You are on page 1of 23

AGAMA PADA MASA REMAJA

Makalah ini di susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Psikologi Agama yang diampu oleh Ibu Dr. Sururin, M.Ag.

disusun Oleh:

Diana Risky Safitri Siregar 11170110000001


Yumna Khairiyah 11170110000019
Ridho Nursaputra 11170110000105

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULAH JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Hidayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu pembelajaran dan penjelasan bagi pembaca
dalam mempelajari “Agama Pada Masa Remaja”.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan bagi


para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik lagi.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh karena itu, saya harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Ciputat, 29 Maret 2019

Kelompok 3

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik di antara makhluk
Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniah dan rohaniah, atau
unsur fisiologis atau unsur psikologis. Dalam unsur jasmaniah dan rohaniah itu,
Allah memeberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan
berkembang, dalam psikologi disebut potensialitas. Dalam pandangan Islam,
kemampuan dasar atau pembawaan itu disebut fitrah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Teori Sumber Kejiwaan Agama?
2. Apa yang dimaksud dengan Remaja?
3. Bagaimana Perkembangan fisik dan Psikis pada masa remaja?
4. Bagaimana perkembangan agama pada masa remaja?
5. Apa itu konflik dan keraguan?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa maksud dari teori sumber kejiwaan agama.
2. Mengetahui pengertian dari remaja.
3. Mengetahui perkembangan fisik dan psikis pada masa remaja.
4. Mengetahui perkembangan agama pada masa remaja.
5. Mengetahui konflik dan keraguan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori tentang Sumber Kejiwaan Agama

Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik di antara makhluk
Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniah dan rohaniah, atau
unsur fisiologis atau unsur psikologis. Dalam unsur jasmaniah dan rohaniah itu,
Allah memeberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan
berkembang, dalam psikologi disebut potensialitas. Dalam pandangan Islam,
kemampuan dasar atau pembawaan itu disebut fitrah. Dari hasil penelitian yaitu
beberapa eksperimen yang dilakukan oleh para ahli mengatakan bahwa dibagian
depan otak manusia (lobus fruntalis), terdapat suatu bagian tertentu yang apabila
diberikan rangsangan-rangsangan gelombang mikro elektronik maka orang yang
bersangkutan akan merasakan sebuah kekhusyu’an, kedamaian, rasa dekat kepada
Tuhan. Selanjutnya para peneliti mengatakan dibagian otak ini ada titik yang
menghubungkan dengan jiwa, kalbu, dan kemudian kepada Tuhan. Titik inilah
yang disebut dengan Got Spot.1

Berdasarkan kesimpulan di atas, manusia ingin mengabdikan dirinya kepada


Tuhan atau sesuatu yang dianggapnya sebagai zat yang mempunyai kekuasaan
tertinggi. Keinginan itu terdapat pada setiap kelompok, golongan atau masyarakat
manusia dari yang paling primitif hingga yang paling modern.

Pernyataan yang timbul adalah: apakah yang menjadi sumber pokok yang
mendasarkan timbulnya keinginan untuk mengabdikan diri kepada Tuhan? Atau
dengan kata lain “apakah yang menjadi sumber kejiwaan agama itu?”. Untuk
memberikan jawaban itu telah timbul beberapa teori antara lain:

1
Heny Narendrany Hidayati. Psikologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007)

4
a. Teori Monistik

Teori Monistik berpendapat bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama


adalah satu sumber kejiwaan. Selanjutnya, sumber tunggal manakan yang
dimaksud paling dominan sebagai sumber kejiwaan itu? Timbul beberapa
pendapat yang dikemukakan oleh:

1. Thomas van Aquino

Sesuai dengan masanya, Thomas mengemukakan bahwa yang menjadi sumber


kejiwaan agama itu, ialah berpikir. Manusia ber Tuhan karena manusia
menggunakan kemampuan berpikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi
dari kehidupan berpikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap
mendapat tempatnya hingga sekarang dimana para ahli mendewakan rasio sebagai
satu-satunya motif yang menjadi sumber agama.

2. Fredrick Hegel

Hampir sama dengan pendapa yang dikemukakan oleh Thomas, maka filsuf
jerman ini berpendapat, agama adalah suatu pengetahuan yang sungguh-sungguh
benar dan tempat kebenaran abadi. Berdasarkan hal itu, agama semata-mata
merupakan hal-hal atau persoalan yang berhubungan dengan pikiran.

3. Fredrick Schleimacher

Berlainan dengan pendapat kedua diatas, maka Schleimacher berpendapat


bahwa yang menjadisumber keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang
mutlak. Dengan adanya rasa ketergantungan yang mutlak ini manusia merasakan
dirinya lemah. Kelemahan ini menyebabkan manusia selalu tergantung hidupnya
dengan suatu kekuasaan yang berada di luar dirinya. Berdasarkan rasa itulah,
timbul konsep tentang Tuhan. Manusia merasa tak berdaya menghadapi tantangan
alam yang selalu dialaminya, maka mereka menggantung harapannya kepada
suatu kekuasaan yang dianggap mutlak.

5
4. Rudolf Otto

Menurut pendapat tokoh ini, sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum yang
berasal dari the wholly other (yang sama sekali lain). Jika seseorang dipengaruhi
rasa kagum terhadap sesuatu yang dianggapnya lain dari yang lain, maka keadaan
mental seperti itu diistilahkan oleh R. Otto numinous. Perasaan yang semacam
itulah yang menurut pendapatnya sebagai sumber dari kejiwaan agama pada
manusia. Walaupun faktor-faktor lainnya diakui pula oleh Otto, namun ia
berpendapat numinous merupakan sumber yang esensial.

5. William Mac Dougall

Sebagai salah seorang ahli psikologi, ia berpendapat bahwa memang insting


khusus sebagai sumber agama tidak ada. Ia berpendapat, sumber kejiwaan agama
merupakan kumpulan dari beberapa insting. Menurutnya, pada diri manusia
terdapat 14 macam insting, maka agama timbul dari dorongan insting secara
terintegrasi. Namun demikian teori insting agama ini banyak mendapat bantahan
dari para ahli psikologi agama. Alasannya jika agama merupakan insting, maka
setiap orang tanpa harus belajar agama pasti akan terdorong secara spontan ke
gereja, begitu mendengar lonceng gereja. Tetapi kenyataannya tidak demikian.2

b. Teori Fakulti

Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu tidak bersumber pada
suatu faktor yang tunggal tetapi terdiri atas beberapa unsur, antara lain yang
dianggap memegang peranan penting adalah: fungsi cipta (reason), rasa
(emotion), dan karsa (will). Demikian pula, perbuatan manusia yang bersifat
keagamaan dipengaruhi dan ditentukan oleh tiga fungsi tersebut.

1. Cipta (Reason)

Merupakan fungsi intelektual jiwa manusia. Ilmu kalam (teologi) adalah


cerminan adanya pengaruh fungsi intelek ini. Melalui cipta, orang dapat menilai,

2
Jalaluddin. Psikologi Agama Memahami Perilaku dengan mengaplikasikan Prinsip-Prinsip
Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016)

6
membandingkan, dan memutuskan suatu tindakan terhadap stimulan tertentu.
Perasaan intelek ini dalam agama merupakan suatu kenyataan yang dapat dilihat,
terlebih-lebih dalam agama modern, peranan, dan fungsi reason ini sangat
menentukan. Dalam lembaga-lembaga keagamaan yang menggunakan ajaran
berdasarkan jalan pikiran yang sehat dalam mewujudkan ajaran-ajaran yang
masuk akal, fungsi berpikir sangat diutamakan. Malahan ada yang beranggapan
bahwa agama yang ajarannya tidak sesuai dengan akal merupakan agama yang
kaku dan mati.

2. Rasa (Emotion)

Suatu tenaga dalam jiwa manusia yang banyak berperan dalam membentuk
motivasi dalam corak tingkah laku seseorang. Betapa pun pentingnya fungsi
reason, namun jika digunakan secara berlebihan akan menyababkan ajaran agama
itu menjadi dingin. Untuk itu, fungsi reason hanya pantas berperan dalam
pemikiran mengenai supranatural saja, sedangkan untuk memberi makna dalam
kehidupan beragama diperlukan penghayatan yang saksama dan mendalam
sehingga ajaran itu tampat hidup. Jadi yang menjadi objek penyelidikan sekarang
pada dasarrnya adalah bukan anggapan bahwa pengalaman keagamaan seseorang
itu dipengaruhi oleh emosi, melainkan sampai berapa jauhkah peranan emosi itu
dalam agama. Sebab jika secara mutlak emosi yang berperan tunggal dalam
agama, maka akan mengurangi nilai agama itu sendiri.

3. Karsa (Will)

Merupakan fungsi eksekutif dalam jiwa manusia. Karsa berfungsi mendorong


timbulnya pelaksanaan doktrin serta ajaran agama berdasarkan fungsi kejiwaan,
mungkin saja pengalaman agama seseorang bersifat intelek ataupun emosi, namun
jika tanpa adanya peranan karsa maka agama tersebut belum tentu terwujud sesuai
dengan kehendak cipta dan rasa. Masih diperlukan suatu tenaga pendorong agar
ajaran keagamaan itu menjadi suatu tindak keagamaan. Jika hal yang demikian
terjadi, misalnya orang berbuat sesuatu yang bertentangan denga kehendaknya,
maka itu berarti fungsi karsanya lemah. Jika tingkah laku keagamaan itu terwujud

7
dalam bentuk perwujudan yang sesuai dengan ajaran keagamaan dan selalu
mengimbangi tingkah laku, perbuatan, dan kehidupannya sesuai dengan kehendak
Tuhan, maka fungsi karsanya kuat. Suatu kepercayaan yang dianut tidak akan
berarti sama sekali apabila dalam keyakinan kepercayaan itu karsa tidak berfungsi
secara wajar.

Jadi dari tiga pengaruh fungsi di atas dapat kita simpulkan bahwa secara umum
ketiganya memiliki fungsi antara lain:

1) Cipta (Reason) berperan untuk menentukan benar atau tidaknya ajaran suatu
agama berdasarkan pertimbangan intelek seseorang.

2) Rasa (Emotion) menimbulkan sikap batin yang seimbang dan positif dalam
menghayati kebenaran ajaran agama.

3) Karsa (Will) menimbulkan amalan-amalan atau doktrin keagamaan yang


benar dan logis.3

B. Pengertian tentang Remaja

Remaja ada dalam tempat marginal. Berhubung ada macam-macam


persyaratan untuk dapat dijadikan dewasa, maka lebih mudah untuk dimasukan
kategori anak dari pada kategori dewasa. Baru pada akhir abad ke-18 maka masa
remaja dipandang sebagai periode tertentu lepas dari periode kanak-kanak.
Meskipun begitu kedudukan dan status remaja berbeda dari pada anak.4

Ada beberapa pandangan atau pendapat tentang pengetian remaja dari


berbagai lingkungan dan profesi, yaitu tinjauan menurut psikologi dan
pendidikan, masyarakat serta hukum dan perundang-undangan.

Dan berapa lama masa remaja itu? Disini terjadi perbedaan pendapat para
pakar, karena kematangan seseorang tidak saja diukur dari dalam diri remaja, akan

3
Jalaluddin. Psikologi Agama , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016)
4
Heny Narendrany Hidayati. Psikologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), hlm, 102.

8
tetapi tergantung pula kepada penerimaan masyarakat sekitar dimana remaja
tersebut.5

a. Remaja dalam pengertian psikologi dan pendidikan


Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir,
ditandai oleh pertumbuhan fisik cepat. Pertumbuhan cepat yang terjadi pada tubuh
remaja, luar dan dalam itu, membawa pengaruh terhadap remaja dalam sikap,
perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja.
Masa remaja adalah masa yang penuh kegoncangan jiwa, masa dalam
peralihan atau diatas jembatan goyang, yang menghubungkan masa kanak-kanak
yang penuh kebergantungan dengan masa dewasa yang matang dan berdiri
sendiri.
Hal inilah yang membawa para pakar pendidikan dan psikologi cenderung
menamakan tahap peralihan tersebut dalam kelompok tersendiri, yaitu remaja,
yang merupakan tahap peralihan dari kanak-kanak serta persiapan untuk
memasuki masa dewasa.6
b. Remaja dalam pengertian masyarakat
Penentuan seseorang telah remaja atau belum, tergantung kepada penerimaan
masyarakat terhadap remaja. Masyarakat yang paling sederhana, misalnya pada
masyarakat desa yang masih tertutup, barangkali masa remaja itu tidak ada atau
tidak mereka kenal. Tuntutan hidup tidak banyak dan keperluan untuk
mempertahankan hidup juga sederhana. Lebih banyak tergantung kepada tenaga
fisik dan ketrampilan yang tidak sukar memperolehnya. Dalam masyarakat seperti
ini, masa remaja itu tidak ada atau tidak mereka kenal. Sebab anak-anak belajar
dan berlatih melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh orang tuanya atau orang
sekampungnya. Tidak ada batas yang jelas antara anak dan dewasa. Begitu tubuh
sianak tumbuh besar dan kuat, mereka dianggap mampu melakukan pekerjaan
seperti yang dilakukan orang tuanya. Mereka dianggap mampu memberi hasil
untuk kepentingan diri dan keluarganya. Maka saat itu mereka diterima dalam

5
Ibid, h. 102-103.
6
Ibid,h. 103

9
lingkungannya, pendapatnya didengar dan diperhatikan dan mereka juga sudah
terlatih untuk memikul tanggung jawab keluarga.
Lain halnya dengan masyarakat maju. Remaja belum dianggap sebagai
anggota masyarakat yang perlu didengar dan dipertimbangkan pendapatnya serta
dianggap belum sanggup bertanggung jawab atas dirinya. Terlebih dahulu mereka
perlu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kapasitas tertentu, serta
mempunyai kemantapan emosi, sosial, dan kepribadian.7
c. Remaja dalam pandangan hukum dan perundang-undangan
Umur remaja dalam pandangan hukum dapat kita ketahui dari posisinya
dimata hukum. Seseorang dianggap sah sebagai calon pemilih dalam pemilu bila
telah berumur 17 tahun, untuk memperoleh surat izin mengamudi (SIM) minimal
usia 18 tahun. Apabila seseorang melakukan tindak pidana melanggar hukun
sedang usianya dibawah 18 tahun, maka bila dijatuhi hukuman tidak dipenjara,
tetapi ditempatkan di tempat yang disediakan untuk mereka selama menjalani
hukuman, dan tetap diberi kesempatan untuk ke sekolah. Apabila umur telah 18
tahun, dipandang dewasa dan harus menjalani hukuman. Dengan demikian dapat
disimpulkan umur remaja dalam segi hukum adalah 13-17/18 tahun. (Daradjat,
1995:8-9; Monks & Knoers, 2006: 260)8
d. Remaja dari segi ajaran Islam
Istilah remaja atau kata yang berarti remaja tidak ada dalam Islam. Di dalam
Al-Qur’an ada kata (alfiyatu, fityatun) yang artinya orang muda. Firman Allah
dalam surat Al-Kahfi ayat 10 dan 13 :

‫امن لَّ ُدنكَ َرحْ َمةً َو َه ِي ْئ لَنَا ِم ْن‬ ِ ‫ِإ ْذ أ َ َوى ٱ ْل ِفتْ َيةُ ِإلَى ٱ ْل َكه‬
ِ ‫ْف فَقَالُوآ َربَّنَآ َءا ِت َن‬
َ ‫أ َ ْم ِرنَا َر‬
‫شدًا‬
Artinya : (Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke
dalam gua, lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat
kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang

7
Ibid, h. 103-104.
8
Heny Narendrany Hidayati. Psikologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), hlm, 104

10
lurus dalam urusan kami (ini)". (Al-Qur’an, surat Al-Kahfi: 10) (Depag RI
dan Sekjen Mujjama, 1990/1991:444)

‫ق ٓإِنَّ ُه ْم ِفتْيَةٌ َءا َمنُوآ ِب َر ِب ِه ْم َو ِز ْد َٰنَ ُه ْم ُه ًدى‬


ِ ‫ع َل ْيكَ نَ َبأ َ ُهم ِبٱ ْل َح‬ ُّ ُ‫نَّحْ ُن نَق‬
َ ‫ص‬
Artinya : Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar.
Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan
mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. (Al-Qur’an, surat Al-
Kahfi: 13) (Depag RI dan Sekjen Mujjama, 1990/1991:444)

C. Perkembangan fisik dan psikis pada masa remaja


Perkembangan fisik pada remaja mengalami perkembangan dengan cepat
lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa.
Perkembangan fisik mereka terlihat jelas pada tungkai kaki dan tangan, otot-otot
tubuh bekembang pesat sehingga kelihatan bertubuh tinggi tetapi kepalanya masih
mirip anak-anak.
Segala fungsi jasmaniah pada fase ini mulai atau telah dapat bekerja.
Kekuatan jasmani mereka dapat dianggap sama dengan orang dewasa. Demikian
pula, segi seks. Mereka telah mampu berketurunan. Pertumbuhan jasmani dari
luar dan dalam (kelenjar) yang telah matang itu akan mengakibatkan timbulnya
dorongan-dorongan seks, yang perlu mendapat perhatian. Dorongan yang bersifat
biologis tersebut menimbulkan kegoncangan emosi, yang selanjutnya membawa
berbagai tindakan, kelakuan, atau sikap yang menjurus ke arah pemuasan
dorongan tersebut. 9
Pada pria akan nampak hal-hal seperti: (a) timbulnya rambut di daerah alat
kelamin ‘public hair’; (b) timbulnya rambut di ketiak ‘axillary hair’ seringkali
tumbuh rambut di lengan, kaki dan dada; (c) kulit menjadi lebih kasar; (d)
kelenjar yang menghasilkan lemak di kulit ‘sebacious’ menjadi aktif sehingga
timbul banyak ‘kukul’ jerawat; (e) kelenjar keringat bertambah besar dan aktif
sehingga banyak keringat keluar; (f) otot tubuh, kaki dan tangan membesar; (g)

9
Hurlock, E.B., Child development, New York :1978, Mc Graw Hill Book Company

11
timbulnya perubahan suara pada umur kurang lebih 13 tahun suara mulai
membesar.10
Sedangkan pada wanita akan nampak hal sebagai berikut: (a) Perkembangan
pinggul yang membesar dan menjadi bulat disebabkan oleh membesarnya tulang
pinggul ‘pelvis’; (b) perkembangan buah dada; (c) timbulnya rambut di daerah
kelamin; (d) timbulnya rambut di ketiak; (e) kelenjar sebaceous menjadi lebih
besar dan aktif yang menyebabkan timbulnya jerawat; (f) kelenjar keringat
menjadi lebih aktif; (g) tumbuhnya rambut di lengan dan kaki.11
Dalam aspek psikis, pada usia ini pribadi mereka masih mengalami
kegoncangan dan ketidak pastian. Perhatian lawan jenis sangat diharapkan,
apabila tidak mendapatkan perhatian dari lawan jenis maka terkadang akan
merasa sedih, menyendiri, atau akan mencoba untuk melakukan hal-hal yang
menarik perhatian. Bahkan kadang-kadang ada yang mengalami kegoncangan
jiwa dengan bermacam-macam gejala.12
Pada umur ini, mereka merasa betapa pentingnya pengakuan sosial bagi
remaja. Mereka akan merasa sedih, apabila diremehkan atau dikucilkan dari
masyarakat dan teman-temannya. Karena itu, mereka tidak mau ketinggalan mode
atau kebiasaan teman-temannya. Kadang-kadang mereka juga marah kepada
orang tuanya apabila mereka mencoba membatasi mereka. Mereka juga sering
marah pabila ditegur, dikritik, atau dimarahi di depan teman-temannya karena
takut akan kehilangan penghargaan dirinya.13

10
http://kajad-alhikmahkajen.blogspot.com/2010/01/perkembangan-agama-pada-usia-remaja-
dan.html,23 Maret 2019
11
http://kajad-alhikmahkajen.blogspot.com/2010/01/perkembangan-agama-pada-usia-remaja-
dan.html,23 Maret 2019
12
http://kajad-alhikmahkajen.blogspot.com/2010/01/perkembangan-agama-pada-usia-remaja-
dan.html,23 Maret 2019
13
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 66

12
D. Perkembangan agama pada masa remaja
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja
menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja
mencakup masa juvenilitas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas.14
Zakiah Daradjat, Starbuch, William James, sependapat bahwa pada garis
besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat di bagi dalam tiga
tahapan yang secara kulitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda.
Adapun penghayatan keagamaan remaja adalah sebagai berikut:
1. Masa awal remaja (12-18 tahun) dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan
sebagai berikut: Pertama; Sikap negative (meskipun tidak selalu terang-
terangan) disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-
orang beragama secara hipocrit (pura-pura) yang pengakuan dan ucapannya
tidak selalu selaras dengan perbuatannya. Mereka meragukan agama bukan
karena ingin manjadi agnostik atau atheis, melainkan karena ingin menerima
agama sebagai sesuatu yang bermakna berdasarkan keinginan mereka untuk
mandiri dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri.
Kedua; Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak
membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham
banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain. 15
Ketiga; Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic (diliputi kewas-wasan)
sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang
selama ini dilakukannya dengan kepatuhan.
2. Masa remaja akhir yang ditandai antara lain oleh hal-hal berikyut
ini: Pertama; Sikap kembali, pada umumnya, kearah positif dengan
tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan
hidupnya menjelang dewasa. Kedua; Pandangan dalam hal ke-Tuhanan
dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
Ketiga; Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses

14
Jalaluddin. Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), hlm, 65
15
Tati nurhayati, Perkembangan Rasa Keagamaan Pada Usia Remaja dalam Jurnal Al-Tarbiyah
edisi XX, vol I Juni 2007, 60

13
identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai
doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik shalih) dari yang
tidak. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham dan jenis
keagamaan yang penuh toleransi seyogyanya diterima sebagai kenyataan
yang hidup didunia ini.16

Kehidupan keagamaan mempunyai beberapa sisi, hal ini kemudian disebut


sebagai dimensi rasa keagamaan Verbit 1970 mengemukakan enam dimensi rasa
agama, yaitu doctrine, ritual, emotion, knowledge, ethic, dan community.17
Doctrine adalah pernyataan tentang hubungan dengan tuhan, oleh Stark dan
Glock disebut dimensi belief yaitu keyakinan tentang ajaran ajaran agama.
Perkembangan dimensi agama pada usia remaja bersifat abstrak, yang merupakan
penilaian diri secara abstrak tentang berbagai hal yang berkaitan dengan tuhan.
Pemahaman agama pada masa remaja bisa merupakan kelanjutan dari apa yang
diperoleh pada usia kanak-kanan, bisa juga merupakan hal baru yang diterima
oleh remaja. Tetapi dari segi cara pandang remaja terhadap kebenaran berkaitan
dengan tuhan atau kebenaran agama berbeda dengan masa sebelumnya.18
 Perkembangan dimensi Ritual
Ritual adalah dimensi rasa keagamaan yang berkaitan dengan perilaku
peribadatan yang menunjukkan pernyataan tentang keyakinan diri terhadap tuhan
dan ajarannya. Pada masa remaja, tujuan dan sifat peribadatan sudah bersifat
abstrak dan umum, serta sudah mulai terdapat dorongan dari dalam diri. Intensitas
dan kualitas peribadatan remaja ini sangat dipengaruhi oleh pembiasaan ritual
yang sudah ia terima semasa kanak kanak dan juga peristiwa peristiwa kejiwaan
yang sedang dialaminya.19

16
Tati nurhayati, Perkembangan Rasa Keagamaan Pada Usia Remaja dalam Jurnal Al-Tarbiyah
edisi XX, vol I Juni 2007, 60
17
Ibid
18
Ibid
19
Ibid

14
 Perkembangan Emotion keagamaan
Perkembangan dimensi emosi (emotion) keagamaan remaja banyak
dipengaruhi oleh perkembangan emosi pada umumnya. Situasi emosi remaja
banyak dipengaruhi oleh perasaan perasaan yang baru diantaranya rasa khawatir
(anxiety) yang muncul karena proses menuju kemandirian, rasa kebingungan
(confusion and conflict) antara nilai dan realita yang ada di lingkungan sekitarnya,
juga timbulnya perasaan cinta terhada lawan jenisnya. Kesensitifan emosi remaja
disebabkan karena dalam diri mereka muncul sikap yang wajar menurut orang
dewasa.20
 Perkembangan pengetahuan keagamaan
Perkembangan pengetahuan keagamaan berkaitan dengan keterlibatan diri
terhadap pemilikan pengetahuan yang meliputi semua aspek
keagamaan.perkembangan intelektual remaja merupakan fase formal operation.
Unsur pokok pemikirannya adalah pemikiran deduktif, induktif, dan abstraktif.
Mereka memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan reasoning dan logika.
Pemikiran keagamaan yang tertanam pada usia anak yang akan muncul lagi
dengan disertai daya kritik dan evaluasi terhadap pemikiran tersebut.
 Etik keagamaan
Perkembangan etika keagamaan erat hubungan dengan perkembangan moral,
yaitu aspek jiwa yang berkaitan dengan dorongan untuk berperilaku sesuai dengan
aturan moral di lingkungannya. Perkembangan moral pada usia remaja disebut
fase autonomy, yaitu fase ketika orientasi moral didasarkan pada prinsip prinsip
aturan yang telah terinternalisasikan dalam hati nurani melalui otoritas eksternal
dan orientasi sosial.21
 Perkembangan orientasi sosial keagamaan
Kelompok kawan sebaya merupakan faktor pemberi pengaruh yang cukup kuat
terhadap perkembangan remaja, karena kelompok kawansebayanya merupakan
media pengembangan dorongan kemandiriannya Kelompok teman sebaya
seagama akan menjadi sumber proses pengayaan konsep keagamaan remaja

20
Ibid, hlm 75
21
Ibid

15
melalui proses aplikasi perilaku dan juga menumbuhkan rasa kepedulian sosial
keagamaan, sebagai dorongan diri yang diperlukan untuk dasar aplikasi ajaran
agam tentang ikatan social kemasyarakatan.22

Menurut W. Stabuck, pertumbuhan dan perkembangan agama dan tindak


lanjut keagamaan remaja sangat berkaitan dengan:
a. Pertumbuhan pikiran dan mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanank-
kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi diri mereka. sifat kritis terhadap ajaran
agama mulai timbul.23
b. Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis,
dan estesis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa
dalam lingkungannya. Kehidupan religious akan cenderung mendorong dirinya
lebih dekat kea rah hidup yang religious pula. Sebaliknya bagi remaja yang
kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah
didominasi dorongan seksual. Dalam penyelidikannya sekitar tahun 1950-an, Dr.
Kinsey mengungkapkan, bahwa 90% pemuda amerika telah mengenal masturbasi,
homoseks, dan onani.24
c. Perkembangan sosial
Dalam pertumbuhan sosial seseorang sudah terjadi sejak lahir sampai dewasa.
Kesadaran sosial itu muali dari kesadaran akan diri sendiri. Dari pengalaman-
pengalaman bergaul sejak kecil, berkembanglah kesadaran sosial anak-anak dan
memuncak pada umur remaja. Para remaja sangat memperhatikan penerimaan
sosial dari teman-teman sebayanya. Mereka sangat sedih, apabila dalam pergaulan
25
ia tidak mendapat, atau kurang dipedulikan oleh teman-temannya. Beberapa
ilmuwan sosial (seperti, Cornwall dan Thomas, 1990) percaya bahwa pengaruh
orang tua terjadi di dalam keluarga sebagai sebuah “komunitas keberagaman

22
http://andreastea83.blogspot.com/2012/01/perkembangan-dimensi-rasa-agama-pada.html, 23
Mret 2019,
23
Ibid
24
Ibid, hlm, 66
25
Heny Narendrany Hidayati. Psikologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), hlm, 118

16
bersifat pribadi (informal)” yang keberadaannya cukup independen. Komunitas
kecil ini, dimana orang tua adalah bagian yang integral, mempengaruhi
keberagamana secara tidak langsung melalui hubungan komunitas personal.26
d. Perkembangan moral
1. Self-direvtive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan
pribadi.
2. Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
3. Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama
4. Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.
5. Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral
masyarakat.27

E. Konflik dan Keraguan

Dari sampel yang diambil W.Starbuck terhadap mahasiswa Middle-burg


College, tersimpul bahwa dari remaja usia 11-26 tahun terdapat: 53% dari 142
mahasiswa yang mengalami konflik dan keraguan tentang ajaran agama yang
mereka terima, cara penerapan, keadaan lembaga keagamaan, dan para pemuka
agama. Hal yang serupa ketika diteliti terhadap 95 mahasiswa, maka 75% di
antaranya mengalami kasus yang serupa.28

Dari analisis hasil penelitiannya W.Starbuck menemukan penyebab timbulnya


keraguan itu antara lain adalah faktor:

1. Kepribadian, yang menyangkut salah tafsir dan jenis kelamin


a. Bagi seseorang yang memiliki kepribadian introvert, maka kegagalan
dalam mendapatkan pertolongan Tuhan akan menyebabkan salah tafsir
akan sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

26
Ibid
27
Jalaluddin. Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), hlm, 66
28
Jalaluddin. Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), hlm, 68.

17
b. Perbedaan jenis kelamin dan kematangan merupakan faktor yang
menentukan dalam keraguan agama.29
2. Kesalahan Oraganisasi Keagamaan dan Pemuka Agama
Ada berbagai lembaga keagamaan, organisasi, dan aliran keagamaan yang
kadang-kadang menimbulkan kesan adanya pertentangan dalam ajarannya.
3. Pernyataan Kebutuhan Manusia
Manusia memiliki sifat konservatif (senang dengan yang sudah ada) dan
dorongan curiosity (dorongan ingin tahu). Berdasarkan faktor bawaan ini, maka
keraguan memang harus ada pada diri manusia, karena hal itu merupakan
pernyataan dari kebutuhan manusia normal.
4. Kebiasaan
Seseorang yang terbiasa akan suatu tradisi keagamaan yang dianutnya akan
ragu menerima kebenaran ajaran yang baru diterimanya atau dilihatnya.
5. Pendidikan
Dasar pengetahuan yang dimilki seseorang serta tingkat pendidikan yang
dimilikinnya akan mempengaruhi sikapnya terhadap ajaran agama.
6. Percampuran antara Agama dan Mistik
Para remaja merasa ragu untuk menentukan antara unsur agama dengan
mistik. Sejalan dengan perkembangan masyarakat kadang-kadang secara tak
disadari tindak agama yang mereka lakukan ditopang oleh praktik kebatinan dan
mistik. Penyatuan unsur ini merupakan suatu dilema yang kabur bagi para
remaja.30

Selanjutnya, secara individu sering pula terjadi keraguan yang disebabkan


beberapa hal antara lain mengenai :

1. Kepercayaan, menyangkut masalah ke-Tuhanan dan implikasinya


terutama (dalam agama Kristen) status ke-Tuhanan sebagai Trinitas.
2. Tempat suci, menyangkut masalah pemuliaan dan pengagungan tempat-
tempat suci agama.

29
Ibid.
30
Ibid, h. 69.

18
3. Alat perlengkapan keagamaan, seperti fungsi salib dan rosario dalam
Kristen.
4. Fungsi dan tugas staf dalam lembaga keagamaan.
5. Pemuka agama, Biarawan, dan Biarawati.
6. Perbedaan aliran dalam keagamaan, sekte (dalam agama Kristen), atau
mazhab (Islam).

Keragu-raguan yang demikian akan menjurus kearah munculnya konflik


dalam diri para remaja, sehingga mereka dihadapkan kepada pemilihan antara
mana yang baik dan yang buruk, serta antara yang benar dan yang salah.

Konflik ada beberapa macam di antaranya :

1. Konflik yang terjadi antara percaya dan ragu.


2. Konflik yang terjadi antara pemilihan satu diantara dua macam agama atau
ide keagamaan serta lembaga keagamaan.
3. Konflik yang terjadi oleh pemilihan antara ketaatan beragama atau
sekularisme.
4. Konflik yang terjadi antara melepaskan kebiasaan masa lalu dengan
kehidupan keagamaan yang didasarkan atas petunjuk ilahi.

Tingkat keyakinan dan ketaatan beragama para remaja, sebenarnya banyak


tergantung dari kemampuan mereka menyelesaikan keraguan dan konflik batin
yang terjadi dalam diri. Usia remaja memang dikenal sebagai usia rawan. Remaja
memiliki karakteristik khusus dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Secara
fisik remaja mengalami pertumbuhan yang pesat, dan sudah menyamai fisik orang
dewasa. Namun, pesatnya pertumbuhan fisik itu bulum diimbangi secara setara
oleh perkembangan psikologisnya. Kondisi seperti itu menyebabkan remaja
mengalami kelabilan.31

Menghadapi gejala seperti ini, nilai-nilai ajaran agama sebenarnya dapat


difungsikan. Tokoh dan pemuka agama memiliki peran strategis dalam mengatasi

31
Ibid, h. 70.

19
kemelut batin remaja, bila mereka mampu melakukan pendekatan dengan tepat.
Sebaliknya bila gagal, maka kemungkinan yang terjadi adalah para remaja akan
menjauhkan diri dari agama, mencari agama baru, atau rujuk ke nilai-nilai agama
yang dianutnya dan mengubah sikap menjadi lebih taat.32

Melalui alur pemikiran yang demikian ini, maka diharapkan ajaran agama
mampu memberi pencerahan pemikiran bagi remaja. Lebih dari itu, ajaran agama
mampu menampilkan nilai-nilai yang berkaitan dengan peradaban manusia secara
utuh.

Berangkat dari pendekatan itu, diharapkan para remaja akan melihat bahwa
agama bukan hanya sekedar lakon ritual semata. Lebih dari itu, mereka juga akan
ikut disadarkan bahwa ruang lingkup ajaran agama juga mencangkup peradaban
manusia, perlindungan, dan pemeliharaan terhadap makhluk Tuhan.

Melalui pendekatan dan pemetaan nilai-nilai ajjaran agama yang lengkap dan
utuh seperti itu, setidaknya akan memberi kesadaran baru bagi remaja, bahwa
agama bukan sebagai alat pemasung kreativitas manusia, melainkan sebagai
pendorong utama. Dengan demikian, diharapkan remaja akan termotivasi untuk
mengenal ajaran agama dalam bentuk yang sebenarny. Agama yang mengandung
nilai-nilai ajaran yang sejalan dengan fitrah manusia, universal, dan bertumpu
pada pembentukan sikap akhlak mulia.33

32
Jalaluddin. Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), hlm, 72.
33
Ibid, h. 73.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dibagian depan otak manusia (lobus fruntalis), terdapat suatu bagian tertentu
yang apabila diberikan rangsangan-rangsangan gelombang mikro elektronik
maka orang yang bersangkutan akan merasakan sebuah kekhusyu’an,
kedamaian, rasa dekat kepada Tuhan. Selanjutnya para peneliti mengatakan
dibagian otak ini ada titik yang menghubungkan dengan jiwa, kalbu, dan
kemudian kepada Tuhan. Titik inilah yang disebut dengan Got Spot.

2. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir,
ditandai oleh pertumbuhan fisik cepat. Pertumbuhan cepat yang terjadi pada
tubuh remaja, luar dan dalam itu, membawa pengaruh terhadap remaja dalam
sikap, perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja.

3. Perkembangan fisik pada remaja mengalami perkembangan dengan cepat lebih


cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan
fisik mereka terlihat jelas pada tungkai kaki dan tangan, otot-otot tubuh
bekembang pesat sehingga kelihatan bertubuh tinggi tetapi kepalanya masih
mirip anak-anak.

4. Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja


menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja
mencakup masa juvenilitas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas.

5. Tingkat keyakinan dan ketaatan beragama para remaja, sebenarnya banyak


tergantung dari kemampuan mereka menyelesaikan keraguan dan konflik batin
yang terjadi dalam diri. Usia remaja memang dikenal sebagai usia rawan.
Remaja memiliki karakteristik khusus dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Secara fisik remaja mengalami pertumbuhan yang pesat,
dan sudah menyamai fisik orang dewasa. Namun, pesatnya pertumbuhan fisik

21
itu bulum diimbangi secara setara oleh perkembangan psikologisnya. Kondisi
seperti itu menyebabkan remaja mengalami kelabilan.

B. Saran

Demikianlah pokok pembahasan makalah ini yang dapat saya paparkan, besar
harapan saya, makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pembaca, baik itu guru
maupun peserta didik itu sendiri. Karena saya masih menyadari makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dikesempatan
yang akan datang.

22
DAFTAR PUSTAKA

Heny Narendrany Hidayati. Psikologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007).

Jalaluddin. Psikologi Agama Memahami Perilaku dengan mengaplikasikan


Prinsip-Prinsip Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016).

Jalaluddin. Psikologi Agama , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016).

Hurlock, E.B., Child development, New York :1978, Mc Graw Hill Book
Company

Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2008).

Tati nurhayati, Perkembangan Rasa Keagamaan Pada Usia Remaja dalam Jurnal
Al-Tarbiyah edisi XX, vol I Juni 2007.

http://kajad-alhikmahkajen.blogspot.com/2010/01/perkembangan-agama-pada-
usia-remaja-dan.html,23 Maret 2019.

http://andreastea83.blogspot.com/2012/01/perkembangan-dimensi-rasa-agama-
pada.html, 23 Mret 2019.

23

You might also like