You are on page 1of 108

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN ALBUMIN
PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK)
(Penelitian di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Dr. Soetomo Surabaya)

SYARIFAH NURUL MAULIDAH

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA


DEPARTEMEN FARMASI KLINIS
SURABAYA
2015

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN ALBUMIN
PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK)
(Penelitian di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Dr. Soetomo Surabaya)

SYARIFAH NURUL MAULIDAH

051111209

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA


DEPARTEMEN FARMASI KLINIS
SURABAYA
2015

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LEMBAR PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui


skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :
STUDI PENGGUNAAN ALBUMIN
PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK)
(Penelitian di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Dr. Soetomo Surabaya)
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet, digital library
Perpustakaan Universitas Airlangga atau media lain untuk
kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak
Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi skripsi/karya
ilmiah ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Surabaya, Agustus 2015

Syarifah Nurul Maulidah


NIM : 051111209

iii

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama : Syarifah Nurul Maulidah
NIM : 051111209
Fakultas : Farmasi
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa hasil skripsi/tugas akhir
yang saya tulis dengan judul :
STUDI PENGGUNAAN ALBUMIN
PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK)
(Penelitian di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Dr. Soetomo Surabaya)
adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Apabila
dikemudian hari diketahui bahwa skripsi ini menggunakan data fiktif
atau merupakan hasil dari plagiarisme, maka saya bersedia menerima
sanksi berupa pembatalan kelulusan dan atau pencabutan gelar yang
saya peroleh.
Demikian surat penyataan ini saya buat untuk dipergunakan
sebagaigmana mestinya.

Surabaya, Agustus 2015

Syarifah Nurul Maulidah


NIM : 051111209

iv

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LEMBAR PENGESAHAN
STUDI PENGGUNAAN ALBUMIN
PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK)
(Penelitian di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Dr. Soetomo Surabaya)

SKRIPSI
Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi
pada
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
2015

Oleh :
Syarifah Nurul Maulidah
051111209

Skripsi ini telah disetujui oleh :


Pembimbing Utama

Dr. Suharjono, M.S., Apt


NIP. 195212221982031001

Pembimbing Serta I Pembimbing Serta II

Aditiawardana, dr., Sp.PD-KGH Aditya Natalia, S.Si., Sp.FRS., Apt


NIP. 196502021990031001

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada


Allah SWT atas segala berkat, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “STUDI
PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL
KRONIK (PGK) (Penelitian di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya)” dengan baik sebagai salah
satu syarat mencapai gelar sarjana di Fakultas Farmasi Universitas
Airlangga.
Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, baik secara moral maupun material. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Suharjono, M.S., Apt selaku pembimbing utama yang
dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, motivasi,
arahan, dan perhatian kepada penulis selama penelitian dan
penulisan skripsi ini.
2. Aditiawardana, dr., Sp.PD-KGH dan Aditya Natalia, S.Si.,
Sp.FRS., Apt selaku pembimbing serta yang dengan sabar
menyisihkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Ayah dan Ibu yang terkasih, serta saudara tercinta,
terimakasih atas segala doa, semangat, dan dukungan yang
selalu diberikan tiada henti untuk keberhasilan penulis.
4. Dra. Yulistiani M.Si., Apt dan Drs. Sumarno, Sp.FRS., Apt
selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan
masukan dalam perbaikan penyusunan skripsi ini.

vi

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

5. Prof. Dr. Fasich, Apt selaku Rektor Universitas Airlangga,


serta Dr. Umi Athijah, Apt., M.S selaku Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Airlangga, yang telah memberikan
kesempatan penulis untuk menuntut ilmu di Fakultas
Farmasi Universitas Airlangga.
6. Direktur, kepala, dan karyawan, serta dokter PPDS di
Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam, Bagian IT, dan
Litbang RSUD Dr. Soetomo Surabaya atas segala waktu,
tenaga, dan kesempatan untuk melakukan penelitian dan
menyelesaikan skripsi ini.
7. Soegiyartono, Drs., MS., Apt selaku dosen wali yang
mendampingi dan memberi nasihat dan ilmu kepada penulis
selama penulis menempuh program pendidikan S-1
Pendidikan Apoteker.
8. Para dosen beserta seluruh staf Departemen Farmasi Klinis
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga yang telah
memberikan banyak bantuan selama penulis menyelesaikan
skripsi ini.
9. Seluruh civitas akademika Fakultas Farmasi Universitas
Airlangga atas segala bantuan selama menjalankan
pendidikan S-1 Pendidikan Apoteker.
10. Sahabat-sahabat penulis yaitu Aisyah, Dhea, Dita, dan
Diana, terimakasih untuk canda tawa, motivasi, dan cerita
hidup yang dibagi bersama selama 4 tahun di Fakultas
Farmasi Universitas Airlangga, semoga kebersamaan kita
tetap terjaga.

vii

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

11. Sahabat seperjuangan skripsi (Riskha, Sakinah, Niky, Alfi,


Mirma, Dara, Ajeng, Binda, Primadi, dan Firoh) yang selalu
memberi motivasi selama proses penyelesaian skripsi ini.
12. Sahabat-sahabat kelas B angkatan 2011, terimakasih untuk
kenyamanan, canda tawa, dan kebersamaan selama ini.
13. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung
memberikan dukungan, bantuan, dan doa dalam
penyelesaian skripsi ini.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya atas semua
kebaikan yang telah diberikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini tak lepas
dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat diharapkan demi perbaikan tulisan
ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca maupun penulis,
serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Surabaya, Agustus 2015

Penulis

viii

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

RINGKASAN

Studi Penggunaan Albumin


pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
(Penelitian di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Dr. Soetomo Surabaya)

Syarifah Nurul Maulidah

Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan suatu keadaan


terjadinya kerusakan ginjal yang ditandai dengan penurunan nilai
glomerular filtration rate (GFR) <60 ml/menit/1,73 m2 selama 3
bulan atau lebih. Prevalensi penderita PGK di Indonesia mencapai
angka 0,2% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Beberapa
faktor penyebab terjadinya PGK adalah diabetes mellitus (DM),
hipertensi, infeksi saluran kemih (ISK), dan batu saluran kemih
(BSK). Pada pasien PGK dapat mengalami hipoalbuminemia
disebabkan karena proteinuria, uremia, dan penurunan sintesis
albumin dalam tubuh. Oleh karena itu, pasien PGK yang mengalami
hipoalbuminemia memerlukan terapi albumin. Terdapat hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam pemberian terapi albumin, yaitu jenis,
penyesuaian dosis, cara pemberian, durasi pemberian, capaian terapi,
faktor yang mempengaruhi capaian albumin, serta mengidentifikasi
Drug Related Problem (DRP).
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola penggunaan
albumin pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) meliputi jenis,
dosis, cara pemberian, durasi pemberian, capaian terapi, faktor yang
mempengaruhi capaian albumin, serta mengidentifikasi Drug
Related Problems (DRPs) terapi albumin. Penelitian dilakukan
secara prospektif observasional dan data dianalisis secara deskriptif.
Waktu pengambilan sampel dengan metode time limited sampling
pada 16 Maret sampai 15 Juli 2015 di Instalasi Rawat Inap Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, dan telah dinyatakan
Laik Etik oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan RSUD Dr.
Soetomo Surabaya berdasarkan nomor 131/Panke.KKE/II/2015
tertanggal 16 Februari 2015. Kriteria inklusi sebagai sampel
penelitian adalah Pasien dengan diagnosis Penyakit Ginjal Kronik
(PGK) mendapat terapi albumin dengan data laboratorium albumin
pre dan albumin post pemberian albumin.

ix

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Dari hasil penelitian pada pasien PGK yang menerima


terapi albumin diketahui 27,3% pasien laki-laki dan 72,7% pasien
perempuan, serta umur dengan pasien terbanyak adalah 55 sampai 74
tahun (63,6%). Etiologi dengan pasien terbanyak adalah hipertensi
(90,9%), kemudian diabetes mellitus (63,6%), serta ISK dan BSK
dengan jumlah presentase sama yaitu 18,2%. Albumin yang
digunakan adalah albumin 20% 100 mL yaitu dengan dosis 20 gram,
diberikan secara infusi drip. Durasi pemberian albumin dengan
pasien terbanyak adalah 3 jam 30 menit (41,7%). Kenaikan kadar
albumin rata-rata adalah 0,31±0,02 g/dL. Dari hasil terapi yang
diberikan, dikatakan bahwa 91,7% pasien pemberian dosis albumin
telah sesuai dengan dosis albumin yang dibutuhkan, sedangkan 8,3%
pasien lainnya dosis pemberian albumin tidak sesuai dengan dosis
yang dibutuhkan. Proteinuria, uremia, dan kemampuan tubuh
mensintesis asam amino kemungkinan berpengaruh terhadap capaian
albumin. Teridentifikasi masalah terkait obat yaitu terdapat indikasi
namun tidak diberi terapi sebanyak 16,7%.
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan pemeriksaan
albumin pre dan albumin post dengan interval waktu yang sama pada
setiap pasien untuk mengetahui pengaruh kenaikan kadar albumin
pada masing-masing pasien, termasuk penyesuaian pemberian dosis
albumin, durasi pemberian, penyakit penyerta yang dialami, serta
pemantauan terhadap obat-obatan yang digunakan oleh pasien.
Selain itu dibutuhkan kolaborasi interprofesional yang melibatkan
apoteker dalam pemberian konseling, monitoring, evaluasi, dan tidak
lanjut terkait penggunaan albumin untuk mendukung tercapainya
outcome terapi yang diinginkan.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ABSTRACT
Drug Utilization Study of Albumin
in Patients with Chronic Kidney Disease
(Study at Internal Department
Dr. Soetomo Teaching Hospital Surabaya)

Syarifah Nurul Maulidah

Background: Chronic Kidney Disease (CKD) is defined as the


presence of kidney damage or decreased glomerular filtration rate
(GFR) for 3 months or more. CKD is one of the disease that has high
prevalence and it tends to lead to further complications. HT with the
most common complication (90,9%), followed by diabetes mellitus
(63,6%). In the CKD condition will occur disturbances trigger fluid
retention. The retention of an impact on the increase in extracellular
fluid volume which causes increased blood pressure and edema. This
can lead to hypoalbuminemia in patients with CKD. To encourage
fluid retention in the circulation may be given intravenous albumin.
Objectives: To evaluate albumin therapy received by CKD patients
at Internal Department Dr. Soetomo General Hospital Surabaya in
order to assess drug utilization by knowing of drug therapy profiles.
Subjects and Methods: It was a prospective study conducted from
March 16th to July 15th 2015 at Internal Department Dr. Soetomo
General Hospital Surabaya. Inclusion criteria is CKD patient who
received albumin therapy with albumin pre and albumin post. As for
the analysis, the descriptive approach is employed to illustrate the
data.
Results: In this study, total samples obtained were 11 patients. Type
of albumin used is albumin 20% 100 mL. The average increase in
the levels of albumin in patients with chronic kidney disease who
received albumin fluid is equal to 0,31±0,02 g/dL. In addition, there
are also cases where patients requiring albumin treatment were not
received albumin therapy and adverse drug reaction.
Conclution: The results of the study showed that albumin is one of
hipoalbuminemia therapy to patients with chronic kidney disease.

Keyword: albumin, chronic kidney disease, drug utilization study.

xi

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................ii


LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................... v
KATA PENGANTAR ...................................................................... vi
RINGKASAN .................................................................................. ix
ABSTRACT ..................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ......................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR.................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. xix
DAFTAR SINGKATAN ................................................................. xx
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 5
1.3.1 Tujuan Umum. ...................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus. .....................................................6
1.4 Manfaat Penelitian. ............................................................. 6
1.4.1 Manfaat bagi Institusi. .......................................... 6
1.4.2 Manfaat bagi Ilmu pengetahuan ............................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................7
2.1 Tinjauan Tentang Ginjal ........................................................ 7
2.1.1 Struktur dan Anatomi Ginjal .......................................7
2.1.2 Fungsi Ginjal ...............................................................8
2.1.2.1 Fungsi Filtrasi dan Reabsorpsi ..................... 8
xii

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.1.2.2 Fungsi Pengaturan Tekanan Darah ............... 9
2.1.2.3 Fungsi dalam Metabolisme Kalsium .......... 10
2.1.2.4 Fungsi Ginjal dalam Eritropoiesis .............. 10
2.1.3 Sirkulasi Ginjal ......................................................... 10
2.2 Tinjauan tentang Penyakit Ginjal ......................................... 11
2.3 Tinjauan tentang Penyakit Ginjal kronik (PGK) .................. 12
2.3.1 Definisi PGK .............................................................12
2.3.2 Epidemiologi ............................................................ 13
2.3.3 Etiologi ......................................................................13
2.3.4 Klasifikasi................................................................. 14
2.3.5 Patofisiologi ............................................................. 15
2.3.5.1 Hipertensi glomerulus dan Hipertensi
intraglomerulus ........................................... 17
2.3.5.2 Proteinuria................................................... 17
2.3.5.3 Hipertensi .................................................... 17
2.3.5.4 Hiperlipidemia ............................................ 18
2.3.5.5 Penyakit Ginjal Kronik karena Obat-obatan
......................................................................18
2.3.6 Manifestasi Klinis ............................................... 19
2.3.6.1 Uremia ..................................................... 19
2.3.6.2 Keseimbangan Natrium-Air .................... 19
2.3.6.3 Homeostasis Ca2+ .................................... 19
2.3.6.4 Asidosis Metabolik .................................. 20
2.3.6.5 Gangguan Metabolisme Energi ............... 20
2.3.7 Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik ......................... 21
2.4 Data Laboratorium ............................................................ 24
2.5 Tinjauan tentang Albumin ................................................... 25

xiii

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.5.1 Informasi Umum ...................................................... 25
2.5.2 Metabolisme Albumin .............................................. 27
2.5.3 Peran Albumin di Sirkulasi ....................................... 28
2.5.4 Fungsi Pemberian Albumin ...................................... 29
2.5.4.1 Alat Pengikat dan Transport ....................... 29
2.5.4.2 Memelihara Tekanan Osmotik Koloid Plasma
......................................................................29
2.5.4.3 Penghancur Radikal Bebas ......................... 30
2.5.4.4 Efek Antikoagulan...................................... 30
2.5.5 Fisikokimia ............................................................... 30
2.5.6 Farmakokinetika dan Farmakodinamika Albumin ...31
2.5.7 Mikroalbuminuria dan Makroalbuminuria ............... 34
2.5.8 Penggunaan Albumin Berkaitan dengan Penyakit
Ginjal...................................................................... 34
2.5.9 Efek Samping dan Kontraindikasi ............................ 35
2.5.10 Komposisi Larutan Albumin .................................. 36
2.5.11 Indikasi Penggunaan Albumin................................ 37
2.5.12 Sediaan Albumin yang Beredar di Indonesia .........37
2.5.13 Alternatif Pergantian Albumin ................................38
2.6 Tinjauan tentang Drug Related Problem ..............................39
2.6.1 Kesalahan dalam Peresepan ...................................... 39
2.6.2 Kesalahan dalam Pemberian Obat ............................ 40
2.6.3 Kesalahan dalam Administrasi ................................. 40
2.6.4 Kesalahan Medikasi yang dapat Berdampak Fatal ...41
2.7 Tinjauan tentang Studi Penggunaan Obat ............................ 42
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL.......................................... 43
3.1 Uraian Kerangka Konseptual ............................................... 43

xiv

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3.2 Skema Kerangka Konseptual ............................................... 45
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................. 46
4.1 Rancangan Penelitian ........................................................... 46
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 46
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................... 46
4.3.1 Populasi Penelitian .......................................................46
4.3.2 Sampel Penelitian ........................................................ 46
4.3.2.1 Kriteria Inklusi .............................................. 47
4.3.2.2 Kriteria Eksklusi ........................................... 47
4.4 Cara Pengambilan Sampel ....................................................47
4.5 Definisi Operasional dan Istilah dalam Penelitian ............... 47
4.6 Cara Pengumpulan Data ...................................................... 49
4.7 Analisis Data ........................................................................ 49
4.8 Skema Kerangka Operasional .............................................. 51
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................ 52
5.1 Data Demografi Pasien ........................................................ 52
5.2 Etiologi PGK ....................................................................... 53
5.3 Diagnosis Penyerta............................................................... 54
5.4 Profil Penggunaan Albumin ................................................. 54
5.4.1 Jenis dan cara pemberian albumin ............................ 54
5.4.2 Durasi pemberian albumin........................................ 54
5.4.3 Kadar albumin pre dan post pemberian albumin ...... 55
5.4.4 Kesesuaian pemberian dosis terapi albumin ............. 57
5.4.5 Kenaikan kadar albumin berdasarkan proteinuria .... 59
5.4.6 Pengaruh data proteinuria terhadap penyebab PGK
pada pasien ............................................................. 60

5.4.7 Kenaikan kadar albumin berdasarkan kondisi PGK

xv

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
.................................................................................61
5.5 Drug Related Problem (DRP) .............................................. 63
BAB VI PEMBAHASAN ............................................................... 65
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................ 78
7.1 Kesimpulan .......................................................................... 78
7.2 Saran .................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 80
LAMPIRAN .................................................................................... 86

xvi

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Etiologi Penyakit Ginjal Kronik...................................... 14


Tabel II.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik ................................. 15
Tabel II.3 Data Laboratorium pada Kondisi Normal dan PGK ....... 24
Tabel II.4 Penyebab Hipoalbumin dan Implikasinya ........................26
Tabel II.5 Ekivalensi Osmotik Plasma ............................................ 33
Tabel II.6 Klasifikasi Albuminuria .................................................. 34
Tabel II.7 Penggunaan Albumin Berkaitan dengan Penyakit Ginjal
..........................................................................................34
Tabel II.8 Efek Samping Pemberian Albumin ................................. 35
Tabel II.9 Komposisi Larutan Albumin ........................................... 36
Tabel II.10 Indikasi peggunaan albumin ..........................................37
Tabel II.11 Contoh sediaan albumin di Indonesia ........................... 37
Tabel V.1 Data demografi pasien .................................................... 53
Tabel V.2 Etiologi PGK .................................................................. 53
Tabel V.3 Diagnosis penyerta pasien .............................................. 54
Tabel V.4 Kadar Albumin Pre dan Post .......................................... 56
Tabel V.5 Perbandingan kesesuain dosis albumin .......................... 58
Tabel V.6 Pengaruh data proteinuria terhadap penyebab PGK ....... 61
Tabel V.7 Penentuan nilai GFR pada pasien PGK .......................... 62
Tabel V.8 Kadar albumin pasien yang tergolong DRP ................... 63

xvii

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penampang sistem saluran kemih, meliputi ginjal, ureter,


kandung kemih, dan uretra (Shier, 2012) ................... 7
Gambar 2.2 Penampang melintang ginjal (a), piramida ginjal (b),
nefron (c) (Shier, 2012) ............................................. 8
Gambar 2.3 Sirkulasi darah di ginjal (Barrett et al., 2012) .............. 11
Gambar 2.4 Patofisiologi PEW pada PGK (Wing et al., 2015) ...... 20
Gambar 2.5 Metabolisme Albumin (Arcas, 2011).......................... 27
Gambar 5.1 Grafik durasi pemberian albumin pada pasien PGK ...55
Gambar 5.2 Grafik pola kenaikan kadar albumin berdasarkan
albumin pre dan albumin post ............................... 57
Gambar 5.3 Kesesuaian pemberian dosis albumin ......................... 59
Gambar 5.4 Kenaikan kadar albumin berdasarkan proteinuria .........60
Gambar 5.5 Kenaikan kadar albumin berdasarkan kondisi PGK ..... 63

xviii

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Induk .................................................................. 86


Lampiran 2 Surat Kelaikan Etik .......................................................89
Lampiran 3 Terapi Lain ................................................................... 90

xix

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR SINGKATAN

ACE : Angiotensin Converting Enzyme


BB : Berat Badan
BUN : Blood Urea Nitrogen
CVP : Central Venous Pressure
Depkes : Departemen Kesehatan
DMK : Dokumen Medik Kesehatan
DRP : Drug Related Problem
ESO : Efek Samping Obat
ESRD : End Stage Renal Disease
KDOQI : Kidney Disease Outcome Quality Initiative
Kemenkes : Kementerian Kesehatan
LDL : Low Density Lipoprotein
GFR : Glomerular Filtration Rate
LPD : Lembar Pengumpul Data
NKF : National Kidney Foundation
PAWP : Pulmonary Artery Wedge Pressure
PEW : Protein Energy Wasting
PGA : Penyakit Ginjal Akut
PGK : Penyakit Ginjal Kronik
PPARSDS : Pedoman Penggunaan Albumin Rumah Sakit Dr.
Soetomo
RBF : Renal Blood Flow
RAAS : Renin Angiotensin Aldosteron System
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SCr : Serum Kreatinin
xx

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TD : Tekanan Darah
TGF-β : Transforming Growth Factor Beta

xxi

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ginjal merupakan organ vital yang sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal
mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan asam basa
dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif
air, elektrolit, dan non-elektrolit, serta mengekskresikan
kelebihannya sebagai kemih. Ginjal juga mengeluarkan sampah
metabolisme (seperti urea, kreatinin, dan asam urat) dan zat kimia
asing. Adanya gangguan fungsi ginjal dalam melakukan fungsi vital
ini menyebabkan suatu keadaan gagal ginjal baik secara akut
maupun kronik (End Stage Renal Disease, ESRD) (Wilson, 2006).
Definisi Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dibagi dalam 2
kriteria. PGK didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dengan adanya
kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan penurunan GFR selama
lebih dari 3 bulan dan dimanifestasikan sebagai salah satu kelainan
patologi atau penanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan komposisi
darah atau urin, atau kelainan radiologi. Selain itu, PGK juga
didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan nilai GFR
<60ml/min/1,73 m2, selama lebih dari 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal (NKF- K/DOQI, 2007).
Penurunan fungsi ginjal secara menetap akibat kerusakan
nefron yang bersifat progresif dan irreversibel yang berasal dari
berbagai penyebab merupakan sindroma klinis PGK (Wilson, 2006).
Kelainan struktur fungsi ginjal meliputi albuminuria lebih dari 30

1
SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2

mg/hari, hematuria atau adanya red cell cast pada sedimen urin,
kelainan elektrolit serta kelainan lain karena gangguan tubular,
kelainan histologi, atau ada riwayat transplantasi ginjal.
Abnormalitas dari fungsi ginjal diindikasikan dengan penurunan
GFR (Hudson & Wazny, 2014).
Di negara-negara maju, penyebab umum dari PGK adalah
diabetes mellitus dan hipertensi. Polycystic kidney disease, obstruksi,
dan infeksi juga menjadi penyebab PGK, namun bukan menjadi
penyebab yang umum (Perlman et al., 2014). Berdasarkan jumlah
prevalensi yang telah didapat, PGK merupakan penyakit dengan
prevalensi yang cukup tinggi, diperkirakan mencapai 10% di dunia
(Shah, 2006). Di Amerika Serikat, diperkirakan 13% dari total
populasi atau lebih dari 25 juta orang mengalami PGK. PGK
umumnya dialami individu berusia lebih dari 60 tahun dan yang
mengalami diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit kardiovaskular
lain (Hudson & Wazny, 2014). Di Indonesia, pada tahun 2013
jumlah penderita PGK pada umur ≥ 15 tahun yaitu antara 0,1%
hingga 0,5%. Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi
Tengah, sedangkan terendah di Provinsi Kalimantan Timur, NTB,
DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, dan
Sumatera Selatan. PGK meningkat seiring dengan bertambahnya
umur. Meningkat tajam pada kelompok umur 35-44 tahun (0,3%),
diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), dan umur 55-74 tahun (0,5%),
tertinggi pada kelompok umur ≥75 tahun (0,6%) (RISKESDAS,
2013).
Penurunan kadar albumin dalam darah merupakan suatu
komplikasi yang umum terjadi pada pasien PGK. Hal ini dapat

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3

disebabkan oleh kondisi proteinuria, uremia, dan sintesis asam amino


dalam tubuh. Asupan makanan dan status nutrisi dapat
mempengaruhi kadar albumin serum pada pasien PGK sebab sintesis
albumin berhubungan erat dengan asupan asam amino ke liver
(National Kidney Foundation, 2005). Ketika laju sintesis menurun
karena malnutrisi, terjadi penurunan kadar albumin pada sirkulasi,
menyebabkan berpindahnya albumin ekstravaskular ke aliran darah,
serta menurunnya laju degradasi albumin. Malnutrisi merupakan
kondisi yang umum terjadi pada pasien PGK stadium lanjut (stadium
4 dan 5). Malnutrisi pada pasien-pasien ini disebabkan karena tidak
cukupnya intake makanan yang disebabkan karena restriksi protein
sebagai langkah intervensi untuk menghambat progresivitas pada
pasien PGK. Selain itu, semakin turunnya GFR, fungsi ekskresi
ginjal terganggu dan menyebabkan terjadinya uremia sehingga
menyebabkan menumpuknya metabolit toksik yang mengganggu
kerja liver. Liver tidak mampu mengimbangi hilangnya albumin dan
kadar albumin pada sirkulasi menurun, menyebabkan edema
seringkali terjadi (Campbell et al, 2014). Pada kondisi PGK,
glomerulus menjadi lebih permeabel, peningkatan permeabilitas ini
menyebabkan kehilangan protein plasma lewat urin. Protein ini
kebanyakan terdiri dari albumin. Menurunnya permeabilitas
glomerulus disebabkan karena rusaknya integritas membran dasar
glomerulus (glomerular basement membrane), lebih spesifiknya
karena kerusakan podosit di membran tersebut. Kondisi ini disebut
albuminuria atau proteinuria, juga merupakan faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipoalbuminemia (Ackland, 2013).

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4

Pada keadaan dimana kadar albumin dalam plasma


menurun, transfusi albumin menjadi salah satu pilihan tatalaksana
yang telah dipakai selama lebih dari 60 tahun (Hasan & Indra, 2008;
Zhou et al., 2013). Pedoman Penggunaan Albumin edisi II tahun
2003 RSUD Dr. Soetomo merekomendasikan penggunaan albumin
sebagai terapi suplemen pada keadaan hipoalbuminemia, dimana
kondisi tersebut disebabkan oleh penurunan produksi maupun
peningkatan destruksi atau kehilangan albumin yang membahayakan
jiwa penderita akibat terjadinya gangguan keseimbangan cairan atau
tekanan onkotik dan rangkaian penyakit atau kelainan yang
ditimbulkannya (PPARSDS, 2003). Terapi albumin pada pasien
penyakit ginjal kronik diberikan ketika pasien mengalami
hipoalbuminemia dengan kadar albumin <2,5 g/dL (Kepmenkes,
2014).
Hal yang perlu dipehatikan pada penggunaan albumin
adalah durasi pemberian albumin yang tidak boleh lebih dari 4 jam
setelah kemasan dibuka. Oleh karena berkaitan dengan stabilitas
sediaan albumin yang harus dipakai sebelum 4 jam karena mudah
terkoagulasi oleh panas (PPARSDS, 2003). Albumin disarankan
diberikan dengan laju infusi tidak lebih dari 2 mL/menit (100 ml
dalam 4 jam) sebab laju yang lebih cepat dapat menyebabkan
penuruan tiba-tiba pada tekanan darah utamanya pada pasien geriatri
dengan risiko gagal jantung kongestif (Zhoue et al., 2013). Pada
pasien gagal hati atau gagal ginjal karena peningkatan beban protein
dapat menyebabkan edema paru pada pasien tertentu dengan resiko
beban jantung sirkulasi yang berlebihan (gagal jantung kongestif,
insufisiensi ginjal, anemia kronik yang sudah stabil). Oleh karena

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5

fungsi albumin sebagai protein transport bagi banyak jenis obat,


maka perlu dipertimbangkan adanya efek farmakokinetik dan
farmakodinamik dari bahan-bahan yang sangat terikat dengan
plasma (McEvoy et al., 2011). Pada saat ini, albumin dalam
pengaturan klinis terus menjadi pertimbangan disebabkan karena
penggunaannya membutuhkan biaya yang relatif tinggi dan
dilakukan pembatasan penggunaan berdasarkan tingkat keparahan
serta rendahnya kadar albumin pasien (Boldt, 2010).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penggunaan albumin
harus memperhatikan kondisi pasien dalam kaitannya dengan jenis,
dosis, cara pemberian, durasi pemberian, capaian terapi, faktor yang
mempengaruhi capaian albumin, serta adanya Drug Related
Problems (DRPs). Hal ini dapat mempengaruhi perbedaan kadar
albumin sebelum dan sesudah pemberian terapi albumin untuk
memantau capaian kadar albumin sehingga diperlukan adanya
penelitian tentang studi penggunaan albumin pada pasien PGK
sebagai upaya masukan dalam rangka optimalisasi terapi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pola penggunaan albumin pada pasien Penyakit
Ginjal Kronik (PGK) di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Dr. Soetomo Surabaya?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengkaji pola penggunaan albumin pada pasien Penyakit
Ginjal Kronik (PGK) di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengkaji jenis, dosis, cara pemberian, durasi pemberian,
capaian terapi, dan faktor yang mempengaruhi capaian
albumin.
2. Mengidentifikasi Drug Related Problem (DRP) yang
berkaitan dengan penggunaan albumin pada pasien PGK.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi
dan masukan kepada praktisi kesehatan dalam menangani masalah
terkait penggunaan terapi albumin pada pasien PGK sehingga dapat
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

1.4.2 Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan


Memberikan gambaran mengenai pola penggunaan dan
masalah yang terkait dari penggunaan albumin pada pasien PGK
sehingga dapat digunakan sebagai sumber informasi penelitian
lanjutan.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Ginjal


2.1.1 Struktur dan Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ yang terletak pada area
retroperitoneal (Gambar 2.1). Unit anatomik fungsi ginjal adalah
nefron. Nefron merupakan struktur kapiler berkelompok dengan
fungsi yang sama, terdiri dari glomerulus dan tubulus renalis yang
dilingkupi oleh kapsula Bowman. Glomerulus merupakan tempat
dimana fungsi filtrasi darah berlangsung, sedangkan tubulus renalis
merupakan tempat untuk reabsorpsi air dan garam yang masih
diperlukan oleh tubuh. Tiap ginjal mempunyai ± 1 juta nefron
(Gambar 2.2) (Shier, 2012).

Gambar 2.1 Penampang sistem saluran kemih, meliputi ginjal,


ureter, kandung kemih, dan uretra (Shier, 2012)

7
SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8

Gambar 2.2 Penampang melintang ginjal (a), piramida ginjal (b),


nefron (c) (Shier, 2012)
Glomerulus berdiameter kira-kira 200 µm dan terdiri dari
arteriol aferen, arteriol eferen, dan sekelompok kapiler yang dibatasi
oleh sel endotel dan dilapisi dengan sel epitel yang membentuk
lapisan kapsula Bowman dan tubulus renalis. Tubulus renalis terdiri
dari tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, dan tubulus kontortus
distal. Pada daerah tubulus kontortus proksimal, air dan elektrolit di
reabsorpsi dalam jumlah ± 80%. Pada daerah ansa Henle terjadi
pemekatan urin. Pada daerah tubulus kontortus distal mengatur
keseimbangan air dan elektrolit yang diubah berdasarkan kontrol
hormonal (Barrett et al., 2012).
2.1.2 Fungsi Ginjal
2.1.2.1 Fungsi Filtrasi dan Reabsorpsi
Ginjal merupakan organ yang penting untuk eliminasi
produk hasil metabolism yang sudah tidak dibutuhkan tubuh. Produk
sisa ini antara lain seperti urea (sisa metabolisme asam amino),
kreatinin (dari keratin otot), asam urat (sisa metabolisme asam

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9

nukleat), produk akhir pemecahan hemoglobin (bilirubin) dan


berbagai metabolit serta hormone. Ginjal juga mengeliminasi
berbagai toksin dan zat eksogen seperti pestisida, obat, dan bahan
tambahan makanan (Hall, 2010).
Proses filtrasi glomerulus adalah proses penyaringan untuk
sebagian besar molekul dengan berat molekul dibawah 70 kDa.
Permeabilitas kapiler di glomerulus sekitar 50 kali lebih besar
daipada permeabilitas kapiler di otot. Zat dengan muatan netral
berdiameter kurang dari 4 nm secara bebas dapat difiltrasi, dan
filtrasi zat dengan diameter lebih dari 8 nm mendekati nol. Namun
zat yang lebih kecilpun bisa tertahan karena efek muatan atau karena
terikat kuat pada protein, sehingga diameter efektifnya lebih besar
(Hall, 2010; Barrett et al., 2012).
2.1.2.2 Fungsi Pengaturan Tekanan Darah
Ginjal memegang peranan penting dalam regulasi tekanan
darah, melalui pengatuan keseimbangan Na+ dan air. Melalui peran
makula densa dan juxtaglomerular, penurunan konsentrasi natrium di
collecting duct dan penurunan tekanan darah akan merangsang
terbentuknya renin. Renin, suatu protease yang dibentuk di sel
juxtaglomerular memecah angiotensinogen dalam sirkulasi menjadi
angiotensin I yang kemudian dirubah oleh ACE (angiotensin-
converting enzyme) menjadi angiotensin II. Angiotensin II
merupakan salah satu vasokontriktor kuat, menyebakan konstriksi
arteriol dan bekerja pada korteks adrenal meningkatkan produksi
aldosterone. Aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air,
meningkatkan cairan intravaskular (Barrett et al., 2012). Efek
Angiotensin II adalah meningkatkan tekanan darah melalui 2

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10

mekanisme tadi. Sistem pengaturan tekanan darah ini sering disebut


RAAS (renin angiotensin aldosterone system).
2.1.2.3 Fungsi dalam Metabolisme Kalsium
Ginjal memegang peranan penting dalam keseimbangan
2+
Ca dan fosfat. Ginjal merupakan tempat 1a-hidroksilasi atau 24-
hidroksilasi dari 25-hydroksikol-kalsiferol, metabolit D3 oleh liver.
Hasil hidroksilasi adalah kalsitriol (1,25-dihiroksi vitamin D), bentuk
aktif dari vitamin D, dimana meningkatkan absorpsi Ca2+ dari
saluran cerna. Seain itu, ginjal merupakan site of action dari hormon
paratiroid (PTH), dimana menyebabkan retensi Ca2+ dan pengeluaran
fosfat ke urin (Barrett et al., 2012).
2.1.2.4 Fungi Ginjal dalam Eritropoiesis
Ginjal memiliki peranan utama dalam produksi hormone
erythropoietin, yang menstimulasi produksi di sumsum tulang dan
pematangan sel darah merah. Sinyal untuk produksi erytropoitin
adalah level oksigenasi darah yang mana dimonitor oleh ginjal
(Barrett et al., 2012).
2.1.3 Sirkulasi Ginjal
Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya merupakan
25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Arteri renalis
memasuki ginjal melalui hilum bersama dengan ureter dan vena
renalis, kemudian bercabang secara progresif membentuk arteri
interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobularis (disebut juga arteri
radialis), dan arteri aferen yang menuju ke kapiler glomerulus,
dimana sejumlah cairan dan zat terlarut (kecuali protein plasma)
difiltrasi untuk membentuk urin. Ujung distal dari setiap glomerular
bergabung untuk membentuk arteriol eferen, yang menuju jaringan

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11

kapiler kedua, yaitu kapiler peritubular yangmengelilingi tubulus


ginjal (Guyton and Hall, 2006).
Arteriol eferen dari setiap glomerulus membentuk kapiler
yang mengalirkan darah ke sejumlah nefron, dengan demikian
tubulus suatu nefron tidak selalu mendapat darah hanya dari suatu
arteriol eferen saja (Gambar 2.3). Jumlah total luas penampang
kapiler ginjal manusia yaitu 12 m2. Volume darah dalam kapiler
ginjal pada saat tertentu sekitar 30-40 ml (Barrett et al., 2012).

Gambar 2.3 Sirkulasi darah di ginjal (Barrett et al., 2012)

2.2 Tinjauan tentang Penyakit Ginjal


Penyakit ginjal merupakan suatu kondisi dimana fungsi
telah menurun dan bahkan akan menghilang dalam beberapa tahap.
Terdapat dua jenis penyakit ginjal, yaitu Penyakit Ginjal Akut (PGA)
dan Penyakit Ginjal Kronik (PGK). PGA merupakan suatu kondisi

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12

darurat dimana terjadi perubahan pada fungsi regulatori dan ekskresi.


Kondisi ini akan berkembang dengan cepat dan sering berakibat
pada kematian. Namun, banyak pasien yang mampu untuk kembali
ke kondisi semula apabila dilakukan pengobatan sejak dini. Penyakit
Ginjal Kronik (PGK) mempunyai karakteristik yang berbeda dengan
PGA. Onset PGK umumnya tidak diketahui dengan jelas dan
mengakibatkan kerusakan jaringan ginjal secara langsung. Besarnya
kemampuan ginjal untuk mereservasi dan lambatnya progresivitas
PGK akan mengakibatkan kerusakan yang bersifat irreversibel
seiring dengan dirasakannya gejala pada pasien. Dengan adanya
azotemia dan ketidakmampuan meregulasi cairan dan elektrolit
menyebabkan abnormalitas endokrin yang serius (Greene, 2000).
2.3 Tinjauan tentang Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
2.3.1 Definisi PGK
Menurut Kidney Disease Outcome Quality Initiative
(K/DOQI) ada 2 kriteria dari PGK :
1. PGK didefinisikan sebagai kerusakan ginjal, dengan adanya
kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa
penurunan LFG, selama tidak kurang dari 3 bulan, dan
dimanifestasikan sebagai salah satu kelainan patologi atau
pertanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan komposisi
darah atau urin, atau kelainan radiologi (K/DOQI, 2007).
2. PGK didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan nilai LFG
kurang dari 60 ml/min/1,73 m2, selama tidak kurang dari 3
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal (K/DOQI, 2007).

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13

2.3.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, diperkirakan 13% dari total populasi
atau lebih dari 25 juta orang mengalami penyakit ginjal kronis.
Penyakit ginjal kronis umumnya dialami individu berusia lebih dari
60 tahun dan yang mengalami diabetes, hipertensi serta penyakit
kardiovaskular lain (Hudson & Wazny, 2014). Di Indonesia,
prevalensi penyakit gagal ginjal kronis pada umur ≥ 15 tahun
menurut provinsi ialah antara 0,1% hingga 0,5%. Prevalensi tertinggi
terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah dan terendah di Provinsi
Kalimantan Timur, NTB, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Kepulauan
Bangka Belitung, Sumatera Selatan, dan Riau. Penyakit ginjal kronis
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, meningkat tajam
pada kelompok umur 35-44 tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun
(0,4%), dan umur 55-74 tahun (0,5%), tertinggi pada kelompok umur
≥75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari
perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi pada masyrakat pedesaan
(0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerja wiraswasta,
petani/nelayan/buruh (0,3%) (Riskesdas, 2013).
2.3.3 Etiologi
Dari data literatur dapat diketahui bahwa PGK dapat timbul
akibat penyakit intrinsik ginjal primer, abnormalitas anatomi atau
terjadi obstruksi akibat komplikasi sekunder dari penyakit sistemik
lain, dan akibat penanganan PGA yang tidak optimal. Penyebab
paling umum timbulnya PGK adalah diabetes mellitus, hipertensi,
dan glomerulonefritis (Krauss, 2000).
Menurut K/DOQI, faktor resiko dari PGK dibagi menjadi
faktor kerentanan, faktor permulaan, dan faktor progresif. Faktor

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14

kerentanan ini misalnya faktor sosiodemografi seperti umur lanjut,


pendidikan dan pendapatan rendah, status ras atau etnik, dan sejarah
keluarga yang menderita PGK. Faktor permulaan contohnya diabetes
mellitus, hipertensi, infeksi saluran urin dan batu saluran kemih.
Penyakit inilah yang nantinya akan mangawali terjadinya PGK, dan
juga merupakan faktor resiko yang berkontribusi besar terhadap
terjadinya PGK. Sedangkan faktor progresif adalah faktor yang dapat
memperparah kerusakan ginjal, yang dihubungkan dengan
meningkatnya penurunan fungsi ginjal normal. Faktor progresif ini
contohnya adalah tekanan darah yang tinggi, perokok, dan
proteinuria (K/DOQI, 2007).
Tabel II.1 Etiologi Penyakit Ginjal Kronik (Krauss, 2000)
Penyakit Kasus (%)
Penyakit sistemik
 Diabetes (tipe I, tipe II, tidak spesifik) 40
 Hipertensi (misal : hipertensi primer, renal 27
artery stenosis)
 Vaskulitis/glomerulonefritis sekunder 2,4
Kerusakan ginjal primer
 Glomerulonefritis (misal: glomerulonefritis 11
akut, kronik)
 Kelainan bawaan (misal : penyakit ginjal 3,4
polikistik) 1,7
 Neoplasma/tumor 0,7
Induksi obat (misal : penyalahgunaan analgesik,
obat nefrotoksik) 13,8
Lain-lain (miscellaneus and uncertain data)

2.3.4 Klasifikasi
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan kondisi dimana
terjadi kerusakan ginjal dengan nilai LFG <60 ml/menit/1,73 m2
selama ≥3 bulan. PGK telah diklasifikasikan menjadi 5 stadium

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15

dengan tujuan untuk mengetahui tahap kerusakan yang dialami


seperti yang tercantum dalam tabel II.2.
Tabel II.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik (K/DOQI, 2007)
Stadium Deskripsi LFG (ml/menit/1,73
m2)
1 Kerusakan ginjal dengan >90
GFR normal atau meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan 60-89
penurunan GFR ringan
3 Kerusakan ginjal dengan 30-59
penurunan GFR sedang
4 Kerusakan ginjal dengan 15-29
penurunan GFR berat
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

2.3.5 Patofisiologi
Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronik (PGK) pada awalnya
tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Pengurangan massa
ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron
yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi,
yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth
factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltasi, yang diikuti
oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltasi, sklerosis, dan
progresivitas tersebut. Aktivasi jangka panjang dari renin-
angiotensin-aldosteron tersebut sebagian diperantarai oleh growth

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16

factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal


juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresivitas penyakit
ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dan
dislipidemia. Terdapat variabilitas antar individual untuk terjadinya
sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial (Hudson
& Wazny, 2014).
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik terjadi
kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), dimana keadaan basal
LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Hingga LFG sebesar 60-89%, pasien belum merasakan
keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kreatnin serum. Ketika LFG sebesar 30-59%, mulai terjadi keluhan
pada pasien seperti nokturia, badan lemas, mual, nafsu makan
berkurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG sebesar
15-29%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata
seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, dan muntah. Pasien juga mudah terkena
infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun
infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air
seperti hipovolemia atau hipervolemia serta gangguan keseimbangan
elektrolit terutama natrium dan kalium. Pada saat LFG <15% akan
terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy)
antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17

dikatakan sampai pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5 (Hudson &


Wazny, 2014).
2.3.5.1 Hipertensi glomerulus dan Hipertensi intraglomerular
Penurunan jumlah nefron menyebabkan penyakit ginjal,
sehingga dikompensasi oleh ginjal dengan hipertrofi dan
meningkatnya LFG. Karena aliran darah ke glomerulus dan tekanan
kapiler intraglomerular meningkat, maka terjadi peningkatan perfusi
glomerulus sehingga terjadi hiperfiltrasi dan hipertensi
intraglomerular. Peningkatan aliran darah dan tekanan dalam
glomerulus menyebabkan kerusakan nefron (Krauss, 2000).
2.3.5.2 Proteinuria
Pada penyakit ginjal permeabilitas kapiler glomerulus
meningkat dan protein dapat ditemukan dalam urin (proteinuria).
Proteinuria merupakan indikasi dari hipertensi intraglomerular dan
abnormalitas permeabilitas glomerular. Sebagian besar komposisi
protein adalah albumin, dan kelainan ini disebut albuminuria.
Keadaan ini biasanya dinterpretasikan sebagai pertanda mulai
terjadinya nefropati. Jumlah protein dalam urin mungkin bisa sangat
banyak, khususnya dalam nefrosis. Hal ini dapat menyebabkan
hipoproteinemia yang dapat menurunkan tekanan onkotik yang bisa
menyebabkan edema karena akumulasi cairan di jaringan (Barrett et
al., 2012).
2.3.5.3 Hipertensi
Hipertensi dan Penyakit Ginjal Kronik memiliki kaitan yang
erat. Hipertensi merupakan penyakit primer dan menyebabkan
kerusakan pada ginjal, sebaliknya Penyakit Ginjal Kronik dapat
menyebabkan hipertensi atau ikut berperan pada hipertensi melalui

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18

mekanisme retensi natrium dan air, pengaruh vasopresor dari sistem


renin-angiotensin, dan melalui defisiensi prostaglandin.
Nefrosklerosis (pengerasan ginjal) menunjukkan adanya perubahan
patologis pada pembuluh darah ginjal sebagai akibat hipertensi
(Wilson, 2006).
2.3.5.4 Hiperlipidemia
Data percobaan dan data klinik menunjukkan kemungkinan
hubungan antara abnormalitas lipid dan penyakit ginjal progresif.
Perubahan profil lipid disebabkan dari kegagalan metabolisme fraksi
lipoprotein atau dari peningkatan lipoprotein. Sel mesangial ginjal
mempunyai reseptor LDL yang dapat mengambil serta mengoksidasi
LDL. Oksidasi LDL dapat menyebabkan toksin pada sel mesangial,
yang dapat menginduksi produksi dan pelepasan sitokin inflamasi,
substan vasoaktif, dan faktor kemotaktik makrofag. Makrofag
mekudia masuk ke dalam area dan mengoksidasi LDL, serta
mengubahnya menjadi foam cell yang meningkatkan pelepasan
mediator inflamasi lokal dan melukai glomerulus (Krauss, 2000).
2.3.5.5 Penyakit Ginjal Kronik karena Obat-obatan
Ginjal khususnya rentan terhadap efek toksik dari obat-
obatan dan bahan-bahan kimia karena alasan-alasan berikut : (1)
ginjal menerima 25% dari curah jantung sehingga sering dan mudah
kontak dengan zat kimia dalam jumlah besar; (2) interstisium yang
hiperosmotik memungkinkan zat kimia dikonsentrasikan pada daerah
yang relatif hipovaskuler; dan (3) ginjal merupakan jalur ekskresi
obligatorik untuk kebanyakan obat, sehingga insufisiensi ginjal
mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi
dalam cairan tubulus (Wilson, 2006).

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19

Beberapa obat yang dapat menginduksi terjadinya PGK


antara lain aminoglikosida, asiklovir, allupurinol, penisilin,
furosemid, metotreksat, ACEIs, ARBs, NSAID (Nolin et al., 2005).
2.3.6 Manifestasi Klinis
2.3.6.1 Uremia
Uremia terjadi karena beberapa faktor yaitu (1) retensi
senyawa yang pada keadaan normal dieksresi oleh ginjal, misalnya
sisa metabolime protein yang mengandung nitrogen, (2) peningkatan
hormone tertentu dan (3) berkurangnya produksi hormon oleh ginjal,
misalnya eritopoitin (Perlman et al., 2014).
2.3.6.2 Keseimbangan Natrium – Air
Pasien PGK umumnya mengalami kelebihan Na + dan air,
yang disebabkan karena hilangnya rute eksresi garam dan air melalui
ginjal. Kondisi kelebihan Na+ dan air sedang, bisa jadi hadir tanpa
tanda-tanda kelebihan cairan yang jelas. Namun dengan terus
berlangsungnya kelebihan natrium, berkonstribusi pada terjadinya
gagal jantung, hipertensi, edema perifer dan peningkatan berat
badan. Sementara itu kelebihan air berkonstribusi pada terjadinya
hiponatremia (Perlman et al., 2014).
2.3.6.3 Homeostasis Ca2+
Gangguan terhadap keseimbanga fosfat dan Ca2+ pada
pasien PGK adalah hasil dari serangkaian mekanisme yang
kompleks. Faktor kunci meliputi (1) berkurangnya absorpsi Ca 2+ dari
saluran cerna, (2) overproduksi PTH, (3) gangguan metabolism
vitamin D, (4) retensi fosfor, dan (5) asidosis metabolik kronis
(Perlman et al., 2014).

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20

2.3.6.4 Asidosis Metabolik


Hilangnya kemampuan ginjal untuk mengeluarkan asam
dan memproduksi basa berakibat pada terjadinya asidosis metabolik.
Pada kebanyakan kasus, saat LFG dibawah 20 ml/menit, asidosis
ringan dapat terjadi sebelum ada keseimbangan baru antara produksi
buffer dan konsumsinya (Perlman et al., 2014).
2.3.6.5 Gangguan Metabolisme Energi
Protein Energy Wasting (PEW) adalah suatu kadaan
metabolik maladaptif yang umum pada pasien gagal ginjal terminal.
PEW merupakan kondisi dimana tubuh kehilangan protein dan
cadangan energi (Wing et al., 2015). Seiring dengan turunnya LFG
prevalensi PEW dan marker inflamasi meningkat (Garg et al., 2001).
Kualitas hidup secara signifikan dipegaruhi oleh PEW, dimana hal
ini diasosiasikan dengan semakin lemahnya penderita, menurunnya
mobilitas dan pengaruh terhadap psikologis (Cohen & Kimmel,
2007).

Gambar 2.4 Patofisiologi PEW pada PGK (Wing et al., 2015)

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21

2.3.7 Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik


Kemunduran fungsi ginjal menyebabkan produksi dan
kandungan urin tidak normal. Pada PGK, kemunduran tersebut
mengakibatkan terjadinya proteinuria akibat permeabilitas kapiler
glomerulus meningkat sehingga protein ditemukan dalam urin.
Selain itu, juga terjadi uremia akibat penumpukan metabolisme
protein dalam darah karena tidak dapat diekskresi. Kondisi uremia
terlihat dari kadar BUN dan serum kreatinin yang tinggi. Gejala
uremia yang dapat diamati antara lain mual, muntah, kejang, bahkan
koma.
Komplikasi penyakit ginjal sangat kompleks mengingat
banyaknya fungsi ginjal. Berbagai komplikasi tersebut antara lain:
1. Kelebihan natrium dan air. Hal ini menunjukkan adanya
penurunan fungsi ekskresi air dan garam oleh ginjal. Dengan
adanya kelebihan garam dalam tubuh menyebabkan
terjadinya gagal jantung kongestif, hipertensi, asites, edem
perifer, dan kenaikan berat badan. Sedangkan kelebihan air
menyebabkan terjadinya hiponatremia (McPhee and Ganong,
2006).
2. Hiperkalemia merupakan masalah yang serius pada PGK,
terutama untuk pasien yang mempunyai nilai LFG <5 ml/min.
Bila K+ serum mencapai kadar sekitar 7 mEq/L, dapat terjadi
disaritmia yang serius dan juga henti jantung (McPhee and
Ganong, 2006; Wilson, 2006).
3. Asidosis metabolik. Terjadi karena berkurangnya kemampuan
untuk mengekskresikan asam dan membentuk dapar pada

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22

PGK. Pada sebagian besar kasus, bila LFG >20 ml/min maka
akan terjadi asidosis sedang (McPhee and Ganong, 2006).
4. Gangguan fosfat, kalsium, dan metabolisme tulang. Faktor
utama patogenesis kelainan ini antara lain penurunan absorbsi
kalsium pada saluran cerna, produksi yang berlebihan dari
hormon paratiroid, gangguan metabolisme vitamin D, dan
metabolik asidosis kronis. Semua faktor tersebut
berkontribusi dalam peningkatan resorpsi tulang.
Hiperfosfatemia juga berkontribusi dalam menimbulkan
hipokalsemia dan akan menstimulasi peningkatan hormon
paratiroid. Peningkatan hormon paratiroid dapat
menyebabkan deplesi kalsium tulang dan berakibat timbulnya
osteomalasia dan osteoporosis (McPhee and Ganong, 2006).
5. Gagal jantung kongestif dan edem paru terjadi karena
kelebihan garam dan air dalam tubuh (McPhee and Ganong,
2006).
6. Abnormalitas jumlah sel darah merah, fungsi sel darah putih,
dan faktor pembekuan. Normokromik, anemia normositik,
dengan gejala lesu, mudah lelah, dan hematokrit berada pada
rentang 20-25%. Anemia pada PGK terjadi karena
berkurangnya produksi eritropoietin ginjal sehingga
menyebabkan menurunnya stimulasi eritropoiesis. Selain itu,
juga disebabkan karena adanya peningkatan kehilangan darah
pada saluran cerna akibat kelainan trombosit, defisiensi asam
folat dan besi, serta kehilangan darah dari proses hemodialisis
atau sampel uji laboratorium (McPhee and Ganong, 2006;
Wilson, 2006).

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23

7. Peptik ulser pada 25% pasien uremia, yang diduga


diakibatkan oleh hiperparatiroidisme. Gastroenteritis uremik
dan nafas berbau amonia yang terjadi karena degradasi urea
menjadi amonia oleh enzim yang ada di saliva (McPhee and
Ganong, 2006).
8. Penurunan kadar testosteron, impotensi, oligosperma, dan
kelainan hormon lain biasanya ditemukan pada pria yang
menderita PGK. Fungsi metabolik lain yang dipengaruhi PGK
adalah kegagalan dalam memetabolisme insulin, sehingga
membuat kadar insulin serum meningkat (McPhee and
Ganong, 2006).
9. Penimbunan pigmen urin terutama urokrom bersama anemia
pada insufisiensi ginjal lanjut akan menyebabkan kulit pasien
menjadi putih seakan-akan berlilin dan kekuning-kuningan.
Kulit menjadi kering dan bersisik, rambut menjadi rapuh dan
berubah warna. Kuku menjadi tipis dan rapuh, bergerigi, dan
memperlihatkan garis-garis terang dan kemerahan. Penderita
uremia sering mengalami pruritus dan ini dianggap sebagai
manifestasi peningkatan fungsi kelenjar paratiroid dan
pengendapan kalsium dalam kulit. Jika kadar BUN sangat
tinggi, maka pada bagian kulit yang banyak berkeringat akan
timbul kristal-kristal urea yang halus dan berwarna putih,
yang disebut sebagai kristal uremik (Wilson, 2006).
10. Peningkatan kadar asam urat serum pada stadium dini PGK
yang menimbulkan gangguan ekskresi ginjal. Biasanya
sekitar 75% dari total asam urat diekskresi oleh ginjal. Pada
penderita PGK dengan komplikasi hiperurisemia terjadi

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24

peningkatan kadar asam urat serum diatas normal yaitu 4-6


mg/100 ml. Penderita ini tidak jarang pula mengalami
serangan gout arthritis akibat endapan garam urat pada sendi
dan jaringan lunak (Wilson, 2006).
2.4 Data Laboratorium
Uji diagnostik biasanya dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit ginjal dan evaluasi fungsi ginjal. Uji diagnostik ini penting
dilakukan karena banyak penyakit ginjal serius yang tidak
menimbulkan gejala tetapi hasil akhirnya menunjukkan fungsi ginjal
sudah sangat terganggu. Uji konsentrasi kreatinin plasma dan
nitrogen urea darah (BUN) dapat digunakan sebagai petunjuk
penurunan GFR. Bila GFR turun misal pada keadaan insufisiensi
ginjal, maka kadar kreatinin dan BUN plasma meningkat (Wilson,
2006). Untuk mengetahui progresi gagal ginjal dapat dilakukan
dengan membandingkan data laboratorium pasien dengan nilai
normalnya seperti yang tercsntum pada Tabel II.3.
Tabel II.3 Data Laboratorium pada Kondisi Normal dan PGK
(Pagana, 2011)
Data Indikasi Nilai normal PGK
Albumin Protein plasma yang Dewasa : 35-55
banyak beredar di g/L
tubuh manusia
BUN BUN merupakan Dewasa : 10-20
produk akhir dari mg/dL atau 3,6-
metabolisme protein, 7,1 mmol/L (unit
dibuat oleh hati. SI)
Pada orang normal,
ureum dikeluarkan
melalui urin.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25

Lanjutan Tabel II.3 Data Laboratorium pada Kondisi Normal dan


PGK (Pagana, 2011)
Data Indikasi Nilai normal PGK
Serum Kreatinin digunakan Dewasa
Kreatinin untuk diagnosis Wanita : 0,5-1,1
(SCr) penurunan fungsi mg/dL
ginjal Pria : 0,6-1,2
mg/dL
Muda : 0,5-1,0
mg/dL

2.5 Tinjauan tentang Albumin


2.5.1 Informasi Umum
Menurut Pedoman Penggunaan Albumin RSUD dr.Soetomo
(PPARSDS) pada tahun 2003, normal human serum albumin adalah
larutan steril preparat protein plasma yang mengandung sekurang-
kurangnya 96% albumin yang diperoleh dari pemisahan plasma
darah. Sediaan albumin mengandung protein dan elektrolit terlarut,
tapi tidak mengandung faktor pembekuan darah, antibodi golongan
darah atau kolinesterase darah (Join Formulary Commitee, 2014).
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 159 tahun 2014,
albumin termasuk produk darah pengganti plasma dan plasma
ekspander dengan sediaan yang tediri dari 5%, 20% dan 25%.
Albumin adalah suatu protein dengan berat molekul 65.000 - 69.000
Da yang disintesis di liver, merupakan komponen utama protein
plasma yang memiliki kemampuan ikatan reversible dengan obat
(Shargel et al., 2005).
Pada orang dewasa kadar albumin normal adalah 3,5 g/dL
sampai 5,5 g/dL (Pagana & Pagana, 2011). Hipoalbuminemia
merupakan kondisi dimana terjadi penurunan serum albumin hingga
dibawah 3,5 g/dL, namun signifikansi secara klinis nampak ketika

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26

kadar serum albumin dibawah 2,5 g/dL (Gatta, et al., 2012). Kondisi
rendahnya kadar serum albumin merupakan faktor resiko dan dapat
digunakan sebagai parameter morbiditas dan mortalitas terlepas dari
penyakit yang terlibat (Franch-Arcas, 2001). Selain itu, pasien yang
dirawat di rumah sakit dengan kadar albumin rendah, memiliki
mortalitas yang lebih tinggi dan waktu inap yang lebih panjang
(Herrmann et al., 1992).
Tabel II.4 Penyebab Hipoalbuminemia dan Implikasinya (Herrmann
et al., 1992)
Penyebab Mekanisme dan Implikasi
Analbuminemia Tidak ada sintesis
Kelaparan Penurunan sintesis albumin, dikaitkan dengan
keluaran klinis yang buruk
Penyakit hati Sebagian besar disebabkan redistribusi, juga
karena peningkatan katabolisme dan
penurunan sintesis
Penyakit ginjal Kebocoran karena albuminuria dan nefrosis,
juga bisa karena dialysis.
Pre-eklamsia Karena redistribusi
Malignan Penurunan sintesis, peningkata katabolisme
dan redistribusi. Aktivitas sitokin juga
berpengaruh (umumnya TNF). Dikaitkan
dengan prognosis yang buruk.
Luka bakar Katabolisme meningkat, kebocoran besar-
besaran pada lokasi luka. Juga karena
penurunan sintesis.
Trauma Respon stress. Peningkatan katabolisme dan
redistribusi.
Pembedahan Respon stress. Redistribusi.
Sepsis Redistribusi, juga karena peningkatan
katabolisme dan penurunan sintesis.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27

2.5.2 Metabolisme Albumin

Gambar 2.5 Metabolisme Albumin (Arcas, 2011)


Pada orang dewasa normal, hingga 14 g albumin per hari
disintesis di hati dari asam amino yang dikatabolisme oleh protein.
Proses sintetis sebesar 5% dari total albumin dalam tubuh (3,5 ± 5 g
albumin per kg berat badan). Hampir 60% dari total albumin dalam
tubuh didistribusikan ke ruang interstitial, sedangkan 40% berada di
vaskular. Perpindahan albumin di dinding kapiler antara kedua
kompartemen sebesar kurang lebih 120 g. Pada kondisi steady state,
jumlah albumin loss harian dan katabolismnya memiliki jumlah yang
sama seperti pada proses sintesis (14 g). Mekanisme yang dapat
menyebabkan terjadinya hipoalbuminemia dapat direpresentasikan
pada setiap tahap metabolisme albumin, yaitu adanya kemungkinan
penurunan pasokan asam amino (misalnya intestinal malabsorption),
terganggunya proses sintesis (misalnya liver failure), meningkatnya
albumin losses (misalnya sindrom nefrotik), katabolisme jaringan
(misalnya sepsis), atau masalah distribusi (misalnya edema). Waktu
paruh albumin sekitar 20 hari, terjadi perubahan kadar albumin yang
sangat cepat, terutama pada pasien rawat inap yang terjadi karena

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28

perubahan sintesis dan katabolisme. Perpindahan albumin dari


vaskular ke interstitial (transcapillary escape rate) menjadi
penyebab terjadinya sepuluh kali lipat jumlah albumin yang
disintesis (Arcas, 2011).
2.5.3 Peran Albumin di Sirkulasi
Albumin memiliki peran penting dalam pemeliharaan
homeostasis terkait distribusinya. Serum albumin adalah regulator
utama tekanan osmotik koloid yang merupakan sekitar 80% dari
plasma tekanan osmotik koloid normal dan 50% dari kandungan
protein. Peran albumin yaitu mencegah perkembangan edema,
memberikan keseimbangan antara hidrostatik dan tekanan osmotik
koloid. Albumin serum dapat mengikat beberapa zat yang berbeda
dan mengangkut beberapa hormon yang berbeda, seperti tiroid dan
hormon yang larut dalam lemak. Selain itu, albumin juga
mengangkut asam lemak rantai panjang ke hati, bilirubin tak
terkonjugasi, logam, dan ion (ion kalsium). Obat yang mengikat
serum albumin memiliki peran penting dalam farmakokinetik dan
distribusi beberapa obat yang dapat mempengaruhi waktu paruh dan
mempengaruhi metabolisme kadar molekul bebas. Albumin juga
berfungsi sebagai penyangga plasma, mempertahankan tingkat pH
fisiologis, dan mencegah fotodegradasi asam folat. Albumin juga
memiliki sifat antioksidan dan terlibat dalam mendeteksi radikal
bebas oksigen dalam patogenesis inflamasi penyakit (Gatta et al.,
2012).
Albumin berfungsi sebagai reservoir signifikan untuk sinyal
molekul dan oksida nitrat (NO). Dalam hal ini albumin dapat
mewakili sirkulasi reservoir endogen dari NO dan dapat bertindak

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29

sebagai donor NO. Albumin juga memiliki peran pada proses


pembekuan darah seperti heparin dan menghambat agregasi platelet.
Oleh karena itu, albumin bukan hanya pengatur tekanan onkotik
plasma, tetapi dapat mempengaruhi aspek lain berkaitan dengan efek
terapi obat dengan aktivitas farmakologi. Mengingat peran penting
albumin dalam membawa obat-obatan dan senyawa endogen,
keterlibatannya dalam metabolisme beberapa zat endogen, dan
adanya sebagai agen detoksifikasi (Gatta et al., 2012).
2.5.4 Fungsi Pemberian Albumin
2.5.4.1 Alat Pengikat dan Transport
Salah satu yang membedakan albumin dengan koloid dan
kristaloid adalah kemampuan mengikat. Albumin berfungsi penting
sebagai pengikat asam, basa dan netral juga berfungsi penting
sebagai transport lemak dan zat yang larut dalam lemak. Albumin
juga berikatan secara kompetitif dengan berbagai macam obat
diantaranya yaitu: digoksin, warfarin, NSAIDs, midazolam, dan lain-
lain. Karena kebanyakan zat yang berikatan dengan albumin dalam
bentuk inaktif maka albumin secara tidak langsung menjadi
pengontrol aktivitas biologis zat tersebut, sehingga fluktuatif kadar
albumin akan mempengaruhi efek biologis zat tersebut (Soemantri,
2009).
2.5.4.2 Memelihara Tekanan Osmotik Koloid Plasma
Albumin bertanggungjawab untuk memelihara 75%-80%
tekanan onkotik plasma. Penurunan albumin plasma akan
menurunkan 66% tekanan onkotik koloid. Dalam hal ini gradien
tekanan osmotik koloid lebih berperan penting daripada kadar
absolutnya dalam plasma. Hal ini akan membedakan

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30

hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma dan hipoalbuminemia


akibat defisiensi albumin dalam tubuh (Soemantri, 2009).
2.5.4.3 Penghancur Radikal Bebas
Albumin merupakan sumber utama golongan sulfidril yang
berfungsi menghancurkan radikal bebas (jenis nitrogen dan oksigen).
Pada sepsis, albumin berperan penting sebagai penghancur radikal
bebas (Soemantri, 2009).
2.5.4.4 Efek Antikoagulan
Mekanisme efek antikoagulan dan anti trombotik dari
albumin belum banyak diketahui. Kemungkinan hal ini terjadi
karena ikatannya dengan radikal nitric-oxyde menyebabkan
memanjangnya anti-agregasi trombosit (Soemantri, 2009).
2.5.5 Fisikokimia
Menurut Farmakope Indonesia edisi ke-4 tahun 1995,
larutan albumin adalah larutan protein dalam air yang diperoleh dari
plasma, serum atau plasenta normal dan segera dibekukan setelah
dikumpulkan. Plasma, serum atau plasenta diperoleh dari donor
sehat. Pemisahan albumin dilakukan dengan kondisi terkendali
terutama pH, kekuatan ion dan suhu sehingga produk akhir tidak
kurang dari 95% protein total adalah albumin. Lautan albumin
tersedia sebagai larutan pekat mengandung 15%-25% protein total
atau sebagai larutan isotonik mengandung 4,0%-5,0% protein total.
Untuk menghindari pengaruh pemanasan dapat ditambah stabilisator
yang sesuai seperti natrium kaprilat dengan kadar tertentu, tapi tidak
boleh ditambahkan pengawet yang bersifat antimikroba pada setiap
tahap pembuatan. Albumin berupa cairan jernih agak kental, tidak

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
31

berwarna hingga berwarna kekuningan tergantung kadar protein


(Depkes RI, 1995).
Pada kondisi tertentu albumin tahan pada temperatur tinggi.
Semua sediaan albumin di pasar, melalui proses pasteurisasi dengan
pemansan pada suhu 60o C selama 10 jam, dan nampaknya tidak
mengalami perubahan yang bermakna selama proses ini (Peters,
1995). Proses pasteurisasi ini dimaksudkan untuk menghilangkan
virus seperti HIV, hepatitis B, hepatitis C dan hepatitis A (Soni,
2009). Albumin disimpan pada suhu 15 o-25oC terlindung dari
cahaya. Bila disimpan pada suhu 2o – 8o diharapkan memenuhi
syarat selama 5 tahun sejak sediaan dipanaskan pada 60 o selama 10
jam. Bila disimpan dalam suhu tidak lebih dari 25 o diharapkan
memenuhi syarat selama 3 tahun (Depkes RI, 1995).
2.5.6 Farmakokinetika dan Farmakodinamika Albumin
Albumin merupakan protein plasma yang disintesis
seluruhnya di hati untuk kebutuhan intraseluler maupun untuk
distribusi sistemik. Sintesis normal albumin di hati kira-kira 100-200
mg/kg BB/hari. Pada individu yang sehat, regulator albumin sintesis
adalah tekana onkotik pada atau dekat dengan lokasi sintesisnya.
Peningkatan tekanan onkotik yang diperoleh dengan cara pemberian
albumin tidak mengakibatkan terjadinya hiperonkotik karena terjadi
peningkatan katabolisme albumin (PPARSDS, 2003).
Dalam tubuh albumin terditribusi dalam plasma dan cairan
ekstravaskular kulit, otot dan jaringan lain. Konsentrasi albumin
tertinggi ada di dalam sel hati, yaitu berkisar antara 200-500 mcg/g
jaringan hati. Adanya albumin di dalam plasma (kompartemen
intravaskuler) diperoleh langsung dari dinding sel hati ke sinusoid

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
32

atau melalui ruang antar sel hati dan dinding sinusoid kemudian ke
saluran limfe hati, duktus torasikus dan akhirnya ke dalam
kompartemen intravascular. Hanya albumin dalam plasma yang
mempertahankan volume plasma dan mencegah edema, sedangkan
albumin ekstravaskular tidak. Konsentrasi albumin dalam cairan
interstitial sekitar 60% dari konsetrasi albumin dalam plasma. Waktu
paruh eliminasi albumin sekitar 17 hingga 18 hari. Waktu paruh
distibusinya adalah 15 sampai 16 jam. Tempat utama degradasi
albumin belum diketahui. Untuk individu sehat pada umumnya hati
tidak mempunyai pengaruh pada pengendalian katabolisme albumin,
namun bila ada penyakit organ yang spesifik, hati, ginjal dan usus
dapat menjadi tempat yang penting untuk degradasi. Normalnya
kadar albumin dijaga relatif konstan pada kadar 3,5% hingga 5,5%
b/v atau 4,5 g/dL.
Albumin menjaga tekanan osmotik darah dan transport
senyawa endogen maupun senyawa eksogen. Albumin membentuk
kompleks dengan asam lemak bebas (free fatty acids), bilirubin,
berbagai hormon (seperti kortison, aldosteron, dan tiroksin), triptofan
dan senyawa-senyawa lain. Kebanyakan obat bersifat asam lemah
(anionik) berikatan dengan albumin melalui ikatan elektrostatik dan
hidrofobik. Obat-obat bersifat asam lemah seperti salisilat,
fenilbutazon dan penisilin terikat kuat dengan albumin.
Bagimanapun, kekuatan ikatan obat dengan albumin berbeda-beda
pada tiap-tiap obat (PPARSDS, 2003; Shargel et al., 2005).
Pemberian preparat albumin pada keadaan sehat tidak
dieksresi oleh ginjal. Penyakit ginjal dapat memperngaruhi degradasi
dan sintesis. Pada sindorma nefrotik, albumin plasma dipertahankan

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33

dengan menurunkan degradasi bila kehilangan albumin kurang dari


100 mg/kg BB/hari, tetapi bila kecepatan hilangnya albumin
meningkat, sintesis albumin akan meningkat lebih dari 400 mg/kg
BB/hari. Pemberian infus tunggal albumin menghasilkan
peningkatan volume plasma dan peningkatan aliran plasma, tetapi
tidak berefek terhadap kecepatan filtrasi ginjal (PPARSDS, 2003).
Tabel II.5Ekivalensi Osmotik Plasma (McEvoy et al., 2011)
Albumin Infusi IV Ekivalensi Plasma
100 mL larutan 5% (5 g) 100 mL plasma
100 mL larutan 20% (20 g) 400 mL plasma
100 mL larutan 25% (25 g) 500 mL plasma

Albumin sebanyak 25 gram ekivalen osmotik dengan


kurang lebih 2 unit (500 mL) plasma beku segar (fresh frozen
plasma). Sedangkan 100 mL albumin 25% sama dengan yang
dikandung oleh protein plasma dari 500 mL plasma atau 2 unit darah
utuh (whole blood) (PPARSDS, 2003). Albumin 5% meningkatkan
volume plasma hingga 80% dari volume yang di berikan. Pada
sukarelawan sehat, peningkatan volume plasma berkurang perlahan-
lahan mengikuti fungsi mono eksponensial, waktu paruhnya sekitar
2,5 jam (Hahn, 2011). Infus 10 mL/kg albumin 5 % meningkatkan
konsentrasi albumin plasma hingga 10%, yang bertahan selama lebih
dari 8 jam. Kembali normalnya tekanan darah disebabkan karena
translokasi molekul albumin dari plasma ke ruang interstitial.
Terlebih lagi, peningkatan volume plasma menstimulasi efek
diuretik. Albumin perlahan-lahan kembali ke plasma melalui
pembuluh limfatik (Hahn, 2011).

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34

2.5.7 Mikroalbuminuria dan Makroalbuminuria


Nefropati diabetik dialami sekitar 20-40% penderita
diabetes. Hal ini didapatkan dari nilai albuminuria persisten pada
kisaran 30-299 mg/24 jam (mikroalbuminuria) yang merupakan
tanda dini nefropati diabetik. Pasien yang disertai dengan
mikroalbuminuria dapat berubah menjadi makroalbuminuria (>300
mg/24 jam). Pada akhirnya sering berlanjut menjadi penyakit ginjal
kronik stadium akhir. Diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika
didapatkan kadar albumin >30 mg dalam urin 24 jam pada 2 dari 3
kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan, tanpa penyebab
albuminura lainnya (Konsensus Pengendalian dan Pencegahan
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, 2011).
Tabel II.6 Klasifikasi Albuminuria (Konsensus Pengendalian dan
Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia,
2011)
Kategori Urin 24 Urin dalam Urin sewaktu
jam waktu (µg/mg
(mg/24 tertentu kreatinin)
jam) (µg/menit)
Normal <30 <20 <30
Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299
Makroalbuminuria ≥300 ≥200 ≥300

2.5.8 Penggunaan Albumin Berkaitan dengan Penyakit Ginjal


Tabel II.7 Penggunaan Albumin Berkaitan dengan Penyakit Ginjal
(Hahn, 2011)
Kondisi Indikasi Regimentasi Dosis
Sindroma nefrotik Sindroma nefrotik Digunakan albumin
dengan edema paru 20%.
maupun edema perifer 20 mL albumin 20%
yang akut dan berat untuk 60 mg
(PPARSDS, 2003). furosemid,
Sesuai untuk kondisi dicampur.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
35

Kondisi Indikasi Regimentasi Dosis


akut, dimana resisten
terhadap diuretik saja.
Dikominasi dengan
diuretik (UHC, 2010).

Hipotensi saat Hipotensi saat dialysis Digunakan albumin


dialysis setelah pemberian 25%.
normal salin dan 25g (100ml albumin
plasma ekspander lain 25%) diberikan
gagal meningkatkan selama 1 jam/hari.
tekanan darah
(PPARSDS,2003).

Gagal ginjal Gagal ginjal dengan Digunakan albumin


dengan asites asites yang dilakukan 20% atau 25%.
parasentesis 5-6 gram albumin
untuk tiap liter
cairan asites
(PPARSDS, 2003).
100 mL albumin
20% untuk tiap 2
liter cairan asites
(NPPEAG, 2009).

2.5.9 Efek Samping dan Kontraindikasi


Tabel II.8 Efek Samping Pemberian Albumin (PPARSDS, 2003;
EMEA, 2005; McEvoy et al., 2011)
Efek Samping Keterangan
Depresi miokard Oleh karena albumin mengikat kalsium
serum, sehingga kalsium total meningkat
tetapi kalsium serum rendah dan hal ini
menyebabkan gagal jantung dan edema paru.
Hipotensi Pada pemberian albumin dan plasma protein
yang cepat dapat terjadi hipotensi.
Hipervolemia Pemberian albumin intravena yang cepat
harus dimonitor dari tanda klinis (edema
paru, gagal jantung) terutama pada pasien
yang volume sirkulasinya normal atau
meningkat.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
36

Efek Samping Keterangan


Ginjal Pemberian albumin pada renjatan
hipovolemik menyebabkan retensi Na. Hal ini
disebabkan karena terjadi peningkatan RBF
(renal blood flow) dan perfusi ginjal,
sedangkan LFG menurun. Hal ini akan
menurunkan filtrasi Na+ dan pelepasan Na+ di
nefron distal. Klirens Na+ akan sangat
menurun, dengan akibat terjadinya
peningkatan Na dan resorpsi air bebas,
peningkatan CVP (central venous pressure)
dan PAWP (pulmonary artery wedge
pressure) serta gangguan oksigenasi, hingga
memerlukan tambahan diuretik dan dukungan
terhadap miokard.
Hipersensitifitas Gejala alergi seperti panas, menggigil,
urtikaria, hipotensi, mual, muntah. Insiden
rendah, episode 1-2 jam hingga 1-5 hari pasca
pemberian albumin.
Efek kehamilan Studi teratogenisitas pada manusia dan hewan
belum pernah dilakukan. Albumin hanya
diberikan pada wanita hamil bila jelas
diperluakan. Menurut FDA, albumin
termasuk kategori C. Perlu dipertimbangan
bahwa pada keadaan hamil kadar albumin
plasma menurun karena hemodilusi.

2.5.10 Komposisi Larutan Albumin


Tabel II.9 Komposisi Larutan Albumin (Depkes RI, 1995; Soni,
2009)
Albumin 5% Albumin 20% Albumin 25%
Albumin 50 g/L 200 g/L (20 g) 250 g/L (25 g)
Tekanan 26-30 mmHg 100 – 200
Onkotik mmHg
Natrium 130-160 70-160 mmol/L
mmol/L
Potassium < 2 mmol/L < 10 mmol/L

Ukuran 500 mL 100 mL 100 mL


Sediaan

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37

2.5.11 Indikasi Peggunaan Albumin


Tabel II.10 Indikasi peggunaan albumin (Soni, 2009; Boldt, 2010;
McEvoy et al., 2011; JFC, 2014)
Jenis Indikasi Umum Indikasi Spesifik
Albumin
Koloid 5 % Pengganti volume Hipovolemia, Paracentesis
intravaskular pada gagal liver. Peritonitis.
Perbaikan tekanan
onkotik
Perbaikan kadar Integritas kapiler. Koagulasi.
serum albumin Mencegah ileus. Kehilangan
protein (karena enteropati/
nefropati)
Asidosis metabolik Sebagai buffer pada
neonates.
Pengobatan malaria Untuk mengganti cairan
falciparum disertai pada anak.
asidosis
Koloid 20% Pengganti cairan
intravascular
Redistribusi cairan Dialisis ginjal. Cidera paru
akut. Untuk menginisiasi
diuresis.

2.5.12 Sediaan Albumin yang Beredar di Indonesia


Tabel II.11 Contoh sediaan albumin di Indonesia (ISO, 2014;
MIMS, 2014)
Nama Dagang Produsen/ Kekuatan Kemasan
Ditributor
Albapure Dexa 20% 50 mL; 100 mL
Medica
Albuman Graha Farma 20% 50 mL; 100 mL
Albuminar Dexa 25% 50 mL; 100 mL
Medica
Human Alb. CSL 20% 50 mL; 100 mL
Behring Behring
Octalbin 20 Kalbe Farma 20% 50 mL; 100 mL
Octalbin 25 Kalbe Farma 25% 50 mL; 100 mL
Plasbumin 20 Dipa 20% 50 mL; 100 mL

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38

Nama Dagang Produsen/ Kekuatan Kemasan


Ditributor
Pharmalab
Intersains
Plasbumin 25 Dipa 25% 50 mL; 100 mL
Pharmalab
Intersains
Zenalb Ikapharmind 20% 50 mL; 100 mL
o

2.5.13 Alternatif Pergantian Albumin


Pemberian albumin diperlukan untuk mencegah gangguan
sirkulasi yang disebabkan oleh beberapa kondisi seperti kondisi luka
bakar, asites, dan lain lain. Namun pemberian albumin memerlukan
biaya yang tinggi, sehingga diperlukan alternatif pengganti albumin.
Koloid sintesis merupakan alternatif yang menjanjikan. Pilihan
koloid yang dapat diberikan meliputi manitol, poligelline, starch,
atau dextran. Efektifitas koloid sebagai pengganti abumin
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti berat molekul, masa paruh,
jumlah yang diberikan, dan lain lain. Berbagai macam koloid di atas
memiliki masa paruh yang jauh lebih pendek dibandingkan albumin,
yaitu 21 hari. Masa paruh koloid yang lebih pendek dibandingkan
albumin menyebabkan efektifitas dalam mempertahankan tekanan
arteri efektif menjadi berkurang, dan memicu aktivasi sistem RAAS
(Hiltono, 2010). Penelitian terdahulu yang terkait upaya peningkatan
kadar albumin dalam darah yaitu dengan pemberian putih telur.
Komposisi zat gizi putih telur per 100 gram berat bahan mengandung
10,8 gram protein dan 95% nya merupakan albumin (DKBM, 1984).

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39

2.6 Tinjauan tentang Drug Related Problems


Drug Related Problems (DRPs) atau masalah terkait obat
adalah segala kejadian yang tidak diinginkan dan dialami pasien,
yang terlibat atau dicurigai terlibat dalam suatu terapi dan
mengganggu hasil pada pasien baik aktual maupun potensial (Cipolle
et al, 2004).
DRPs dapat dibagi menjadi toksisitas intrinsik dan
ekstrinsik. Toksisitas intrinsik adalah toksisitas yang disebabkan
karena interaksi dari karakteristik farmasetika, kimia dan/atau
farmakologis obat itu sendiri dengan sistem tubuh manusia. Oleh
karena itu, toksisitas intrinsik identik dengan Adverse Drug
Reactions (ADR). ADR oleh WHO didefinisikan sebagai tanggapan
terhadap obat yang berbahaya dan tidak diinginkan yang terjadi pada
dosis normal yang digunakan pada manusia untuk profilaksis,
diagnosis atau terapi penyakit, ataupun untuk modifikasi fungsi
fisiologis. Sebelumnya obat yang tidak diketahui interaksinya dan
kurang memiliki efek terapi termasuk dalam definisi ini (Bemt and
Egberts, 2007).
Di bawah ini merupakan klasifikasi DRPs beserta
kemungkinan penyebabnya :
2.6.1 Kesalahan dalam Peresepan
1. Kesalahan dalam Administrasi dan Prosedur
1. General (misalnya kesalahan dalam pembacaan)
2. Data pasien (misalnya data-data pasien tercampur)
3. Data ruangan dan data peresepan
4. Nama obat
5. Bentuk sediaan dan rute pemberian

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
40

2. Kesalahan Dosis
1. Besar dosis
2. Frekuensi
3. Dosis terlalu tinggi atau rendah
4. Tidak ada maksimum dosis pada resep yang
dibutuhkan
5. Lamanya terapi
6. Cara pemakaian
3. Kesalahan Terapetik
1. Indikasi
2. Kontraindikasi
3. Monitoring
4. Interaksi antar obat
5. Pemberian monoterapi tidak tepat
6. Pemberian terapi yang salah (misalnya dua obat dalam
satu kategori diberikan bersamaan)
2.6.2 Kesalahan dalam Pemberian Obat
1. Kesalahan dalam pemberian ke pasien dan ruangan
2. Jenis obat
3. Bentuk sediaan
4. Besar dosis
5. Waktu pemberian obat
2.6.3 Kesalahan dalam Administrasi
1. Kelalaian (obat tidak diberikan)
2. Obat tidak dipesankan
3. Peracikan obat
4. Bentuk sediaan

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
41

5. Cara pemberian
6. Teknik administrasi
7. Dosis
8. Waktu pemberian obat
9. Kepatuhan pasien
2.6.4 Kesalahan Medikasi yang dapat Berdampak Fatal
1. Kesalahan telah terjadi tetapi obat tidak sampai ke
pasien
2. Kesalahan telah terjadi dan obat telah sampai ke
pasien, tetapi tidak mengakibatkan efek yang
merugikan
a. Obat tidak diberikan
b. Obat diberikan tetapi tidak membahayakan
3. Kesalahan telah dilakukan dan meningkatkan
frekuensi dalam memonitoring pasien, tetapi tidak
membahayakan
4. Kesalahan telah dilakukan dan dapat membahayakan
a. Terjadi kerusakan sementara yang memerlukan
pengobatan
b. Terjadi kerusakan sementara yang meningkatkan
lama rawat inap
c. Terjadi kerusakan permanen
d. Pasien hampir meninggal
5. Kesalahan yang mengakibatkan pasien meninggal
(Bemt and Egberts, 2007).

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
42

2.7 Tinjauan tentang Studi Penggunaan Obat


Studi penggunaan obat didefinisikan oleh World Health
Organization (WHO) sebagai pemasaran, distribusi, peresepan, dan
penggunaan obat pada masyarakat dengan penekanan pada
keberhasilan medis, konsekuensi sosial, dan ekonomi yang
ditimbulkan. Studi penggunaan obat difokuskan pada faktor-faktor
yang mempengaruhi peresepan, pemberian, administrasi, dan
penggunaan pada pengobatan. Namun studi penggunaan obat secara
luas bukan hanya mempelajari aspek medis dan nonmedis yang
mempengaruhi penggunaan obat, tetapi juga mempelajari semua hal
yang berkaitan dengan penggunaan obat (Lee and Bergman, 2000).
Studi penggunaan obat bisa berbentuk kualitatif dan
kuantitatif. Studi kualitatif akan dapat mengevaluasi ketepatan
penggunaan obat dengan cara mencari hubungan antara data
peresepan dan alasan pemberian terapi. Sedangkan studi kuantitatif
lebih ditekankan pada situasi terkini, perkembangan tren dan
penentuan waktu penggunaan obat pada berbagai tingkat sistem
kesehatan, baik pada tingkat nasional, regional, lokal, atau
institusional. Sehingga, data yang dihasilkan dari studi penggunaan
obat dapat digunakan untuk memperkirakan penggunaan obat pada
suatu populasi berdasarkan usia, strata sosial, morbiditas, dan
karakteristik lain. Dari data tersebut juga dapat diketahui efek
samping obat, memonitor penggunaan kategori terapi spesifik dan
mengantisipasi masalah yang timbul, atau untuk merencanakan
produksi, distribusi, dan merencanakan pemakaian obat (Lee and
Bergman, 2000).

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Uraian Kerangka Konseptual


Ginjal yang mengalami gangguan fungsional atau disfungsi
diakibatkan oleh adanya penurunan nilai GFR (Glomerular
Filtration Rate) sehingga dapat menyebabkan timbulnya Penyakit
Ginjal Akut (PGA) yang kemudian berlanjut menjadi Penyakit
Ginjal Kronik (PGK). Timbulnya PGK dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu proteinuria, uremia, dan sintesis asam amino
dalam tubuh. Uremia dan penurunan sintesis asam amino dapat
menyebabkan terjadinya malnutrisi.
Pemberian terapi albumin dapat dipantau berdasarkan
beberapa faktor, yaitu jenis albumin, dosis, cara pemberian, durasi
pemberian, capain albumin, faktor yang mempengaruhi capaian
albumin, serta kemungkinan adanya DRPs. Jenis albumin dibedakan
menjadi albumin 5%, 20%, dan 25% dengan cara pemberian infusi
drip. Durasi pemberian yang disarankan adalah tidak lebih dari 4 jam
dengan kecepatan infus 1-2 mL/menit. Sifat fisikokimianya meliputi
albumin bersifat amfoter, dapat terkoagulasi oleh panas, berat
molekul ±65.000 Da, konsentrasi dalam cairan interstitial ±60%,
terjadi melalui proses pasteurisasi dengan pemansan pada suhu 60 o C
selama 10 jam. Cara penyimpanannya yaitu albumin yang belum
dibuka dapat disimpan 3 tahun pada suhu hingga 37°C dan dapat
disimpan 5 tahun dalam refrigerator. Bila telah terbuka harus dipakai
sebelum 4 jam dan bila tersisa harus dibuang.

43
SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44

Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi adanya permasalahan


terkait obat (albumin) dan respon yang diberikan antara sebelum dan
sebelum pemberian terapi albumin. Permasalahan terkait obat yang
perlu diperhatikan yaitu diantaranya, terdapat indikasi namun tidak
diberikan terapi, kontraindikasi, efek samping obat, dan
kemungkinan adanya interaksi obat. Faktor-faktor tersebut ditinjau
untuk mengkaji respon penggunaan albumin yang disebabkan karena
pasien mengalami hipoalbuminemia pada pasien PGK.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
45

3.2 Skema Kerangka Konseptual

Ginjal Terapi
Albumin
Disfungsi Jenis albumin :
Cara
1. Albumin 5%
2. Albumin 20% pemberian:
GFR ↓ 3. Albumin 25% Infusi drip

Durasi pemberian :
PGA PGK < 4 jam, dengan kecepatan
infus 1-2 ml/menit

Proteinuria Fisikokimia:
 Bersifat amfoter
Uremia  Terkoagulasi oleh panas
 BM ±65.000 Da
↓Sintesis asam  Konsentrasi dalam cairan interstitial ±60%
amino  melalui proses pasteurisasi dengan
pemanasan pada suhu 60o C selama 10 jam.

Malnutrisi Cara penyimpanan:


Yang belum dibuka dapat disimpan 3 th dalam
suhu hingga 37°C, 5 th dalam refrigerator.
Hipoalbuminemia Bila telah terbuka harus dipakai sebelum 4 jam,
bila tersisa harus dibuang.

Respon : Drug Related Problems


Kadar albumin sebelum dan (DRPs)
sesudah pemberian terapi

Terdapat Kontarindikasi: ESO: Interaksi obat :


indikasi Riwayat alergi Demam, Tidak boleh
namun tidak albumin, anemia menggigil, diberikan
diberikan berat, gagal mual dan bersama
terapi. jantung, volume muntah. dengan obat
intravaskuler rentang terapi
yang meningkat, sempit
sindroma nefrotik
kronik.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian observasional,
pengambilan data secara prospektif, dan dianalisis secara deskriptif.
Penelitian observasional yaitu peneliti tidak memberikan suatu
perlakuan atau intervensi pada sampel. Data diambil secara
prospektif karena pengambilan data bersifat kedepan melalui DMK.
Sedangkan data dianalisis secara deskriptif karena penelitian
bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis mengenai studi
penggunaan albumin pada pasien PGK.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada periode 16 Maret sampai
15 Juli 2015.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh pasien Penyakit Ginjal
Kronik (PGK) di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD
Dr. Soetomo Surabaya.
4.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis PGK
yang mendapat terapi albumin di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada periode 16 Maret sampai
15 Juli 2015 yang memenuhi kriteria inklusi.

46
SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
47

4.3.2.1 Kriteria Inklusi


1. Pasien dengan diagnosis Penyakit Ginjal Kronik
(PGK).
2. Pasien mendapat terapi albumin.
3. Pasien dengan data laboratorium sebelum dan sesudah
pemberian terapi albumin.
4.3.2.2 Kriteria Eksklusi
Pasien PGK dengan penyakit penyerta yang dapat
menyebabkan hipoalbuminemia, meliputi luka bakar, sepsis, cedera
otak, dan stroke.
4.4 Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel dengan metode time limited
sampling, yaitu dengan cara setiap pasien yang memenuhi kriteria
inklusi penelitian selama periode tertentu dimasukkan sebagai
sampel penelitian.
4.5 Definisi Operasional dan Istilah dalam Penelitian
1. Albumin
Merupakan obat yang diterima oleh pasien PGK
yang mengalami hipoalbuminemia.
2. Jenis Albumin
Merupakan jenis pemberian yang digunakan, yaitu
terdiri dari 5%, 20%, atau 25% dalam hal ini digunakan
20%.
2. Pasien PGK
Merupakan pasien yang didiagnosis PGK oleh dokter
dan berdasarkan data rekam medik, menerima terapi
albumin, serta menjalani rawat inap.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
48

3. Dosis
Merupakan takaran albumin yang diterima pasien
dalam sekali pemberian, yaitu 20 gram.
4. Frekuensi pemberian
Merupakan jumlah penggunaan albumin yang
diterima pasien pada setiap pemberian, dinyatakan dalam
botol perhari.
5. Cara pemberian
Merupakan cara pemberian albumin pada pasien
PGK, yaitu infusi drip.
6. Durasi pemberian
Merupakan durasi yang dibutuhkan pada setiap
pemberian sediaan infus albumin yang diterima oleh pasien,
dinyatakan dalam jam.
7. Capaian terapi
Merupakan hasil pada pasien yang dilihat dari data
laboratorium albumin pre dan albumin post pemberian
terapi albumin.
8. Data laboratorium
Merupakan data hasil pemeriksaan laboratorium
pasien yang mengalami PGK dan mendapat terapi albumin,
meliputi albumin, serum kreatinin, dan proteinuria.
9. Data klinik
Data yang berhubungan dengan kondisi pasien yang
memerlukan terapi albumin, meliputi tekanan darah, RR,
nadi, edema, suhu, KU, dan GCS.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
49

10. Albumin pre


Merupakan kadar albumin terakhir yang diperiksa
sebelum pemberian albumin
11. Albumin post
Merupakan kadar albumin pertama yang diperiksa
setelah pemberian albumin.
4.6 Cara Pengumpulan Data
Tahapan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Pasien datang ke Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya
2. Pasien mendapat terapi pemberian albumin.
3. Dilakukan pengamatan dan pencatatan kedalam Lembar
Pengumpulan Data (LPD). Data yang dicatat meliputi
nomor RM, data demografi, data laboratorium, data klinik,
dan data terapi obat yang diterima. Data demografi yang
diperlukan antara lain initial nama pasien, umur, jenis
kelamin, keluhan, diagnosis, tanggal MRS, tanggal KRS,
dan riwayat penyakit. Data laboratorium yang diperlukan
antara lain albumin, serum kreatinin, dan proteinuria. Data
klinik yang diperlukan yaitu tekanan darah, RR, nadi,
edema, suhu, KU, dan GCS. Sedangkan data terapi obat
yang diterima meliputi jenis obat, dosis, cara pemberian,
dan durasi pemberian terapi albumin.
4.7 Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan di LPD dilakukan analisis
deskriptif meliputi :

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
50

1. Data disajikan dalam bentuk tabel, presentase, diagram.


2. Identifikasi jenis, dosis, cara pemberian, durasi
pemberian, dan capaian terapi.
3. Mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
capaian albumin.
4. Kemungkinan terjadinya DRPs.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
51

4.8 Skema Kerangka Operasional

Populasi penelitian adalah seluruh pasien Penyakit Ginjal


Kronik (PGK) di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Sampel penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis Penyakit


Ginjal Kronik (PGK) yang mendapat terapi albumin di Instalasi
Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya
pada periode 16 Maret sampai 15 Juli 2015 yang memenuhi
kriteria inklusi.

Kriteria inklusi :
1. Pasien dengan diagnosis Penyakit Ginjal Kronik (PGK).
2. Pasien mendapat terapi albumin.
3. Pasien dengan data laboratorium sebelum dan sesudah
pemberian terapi albumin.

Kriteria eksklusi:
Pasien PGK dengan penyakit
penyerta yang dapat menyebabkan
hipoalbuminemia, meliputi luka
bakar, sepsis, cedera otak, dan
stroke.

Data pasien: Terapi obat:


1. Tanggal 1. Jenis
2. Nomor RM 2. Dosis
3. Identitas 3. Cara pemberian
4. Keluhan dan diagnosis 4. Durasi pemberian
5. Tanggal MRS dan tanggal KRS
6. Data laboratorium
7. Data klinik

Rekapitulasi data, analisis data

Hasil

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB V

HASIL PENELITIAN

Studi penggunaan albumin pada pasien Penyakit Ginjal


Kronik (PGK) di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD
Dr. Soetomo Surabaya dilakukan pada periode 16 Maret sampai
dengan 15 Juli 2015. Penelitian ini bersifat observasional prospektif.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan jumlah populasi penelitian
sebanyak 165 pasien yang didiagnosis PGK. Pasien yang memenuhi
kriteria inklusi sebanyak 11 pasien yang disebut sebagai sampel
penelitian. Data yang didapat kemudian dicatat dalam Lembar
Pengumpul Data dan kemudian data tersebut direkap ke dalam Tabel
Induk (Lampiran 1). Penelitian ini telah dinyatakan Laik Etik oleh
Komite Etik Penelitian Kesehatan RSUD Dr. Soetomo Surabaya
berdasarkan nomor 131/Panke.KKE/II/2015 tertanggal 16 Februari
2015 (Lampiran 2). Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif
meliputi data demografi pasien, capaian terapi albumin, dan
identifikasi adanya Drug Related Problem (DRP) yang akan
diuraikan dalam bab ini.

5.1 Data Demografi Pasien


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap
pasien PGK yang menerima terapi albumin di Instalasi Rawat Inap
Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya diperoleh 11
pasien sebagai sampel penelitian. Berikut ini adalah data demografi
pasien berdasarkan jenis kelamin, umur, dan berat badan pasien yang
ditampilkan pada Tabel V.1.

52

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
53

Tabel V.1 Data demografi pasien


Demografi Pasien Jumlah Pasien Presentase (%)
Jenis kelamin
Laki-laki 3 27,3
Perempuan 8 72,7
Umur (tahun)
45-54 4 36,4
55-74 7 63,6
Berat badan (kg)
<51 1 9,1
51-55 6 54,5
≥56 4 36,4
Keterangan :
- Presentase masing-masing data demografi dihitung dari
jumlah sampel yaitu 11.

5.2. Etiologi PGK


Penyakit Ginjal kronik (PGK) dapat disebabkan oleh
beberapa hal, meliputi glomerulonefritis, diabetes mellitus,
hipertensi, penyakit ginjal polikistik, Batu Saluran Kemih (BSK) dan
Infeksi Saluran Kemih (ISK) (KDOQI, 2007). Berikut ini adalah
etiologi yang dialami pasien PGK yang menerima terapi albumin di
Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo
Surabaya yang ditampilkan pada Tabel V.2.
Tabel V.2 Etiologi PGK
Etiologi PGK Jumlah Pasien Presentase (%)
DM 7 63,6
HT 10 90,9
ISK 2 18,2
BSK 2 18,2
Keterangan :
- Presentase dihitung dari jumlah sampel yaitu 11.
- Satu pasien dapat mengalami ≥ 2 etiologi PGK.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
54

5.3 Diagnosis Penyerta


Pada DMK pasien PGK yang menerima terapi albumin di
Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo
Surabaya, selain didiagnosis PGK pasien juga didiagnosis beberapa
penyakit lainnya. Berikut ini diagnosis penyerta masing-masing
pasien PGK akan ditampilkan pada Tabel V.3.
Tabel V.3 Diagnosis penyerta pasien
Diagnosis Penyerta Jumlah Pasien Presentase (%)
Hipoalbuminemia 11 100,0
Asidosis metabolik 5 45,4
Edema 7 63,6
Gangren pedis 1 9,1
Anemia 4 36,4
Ulcus pedis 1 9,1
Anuria 2 18,2
Edema paru 1 9,1
Efusi pleura 1 9,1
Keterangan :
- Presentase dihitung dari jumlah sampel yaitu 11.
- Satu pasien dapat didiagnosis ≥ 2 macam diagnosis
penyerta.

5.4 Profil Penggunaan Albumin


5.4.1 Jenis dan cara pemberian albumin
Penggunaan albumin pada pasien PGK di Instalasi Rawat
Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya hanya
menggunakan satu jenis albumin yaitu albumin 20% 100 mL pada
setiap kali pemberiannya. Sediaan tersebut mengandung albumin
sebanyak 20 gram. Albumin diberikan secara infusi drip.
5.4.2 Durasi pemberian albumin
Menurut Pedoman Penggunaan Albumin RSUD Dr.
Soetomo, pada pasien PGK infus albumin diberikan selama tidak
lebih dari 4 jam. Pada penelitian ini ditemukan durasi pemberian

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
55

yang tidak sama pada setiap pasien. Berikut adalah grafik durasi
pemberian albumin pada pasien PGK yang akan ditampilkan pada
Gambar 5.1.

3 jam
(2 pasien)
4 jam 16,7%
(4 pasien)
33,3%
3 jam 15 menit
(1 pasien)
8,3%

3 jam 30 menit
(5 pasien)
41,7%

Gambar 5.1 Grafik durasi pemberian albumin pada pasien PGK

5.4.3 Kadar albumin pre dan post pemberian albumin


Albumin pre dan post pemberian albumin ditampilkan
pada Tabel V.4. Albumin pre adalah kadar albumin terakhir yang
diperiksa sebelum pemberian albumin, sedangkan albumin post
adalah kadar albumin pertama yang diperiksa setelah pemberian
albumin.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
56

Tabel V.4 Kadar Albumin Pre dan Post


Pasien Frekuensi Albumin Pre Albumin Post Kenaikan Kadar
No. Pemberian (g/dL) (g/dL) Albumin
(kali) (g/dL)
1 1 1,91 2,26 0,35
2 1 2,10 2,50 0,40
3 1 2,16 2,32 0,16
4 1 2,41 2,90 0,49
5 1 2,36 2,65 0,29
6 1 2,34 2,54 0,20
7 1 2,39 2,86 0,47
8 1 2,41 2,62 0,21
9 1 2,39 2,62 0,23
10 2 2,27 2,41 0,14
2,41 2,98 0,57
11 1 N2,45
= 12 2,61 0,16
Rerata N = 12 N = 12
2,30 ± 0,02 2,61 ± 0,02 0,31 ± 0,02
Keterangan :
- Interval waktu (hari) pemeriksaan data lab albumin pre dan
albumin post berbeda-beda tiap pasien.
- Terdapat 1 pasien menerima 2 kali terapi albumin (pasien
nomor 10).
- Dosis pemberian albumin adalah sama pada setiap pasien
yaitu 20 g (20% dalam 100 mL).

Berdasarkan data yang telah didapat tersebut, dapat


diidentifikasi bahwa seluruh sampel penelitian ini mengalami
kenaikan kadar albumin setelah pemberian terapi albumin dengan
kenaikan kadar yang berbeda-beda pada setiap pasien. Berikut ini
akan ditampilkan pola kenaikan kadar albumin pre dan post pada
Gambar 5.2.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
57

Kenaikan kadar albumin (g/dL)


1
2
2.5 3
4
5
2
6
7
1.5 8
Pre Post
9
Pemberian albumin

Gambar 5.2 Grafik pola kenaikan kadar albumin berdasarkan


albumin pre dan albumin post.

5.4.4 Kesesuaian pemberian dosis terapi albumin


Kesesuaian pemberian dosis terapi albumin dapat
diidentifikasi dari perhitungan kebutuhan dosis albumin secara
teoritis antara kadar albumin yang diharapkan dan kadar albumin pre
pemberian dengan mengkonversikan data dengan berat barat pasien.
Selanjutnya hasil dari perhitungan teoritis tersebut dibandingkan
dengan dosis albumin yang diberikan pada pasien. Pada penelitian
ini kadar albumin yang diharapkan adalah 2,5 g/dL. Rumus
perhitungan kebutuhan albumin sebagai berikut (PPARSDS, 2003).
Kebutuhan albumin = (D-A) x BB x 0,8

Keterangan : D = Kadar albumin yang diharapkan (g/dL)


(dalam hal ini adalah 2,5 g/dL)
A = Kadar albumin aktual/pre (g/dL)
BB = Berat badan (kg)

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
58

Tabel V.5 Perbandingan kesesuaian dosis albumin


Pasien Berat Kadar Dosis Dosis Keterangan
No. Badan albumin kebutuhan albumin
(kg) pre albumin yang
(g/dL) (Perhitungan) diberikan
(g) (g)
1 47 1,91 22,18 20 Dosis yang
diberikan <
dosis kebutuhan
2 54 2,10 17,28 20 Dosis yang
diberikan >
dosis kebutuhan
3 52 2,16 14,14 20 Dosis yang
diberikan >
dosis kebutuhan
4 55 2,41 3,96 20 Dosis yang
diberikan >
dosis kebutuhan
5 56 2,36 6,27 20 Dosis yang
diberikan >
dosis kebutuhan
6 55 2,34 7,04 20 Dosis yang
diberikan >
dosis kebutuhan
7 57 2,39 5,02 20 Dosis yang
diberikan >
dosis kebutuhan
8 58 2,41 4,18 20 Dosis yang
diberikan >
dosis kebutuhan
9 58 2,39 5,10 20 Dosis yang
diberikan >
dosis kebutuhan
10 55 2,27 10,12 20 Dosis yang
diberikan >
dosis kebutuhan
2,41 3,96 20 Dosis yang
diberikan >
dosis kebutuhan
11 52 2,45 2,08 20 Dosis yang
diberikan >
dosis kebutuhan

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
59

Keterangan :
- Terdapat 1 pasien menerima 2 kali terapi albumin (pasien
nomor 10).
- Dosis pemberian albumin adalah sama pada setiap pasien
yaitu 20 g (20% dalam 100 mL).

Berdasarkan hasil yang telah didapatkan tersebut, peneliti


mengelompokkan berdasarkan kesesuaian pemberian dosis albumin
yang dibutuhkan pasien. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.3
berikut ini.

Tidak
sesuai
(8,3%)

Sesuai
(91,7%)

Gambar 5.3 Kesesuaian pemberian dosis albumin

5.4.5 Kenaikan kadar albumin berdasarkan proteinuria


Berdasarkan data lab proteinuria pasien PGK yang
menerima terapi albumin di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, berikut akan ditampilkan pada
Gambar 5.4 kenaikan kadar albumin berdasarkan masing-masing
data proteinuria pada pasien.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
60

0,40
0.45 0,36±0,02

Kenaikan kadar albumin (g/dL)


(1 pasien)
0.4 (3 pasien)
0.35
0.3 0,19±0,02
0.25 (5 pasien)
0.2
0.15
0.1
0.05
0
1+ 2+ 3+
Proteinuria

Gambar 5.4 Kenaikan kadar albumin berdasarkan proteinuria


Keterangan :
- Terdapat 1 pasien menerima 2 kali terapi albumin (pasien
nomor 10).
- Interval waktu (hari) pemeriksaan data lab proteinuria
berbeda-beda tiap pasien.
- Tidak semua pasien proteinurianya diketahui karena data
yang tidak lengkap (pasien nomor 4 dan 10).

5.4.6 Pengaruh data proteinuria terhadap penyebab PGK pada


pasien
Berdasarkan data pada status pasien PGK yang menerima
terapi albumin di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD
Dr. Soetomo Surabaya, berikut akan ditampilkan pada Tabel V.6
pengaruh data proteinuria terhadap penyebab terjadinya PGK yang
dialami oleh pasien.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
61

Tabel V.6 Pengaruh data proteinuria terhadap penyebab PGK pada


pasien
Penyebab Data proteinuria Total
penyakit Ada Tidak ada
1+ 2+ 3+
HT 1 1 2
DM + HT 1 2 3 6
DM+HT+ISK 1 1
HT+ISK+BSK 1 1
BSK 1 1
Keterangan :
- Interval waktu (hari) pemeriksaan data lab proteinuria
berbeda-beda tiap pasien.
- Tidak semua pasien proteinurianya diketahui karena data
yang tidak lengkap (pasien nomor 4 dan 10).

5.4.7 Kenaikan kadar albumin berdasarkan kondisi PGK


Pada penelitian ini dilakukan perekaman data laboratorium
pasien yakni serum kreatinin yang menunjukkan tingkat keparahan
(stadium) pada pasien PGK dengan mengkonversi menjadi nilai GFR
dengan menggunakan data demografi pasien berupa umur dan berat
badan. Estimasi GFR bisa menggunakan rumus MDRD (The
Modification of Diet in Renal Disease study equation) atau rumus
Cockroft-Goult sebagai berikut (K/DOQI, 2007).
(140–umur)s berat badan
GFR = x 0,85 untuk wanita
72 x serum kreatinin

Berikut ini akan ditampilkan pada Tabel V.7 data masing-


masing pasien beserta hasil perhitungan untuk mengetahui nilai GFR
pada pasien PGK.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
62

Tabel V.7 Penentuan nilai GFR pada pasien PGK


Pasien Umur Berat SCr GFR Kenaikan Kadar
No. (tahun) Badan (mg/dL) (ml/menit Albumin
(kg) /1,73 m2) (g/dL)
1 55 47 6,19 7,62 0,35
2 59 54 7,00 7,38 0,40
3 73 52 2,60 15,82 0,16
4 56 55 13,72 4,68 0,49
5 48 56 6,01 10,12 0,29
6 45 55 7,49 8,24 0,20
7 56 57 2,85 7,28 0,47
8 54 58 15,80 4,38 0,21
9 55 58 10,80 5,39 0,23
10 36 55 8,43 9,42 0,14
7,92 10,03 0,57
11 48 52 4,95 11,42 0,16

Berdasarkan hasil perhitungan untuk penentuan nilai GFR


tersebut, dapat didentifikasi kenaikan kadar albumin berdasarkan
nilai GFR yang dikelompokkan kedalam masing-masing stadium.
Stadium 1 dengan GFR ≥90 ml/menit/1,73 m2, stadium 2 dengan
GFR 60-89 ml/menit/1,73 m2, stadium 3 dengan GFR 30-59
ml/menit/1,73 m2, stadium 4 dengan GFR 15-29 ml/menit/1,73 m2,
dan stadium 5 dengan GFR <15 ml/menit/1,73 m2 (K/DOQI, 2007).
Hasil tersebut akan ditampilkan pada Gambar 5.5 berikut ini.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
63

0,32±0,02
0.35 (11 pasien)

Kenaikan kadar albumin (g/dL)


0.3
0.25
0,16
0.2 (1 pasien)
0.15
0.1
0.05
0
Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3 Stadium 4 Stadium 5
Stadium PGK

Gambar 5.5 Kenaikan kadar albumin berdasarkan kondisi PGK


Keterangan :
- Terdapat 1 pasien menerima 2 kali terapi albumin (pasien
nomor 10).
- Tidak terdapat pasien PGK stadium 1, stadium 2, dan
stadium 3.

5.5 Drug Related Problem (DRP)


Penggunaan albumin pada pasien PGK dapat menimbulkan
Drug Related Problem (DRP). Dalam penelitian ini, DRP yang
terjadi adalah terdapat indikasi namun tidak ada terapi. Pasien
dengan kadar albumin <2,5 g/dL seharusnya mendapatkan terapi
albumin untuk mencukupi kebutuhan albuminnya (Kepmenkes,
2014). Pada Tabel V.8 akan ditampilkan kadar albumin post pasien
<2,5 g/dL yang seharusnya mendapatkan terapi albumin tetapi pasien
tersebut tidak mendapatkan terapi.
Tabel V.8 Kadar albumin pasien yang tergolong DRP
Pasien No. Albumin Pre (g/dL) Albumin Post (g/dL)
1 1,91 2,26
3 2,16 2,32

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
64

Dari Tabel V.8 tersebut, dapat diketahui bahwa pasien


setelah mendapatkan terapi albumin pertama kali didapatkan kadar
albumin post masih <2,5 g/dL, tetapi pasien tidak mendapatkan
terapi albumin kembali untuk mengatasi hipoalbuminemianya.
Sehingga seharusnya pasien membutuhkan terapi albumin kembali.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB VI

PEMBAHASAN

Studi penggunaan albumin pada pasien Penyakit Ginjal


Kronik (PGK) ini dilakukan pada pasien yang menjalani rawat inap
di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo
Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola penggunaan
albumin pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) meliputi jenis,
dosis, cara pemberian, durasi pemberian, capaian terapi, faktor yang
mempengaruhi capaian albumin, serta mengidentifikasi Drug
Related Problem (DRP) terapi albumin. Data yang diperoleh dari
penelitian secara prospektif ini menunjukkan bahwa jumlah pasien
PGK yang mendapat terapi albumin selama periode 16 Maret sampai
15 Juli 2015 adalah 11 pasien sebagai sampel penelitian. Pada
penelitian ini sampel terbatas karena terbatasnya waktu dan tempat
penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi pasien berdasarkan
jenis kelamin terdata sebesar 3 (27,3%) pasien laki-laki dan 8
(72,7%) pasien perempuan (Tabel V.1). Dari data tersebut dapat
dilihat bahwa pasien PGK lebih banyak dialami oleh perempuan.
Prevalensi secara signifikan penyakit ginjal kronik dialami lebih
tinggi pada wanita dibandingkan pada pria (Callaghan, 2011; Stack
et al 2014). Pengelompokan umur pasien (Tabel V.1) dilakukan
berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2014 yang
menunjukkan bahwa prevalensi terbesar 7 (63,6%) pasien PGK
terjadi pada umur 55 sampai 74 tahun, kemudian diikuti oleh pasien
berumur 45 sampai 54 tahun sebanyak 4 (36,4%). Hal tersebut sesuai
dengan penelitian yang menyatakan bahwa prevalensi terbesar

65
SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
66

pasien PGK stage akhir (ESRD) adalah diatas 45 tahun (Yamagata et


al, 2007). Hal ini dikaitkan dengan semakin meningkatnya usia,
maka terjadi penurunan GFR, selain itu seiring bertambahnya usia
juga muncul penyakit penyerta yang memperparah kondisi ginjal
(Joy et al, 2008). Hasil penelitian berdasarkan berat badan pasien
(Tabel V.1) diketahui pasien dengan berat badan yang bervariasi.
Perbedaan berat badan pada pasien disebabkan karena retensi
natrium dan air akibat penurunan fungsi ekskresi oleh ginjal
(McPhee, 2006).
Terdapat beberapa penyakit yang menjadi penyebab
terjadinya PGK pada penelitian ini. Dari 11 pasien terdapat 10
(90,9%) pasien mengalami hipertensi. Hal tersebut sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa hipertensi menyebabkan
peningkatan tekanan glomerulus dan hiperfiltrasi, dimana hal ini
mengarahkan pada terjadinya sklerosis glomerulus dan penuruan
jumlah nefron (Perlman et al., 2014). Pengaruh hipertensi terhadap
perkembangan penyakit ginjal kronik ke stadium 5 adalah sebesar
5,6% (Joy et al, 2008). Peningkatan tekanan darah sistemik akan
diikuti dengan peningkatan tekanan di glomerular yang akan
menyebabkan kerusakan pada ginjal yang diikuti dengan penurunan
GFR (Bidani and Griffin, 2004). Pada kondisi PGK akan terjadi
gangguan yang memicu terjadinya retensi natrium. Retensi tersebut
berdampak pada peningkatan volume ekstraseluler yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah (Tedla et al., 2011).
Sedangkan pada urutan kedua penyakit yang menjadi
penyebab terjadinya penyakit ginjal kronik adalah diabetes mellitus
yaitu sebanyak 7 (63,6%) pasien. Diabetes melitus dapat

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
67

menyebabkan kerusakan ginjal karena adanya pembentukan dari


produk akhir proses glikosilasi atau disebut Advanced Glycation End
Products (AGE Products) di pembuluh darah. AGE products dapat
menyebabkan kerusakan ginjal melalui beberapa mekanisme, yaitu
melalui penebalan membran basal pada ginjal sehingga fungsi filtrasi
menjadi berkurang, serta AGE products dapat menyebabkan
inaktivasi nitric oxide sehingga pembuluh darah akan mengalami
vasokontriksi dan menimbulkan gangguan aliran darah pada ginjal
(Mason dan Assimon, 2013; Sulistyoningrum, 2014). Kemudian
terdapat beberapa pasien yang mengalami infeksi saluran kemih dan
batu saluran kemih masing-masing sebanyak 2 (18,2%) pasien. Batu
saluran kencing dapat menyebabkan obstruksi pada saluran kencing.
Adanya obstruksi dapat menyebabkan dilatasi pada pelvis ginjal
(hydronephrosis) dan meningkatkan tekanan pada ginjal.
Peningkatan tekanan pada ginjal akan menyebabkan proses filtrasi
terganggu dan menurunkan GFR (Curhan, 2015; Seifter, 2015).
Terjadinya infeksi saluran kemih karena adanya gangguan
keseimbangan antar mikroorganisme penyebab infeksi sebagai agent
dan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini
disebabkan oleh karena pertahanan tubuh dari host yang menurun
atau karena virulensi agent meningkat sehingga menyebabkan
terjadinya sklerosis (Keddis & Rule, 2013). Satu pasien dapat
mengalami lebih dari satu penyebab dari penyakit ginjal kronik.
Adapun diagnosis yang menyertai pada pasien PGK saat
mendapat terapi albumin dicatat pada status pasien setiap hari dan
dapat berubah setiap hari. Dari total 11 pasien, seluruh pasien yaitu
11 (100,0%) pasien mengalami hipoalbuminemia, 7 (63,6%) pasien

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
68

mengalami edema, 5 (45,4%) pasien mengalami asidosis metabolik,


4 (18,2%) pasien mengalami anemia, 2 (18,2%) pasien mengalami
anuria, dan masing-masing 1 (9,1%) pasien mengalami gangren
pedis, ulcus pedis, edema paru, dan efusi pleura. Satu pasien dapat
mengalami lebih dari satu kondisi.
Hipoalbuminemia sebagai diagnosis penyerta pada pasien
penyakit ginjal kronik dengan jumlah terbanyak merupakan kondisi
dimana terjadinya penurunan serum albumin hingga dibawah 3,5
g/dL, namun signifikansi secara klinis nampak ketika kadar serum
albumin dibawah 2,5 g/dL (Gatta et al., 2012). Pada penyakit ginjal
kronik permeabilitas kapiler glomerulus meningkat dan protein dapat
ditemukan dalam urin (proteinuria). Proteinuria merupakan indikasi
dari hipertensi intraglomerular dan abnormalitas permeabilitas
glomerular. Sebagian besar komposisi protein adalah albumin, dan
kelainan ini disebut albuminuria. Keadaan ini biasanya
dinterpretasikan sebagai pertanda mulai terjadinya nefropati. Jumlah
protein dalam urin mungkin bisa sangat banyak, khususnya dalam
nefrosis. Hal ini dapat menyebabkan hipoalbuminemia yang dapat
menurunkan tekanan onkotik yang bisa berlanjut pada kondisi
peningkatan cairan ekstraseluler dan menyebabkan edema karena
akumulasi cairan di jaringan (Barrett et al., 2012).
Pada asidosis metabolik terjadi pH yang rendah dan tekanan
darah berkurang sebagai akibat penurunan resistensi perifer dan
gangguan kontraktilitas miokard. Asidosis metabolik kronik
menyebabkan hiperkalsiuria dan pembuferan asam oleh tulang
sehingga menyebabkan tulang kehilangan kalsium. Diagnosis
penyerta lain yang dialami pasien penyakit ginjal kronik adalah

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
69

anemia. Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh


produksi eritropoietin yang tidak adekuat oleh ginjal dan dapat
diobati dengan pemberian eritropoietin subkutan atau intravena. Hal
ini bisa bekerja bila kadar besi, folat, dan vitamin B12 adekuat dan
pasien dalam keadaan baik (Joy et al., 2008).
Pedoman Penggunaan Albumin edisi II tahun 2003 RSUD
Dr. Soetomo Surabaya merekomendasikan penggunaan albumin
sebagai terapi suplemen pada keadaan hipoalbuminemia, dimana
kondisi tersebut disebabkan oleh penurunan produksi maupun
peningkatan destruksi atau kehilangan albumin yang membahayakan
jiwa penderita akibat terjadinya gangguan keseimbangan cairan atau
tekanan onkotik dan rangkaian penyakit atau kelainan yang
ditimbulkannya (PPARSDS, 2003). Terapi albumin pada pasien
penyakit ginjal kronik diberikan ketika pasien mengalami
hipoalbuminemia dengan kadar albumin <2,5 g/dL (Kepmenkes,
2014). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang didapat bahwa
seluruh pasien yang menerima terapi albumin dalam penelitian ini
memiliki kadar albumin pre <2,5 g/dL.
Jenis albumin yang ada terdapat 3 macam menurut
Kepmenkes RI No 159 tahun 2014, yaitu albumin 5%, 20%, dan
albumin 25%. Albumin yang digunakan di Instalasi Rawat Inap Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya hanya menggunakan
satu jenis albumin yaitu albumin 20% volume 100 mL. Sediaan
tersebut mengandung 20 gram albumin. Cara pemberiannya adalah
secara infusi drip. Durasi pemberian albumin tidak boleh lebih dari 4
jam setelah kemasan dibuka (PPARSDS, 2003). Hasil penelitian
mengatakan bahwa durasi pemberian albumin bervariasi tiap pasien.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
70

Penggolongan pasien berdasarkan durasi pemberian albumin dapat


dilihat pada Gambar 5.1. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut,
durasi pemberian albumin dengan pasien terbanyak yaitu 3 jam 30
menit sebanyak 5 (41,7%) pasien. Kemudian diikuti oleh durasi 4
jam, 3 jam , dan 3 jam 15 menit berturut-turut sebanyak 4 (33,3%)
pasien, 2 (16,7%) pasien, dan 1 (8,3%). Durasi pemberian ini
selanjutnya berkaitan dengan stabilitas sediaan albumin, karena
apabila sediaan telah terbuka harus dipakai sebelum 4 jam, karena
mudah terkoagulasi oleh panas (PPARSDS, 2003). Albumin
disarankan diberikan dengan laju infusi tidak lebih dari 2 mL/menit
(100 ml dalam 4 jam) sebab laju yang lebih cepat dapat
menyebabkan penuruan tiba-tiba pada tekanan darah utamanya pada
pasien geriatri dengan risiko gagal jantung kongestif (Zhoue et al.,
2013). Kecepatan drip yang disarankan adalah 20 tetes/menit
(PPARSDS, 2003).
Dosis pemberian albumin yang diterima pasien di Instalasi
Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya
adalah 20 gram per botol pada setiap pemberian. Menurut
Keputusan Dirjen Binfar dan Alkes No. HK.02.03/III/1346/2014
mengenai pedoman penerapan formularium nasional, untuk albumin
20% maksimal pemberian 100 mL per hari. Penggunaan albumin
dapat diulang setiap 1 sampai 2 hari disetiap pemberian (Lacy,
2008). Pada Tabel V.4 dapat dilihat bahwa diantara 11 pasien yang
temasuk sampel penelitian, 10 pasien diantaranya mendapatkan 1
kali pemberian terapi albumin dan 1 pasien lainnya mendapatkan 2
kali terapi albumin pada hari yang berbeda, sehingga pemberian 1
botol albumin 100 mL 20% yang mengandung 20 gram albumin

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
71

secara teoritis sudah mencukupi. Hal ini dikarenakan penggunaan


albumin dalam pengaturan klinis terus menjadi pertimbangan
disebabkan karena penggunaannya membutuhkan biaya yang relatif
tinggi dan dilakukan pembatasan penggunaan berdasarkan tingkat
keparahan serta rendahnya kadar albumin pasien (Boldt, 2010).
Capaian terapi albumin dapat dilihat dari kenaikan kadar
albumin serta kesesuaian pemberian dosis albumin berdasarkan
perhitungan. Kenaikan kadar albumin dapat diketahui dari selisih
kadar albumin pre dan albumin post pemberian pada hasil
laboratorium masing-masing pasien. Kadar albumin pre adalah kadar
albumin terakhir yang diperiksa sebelum pemberian albumin,
sedangkan kadar albumin post adalah kadar albumin pertama yang
diperiksa setelah pemberian albumin. Berdasarkan data yang telah
diperoleh bahwa seluruh sampel penelitian setelah mendapatkan
terapi albumin mengalami kenaikan kadar albumin dengan kenaikan
kadar yang berbeda-beda pada setiap pasien. Hal ini dikarenakan
kebutuhan dosis masing-masing pasien berbeda, serta disebabkan
karena interval waktu pemeriksaan albumin pre dan albumin post
berbeda-beda pada setiap pasien. Kemudian dilakukan perhitungan
selisih antara kadar albumin post dan kadar albumin pre sehingga
dapat diketahui kenaikan kadar albumin masing-masing pasien
setelah menerima terapi albumin. Dari 11 pasien (12 kali pemberian
albumin) didapatkan kadar albumin pre rata-rata sebesar 2,30±0,02
g/dL, kadar albumin post rata-rata sebesar 2,61±0,02 g/dL, dan
kenaikan kadar albumin rata-rata sebesar 0,31±0,02 g/dL. Kadar
albumin pre, albumin post, kenaikan kadar albumin, beserta rata-

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
72

ratanya dapat dilihat pada Tabel V.4. Untuk melihat pola kenaikan
kadar albumin pre dan albumin post dapat dilihat pada Gambar 5.2.
Kesesuaian pemberian dosis terapi albumin dapat
diidentifikasi dari perhitungan kebutuhan dosis albumin secara
teoritis antara kadar albumin yang diharapkan dan kadar albumin pre
pemberian dengan mengkonversikan data dengan berat barat pasien.
Selanjutnya hasil dari perhitungan teoritis tersebut dibandingkan
dengan dosis albumin yang diberikan pada pasien. Pada penelitian
ini kadar albumin yang diharapkan adalah 2,5 g/dL. Rumus
perhitungan kebutuhan albumin dapat dihitung berdasarkan
PPARSDS tahun 2003. Perhitungan dosis kebutuhan albumin
dikonversikan dengan data berat badan pasien dan kadar albumin
pre. Dalam hal ini kadar albumin yang diharapkan adalah 2,5 g/dL
karena dikatakan bahwa pasien membutuhkan terapi albumin ketika
kadar albuminnya <2,5 g/dL. Hasil perhitungan kebutuhan albumin
pasien dapat dilihat pada Tabel V.5 dan Gambar 5.3. Dari tabel
tersebut menunjukkan bahwa pasien dengan jumlah terbanyak yaitu
11 (91,7%) pasien, dosis pemberian albumin telah sesuai dengan
dosis albumin yang dibutuhkan. Sedangkan 1 (8,3%) pasien lainnya
pemberian dosis albumin tidak sesuai dengan dosis yang dibutuhkan.
Terdapat 1 pasien yang menerima 2 kali terapi albumin yaitu pasien
nomor 10.
Faktor yang mempengaruhi capaian albumin pada pasien
PGK diantaranya yaitu proteinuria, uremia, dan sintesis asam amino
dalam tubuh. Dalam hal ini sintesis asam amino dalam tubuh tidak
dapat diketahui karena tidak dilakukan pengamatan. Proteinuria yang
terdeteksi secara klinis merupakan hal yang abnormal dan biasanya

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
73

merupakan penanda dini penyakit ginjal kronik (Nitsch, 2013).


Sindrom nefrotik timbul jika proteinuria yang terjadi cukup berat
sehingga menyebabkan hipoalbuminemia dan terjadi retensi air dan
natrium yang menyebabkan edema (Boldt, 2010). Oleh karena itu
dilakukan penggolongan kenaikan kadar albumin berdasarkan
proteinuria. Kenaikan kadar albumin dihitung dari selisih kadar
albumin post dan kadar albumin pre pasien. Hubungan kenaikan
kadar albumin berdasarkan proteinuria pasien dapat dilihat pada
Gambar 5.4. Pada Gambar tersebut, dapat dilihat bahwa semakin
tinggi proteinuria maka rata-rata kenaikan kadar albumin lebih
rendah. Hal ini terbukti bahwa kerusakan pada ginjal menyebabkan
membran glomerular bocor sehingga protein dalam jumlah cukup
besar tidak terfiltrasi dan masuk ke dalam urin, menyebabkan
terjadinya penurunan tekanan onkotik yang berlanjut pada kondisi
peningkatan cairan ekstraseluler yang berujung edema, sehingga
kenaikan kadar albumin menjadi lebih rendah (Monhart, 2013).
Proteinuria dikaitkan dengan penyakit penyebab terjadinya
PGK mempengaruhi capaian albumin dapat diliat dari data
proteinuria (Tabel V.6), diantaranya yaitu penyakit diabetes mellitus
dan hipertensi. Pasien DM harus mewaspadai beragam komplikasi
kronis yang ditimbulkan oleh penyakit diabetes salah satunya ialah
nefropati diabetik (penyakit ginjal diabetik). Nefropati diabetik ialah
gangguan fungsi ginjal akibat terdapatnya kebocoran yang
memungkinkan protein lolos dan bercampur dengan urin. Kondisi ini
menyebabkan fungsi penyaringan, pembuangan, dan hormonal ginjal
terganggu yang dapat mengakibatkan rangsangan pembuatan sel
darah merah di sumsum tulang akan menurun sehingga terjadi

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
74

gejala-gejala anemia. Pada kondisi lanjut, hal ini bisa menyebabkan


gagal ginjal terminal. Mekanisme diabetes dalam merusak ginjal
diawali dengan tingginya gula darah dalam tubuh sehingga bereaksi
dengan protein yang pada akhirnya mengubah struktur dan fungsi
sel, termasuk membran basal glomerulus. Akibatnya, penghalang
protein rusak dan terjadi kebocoran protein ke urin (albuminuria)
(Joy et al., 2008). Pada pasien hipertensi, mikroalbuminuria
berhubungan dengan luasnya penyakit kardiovaskuler
arterosklerosis. Mikroalbuminuria merupakan konsekuensi
kerusakan organ ginjal yang terjadi karena hipertensi. Adanya
peningkatan ekskresi albuminuria menunjukkan peningkatan jumlah
albumin yang melewati transkapiler dan merupakan pertanda
kerusakan mikrovaskuler sehingga mengakibatkan terjadinya
kebocoran albumin (Tedla et al., 2011).
Tingkat keparahan (stadium) PGK ditunjukkan berdasarkan
nilai GFR pasien. Nilai GFR pasien didapat dari konversi serum
kreatinin dengan menggunakan rumus tertentu. Pada penelitian ini
digunakan rumus konversi berdasarkan MDRD (The Modification of
Diet in Renal Disease study equation) atau rumus Cockroft-Goult,
yang dikonversikan dengan data umur, berat badan, dan data serum
kreatinin pasien. Adapun klasifikasi stadiumnya adalah pasien
stadium 1 dengan GFR ≥90 ml/menit/1,73 m2, stadium 2 dengan
GFR 60-89 ml/menit/1,73 m2, stadium 3 dengan GFR 30-59
ml/menit/1,73 m2, stadium 4 dengan GFR 15-29 ml/menit/1,73 m2,
dan pasien stadium 5 dengan GFR <15 ml/menit/1,73 m2 (K/DOQI,
2007). GFR digunakan sebagai patokan fungsi ginjal karena GFR
menunjukkan kemampuan filtrasi ginjal dan menunjukkan kondisi

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
75

yang kontinyu dari fungsi ginjal itu sendiri. Pada Gambar 5.5 terlihat
bahwa banyaknya jumlah pasien meningkat seiring dengan tingkat
keparahan PGK. Dari data tersebut terlihat bahwa PGK merupakan
penyakit yang bersifat progresif dan penurunan fungsi ginjal akan
menyebabkan komplikasi lain seperti hipertensi dan penyakit
kardiovaskuler lainnya yang turut berkontribusi dalam
perkembangan penyakit ini (NKF, 2002). Pada Tabel V.7 dapat
dilihat kenaikan kadar albumin dan kenaikan nilai GFR dari masing-
masing pasien. Seharusnya kenaikan kadar albumin selaras dengan
kenaikan nilai GFR karena semakin rendah nilai GFR maka tingkat
kebocoran ginjal (proteinuria) semakin besar dan kenaikan albumin
semakin kecil (Nitsch, 2013). Namun dalam penelitian ini, terdapat
beberapa pasien yang menunjukkan kenaikan albumin yang tinggi
tapi memiliki nilai GFR yang rendah, atau sebaliknya. Hal tersebut
menandakan bahwa tidak hanya kecukupan albumin saja yang
dibutuhkan agar terapi dapat maksimal, melainkan ada faktor-faktor
lain yang mendukung supaya target terapi dapat tercapai diantaranya
adalah nutrisi yang cukup (Campbell et al, 2014). Semakin turunnya
GFR, fungsi ekskresi ginjal terganggu dan menyebabkan terjadinya
uremia sehingga menyebabkan menumpuknya metabolit toksik yang
mengganggu kerja liver. Liver tidak mampu mengimbangi hilangnya
albumin dan kadar albumin pada sirkulasi menurun, menyebabkan
edema seringkali terjadi (Campbell et al, 2014).
Selain itu, kenaikan kadar albumin juga dipengaruhi oleh
kemampuan tubuh untuk mensistesis asam amino. Kemampuan
sintesis pada individu normal sekitar 100-200 mg/kg BB/hari
(Shargel et al., 2005). Kemampuan sintesis ini dipengaruhi asupan

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
76

protein (asam amino) sebagai bahan baku ke liver (NKF, 2005).


Ketika laju sintesis menurun karena malnutrisi, terjadi penurunan
kadar albumin pada sirkulasi, menyebabkan berpindahnya albumin
ekstravaskular ke aliran darah, serta menurunnya laju degradasi
albumin. Malnutrisi pada pasien PGK (terutama stadium 4 dan 5)
disebabkan karena tidak cukupnya intake makanan dimana dapat
disebabkan karena restriksi protein sebagai langkah intervensi untuk
menghambat progresifitas pada pasien PGK (Hudson & Wazny,
2014).
Setelah mengamati jenis, dosis, cara pemberian, durasi
pemberian, capaian terapi, faktor yang mempengaruhi capaian
albumin, selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap adanya Drug
Related Problem (DRP) pada terapi albumin di Instalasi Rawat Inap
Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Pada penelitian
ini terjadi DRP berupa terdapat indikasi namun tidak ada terapi.
Pasien PGK dengan kadar albumin <2,5 g/dL seharusnya
mendapatkan terapi albumin untuk mencukupi kebutuhan
albuminnya (Kepmenkes, 2014). Akan tetapi terdapat beberapa
pasien yang telah diberikan albumin didapatkan kadar albumin post
masih <2,5 g/dL dan pasien tersebut tidak diberikan terapi albumin
kembali untuk mengatasi hipoalbuminemianya. Sehingga seharusnya
pasien membutuhkan terapi albumin kembali.
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa terdapat
beberapa pasien yang tidak sesuai mengenai pemberian dosis
albumin sehingga kebutuhan albumin pasien tidak terpenuhi. Selain
itu juga pemeriksaan laboratorium sebelum dan sesudah pemberian
albumin perlu dilakukan dengan interval waktu yang sama pada

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
77

setiap pasien untuk mengetahui data aktual supaya hasil penelitian


lebih representatif. Oleh sebab itu, diperlukan perhatian yang cukup
dalam penggunaan obat, dalam hal ini penggunaan albumin. Dengan
demikian diperlukan kolaborasi interprofesional yang melibatkan
apoteker untuk mengoptimalkan terapi dan mencegah terjadinya
DRP. Agar terapi dapat optimal, diperlukan pula peran dokter dan
apoteker untuk memberikan saran kepada pasien terkait terapi non-
farmakologi. Sedangkan untuk mencegah DRP, apoteker perlu
melakukan implementasi pharmaceutical care dan melakukan
monitoring efek samping obat pada pasien. Serangkaian peran
tersebut diharapkan dapat meingkatkan kualitas pelayanan kesehatan
sehingga pasien mendapatkan outcome terapi yang optimal.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang studi penggunaan
albumin pada pasien PGK di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan jumlah sampel 11
pasien, dapat diambil kesimpulan:
1. Capaian terapi albumin dilihat dari kadar albumin pre,
albumin post, dan kenaikan kadar albumin, serta kesesuaian
pemberian dosis albumin berdasarkan perhitungan. Seluruh
sampel penelitian mengalami kenaikan kadar albumin
setelah diberikan terapi dengan kenaikan yang bervariasi
tiap pasien. Rata-rata kenaikan kadar albumin sebesar
0,31±0,02 g/dL. Dari perhitungan kebutuhan albumin
didapatkan 91,7% pasien telah diberikan dosis yang sesuai
dengan dosis albumin yang dibutuhkan, sedangkan 8,3%
pasien lainnya diberikan dosis albumin yang tidak sesuai
dengan dosis yang dibutuhkan.
2. Faktor yang mempengaruhi kenaikan kadar albumin yaitu
proteinuria, uremia, dan sintesis asam amino dalam tubuh.
3. Masalah terkait obat yang terjadi yaitu adanya indikasi
namun tidak diberikan terapi, sebesar 16,6%.
3.2 Saran
1. Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium sebelum dan
sesudah pemberian albumin dengan interval waktu yang
sama pada setiap pasien untuk mengetahui data aktual
supaya hasil penelitian lebih representatif.

78
SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
79

2. Perlu diperhatikan mengenai penyesuaian pemberian dosis


pada pasien supaya efek terapi lebih mudah dicapai.
3. Perlu kolaborasi interprofesional yang melibatkan apoteker
dalam pemberian konseling, monitoring, evaluasi, dan tidak
lanjut terkait penggunaan albumin untuk mendukung
tercapainya outcome terapi yang diinginkan, termasuk
durasi pemberian albumin, penyakit penyerta pasien, dan
pemantauan terhadap penggunaan obat-obatan yang
diberikan pada pasien.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
80

DAFTAR PUSTAKA

Ackland, P., 2013. Prevalence, Detection, Evaluation and


Management of Chronic Kidney Disease. In: D.
Goldsmith, S. Jayawardene & P. Ackland, eds. ABC of
Kidney Disease. West Sussex: John Wiley & Sons, pp.
15-22.
Barrett, K. E., Barman, S. M., Scott, B. & Brooks, H. L., 2012. Renal
Physiology. In: Ganong's Review of Medical
Physiology. New York: McGraw Hill, pp. 674-680.
Boldt, J., 2010. Use of Albumin : an Update. British Journal of
Anaesthesia.
Callaghan, C., Shine, & Lasserson, D.S., 2011. Chronic Kidney
Disease: a large scale population-based study of the
effects of introducing the CKD for eGFR reporting, p. 4.
Campbell, K., Bogard, J., & Millichamp, A., 2014. Nutrition
Prescription to Achieve Positive Outcome in Chronic
Kidney Disease: A Systemic Review, pp. 417-419.
Cipolle, R.J., Strand, L.M., and Moley, P.C., 2004. Pharmaceutical
Care Practice: The Clinicians Guide, New York:
McGraw-Hill Companies, Inc. pp.382-384
Cohen, S. D. & Kimmel, P. L., 2007. Nutritional Status,
Psychological Issues and Survival in Hemodialysis
Patients. Contrib Nephrol, Volume 155, pp. 1-17.
Curhan, G.C., 2015. Nephrolithiasis. In: D.L. Longo, D.L. Kasper,
J.L. Jameson, A.S. Fauci, S.L. Hauser, and J. Loscalzo
(Eds.). Harrison’s Principles of Internal Medicines, Ed.
19th, New York: McGraw-Hill Companies, pp. 1866-1870.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
81

Depkes RI, 1995. Farmakope Indonesia Edisi 4. Jakarta:


Departemen Kesehatan. pp. 69-70.
Franch-Arcas, G., 2001. The Meaning of Hypoalbuminemia in
Clinical Practice. Clinical Nutrition, 20(3), pp. 265-269.
Gatta, A., Verardo, A. & Bolognesi, M., 2012. Hypoalbuminemia.
Intern Emerg Med, 7(3), pp. 193-199.
Greene R.J., Harris N.O., Goodyer L.I., 2000, Pathology and
Therapeutic for Pharmacist, A Basic for Clinical
Pharmacy Practice, 2nd Edition, London :
Pharmaceutical Press, p. 150-153, 176-179, 183-184.
Guyton, A.C and Hall, J.E., 2006. Glomerular Filtration, Renal
Blood Flow, and Their Control. In : Guyton, A.C and
Hall, J.E. Textbook of Medical Phyisiology, Ed. 11th,
Philadelphia : Elsevier Saunders Inc., p. 307-311.
Hahn, G. R., 2011. Coloid Fluids. In: G. R. Hahn, ed. Critical Fluid
Therapy in The Perioperative Setting. New York:
Cambridge University Press, pp. 11-16.
Hall, J. E., 2010. Guyton and Hall: Textbook of Medical
Physiology. 12th ed. New York: Saunders, pp. 413-416.
Hasan, I. & Indra, T. A., 2008. Peran Albumin dalam
Penatalaksanaan Sirosis Hati. Medicinus, 21(2), p. 3.
Herrmann, F. R., Safran, C., Levkoff, S. E. & Minaker, K. L., 1992.
Serum Albumin Level on Admission as a Predictor of
Death, Length of Stay, and Readmission. Arch Intern
Med, 152(1), pp. 125-130.
Hudson, J. Q. & Wazny, L. D., 2014. Chronic Kidney Disease. In: J.
T. Dipiro, ed. Pharmacotherapy and Patophysiology

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
82

Approach 9th Edition. New York: McGraw Hill, pp.


633-670.
Join Formulary Commitee, 2014. British National Formulary. 67
ed. London: Pharmaceutical Press., pp. 859-861.
Joy, M.S., 2005. Chronic Kidney Disease: Progression Modifying
Therapies. In : DiPiro J.T.,(Eds), Pharmacotheraphy A
Pathophysiologic Approach, 6th Edition, New York :
The McGraw-Hill Companies, Inc, p. 799-820.
Kepmenkes RI, 2014. Riset Kesehatan Dasar, Jakarta: Kemenkes
RI.
Kementrian Kesehatan RI, 2011. Pedoman Intepretasi Data
Klinik. Jakarta: Kemenkes, pp. 3-7, 27-43.
Kidney Disease Outcome Quality Initiative Guidelines. 2007.
Definition and Classification of Stages of Chronic
Kidney Disease, Part 4, Guideline 1, New york : National
Kidney Foundation Inc., pp. 547-551, 568-569.
Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2 di
Indonesia, 2011. Diabetes dengan Nefropati Diabetik,
Jakarta. pp. 56-57.
Krauss, A.G and Hak, L.J., 2000. Chronic Renal Disease. In :
Herfindal, E.T and Gourley, D.R. Textbook of
Therapeutic Drug and Disease Management, Ed. 7th,
Vol. 1, Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, p.
449-453, 463-472.
Mason, D.L., Assimon, M.M., 2013. Chronic Kidney Disease. In:
Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo,
B.J., Jacobson, P.A., Kradjan, W.A., Williams, B.R.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
83

(Eds.). Applied Therapeutics: The Clinical Use of Drugs.


Ed, 10th, Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, pp.
764-780.
McEvoy, G. M. et al., 2011. AHFS Drug Information Essentials.
Bethesda: American Society of Health-System
Pharmacists.
McPhee, S. J. and Ganong, W. F., 2006. Renal Disease.
Pathophysiology of Disease An Introduction to Clinical
Medicines, Ed. 5th, New York: McGraw-Hill Companies,
pp. 462-481.
National Kidney Foundation, 2005. K/DOQI Clinical Practice
Guidelines for Cardiovascular Disease in Dialysis
Patients. Chronic Kidney Disease, 45(4), pp. S1-S154.
Nitsch, D., 2013. Assosiations of estimated glomerular filtration rate
and albuminuria with mortality and renal failure, pp. 3-4.
Nolin, T.D., Himmelfarb, J., and Matzke, G.R., 2002. Drug Induced
Kidney Disease. In : DiPiro, J.T., Wells, B.G., and Posey,
L.M. Pharmacotherapy A Pathophysiology Approach,
Ed. 6th, New York : Mc Graw Hill Medical Publishing
Division, p.910.
Pagana, K. D. & Pagana, T. J., 2011. Mosby's Diagnostic and
Laboratory Test Reference. 11th ed. St. Louis: Elsevier.,
pp.352-354.
Perlman, R. L., Heung, M. & Ix, J. H., 2014. Renal Disease. Dalam:
G. D. Hammer & S. J. McPhee, penyunt.
Pathophysiology of Disease: An Introduction to

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
84

Clinical Medicine 7th Edition. New York: McGraw-Hill,


pp. 455-481.
Peters, T., 1995. All About Albumin - Biochemistry, Genetics,
and Medical Applications. New York: Academic Press.,
pp. 12-13.
Rennke, H. G. & Denker, B. M., 2014. Renal Pathophysiology:
The Essentials. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins., pp. 591-594.
Seifter, J.L., 2015. Urinary Tract Obstruction. In: D.L. Longo, D.L.
Kasper, J.L. Jameson, A.S. Fauci, S.L. Hauser, and J.
Loscalzo (Eds.). Harrison’s Principles of Internal
Medicines, Ed. 19th, New York: McGraw-Hill Companies,
pp. 1871-1876.
Shargel L, Pong SW, Yu ABC, 2005. Applied Biopharmaceutics &
Pharmakokinetics, 5th Edition, New York : The
McGraw-Hill Companies, Inc, p. 134,673.
Soni, N., 2009. Human Albumin Solutions and the Controversy of
Crystalloids Versus Coloid. In: M. Contreras, ed. ABC of
Tranfusions. West Sussex: Wiley Blackwell, pp. 48-53.
Sulistyoningrum, E., 2014. Perubahan Seluler dan Molekuler Pada
Nefropati Diabetik. Mandala of Health, Vol. 7 No. 1, hal.
514-520.
Wilson, Lorraine M., 2006. Gangguan Sistem Ginjal. In : Hartanto,
H., Susi, N., Wulansari, P., dan Mahanani, D.A.
Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Ed. 6, Vol. 2, Jakarta : EGC, Hal. 865; 917-918; 951-952;
964-965.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
85

Wing, M. R., Raj, D. S. & Velasquez, M. T., 2015. Protein Energy


Metabolism in Chronic Kidney Disease. Dalam: P. L.
Kimmel & M. E. Rosenberg, penyunt. Chronic Renal
Disease. Amsterdam: Academic Press, pp. 106-125.
Yamagata, K., Ishida, K., Sairenchi, T., Takahashi, H., Ohba, S.,
Shiigai, T., Narita, M., Koyama, A., 2007. Risk Factors
for Chronic Kidney Disease in a Community-based
Population: a 10-year follow-up study. Kidney
International, Vol. 71, pp.159-166.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
89

LAMPIRAN 2
SURAT KELAIKAN ETIK

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.


ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
90

LAMPIRAN 3
TERAPI LAIN

Pasien PGK pada penelitian ini juga menerima terapi lain


selain albumin karena adanya berbagai kondisi yang menyertai.
Berikut akan ditampilkan berbagai macam obat berdasarkan indikasi
yang juga diterima pasien.
Nama obat Nama obat
Antihipertensi: Antikoagulan:
Amlodipin Kalnex (asam traneksamat)
Metildopa Vitamin K
PRC
Analgesik narkotik:
Codein Antipiretik:
Paracetamol
Antibiotik:
Ceftriakson Diuretik:
Metronidazol Furosemid
Ciprofloxacin
Meropenem Suplemen & Terapi
Penunjang:
Antihiperurisemia: Asam folat
Allopurinol Kalitake (Ca polystyrene
sulfonate)
Antidispepsia: KSR (Potassium chloride)
Omeprazole Ca glukonas
Metoclopramide Kapsul garam
Sucralfat Nabic
Ranitidin
Lain-lain:
Resusitasi: CaCO3
PZ Nefrisol
D5 TKRPRG
NaCl

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN..... SYARIFAH NURUL M.

You might also like