: 96, dan Nuh:
10-12. Berdasarkan rangkaian ayat ini, tampak bahwa keadilan akan mengantarkan kepada
katakwaan, dan ketakwaan akan menghasilkan kesejahteraan. Hal ini cukup menarik,
bahwa ayat tersebut menunjukkan hubungan langsung antara wawasan al-Qur'an dan
upaya peningkatan kesejahteraan serta peningkatan taraf hidup warga masyarakat
ekonomi lemah yang merupakan pengejawantahan keadilan.

3. Free Will (kehendak bebas)

Dalam kerangka, kehendak bebas atau otonomi manusia untuk bertingkah laku, bukan
berarti bahwa "Tuhan telah mati", sebagaimana yang dikemukakan oleh Neitzsche dan
Sartrein. Kehenbdak bebas yang dimaksud adalah prinsip yang mengantarkan seorang
muslim meyakini bahwa Allah SWT memiliki kebebasan mutlak dna Dia menganugerahkan
kepada manusia kebebasan untuk memilih jalan (baik maupun buruk) yang terbentang di
hadapannya. Dengan demikian, manusia yang baik di sisi-Nya adalah manusia yang mampu
menggunakan kebebasan itu dalam rangka penerapan tauhid dan al'adl.

Manusia merupakan makhluk yang berkehendak bebas, namun kebebasan ini tidaklah
berarti bahwa manusia terlepas dari qadha' dan qadar yang merupakan hukum sebab-
akibat yang didasarkan pada pengetahuan dan kehendak Tuhan. Dengan kata lain, bahwa
qadha' dan qadar merupakan bagian dari kehendak bebas manusia. Dalam kaitan ini,
Muthahhari membagi takdir menjadi dua macam, yaitu takdir hatmi, yaitu takdir yang
tidak dapat berubah lagi dan taqdir ghayr hatmi, yaitu takdir yang masih bisa berubah.

Pandangan al-Qur'an terhadap akal dan nurani manusia adalah bebas dan merdeka,
dimana fitrah Ilahi tetap dapat hidup dalam segala keadaan dan lingkungan, sehingga Allah
memberikan ganjaran dan siksaan kepada manusia. Shihab menjelaskan, sunnatullah
(digunakan al-Qur'an) untuk hukum-hukum Tuhan yahng pasti berlaku bagi masyarakat,
sedangkan takdir mencakup hukum-hukum kemasyarakatan dan hukum alam,
sebagaimana takdirnya matahari, bulan dan seluruh jagat raya telah ditetapkan takdirnya
dna tidak bisa mereka menawar.

4. Amanah (responsibility/pertanggungjawaban)

Efek dari kehendak bebas adalah pertanggungjawaban. Dengan kata lain, setelah manusia
melakukan perbuatan maka ia harus mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Dengan
demikian prinsip tanggungjawab merupakan suatu hubungan logis dengan adanya prinsip
kehendak bebas.
Menurut aliran voluntarisme rasional, suatu tindakan etis akan terwujud bilamana suatu
tindakan (perbuatan) merupakan produk pilihan sadar dalam situasi bebas (tidak
terpaksa), pertanggungjawaban etis bisa diberlakukan hanya kepada pihak yang berbuat
dalam keadaan sadar dan bebas.

Prinsip tanggungjawab dalam Islam dikenalkan dengan tanggungjawab secara individu


maupun kolektif, yaitu konsep fardhu 'ain dan fardhu kifayah. Konsep yang pertama adalah
kewajiban individu yang tidak dibebankan kepada orang lain. Sedangkan konsep yang
kedua adalah kewajiban yang bila dikerjakan oleh orang lain, sehingga terpenuhi
kebutuhan yang dituntut, maka terbebaslah semua anggota masyarakat dari
pertanggungjawaban (dosa) akan tetapi bila tidak seorang pun yang mengerjakannya, atau
dikerjakan oleh sebagian orang namun belum memenuhi apa yang seharusnya, maka
berdosalah setiap anggota masyarakat.

http://fhufah.blogspot.co.id/2012/07/asumsi-asumsi-ekonomi-islam.html , Dikutip pada hari senin


tanggal 12/03/2018, Pukul 19.38

You might also like