You are on page 1of 10

ALAT BUKTI SUMPAH DALAM PEMBUKTIAN

PADA HUKUM ACARA PERDATA

DISUSUN OLEH

Cinde Semara Dahayu E0015090


Diah Rahma K E0015109
Muhammad Yusuf Habibie E0015258
Nanda Ayu Octavia E0015287

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SEMESTER GANJIL 2017
[HUKUM PEMBUKTIAN] FAKUTAS HUKUM UNS

1. ABSTRAK
Pembuktian adalah salah satu prosedur dalam beracara di pengadilan. Proses pembuktian
ada dalam perkara hukum perdata, hukum pidana, tata usaha negara, niaga, dan lain
sebagainya. Pembuktian digunakan untuk mengungkap fakta-fakta melalui alat bukti suatu
peristiwa yang mana fakta-fakta tersebut dapat mengungkapkan kebenaran. Kebenaran yang
dicari adalah kebenaran yuridis. Pembuktian dilakukan dengan berbagai macam alat bukti.
Alat bukti yang ada harus diperiksa sebelum memutus tergugat. Salah satu jenis alat bukti
adalah sumpah. Alat bukti sumpah menjadi pilihan terakhir yang akan menjadi pembicaraan
mengenai alat-alat bukti yang terdapat dalam Hukum Acara Perdata. Sumpah adalah
pernyataan yang diucapkan dengan resmi dan dengan bersaksi kepada Tuhan oleh salah satu
pihak yang berperkara bahwa apa yang dikatakan itu benar.

Kata kunci: pembuktian, alat bukti, sumpah, KUHPerdata.

2. LATAR BELAKANG
Proses peradilan perdata saat ini bukan merupakan hal yang baru bagi masyarakat
Indonesia. Macam peradilan yaitu peradilan Perdata dan Pidana. Pada peradilan perdata
menggunakan hukum acara perdata, dalam penanganan suatu perkara sebagai bahan acuan.
Pada hukum acara perdata tidak dicari kebenaran materiil karena juga memerlukan
keyakinan hakim seperti dalam hukum acara pidana.

Dalam proses perdata terdapat pembagian yang tetap antara pihak yang berperkara dan
hakim. Para pihak yang harus mengemukakan peristiwa, sedangkan soal hukum adalah
urusan hakim. Dalam proses pidana tidaklah demikian, di sini terdapat perpaduan antara
peristiwa dan penemuan hukum. Jaksa pada hakekatnya tidak membuktikan ia mempunyai
inisiatif penuntutan dan dakwaannya menentukan kemana proses harus diserahkan, tetapi
selanjutnya ia sama kedudukannya dengan penasehat hukum dan terdakwa.

Didalam hukum acara pidana lebih tepat dikatakan bahwa hakimlah yang membuktikan,
tetapi dalam hukum acara perdata pembuktian merupakan suatu hal yang penting guna
membuktikan gugatan ataupun bantahan. Meski demikian pembuktian dalam hukum acara
perdata hanya terjadi jika ada penyangkalan. Pengakuan ketika sidang tidak memerlukan
pembuktian selanjutnya. Karena pengakuan menurut undang-undang merupakan alat bukti
yang sempurna.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum pembuktian dimaksud sebagai suatu
rangkaian peraturan tata tertib yang harus diindahkan dalam melangsungkan perkara di
muka hakim, antara kedua belah pihak yang sedang mencari keadilan. Dalam proses
mencari keadilan di pengadilan, maka para pihak berupaya untuk memenangkan perkaranya
dengan cara mereka masing-masing.

2|HUKUM PERBANKAN
[HUKUM PEMBUKTIAN] FAKUTAS HUKUM UNS

3. PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Yang dimaksudkan dengan “membuktikan” ialah meyakinkan hakim tentang
kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan 1 .
“Membuktikan” mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas
suatu peristwa, sehingga dapat diterima oleh akal terhadap kebenaran peristiwa
tersebut. Dalam hukum acara perdata, maka acara pembuktian adalah dalam rangka
mencari kebenaran formal. Siapa yang mengaku mempunyai hak atau membantah
hak orang lain harus membuktikan (pasal 163 HIR, 1865 BW pasal 283 RBg).
Bahwa tujuan pembuktian ini untuk menetapkan hubungan hukum antara kedua
belah pihak, yakni penggugat dan tergugat; Mencari kebenaran formal berarti hakim
perdata menyelidiki kebenaran dari peristiwa-peristiwa yang dikemukakan, akan
tetapi hanya sepanjang pihak-pihak yang bersangkutan yang menghendakinya.
Hakim perdata dilarang untuk mengabulkan hal-hal yang tidak dituntut atau
melebihi hal yang tidak diminta (pasal 178 ayat 3 HIR, pasal 189 ayat 3 RBg)2.

B. MACAM-MACAM ALAT BUKTI


Menurut sistim HIR, dalam acara perdata hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah.
Hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat bukti yang
ditentukan oleh undang-undang saja. Alat-alat bukti dalam acara perdata yang
disebutkan oleh undang-undang (pasal 164 HIR. 289 RBg. 1866 BW) ialah: alat
bukti tertulis, pembuktian dengan saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan
sumpah3.
1) Alat Bukti Tertulis
Alat bukti tertulis diatur dalam pasal 138, 165, 167 HIR, 164, 285,-305 RBg. S
1867 no. 29 dan pasal 1867-1894 BW. Alat bukti tertulis atau surat ialah segala
sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan
isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan
sebagai pembuktian.

Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi menjadi dua yaitu surat yang merupakan
akta dan surat-surat lainnya yang bukan akta, sedangkan akta sendiri dibagi lebih
lanjut menjadi akta otentik dan akta di bawah tangan.

2) Pembuktian dengan Saksi


Alat bukti kesaksian diatur dalam pasal 139-152, 168-172 HIR (ps. 165-179
RBg), 1895 dan 1902-1912 BW. Kesaksian adalah kepastian yang diberikan

1 Prof. R. Subekti, SH, Hukum Pembuktian, hal. 1


2
Martiman Prodjohamidjojo, S.H, Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, hal. 11
3 Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, Hukum Acara Perdata Indonesia, hal. 141

3|HUKUM PERBANKAN
[HUKUM PEMBUKTIAN] FAKUTAS HUKUM UNS

kepada hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan


pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak
dalam perkara, yang dipanggil di persidangan.
Jadi keterangan yang diberikan oleh saksi harus tentang peristiwa atau kejadian
yang dialaminya sendiri, sedangkan pendapat atau dugaan yang diperoleh secara
berfikir tidaklah merupakan kesaksian. Seorang saksi dipanggil di muka sidang
untuk memberi tambahan keterangan untuk menjelaskan peristiwanya.

3) Persangkaan
Menurut pasal 1915 BW maka persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan yang
oleh undang-undang atau hakim ditarik dari suatu peristiwa yang terang nyata ke
arah peristiwa lain yang belum terang kenyataannya. Jadi menurut pasal 1915
BW ada dua persangkaan, yaitu yang didasarkan atas undang-undang
(praesumptiones juris) dan yang merupakan kesimpulan-kesimpulan yang ditarik
oleh hakim (praesumption esfacti).

4) Pengakuan
Pengakuan (bekentenis confession) diatur dalam HIR (ps. 174, 175, 176), RBg
(ps. 311, 312, 313) dan BW (ps. 1923-1928). Pengakuan di muka hakim di
persidangan (gerechtelijke bekentenis) merupakan keterangan sepihak tanpa
persetujuan pihak lain, baik tertulis maupun lisan dalam perkara di persidangan,
yang membenarkan baik seluruhnya atau sebagian dari suatu peristiwa, hak atau
hubungan hukum yang diajukan oleh lawannya, yang mengakibatkan
pemeriksaan lebih lanjut oleh hakim tidak perlu lagi.

5) Sumpah
Sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan yang diucapkan pada waktu
memberi janji atau keterangan dengan mengingatakan sifat maha kuasa Tuhan,
dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar
akan dihukum oleh-Nya. Alat bukti sumpah diatur dalam HIR (ps. 155-158,
177), RBg (ps. 182-185, 314), BW (ps. 1929-1945).

C. ALAT BUKTI SUMPAH


Alat bukti sumpah sebagai alat bukti yang terakhir sesuai dengan apa yang
tercantum dalam pasal 1866 BW yang menyatakan bahwa macam-macam alat bukti
dalam perkata perdata meliputi : alat bukti surat, persangkaan, saksi, pengakuan, dan
alat bukti sumpah. Sumpah sendiri dalam KUHPerdata diatur dalam pasal 1929
sampai dengan pasal 1945 KUHPerdata4.

4
Burgerlijk wetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

4|HUKUM PERBANKAN
[HUKUM PEMBUKTIAN] FAKUTAS HUKUM UNS

Pengertian sumpah seperti apa yang tercantum dalam KUHPerdata ialah suatu
peryataan hikmat yang dikemukakan secara sungguh-sungguh dengan menyebut
nama Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinan yang memberikan sumpah5.
Sumpah hanya dikenal bagi orang yang beragama Islam, sedangkan orang non Islam
menurut sarjana hukum Indonesia tidak mengenal adanya sumpah, tapi lebih lazim
dikenal adanya janji. Sehingga kesimpulan sumpah yang dikenal sebagai alat bukti
disamakan dengan pengertian janji.
Yahya Harahap menjelaskan bahwa sumpah sebagai alat bukti adalah suatu
keterangan atau pernyataan yang dikuatkan atas nama Tuhan, dengan tujuan6:
1) Agar orang yang bersumpah dalam memberi keterangan atau pernyataan itu,
takut atas murka Tuhan apabila dia berbohong;
2) Takut kepada murka atau hukuman Tuhan dianggap sebagai daya pendorong
bagi yang bersumpah untuk menerangkan yang sebenarnya.
Yahya menjelaskan bahwa dalam Pasal 1929 KUH Perdata diatur mengenai
klasifikasi sumpah yang terdiri dari7:
1) Decisoir/sumpah pemutus
2) Suppletoir/sumpah tambahan atau pelengkap
3) Aestimatoire/sumpah penaksir

D. MACAM-MACAM ALAT BUKTI SUMPAH


1) Sumpah Pemutus (Decisoir eed)
Sumpah decisoir disebut juga sumpah pemutus, ada juga yang
mempergunakan istilah sumpah menentukan, yaitu sumpah yang oleh pihak
yang satu (boleh penggugat atau tergugat) diperintahkan kepada pihak yang
lain untuk menggantungkan pemutusan perkara atas pengucapan atau
pengangkatan sumpah. Sumpah inilah yang disebut sumpah pemutus, yaitu8:
a. merupakan sumpah yang diucapkan oleh salah satu pihak atas
perintah atau permintaan pihak lawan;
b. pihak yang memerintahkan atau meminta mengucapkan sumpah
disebut deferent, yaitu orang atau pihak yang memerintahkan sumpah
pemutus, sedangkan pihak yang diperintahkan bersumpah
disebut delaat atau gedefereerde.

5
Pasal 1929 KUHPerdata
6 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan
Pengadilan, Sinar Grafika, 2013 (hal. 745)
7 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan

Pengadilan, Sinar Grafika, 2013 (hal. 750)


8 Ibid

5|HUKUM PERBANKAN
[HUKUM PEMBUKTIAN] FAKUTAS HUKUM UNS

Makna sumpah pemutus yakni memiliki daya kekuatan memutuskan perkara


atau mengakhiri perselisihan. Jadi, sumpah pemutus ini mempunyai sifat dan
daya litis decisoir, yang berarti pengucapan sumpah pemutus:
a. dengan sendirinya mengakhiri proses pemeriksaan perkara;
b. diikuti dengan pengambilan dan menjatuhkan putusan berdasarkan
ikrar sumpah yang diucapkan;
c. undang-undang melekatkan kepada sumpah pemutus tersebut nilai
kekuatan pembuktian sempurna, mengikat, dan menentukan.
Ruang lingkup penerapan sumpah pemutus yaitu meliputi segala sengketa
dan dapat diperintahkan dalam segala jenis sengketa kecuali dalam hal kedua
belah pihak tidak dapat mengadakan suatu perdamaian atau bahkan dalam
hal tidak ada upaya pembuktian apapun untuk membuktikan tuntutan itu9.
Syarat formil sumpah pemutus sebagai alat bukti adalah:
a. Tidak ada bukti apapun
Syarat ini disebut pada Pasal 1930 ayat (2) KUH Perdata dan Pasal
156 ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement. Sumpah pemutus
merupakan alat bukti untuk memperkuat dalil gugatan atau bantahan
jika sama sekali tidak ada upaya lain untuk membuktikannya dengan
alat bukti lain. Kalau ada alat bukti lain, tidak ada dasar alasan untuk
memerintahkannya.
b. Inisiatif berada pada pihak yang memerintahkan
Syarat ini disebut pada Pasal 1929 ayat (1) KUH Perdata dan Pasal
156 ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”). Sumpah pemutus
merupakan sumpah yang oleh pihak yang satu diperintahkan kepada
pihak yang lain untuk menggantungkan putusan perkara padanya. Itu
sebabnya, sumpah pemutus disebut juga sumpah pihak karena
inisiatif atau prakarsanya datang dari pihak yang berperkara atau
berada di tangan pihak yang memerintahkan.10
Menurut UU, baik sumpah penambah maupun sumpah pemutus harus
dilakukan sendiri, kecuali karena sesuatu sebab yang penting, maka
pengadilan dapat memberikan izin kepada salah satu pihak yang akan
bersumpah untuk menguasakan mengangkat sumpah itu. Surat kuasa untuk
mengangkat sumpah ini harus dibuat dalam bentuk akta otentik, yang
memuat dengan jelas dan tegas rumusan sumpah yang diangkat oleh salah

9 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan
Pengadilan, Sinar Grafika, 2013 (hal. 752) dan Pasal 1930 KUHPerdata
10 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan

Pengadilan, Sinar Grafika, 2013 (hal. 754)

6|HUKUM PERBANKAN
[HUKUM PEMBUKTIAN] FAKUTAS HUKUM UNS

satu pihak. Dengan dilakukannya sumpah, maka pemeriksaan perkara


dianggap selesai dan hakim tinggal menjatuhkan putusannya.

2) Sumpah Tambahan (Suppletoir eed)


Sumpah tambahan ini diatur dalam Pasal 1940 KUH Perdata:
Hakim, karena jabatannya, dapat memerintahkan salah satu pihak yang
berperkara untuk mengangkat sumpah, supaya dengan sumpah itu dapat
diputuskan perkara itu atau dapat ditentukan jumlah uang yang dikabulkan.
Syarat formil sumpah tambahan adalah:
a. Alat bukti yang diajukan tidak mencukupi
Alat bukti yang tidak cukup dan sebelumnya ada permulaan
pembuktian sebagai landasan menerapkan sumpah tambahan. sumpah
tambahan tidak dapat berdiri sendiri sebagai alat bukti. Baru dapat
didirikan apabila ada permulaan pembuktian.
b. Atas perintah hakim.
Sumpah tambahan harus atas perintah hakim berdasarkan jabatannya.
Hakim yang berwenang menilai dan mempertimbangkan apakah
perlu atau tidak diperintahkan pengucapan sumpah tambahan.

3) Sumpah Penaksir (Aestimatoire eed)


Sumpah penaksir merupakan salah satu alat bukti sumpah yang secara khusus
diterapkan untuk menentukan berapa jumlah nilai ganti rugi atau harga
barang yang digugat oleh penggugat. Apabila dalam persidangan penggugat
tidak mampu membuktikan berapa jumlah ganti rugi yang sebenarnya atau
berapa nilai harga barang yang dituntutnya. Begitu juga tergugat tidak
mampu membuktikan bantahannya berapa ganti rugi atau harga barang yang
sebenarnya, taksiran atas ganti rugi atau harga barang itu dapat ditentukan
melalui pembebanan sumpah penaksir. Jadi, penerapan sumpah ini baru dapat
dilakukan apabila sama sekali tidak ada bukti dari kedua belah pihak yang
dapat membuktikan jumlah yang sebenarnya.
Syarat formil utama agar sumpah penaksir dapat diterapkan yaitu apabila
penggugat telah mampu membuktikan haknya atas dalil pokok gugatan dan
karena sumpah penaksir tersebut asesor kepada hak yang menimbulkan
adanya tuntutan atas sejumlah ganti rugi atau sejumlah harga barang, maka
selama belum dapat dibuktikannya hak, tidaklah mungkin menuntut ganti
rugi atau harga barang.

7|HUKUM PERBANKAN
[HUKUM PEMBUKTIAN] FAKUTAS HUKUM UNS

E. KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI SUMPAH

Sumpah sebagai alat bukti dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk sebagai
berikut: Sumpah Decisoir (Pemutus), Sumpah Suppletoir (Pelengkap) dan Sumpah
Aestimatoir (Penaksir)
1) Makna sumpah Decisoir (Pemutus) memiliki daya kekuatan memutuskan
perkara atau mengakhiri perselisihan. Jadi sumpah pemutus mempunyai sifat
dan daya litis decissoir, yang berarti dengan pengucapan sumpah pemutus:11
a. Dengan sendirinya mengakhiri proses pemeriksaan perkara.
b. Diikuti dengan pengambilan dan menjatuhkan putusan berdasarkan
ikrar sumpah yang diucapkan.
c. Dan undang-undang melekatkan kepada sumpah pemutus tersebut nilai
kekuatan pembuktian sempurna, mengikat dan menentukan.
2) Sumpah Suppletoir atau Sumpah Tambahan pihak yang diperintahkan oleh
hakim untuk bersumpah suppletoir tidak boleh mengembalikan sumpah
suppletoir tersebut kepada lawannya (ps. 1943 BW) ia hanya dapat menolak
atau menjalankannya. Dalam hal ini hakim secara ex officio dapat
memerintahkan Sumpah Suppletoir. Fungsi sumpah ini adalah menyelesaikan
perkara, maka mempunyai kekuatan pembuktian sempurna yang masih
memungkinkan adanya bukti lawan.
3) Pasal 155 HIR (ps. 182 Rbg, 1940 BW) mengatur tentang Sumpah
Penaksiran, yaitu sumpah yang diperintahkan oleh hakim kerena jabatannya
kepada penggugat untuk menentukan jumlah uang ganti kerugian. Kekuatan
pembuktian Sumpah Aestimatoir sama dengan Sumpah Suppletoir yaitu
bersifat sempurna dan masih memungkinkan pembuktian lawan. Sumpah ini
dapat juga dilakukan di masjid.
Perlu diketahui bahwa sumpah juga dapat dilakukan di luar pengadilan, akan tetapi
sumpah tersebut mempunyai daya kekuatan sebagai alat bukti jika sumpah tersebut
dilakukan di depan Hakim, baik itu di depan Hakim Ketua yang memeriksa perkara
maupun di depan Hakim Anggota. Perbedaan dari kualitas pembuktian, dalam
sumpah pemutus para pihak sama sekali tidak mampu mengajukan bukti apapun
sedangkan dalam sumpah tambahan para pihak atau salah satu pihak mampu
mengajukan pembuktian, tetapi tidak mencapai batas minimal pembuktian12.

11
Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata. (Jakarta: Sinar Grafika, 2005) hal 750
12
Ibid., hlm. 766-767

8|HUKUM PERBANKAN
[HUKUM PEMBUKTIAN] FAKUTAS HUKUM UNS

F. PENUTUP

1) KESIMPULAN
Pembuktian adalah rangkaian peraturan tata tertib yang harus diindahkan dalam
melangsungkan perkara di muka hakim. Dalam proses mencari keadilan di
pengadilan, maka para pihak berupaya untuk memenangkan perkaranya dengan
cara mereka masing-masing. Hakim bertindak sebagai penilai.
Hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat bukti yang
ditentukan oleh undang-undang saja. Alat-alat bukti dalam acara perdata yang
disebutkan oleh undang-undang (pasal 164 HIR. 289 RBg. 1866 BW) ialah: alat
bukti tertulis, pembuktian dengan saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan
dan sumpah.
Pengertian sumpah seperti apa yang tercantum dalam KUHPerdata ialah suatu
peryataan hikmat yang dikemukakan secara sungguh-sungguh dengan menyebut
nama Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinan yang memberikan
sumpah. Menurut Pasal 1929 KUH Perdata diatur mengenai klasifikasi sumpah
yang terdiri dari Decisoir/sumpah pemutus, Suppletoir/sumpah tambahan atau
pelengkap dan Aestimatoire/sumpah penaksir.
Makna sumpah Decisoir (Pemutus) memiliki daya kekuatan memutuskan
perkara atau mengakhiri perselisihan. Sumpah Suppletoir/sumpah
tambahan dimaknai adalah apabila alat bukti masih kurang, namun sudah
dilandasi pembuktian, maka hakim memerintahkan pihak untuk bersumpah.
Sumpah penaksir diterapkan untuk menentukan berapa jumlah nilai ganti rugi
atau harga barang yang digugat oleh penggugat. Apabila penggugat tidak mampu
membuktikan berapa jumlah ganti rugi dan tergugat tidak mampu membantah
ganti rugi.

2) SARAN
Berdasarkan pembahasan diatas, mengenai alat bukti sumpah, maka kami
memberikan saran yaitu:

a. Dalam penentuan sumpah seseorang, sebaiknya orang tersebut benar-


benar pasrah akan semua pengakuannya terhadap Tuhan YME dan jujur
akan kejadian yang benar-benar terjadi, agar perkara dapat ditentukan
keputusannya.
b. Apabila disuatu persidangan benar tidak ada bukti sumpah apapun, maka
dilakukan sumpah pemutus/decisoir dan diharapkan pada saat keputusan
diterapkan maka pihak tidak boleh melakukan perlawanan atas tidak
terimanya putusan. Karena sifat sumpah pemutus adalah pembuktian
sempurna, mengikat dan menentukan.

9|HUKUM PERBANKAN
[HUKUM PEMBUKTIAN] FAKUTAS HUKUM UNS

G. DAFTAR PUSTAKA
A. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/Burgerlijk Wetboek
B. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, 2013
C. Ahmad Mujahidin. Pembaharuan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan
Mahkamah Syari’ah di Indonesia. (Jakarta: IKAHI, 2008)
D. Prof. R. Subekti, SH, Hukum Pembuktian
E. Martiman Prodjohamidjojo, S.H, Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti.
F. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, Hukum Acara Perdata Indonesia.
G. Jurnal: Dian Dewi Pulungsari & Diyas Mareti Riswindani, ANALISIS YURIDIS
KEKUATAN PEMBUKTIAN PENILAIAN HAKIM TENTANG KETERANGAN
SEORANG SAKSI DI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA DITINJAU
DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA.
H. Jurnal Hukum Universitas Sam Ratulangi, Vol. 23/No. 8/Januari/2017: Royke Y. J.
Kaligis, PENGGUNAAN ALAT BUKTI SUMPAH PEMUTUS (DECISOIR)
DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN
MENURUT TEORI DAN PRAKTEK.
I. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5899301425dee/arti-sumpah-idecisoir-
i--isuppletoir-i--dan-iaestimatoire-i (diakses Selasa, 26 September 2017 pukul 20:46)
J. https://profgunarto.files.wordpress.com/2012/12/alat-bukti-dalam-perdata-tugas.pdf
(diakses Selasa, 26 September 2017 pukul 20:51)
K. http://lawfile.blogspot.co.id/2011/07/alat-bukti-sumpah.html (diakses Selasa, 26
September 2017 pukul 20:47)

10 | H U K U M P E R B A N K A N

You might also like