You are on page 1of 52

LAPORAN KASUS

TUMOR MEDIASTINUM

Oleh:

Finty Arfian

NIM 132210101004

Dokter Pembimbing:

dr. Angga Mardro Rahardjo Sp.P

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

SMF/LAB. ILMU PENYAKIT DALAM

RSD dr. SOEBANDI JEMBER

2018
LAPORAN KASUS

TUMOR MEDIASTINUM

disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya

SMF Ilmu Penyakit Dalam di RSD dr. Soebandi Jember

Oleh:

Finty Arfian

132011101004

Dokter Pembimbing:

dr. Angga Mardro Raharjo Sp.P

FAKULTAS KEDOKTERAN

SMF/LAB. ILMU PENYAKIT DALAM

UNIVERSITAS JEMBER

2018
iii

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI iii
BAB I. PENDAHULUAN...................................................2
BAB II. LAPORAN KASUS..............................................4
2.1 Identitas Pasien....................................................4
2.2 Anamnesa............................................................4
2.3 Pemeriksaan Fisik...............................................7
2.4 Pemeriksaan Penunjang.......................................11
2.5 Diagnosa Kerja....................................................15
2.6 Tatalaksana..........................................................15
2.7 Prognosa..............................................................16
2.8 Follow Up...........................................................16
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA......................................19
3.1 Definisi................................................................19
3.2 Anatomi...............................................................19
3.3 Klasifikasi............................................................22
3.4 Diagnosa..............................................................40
3.5 Tatalaksana..........................................................45
3.6 Evaluasi pengobatan............................................45

BAB IV KESIMPULAN......................................................47
DAFTAR PUSTAKA...........................................................48
2

BAB 1. PENDAHULUAN

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam


mediastinum yaitu rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang
berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar,
trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya. Rongga mediastinum sempit dan tidak dapat diperluas,
maka pembesaran tumor dapat menekan organ didekatnya dan dapat
menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa.
Tumor adalah suatu benjolan abnormal yanga ada pada
tubuh. Jadi, tumor mediastinum adalah tumor yang berada di daerah
mediastinum. Tidak ada hal yang spesifik yang dapat mencegah
tumor mediastinum ini.
Data frekuensi tumor mediasinum di Indonesia antara lain
didapat dari SMF Nedah Toraks RS Persahabatan Jakarta dan RSUD
Dr. Sutomo Surabaya. Pada tahun1970 - 1990 di RS Persahabatan
dilakukan operasi terhadap 137 kasus, jenis tumor yang ditemukan
adalah 32,2% teratoma, 24% timoma, 8% tumor syaraf, 4,3%
limfoma. Data RSUD Dr. Soetomo menjelaskan lokasi tumor pada
mediastinum anterior 67% kasus, mediastinum medial 29% dan
mediastinum posterior 25,5%. Dari kepustakaan luar negeri
diketahui bahwa jenis yang banyak ditemukan pada tumor
mediastinum anterior adalah limfoma, timoma dan germ cell tumor.
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
Insiden dan tipe neoplasma mediastinum primer bervariasi
sesuai usia pasien. Kejadian massa mediastinum dalam penurunan
frekuensinya adalah thymoma dan thymus cysts (26,5%), neurogenik
tumor (20,2%), tumor sel germinal (GCT) (13,8%), limfoma
(12,7%), foregut cysts (10,3%), dan pleuropericardial cysts (6,6%).
Pada anak-anak, seri gabungan yang berjumlah 718 pasien
ditunjukkan tumor neurogenik yang paling umum (41,6%), diikuti
3

oleh GCT (13,5%), foregut cysts (13,4%), limfoma (13,4%),


angioma dan limfangioma (6,1%), dan tumor thymus atau kista
(4,9%). Secara umum, insidensi lesi anterior lebih tinggi pada orang
dewasa, dan lesi posterior mendominasi pada anak-anak.
Selanjutnya, kejadian itu keganasan berbeda antara massa
mediastinum primer yang muncul di masing-masing kompartemen
yang berbeda. Di salah satu seri terbesar, Davis dan rekannya
menunjukkan bahwa di antara pasien dengan mediastinum massa,
keganasan ditemukan pada 59% dari mereka di anterior
mediastinum, 29% dari mereka di mediastinum tengah, dan 16% dari
mereka di mediastinum posterior (Fishman, 2015)
4

BAB II. LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama :Ny. R
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat :Sidomulyo 003/007 Sumberberas,
Muncar Banyuwangi
Status :Menikah
Pendidikan Terakhir :SD
Pekerjaan : Petani
Suku : Madura
Agama :Islam
Status Pelayanan : BPJS NPBI
No. RM : 226157
Tanggal MRS : 27Agustus 2018
Tanggal pemeriksaan : 29 Agustus 2018
2.2 Anamnesis
Autoanamnesis dan heteroanamnesis dilakukan kepada
pasien pada tanggal 27 Agustus 2018 (H2MRS) di Ruang A
RSDS Jember.

2.2.1 Keluhan Utama


Sesak.

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh sesak sejak 1 bulan yang lalu. Sesak
memberat 2 hari terakhir. Pasien mengeluh batuk sejak 2
bulan yang lalu. Demam, menggigil saat malam hari
disangkal oleh pasien. Batuk darah disangkal pasien. Di
sekeliling rumah pasien tinggal, tidak ada yang batuk lama
dan tidak ada yang mengalami pengobatan selama 6 bulan.
5

Pasien juga sering mengeluh cepat lelah dan ngos-ngos an


saat berjalan. Pasien juga mengaku tidur lebih enak miring ke
kanan. Pasien merasa nyaman bila tidur dengan satu bantal.
Pasien juga mengaku timbul benjolan di leher sebelah kanan.
Kaki dan tangan bengkak di sangkal oleh pasien. Pasien
sempat masuk ICCU di RS Banyuwangi selama 3 hari.
Pasien adalah rujukan dari RS Banyuwangi karena ada
benjolan di paru saat dilakukan foto thoraks. Pasien mengaku
memiliki hipertensi dan terobati dengan rutin. Pasien tidak
mengalami penurunan badan secara signifikan. Keluhan dada
berdebar dan palpitasi disangkal oleh pasien. Pasien sempat
mengalami bengkak di wajah pasien.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (+)

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan
pasien.Tidak ada keluarga yang menderita nyeri dada dan
sesak nafas.

2.2.5 Riwayat Pengobatan


Di ICCU RS Banyuwangi.

2.2.6 Riwayat Sosial, Lingkungan, dan Ekonomi


• Community
Pasien tinggal di dalam rumah dengan jumlah empat orang (3
dewasa dan 2anak).
• Home
Pasien tinggal di rumah berukuran 8x6m dengan 3 kamar
tidur, 1 ruang tamu dan 1 dapur dan 1 kamar mandi.
Menggunakan air sumur untuk kebutuhan mandi, cuci, kakus.
Air minum berasal dari air sumur yang direbus.
6

• Occupational
Pasien tidak bekerja.Saat ini pasien tinggal bersama anak
pasien.
• Personal habit
Pasien tidak merokok dan mengonsumsi obat-obatan tertentu.
• Drugs and Diet
Pasien tidak sedang mengonsumsi obat-obatan.Menu makan
pasien terdiri dari nasi, sayur, kadang dengan lauk-
pauk.Pasien makan 3 kali sehari teratur.
• Biaya pengobatan
Pasien berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi
menengah kebawah.Status pembiayaan kesehatan pasien
yaitu BPJS NPBI.

2.2.7 Riwayat Gizi


Sehari pasien makan 3-4 kali. Rata-rata menu setiap
harinya adalah nasi, ayam, tempe, tahu, kadang-kadang
sayur, ikan.
BB :70 kg
TB : 148 cm
IMT:Berat Badan (kg) = 70
Tinggi Badan(m)2 (1,48)2
IMT: 31,9
Kesan : Riwayat gizi obesitas

2.2.8 Anamnesis Sistem


a. Sistem serebrospinal : pusing (-)
b. Sistem kardiovaskular : nyeri dada kiri (-)
c. Sistem respirasi : sesaknapas (+), batuk (+)
d. Sistem gastrointestinal : nyeri ulu hati (-), mual (-),
nafsu makan
7

menurun, BAB (+) lancar


e. Sistem urogenital : BAK (+) lancar
f. Sistem muskuloskeletal : kelemahan pada kedua kaki
kanan dan kiri (-), edema (-/-), atrofi (-), deformitas (-)
benjolan di leher (+)

2.3 Pemeriksaan Fisik (Tanggal 27 September 2018)


2.3.1 Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum :cukup
b. Kesadaran :komposmentis
c. Tanda Vital : TD : 140/80mmHg
N : 82x/menit regular, kuat angkat
RR : 23x/menit
Tax : 36,5oC
d. Pernapasan :sesak (+), batuk (+)
e. Kulit : edema (-), sianosis (-), ikterus (-),
anemis (-)
f. Kelenjar limfe : pembesaran KGB (-), pembesaran
kelejar tiroid (-) pembesaran kelenjar di leher kanan (+)
g. Otot : akral hangat (+) padaekstremitas
superior dan inferior, edema(+) pada ekstremitas inferior.
h. Tulang : tidak ada deformitas dan krepitasi

2.3.2 Pemeriksaan Khusus


a. Kepala
1) Bentuk : bulat, simetris
2) Rambut :hitam, lurus, tidak mudah dicabut
3) Mata :konjungtiva anemis :-/-
sklera ikterus : -/-
eksoftalmus : -/-
refleks cahaya :+/+
8

mata berkunang : -/-


4) Hidung :sekret (-), bau (-), pernapasan cuping
hidung (-),
perdarahan (-)
5) Telinga :sekret (-), bau (-), perdarahan (-)
6) Mulut : mukosa bibir sianosis (-), bau (-),
luka (-)
b. Leher
1) KGB : ada pembesaran (+/-)
2) Tiroid : tidak ada pembesaran
3) JVP :tidak ada peningkatan
c. Dada
1) Jantung :
a) Inspeksi :iktus kordistidak tampak
b) Palpasi :iktus kordis teraba di ICS VIAAL S
c) Perkusi :
Batas kanan atas : redup pada ICS II PSL D
Batas kanan bawah: redup pada ICS V PSL D
Batas kiri atas : redup pada ICS III PSL S
Batas kiri bawah : redup pada ICS VIAAL S
d) Auskultasi :S1S2 tunggal, Gallop (-)
2) Paru :
Ventral Dorsal
Inspeksi: Inspeksi:
 Simetris  Simetris
 Retraksi -/-  Retraksi -/-
 Ketinggalan gerak -/-  Ketinggalan gerak -/-
9

Palpasi: P: Palpasi:
 Fremitus raba  Fremitus raba
N N N N
N N N N
N N N N

Perkusi : Perkusi :
S S S S
S S S S
R R S S
S R R S S S S S
S S S S
10

Ventral Dorsal
Auskultasi : Auskultasi :
V V V V
V V V V
V V V V
V V V V V V V V
V V V V

Rhonki Rhonki
- - - -
- - - -
- - - -
- - - - - - - -
- - - -

Wheezing Wheezing
- - - -
- - - -
- - - -
- - - - - - - -
- - - -

Tabel 2.1 Pemeriksaan Paru Pasien


c. Perut
1) Inspeksi : datar
2) Auskultasi :bising usus (+), 6 x/menit
3) Palpasi : soepel, hepatomegali (-),
splenomegali (-), nyeri tekanepigastrium(+)
4) Perkusi : timpani
d. Anggota Gerak
1) Superior :akral hangat +/+, edema -/-
2) Inferior : akral hangat +/+, edema -/-
11

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan tanggal 27 September 2018.

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 12,6 12,0 - 16,0 gr/Dl
Leukosit 10,5 4,5 - 11,0 x 109/L
Hematokrit 40,2 36 - 46%
Trombosit 393 150 - 450 x 109 /L
SGOT 30 10-31
SGPT 25 9-36
Natrium 138,3 135 – 155 mmol/L
Kalium 3,67 3,5 – 5,5mmol/L
Chlorida 102,3 90 – 110 mmol/L
Kreatinin 1,1 0,5 - 1.1 mg/dL
Serum
BUN 18 6 – 20 mg/dL

Tabel 2.2 Hasil Laboratorium Pasien


12

2.4.2 Foto Thorax

Gambar 2.1 Foto Thorax Tanggal 15/8/2018


a. Bacaan dari foto : - terdapat massa di area mediastinum curiga
keganasan
b. Yang didapat pada foto :
1) Identitas pasien :
Nama : Tn. R
Usia : 54 tahun
2) Tanggal pengambilan foto : 15/8/2018
3) Marker, posisi foto : tidak ada, anteroposterior
4) Trakea : tidak tampak adanya deviasi
5) Sudut costophrenicus : dalam batas normal
6) Diafragma kanan cembung, diafragma kiri cembung dan
bersinggungan dengan jantung.
7) Cardio thoracic ratio (CTR) : 70 % (kardiomegali)
13

2.4.3 CT SCAN
14

Hasil Bacaaan :
Massa Mediastinum anterior Suspect Limfoma DD
Malignant Tymoma dengan encasement pada Truncus
Brachiocephalica dan Vena Cava Superior dengan kaliber VCS +/-
tersisa 20%.
Pembesaran KGB disupraclavicula kiri (karakteristik sama dengan
main tumor)- kesan metastase

Hasil FNAB
Nekrosis dengan sedikit sel atipik
15

Resume
Temporary Problem List
1) Anamnesis
a. Wanita usia 58 tahun
b. Batuk
c. Sesak
d. Bengkak wajah
2) Pemeriksaan Fisik
a. Fremitus raba menurun, Perkusi redup, Auskultasi
menurun
b. Benjolan di leher kanan.
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Thorax
b. CT Scan
c. FNAB
2.4.4 Permanent Problem List
1) Tumor Mediastinum
2) Pembesaran KGB
3) Bengkak Wajah

2.5 Diagnosis Kerja


Tumor Mediastinum + Sindroma Vena Cava Superior

2.6 Tatalaksana
2.6.1 Planning Diagnostik
1) Pemeriksaan foto thorax
2) CT-Scan dengan contras
3) FNAB
2.6.2 Planning Terapi
 Infus PZ 7 tpm
 Cefoperazone 1gr/12 jam
16

 Lasix 2x1 amp


 Dexamethason 3x1 amp
p/o Codein 3x 10 mg
Nebul combivent 2x1
2.6.3 Planning Edukasi
1) Istirahat yang cukup
2) Menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien kepada
keluarga penyebab,perjalanan penyakit, perawatan,
prognosis, komplikasi.
3) Rujuk ke Faskes lebih tinggi
2.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

2.8 Follow Up
Kondisi Pasien 3/8/2018

Keluhan Sesak

Tekanan Darah 130/80mmHg

Nadi 88 x/ menit

Respiratory Rate 22 x/menit

Suhu Tubuh 36,3°C

Kepala dan Leher a/i/c/d : -/-/-/-

kgb (+/-)

Cor I Ictus cordis tidak tampak

P Ictus cordis teraba

di ICS VIAAL sin


17

P Redup

A S1 S2 tunggal

Pulmo I Simetris

P Fremitus raba +/+

P Redup +/+

A Vesikuler +/+

Rhonki -/-

Wheezing -/-

Egofoni (-)

Abdomen I Flat

A Bising usus normal

P Tymphani

P Soepel, nyeri tekan (-)

Ekstermitas Akral Hangat

 Superior +/+
 Inferior +/+
Edema

 Superior -/-
 Inferior -/-
Diagnosis Tumor Mediastinum + Vena Cava
Superior Syndroma

 Infus PZ 7 tpm
Terapi
 Cefoperazone 1gr/12 jam
18

 Lasix 2x1 amp


 Dexamethason 3x1 amp
p/o Codein 3x 10 mg
Nebul combivent 2x1
19

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam
mediastinum yaitu rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri.
Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah
vena,trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah
bening dan salurannya. Rongga mediastinum ini sempit dan tidak
dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ di
dekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa.
Kebanyakan tumo rmediastinum tumbuh lambat sehingga pasien
sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda
akibat penekanan tumor terhadap organ sekitarnya.

3.2 ANATOMI
Mediastinum didefinisikan sebagai ruang potensial antara
dua rongga pleura yang dibatasi oleh sternum anterior, vertebralis
kolom posterior, lubang toraks superior, dan diafragma inferior.
Struktur mediastinum utama adalah jantung dan pembuluh darah
besar, trakea dan bronkus utama, dan esofagus, semua terkait erat
satu sama lain dan terhubung oleh jaringan ikat longgar. Juga hadir
adalah thymus, getah bening simpul, dan lemak. Oleh karena itu,
jika ada infeksi dapat menyebar luas di seluruh ruang mediastinum.
Mediastinum sendiri berhubungan dengan leher dan
retroperitoneum, dan portal ini juga bisa berfungsi sebagai rute
keluar dari mediastinum. Fasia ini menghubungkan leher,
mediastinum, dan retroperitoneum dan sehingga memudahkan
pergerakan udara atau infeksi dari satu lokasi ke lain.
Mediastinum sendiri dapat terbagi menjadi kompartemen
yaitu : anterior, tengah, dan posterior lebih menekankan asal-usul
nonanatomik mereka. Perisai yang diusulkan pembagian tiga
20

kompartemen sederhana pada tahun 1972 yang membuat baik


pengertian anatomis dan bedah. Kompartemen anterior adalah
dibatasi oleh sternum dan permukaan anterior perikardium.
Kompartemen tengah (visceral) memanjang dari batas posterior
kompartemen anterior ke permukaan anterior dari kolom vertebral
dan kemudian ke lubang masuk toraks. Kompartemen posterior
(paravertebral sulcus) memanjang dari permukaan anterior kolumna
vertebral ke permukaan anterior tulang rusuk paravertebral. Struktur
dalam ini kompartemen tercantum dalam. .

Gambar 1.1 Anatomi Mediastinum


Fishman Pulmonary Disease and Disorder

Gambar 1.1 Anatomi Mediastinum


Fishman Pulmonary Disease and Disorder
Anatomi Mediastinum
Fishman Pulmonary Disease and Disorder
21

Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak


atau tumor ganas dengan penatalaksanaan dan prognosis yang
berbeda, karenanya ketrampilan dalam prosedur diagnostik
memegang peranan sangat penting.
. Limfoma, timoma dan teratoma adalah jenis yang paling
sering ditemukan, sebaliknya ada pula jenis tumor yang jarang
ditemukan. Hal itu menyebabkan penatalaksanaan untuk kasus
jarang sering masih diperdebatkan, baik di Indonesia maupun di
negara lain.
22

3.3 KLASIFIKASI
Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak
atau tumor ganasdengan penatalaksanaan dan prognosis yang
berbeda. Tumor mediastinum yang sering dijumpai yaitu:

Thymoma

Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini


adalah tumor yang banyak terdapat dalam mediastinum bagian depan
atas. Dalam golongan umur 50 tahun, tumor ini terdapat dengan
frekuensi yang meningkat.Tidak terdapat preferensi jenis kelamin,
suku bangsa atau geografi. Gambaran histologiknya dapat sangat
bervariasi dan dapat terjadi komponen limfositik atau tidak.
Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate di dalam oragn-
organ sekelilingnya dan tidak dalam b entuk histologiknya. Pada
50% kasus terdapat keluhan lokal. Thymoma juga dapat
berhubungan dengan myasthenia gravis, pure red cell aplasia dan
23

hipogamaglobulinemia. Bagian terbesar Thymoma mempunyai


perjalanan klinis benigna. Penentuan ada atau tidak adanya
penembusan kapsul mempunyai kepentingan prognostic. Metastase
jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan terapi bedah.

CT scan Timoma

Gambaran timoma

Gambaran rontgenografi berkisar dari lesi kecil berbatas tegas


sampai densitas berlobulasi besar yang bersatu dengan struktur
mediastinum yang berdekatan. Timoma biasanya simptomatik pada
waktu diagnosis. Seperti pada massa mediastinum lain, timoma bisa
24

timbul dengan gejala yang berhubungan dengan efek massa local,


yang mencakup nyeri dada, dispneu, hemoptisis, batuk dan gejala ya
ng berhubungan dengan obstruksi vena cava superior.

Hiperplasia thymic

Thymic hyperplasia adalah istilah yang digunakan untuk


menggambarkan secara histologis timus normal yang membesar
seiring bertambahnya usia atau thymus yang secara histologis
menunjukkan hiperplasia seluler, yang juga umumnya terkait dengan
pembesaran kelenjar. Hiperplasia seluler ini dianggap berkontribusi
pada patogenesis myasthenia gravis. Sebagai tambahan ke
myasthenia gravis, hiperplasia thymus dapat dilihat berikut penyakit
berat atau kronis, yang disebut "rebound thymus." Penggunaan
steroid juga umumnya akan menyebabkan hiperplasia thymus yang
substansial.

Thymic carcinoma

Karsinoma thymus (WHO tipe C) adalah neoplasma yang sangat


ganas dengan sel epitel thymus dan sangat berbeda dari thymoma
(WHO tipe A, AB, dan B). Karsinoma thymus jarang terjadi dan
25

memiliki presentase sebesar 10% dari semua neoplasma thymus.


Thymic carcinoma dapat terjadi pada usia berapa pun tetapi paling
sering diamati pada orang berusia antara 30 tahun dan 60 tahun.
Mayoritas pasien dengan karsinoma thymus hadir dengan gejala
invasi lokal atau kompresi seperti batuk, nyeri dada, atau sindrom
vena cava superior. Perikardial dan atau efusi pleura sering terlihat.
Karsinoma thymus biasanya tidak terkait dengan myasthenia gravis.
Tidak seperti thymomas, karsinoma ini sering bermetastasis ke
kelenjar getah bening dan jauh situs. Delapan puluh persen pasien
memiliki invasi lokal yang berdekatan struktur mediastinum, dan
40% dari kasus-kasus telah menyebar ke tulang, paru-paru, pleura,
hati, atau getah bening.

Diagnosa

Karsinoma thymus dapat dibedakan dari thymoma berdasarkan pada


fitur histologis dan imunohistokimia yang berbeda dan karakteristik
genetik. Studi pencitraan sering mengungkapkan presentasi invasif,
dan untuk alasan ini digunakan pemeriksaan FNAB.

Staging

Sistem staging digunakan Masaoka dan klasifikasi histologis


menurut WHO sistem digunakan untuk tahap karsinoma thymus. Di
sistem WHO, karsinoma thymus adalah lesi tipe C. Tumor ini
berbeda dari thymoma dan tidak boleh dianggap sama seperti
thymoma dengan invasi lokal. Secara histologis, karsinoma thymus
mengandung sejumlah jenis sel yang berbeda. Terbagi atas low
grade skuamosa, mukoepidermoid, dan karsinoma thymus basiloid
sedangkan high grade terbagi atas sarkomoid.

Hasil

Prognosis untuk pasien dengan karsinoma thymus jauh lebih buruk


dibandingkan dengan pasien dengan thymoma, dengan tingkat
26

kelangsungan hidup 5 tahun secara keseluruhan untuk karsinoma


thymus dalam kisaran 30% hingga 50%. Kelangsungan hidup lima
tahun 85% diperoleh setelah selesai reseksi, dibandingkan dengan
29% pada mereka dengan reseksi tidak lengkap.

Limfoma

Secara keseluruhan, limfoma merupakan keganasan yang paling


sering pada mediastinum. Limfoma adalah tipe kanker yang terjadi
pada limfosit (tipe sel darah putih pada sistem kekebalan tubuh
vertebrata).Terdapat banyak tipe limfoma.Limfoma adalah bagian
dari grup penyakit yang disebut kanker Hematological.Pada abad ke-
19 dan abad ke-20, penyakit ini disebut penyakit Hodgkin karena
ditemukan oleh Thomas Hodgkin tahun 1832.Limfoma
dikategorikan sebagai limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.
27

Germ Cell Tumor

Kelainan yang asalnya congenital ini pada usia dewasa


bermanifestasi sebagai tumor. Tumor ini mengandung berbagai
macam jaringan yang asing untuk organ yang mereka tumbuh di
dalamnya.

Tumor teratoid dapat berlokalisasi di berbagai tempat, tetapi


mediastinum depan merupakan tempat predileksi terpenting sesudah
gonade. Tumor ini memberi gejala karena kompresi atau invasi ke
dalam organ sekelilingnya. Produksi hormone sel-sel tumor ini
(insulin, HCG, androgen-androgen) dapat menjelaskan gejala
tertentu.

Secara Rontgenologi biasanya terdapat bayangan homogeny


dengan batas-batas yang jelas. Kadang-kadang dapat terlihat dengan
endapan kalsium dan di dalam tumor kadang-kadang bisa dilihat
gigi-gigi.Kenaikan alfa-1-feto-protein dan HCG di dalam serum
dapat memperkuat pertimbangan diagnostic.
28

Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa


unsur jaringan yang asing pada daerah dimana tumor tersebut
muncul.Teratoma paling sering ditemukan pada mediatinum
anterior.Teratoma yang histologik benigna mengandung terutama
derivate ectoderm (kulit) dan entoderm (usus).

Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor


teratokarsinoma dan karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor
itu menduduki tempat yang terpenting.Penderita dengan kelainan ini
adalah yang pertama-tama perlu mendapat perhatian untuk
penanganan dan pembedahan.

Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid,


prognosisnya cukup baik.Pada teratoma maligna, tergantung pada
hasil terapi pembedahan radikal dan tipe histologiknya, tapi ini harus
diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi.
29

Teratoma mediastinal

Gambaran Teratoma Anterior Mediastinal

Gambaran Benign Teratoma


30

Mediastinal Teratoma

Diagnosis tumor ini bisa dibuat berdasarkan rontgenografi dada


rutin dengan menemukan gigi yang sudah sempurna bentuknya.
Massa dominan dengan unsure dependen padat yang mengandung
kalsifikasi globular, tulang atau gigi dan protuberansia padat yang
meluas ke dalam rongga kistik, akan ditemukan dengan sidik CT.
walaupun ada gambaran khas, namun perbedaan antara teratoma
jinak dan ganas tergantung pada pemeriksaan histology.

Middle Mediastinum

Karsinoma bronkogenik metastatik adalah etiologi yang paling


umum massa mediastinum tengah, Massa primer yang paling umum
dari mediastinum tengah adalah limfoma dan kista benigna. Kista
terdiri dari 12% hingga 20% dari semua massa mediastinum primer
dan ditemukan terutama di kompartemen tengah mediastinum. Kista
ini terdiri dari kista foregut bawaan, bronkogenik kista, neurenteric
cysts, dan kista pericardial.

Posterior Mediastinum

Tumor Neurogen
31

Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak


terdapat, manifestasinya hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval,
berbatas licin, terletak jaug di mediastinum belakang.Tumor ini
dapat berasal dari saraf intercostals, ganglia simpatis, dan dari sel-sel
yang mempunyai cirri kemoreseptor.Tumor ini dapat terjadi pada
semua umur, tetapi relative frekuen pada umur anak.

Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan


ditemukan pada foto thorax rutin.Gejala biasanya merupakan akibat
dari penekanan pada struktur yang berdekatan.Nyeri dada atau
punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor pada nervus
interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan.Batuk dan dispneu
merupakan gejala yang berhubungan dengan kompresi batang
trakeobronchus.Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di dalam
mediastinum posterosuperior, maka tumor ini bisa menyebabkan
sindrom pancoast atau Horner karena kompresi peleksus brakhialis
atau rantai simpatis servikalis.

Dapat dibedakan menjadi tipe-tipe berikut :

Neurilemoma, (kadang-kadang varian maligna) dan


Neurofibroma (kadang-kadang varian maligna) begitu juga tumor-
tumor dari selubung Schwann dan atau perineurium, biasanya
berasal dari saraf intercostals atau radiks spinal, kadang-kadang dari
nervus vagus.Tumor ini sifatnya benigna tapi sejumlah presentase
kecil lama-kelamaan dapat mengalami degenerasi maligna.Pada
pertumbuhan melalui foramen intervertebral terjadi suatu tumor
dengan pinggang sempit dengan bahaya kompresi medulla
spinalis.Neurofibroma dapat merupakan bagian dari suatu
neurofibromatosis generalisata dari Von Recklinghausen.
32

Mediastinal Neurofibroma

Tumor ini berkapsul dan tampak sebagai massa homogen padat,


berbatas tegas dalam daerah paravertebralis mediastinum pada
rontgenografi dada.

Ganglioma, merupakan tumor jinak yang berasal dari rantai


simpatis, dan terdiri dari sel ganglion dan unsure saraf.Secara
makroskopik, lesi ini berkapul dengan permukaan luar yang
halus.Pada penampang melintang, tumor ini sering mempunyai
33

daerah degenerasi kistik.Secara klaik, ganglioma mempunyai


gambaran memanjang atau segitiga pada foto thorax dengan dasar
yang lebih lebar dan meruncing kearah mediastinum. Tumor ini
berbatas buruk pada proyeksi lateral serta sering mempunyai batas
inferior dan superior yang kabur.

Ganglioma Mediastinum

Neuroblastoma, merupakan tumor yang berdifferensiasi


buruk dari susunan saraf simpatis dan dalam presentase kecil juga
terdapat di mediastinum.Pada saat penetapan diagnosis seringkali
sudah ada metastasis.
34

Gambaran neuroblastoma metastase

Tergantung penemuan pada operasi dan hasil pemeriksaan


histologik kadang-kadang diperlukan terapi tambahan. Jika tumor
ternyata benigna, penderita hanya di follow up saja. Pada
pengambilan tak sempurna kelainan benigna, baik radioterapi
maupun kemoterapi tidak ada artinya.Tetapi jika tumornya ternyata
maligna dan diangkat inkomplit, maka perlu dipertimbangkan
radioterapi atau kemoterapi.Neuroblastoma harus ditangani,
tergantung pada kemungkinan apakah pembedahan radikal dapat
dilaksanakan.Jika tidak, maka pertama dipertimbangkan terapi
sitostatik.

SINDROMA VENA CAVA SUPERIOR

Sindrom vena cava superior (SVCS) merupakan kumpulan


tanda dan gejala khas yang terjadi akibat obstruksi aliran darah pada
vena cava superior. Tanda klinis dari kondisi ini terutama adalah
sianosis dan edema di bagian atas dada, lengan, leher, dan wajah
(terutamaperiorbital). Tanda dan gejala lain meliputi batuk,
epistaksis, hemoptisis, disfagia, disfonia dan serak (disebabkan oleh
kongesti pita suara), perdarahan esofagus, retina, dan konjungtiva.
Secara epidemiologi, SVCS merupakan suatu sindrom yang jarang
terjadi. SVCS terjadi pada sekitar 15.000 orang di Amerika
Serikattiap tahunnya. SVCS paling banyak disebabkan oleh kanker
35

(95%), dan sisanya berhubungan dengan thrombosis akibat


pemasangan kateter vena atau pacemaker wires. Sedangkan di
Indonesia, data mengenai SVCS masih sangat terbatas, baik itu
mengenai jumlah kasus per tahun ataupun penyebab terjadinya
SVCS.Sindrom ini terjadi karena adanya obstruksi aliran darah pada
vena cava superior. Obstruksi ini dapat terjadi akibat hambatan
intrinsik atau ekstrinsik. Hambatan intrinsik merupakan hal yang
jarang terjadi dan diakibatkan oleh trombosis atau jaringan yang
menginvasi vena cava superior. Sedangkan faktor ekstrinsik terjadi
akibat kompresi vena atau striktur vena itu sendiri.
Terdapat beberapa tipe obstruksi yang dapat terjadi pada
SVCS. Pada keadaan normal, darah kembali ke atrium kanan
difasilitasi oleh gradien tekanan antara atrium kanan dan vena-vena
cava. Ketika obstruksi pada vena cava superior terjadi, resistensi
vaskular meningkat dan terjadi penurunan aliran balik vena (venous
return). Tekanan vena cava superior ini dapat terjadi secara
konsisten atau perlahan-lahan. Ketika vena cava superior
menunjukan stenosis yang signifikan (3/5 dari lumen atau lebih),
aliran darah diarahkan melalui sirkulasi kolateral untuk menghindari
obstruksi tersebut dan mengembalikan aliran balik vena. Waktu
perkembangan obstruksi ini penting untuk implikasi klinis yang
dihasilkannya. Pada kerusakan yang terjadi secara akut, aliran darah
tidak dengan cepat terdistribusi melalui jaringan kolateral sehingga
gejala muncul secara cepat dan hebat. Pada kasus dengan
perkembangan obstruksi yang lambat, jaringan vena kolateral
memiliki waktu yang cukup untuk mengembang dalam rangka
menerima volume sirkulasi. Oleh karenanya, obstruksi vena cava
superior yang berlangsung lama dan parah dapat ditemukan tanpa
tanda dan gejala yang signifikan. Berbagai gejala dapat terjadi akibat
kompresi vena cava superior. Dinding vena cava superior tidak dapat
bertahan terhadap kompresi. Ketika reduksi lumen vena cava
36

superior mencapai lebih dari 60%, perubahan hemodinamik terjadi:


dilatasi proksimal, kongesti, dan aliran yang melambat. Tandaklinis
dari kondisi ini terutama adalah sianosis akibat stasis vena dengan
oksigenasi arteri yang normal) dan edema di bagian atas
dada,lengan, leher, dan wajah (terutama periorbital). Pembengkakan
biasanya sering terjadi pada bagian kanan, karena pembentukan
sirkulasi kolateral dengan kemungkinan yang lebih baik terjadi pada
enabrachicephalica kanan dibandingkankontralateralnya. Tanda dan
gejala lain meliputi batuk, epistaksis, hemoptisis, disfagia, disfonia
dan serak (disebabkan oleh kongesti pita suara), perdarahan
esofagus, retina, dan konjungtiva. Pada kasus stasis vena cephalica
yang signifikan, sakit kepala, pusing, rasa berdenging, bingung,
stupor, letargi bahkan koma dapat terjadi. Sakit kepala merupakan
gejala yang paling sering dan biasanya terjadi terus menerus dan
terasa menekan, diperbera saat batuk. Sesak dapat dihubungkan
dengan massa mediastinum atau disebabkan oleh efusi pleura atau
kerusakan sirkulasi jantung. Posisi supinasi dapat memperburuk
gejala klinik. Berbagai kondisi klinis harus diperhatikan pada pasien
SVCS. Dispnea saat istirahat bukan merupakan hal yang jarang
terjadi pada perkembangan sindrom vena cava superior dan harus
selalu dipertimbangkan sebagai faktor risiko tinggi dilakukannya
prosedur invasif di bawah anastesi umum. Jika sesak berhubungan
dengan edema laring, maka pasien tidak boleh dilakukan anastesi
umum dan operasi. Terdapat tiga klasifikasi utama dari SVCS
berdasarkan kategorisasi yang berbeda:
1. Klasifikasi Doty and Standford (secaraanatomi)
Tipe I: stenosis sampai 90% dari vena cava superior supra-azygos
Tipe II: stenosis lebih dari 90% dari vena cava superior supra-
azygos
Tipe III: oklusi total dari vena cava superior dengan aliran darah
balik azygos
37

Tipe IV: oklusi total vena cava superior dengan keikutsertaan


organ-organ mayor dan vena azygos.
2. Klasifikasi Yu (secara klinis)
Grade 0: asimptomatik (adanya bukti radiologis obstuksi vena
cava superior)
Grade 1: ringan (plethora, sianosis, edema leher dan kepala)
Grade 2: sedang (grade 1 dengan kegagalan fungsi)
Grade 3: berat (edema serebral atau laring ringan/sedang, fungsi
jantung yang terbatas)
Rade 4: mengancam jiwa (edema serebral atau laring yang
signifikan, gagal jantung)
Grade 5: fatal
3. Klasifikasi Bigsby (secara risiko operatif)8
Risiko rendah: tidak ada dispnea saat istirahat, sianosis fasial saat
duduk, tidak ada perburukan Dispnea, edema fasial dan sianosis saat
posisi supinasi
Risiko tinggi: adanya sianosis fasial atau dispnea saat istirahat
pada posisi duduk.

Klasifikasi Stanford dan Doty dapat menentukan terapi yang


akan dilakukan. Untuk tipe 1 dapat dilakukan terapi radiasi dan
kemoterapi, sedangkan untuk tipe 2,3,4 perlu dilakukan tindakan
bedah.SVCS pada pasien ini dapat diklasifikasikan dengan
klasifikasi Yu dan Bigsby, yaitu SVCS grade 2 dengan risiko rendah
perioperatif. Berbagai pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis
banding.
Peningkatan LED pada tumor mediastinum dapat terjadi pada
limfoma dan TB mediastinum. Selain pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan CT Scan dengan dan tanpa kontras juga dilakukan, dan
menunjukan hasil massa solid dengan bagian kistik di mediastinum
38

anterior dekstra meluas sampai medius dekstra, sangat mungkin


massa dari thyroid dextra. Massa mediastinum di kompartemen
anterior dapat berasal dari kelenjar timus, tumor sel germinal,
limfoma, tiroid, atau limfadenopati metastatis. Untuk mengetahui
dengan pasti, gejala klinis tidak dapat dijadikan patokan karena
umumnya tidak spesifik. Standar diagnostik baku emas adalah
dengan biopsi.

3.4 DIAGNOSIS
Untuk melakukan prosedur diagnostik tumor mediastinum
perlu dilihat apakah pasien datang dengan kegawatan (napas,
kardiovaskular atau saluran cerna). Pasien yang datang dengan
kegawatan napas sering membutuhkan tindakan emergensi atau
semiemergensi untuk mengatasi kegawatannya. Akibatnya prosedur
diagnostik harus ditunda dahulu sampai masalah kegawatan teratasi.
Hal penting yang harus diingat adalah jangan sampai tindakan
emergensi tersebut menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan
jenis sel tumor yang dibutuhkan untuk memutuskan terapi yang
tepat. Lihat alur prosedur diagnosis dengan kegawatan dan tanpa
kegawatan atau kegawatan telah dapat diatasi. Secara umum
diagnosis tumor mediastinum ditegakkan sebagai berikut:
A. Gambaran Klinis
1. Anamnesis
Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada
saat dilakukan foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya
39

mulai timbul bila terjadi peningkatan ukuran tumor yang


menyebabkan terjadinya penekanan struktur mediastinum,
sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan gejala akibat penekatan
atau invasi ke struktur mediastinum.
Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat,
- batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi
pada trakea
dan/atau bronkus utama,
- disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esofagus
- sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor
mediastinum yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak,
- suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat,
paralisis diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus.
- nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada
penekanan sistem syaraf.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi,
ukuran dan keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan
ke organ sekitarnya. Kemungkinan tumor mediastinum dapat
dipikirkan atau dikaitkan dengan beberapa keadaan klinis lain,
misalnya:
- miastenia gravis mungkin menandakan timoma
- limfadenopati mungkin menandakan limfoma
B. Prosedur Radiologi
1. Foto toraks
Dari foto toraks PA/ lateral sudah dapat ditentukan lokasi tumor,
anterior, medial atau posterior, tetapi pada kasus dengan ukuran
tumor yang besar sulit ditentukan lokasi yang pasti.
2. Tomografi
Selain dapat menentukan lokasi tumor, juga dapat mendeteksi
klasifikasi pada lesi, yang sering ditemukan pada kista dermoid,
40

tumor tiroid dan kadang-kadang timoma. Tehnik ini semakin jarang


digunakan.
3. CT-Scan toraks dengan kontras
Selain dapat mendeskripsi lokasi juga dapat mendeskripsi kelainan
tumor secara lebih baik dan dengan kemungkinan untuk menentukan
perkiraan jenis tumor, misalnya teratoma dan timoma. CT-Scan juga
dapat menentukan stage pada kasus timoma dengan cara mencari
apakah telah terjadi invasi atau belum. Perkembangan alat bantu ini
mempermudah pelaksanaan pengambilan bahan untuk pemeriksaan
sitologi. Untuk menentukan luas radiasi beberapa jenis tumor
mediastinum sebaiknya dilakukan CT-Scan toraks dan CTScan
abdomen.
4. Flouroskopi
Prosedur ini dilakukan untuk melihat kemungkinan aneurisma aorta.
5. Ekokardiografi
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang
diduga aneurisma.
6. Angiografi
Teknik ini lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma dibandingkan
flouroskopi dan
ekokardiogram.
7. Esofagografi
Pemeriksaan ini dianjurkan bila ada dugaan invasi atau penekanan ke
esofagus.
8. USG, MRI dan Kedokteran Nuklir
Meski jarang dilakukan, pemeriksaan-pemeriksaan terkadang harus
dilakukan untuk
beberapa kasus tumor mediastinum.
C. Prosedur Endoskopi
1. Bronkoskopi harus dilakukan bila ada indikasi operasi.
2. Mediastinokopi.
41

3. Esofagoskopi.
4. Torakoskopi diagnostic.

D. Prosedur Patologi Anatomik


Beberapa tindakan, dari yang sederhana sampai yang kompleks perlu
dilakukan untuk mendapatkan jenis tumor.
1. Pemeriksaan sitologi
Prosedur diagnostik untuk memperoleh bahan pemeriksaan untuk
pemeriksaan sitologi ialah:
- biopsi, jarum halus (BJH atau fine needle aspiration biopsy,
FNAB), dilakukan bila ditemukan pembesaran KGB atau tumor
supervisial.
- punksi pleura bila ada efusi pleura
- bilasan atau sikatan bronkus pada saat bronkoskopi
- biopsi aspirasi jarum, yaitu pengambilan bahan dengan jarum yang
dilakukan bila terlihat masa intrabronkial pada saat prosedur
bronkoskopi yang amat mudah berdarah, sehingga biopsi amat
berbahaya
- biopsi transtorakal atau transthoracal biopsy (TTB) dilakukan bila
massa dapat dicapai dengan jarum yang ditusukkan di dinding dada
dan lokasi tumor tidak dekat pembuluh darah atau tidak ada
kecurigaan aneurisma. Untuk tumor yang kecil (<3cm>, memiliki
banyak pembuluh darah dan dekat organ yang berisiko dapat
dilakukan TTB dengan tuntunan flouroskopi atau USG atau CT
Scan.
2. Pemeriksaan histologi
Bila BJH tidak berhasil menetapkan jenis histologis, perlu dilakukan
prosedur di bawah ini:
- biopsi KGB yang teraba di leher atau supraklavikula. Bila tidak ada
KGB yang teraba, dapat dilakukan pengangkatan jaringan KGB yang
mungkin ada di sana. Prosedur ini disebut biopsi Daniels.
42

- biopsi mediastinal, dilakukan bila dengan tindakan di atas hasil


belum didapat.
- biopsi eksisional pada massa tumor yang besar
- torakoskopi diagnostik
- Video-assisted thoracic surgery (VATS), dilakukan untuk tumor di
semua lokasi, terutama tumor di bagian posterior.
E. Pemeriksaan Laboratorium
· Hasil pemeriksaan laboratorium rutin sering tidak memberikan
informasi yang berkaitan dengan tumor. LED kadang meningkatkan
pada limfoma dan TB mediastinum.
· Uji tuberkulin dibutuhkan bila ada kecurigaan limfadenitis TB
· Pemeriksaan kadar T3 dan T4 dibutuhkan untuk tumor tiroid.
· Pemeriksaan a-fetoprotein dan b-HCG dilakukan untuk tumor
mediastinum yang termasuk kelompok tumor sel germinal, yakni
jika ada keraguan antara seminoma atau nonseminoma.
- Kadar a-fetoprotein dan b-HCG tinggi pada golongan
nonseminoma.
F. Tindakan Bedah
Torakotomi eksplorasi untuk diagnostik bila semua upaya diagnostik
tidak berhasil memberikan diagnosis histologis.
G. Pemeriksaan Lain
EMG adalah pemeriksaan penunjang untuk tumor mediastinum jenis
timoma atau tumor tumor lainnya. Kegunaan pemeriksaan ini adalah
mencari kemungkinan miestenia gravis atau myesthenic reaction.

3.5. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk tumor mediastinum yang jinak adalah
pembedahan sedangkan untuk tumor ganas, tindakan berdasarkan
jenis sel kanker. Tumor mediastinum jenis limfoma Hodgkin's
maupun non Hondgkin's diobati sesuai dengan protokol untuk
limfoma dengan memperhatikan masalah respirasi selama dan
43

setelah pengobatan. Penatalaksanaan tumor mediastinum


nonlimfoma secara umu adalah multimodality meski sebagian besar
membutuhkan tindakan bedah saja, karena resisten terhadap radiasi
dan kemoterapi tetapi banyak tumor jenis lain membutuhkan
tindakan bedah, radiasi dan kemoterapi, sebagai terapi adjuvant atau
neoadjuvan. Syarat untuk tindakan bedah elektif adalah syarat
umum, yaitu pengukuran toleransi berdasarkan fungsi paru, yang
diukur dengan spirometri dan jika mungkin dengan body box. Bila
nilai spirometri tidak sesuai dengan klinis maka harus dikonfirmasi
dengan analis gas darah. Tekanan O2 arteri dan Saturasi O2 darah
arteri harus >90%.
Syarat untuk radioterapi dan kemoterapi adalah:
· Hb > 10 gr%
· leukosit > 4.000/dl
· trombosit > 100.000/dl
· tampilan (performance status) > 70 Karnofsky
Jika digunakan obat antikanker yang bersifat radiosensitaizer
maka radio kemoterapi dapat diberikan secara berbarengan
(konkuren). Jika keadaan tidak mengizinkan, maka kombinasi radiasi
dan kemoterapi diberikan secara bergantian (alternating: radiasi
diberikan di antara siklus kemoterapi) atau sekuensial (kemoterapi >
2 siklus, lalu dilanjutkan dengan radiasi, atau radiasi lalu dilanjutkan
dengan kemoterapi). Selama pemberian kemoterapi atau radiasi
perlu diawasi terjadinya melosupresi dan efek samping obat atau
toksisiti akibat tindakan lainnya.

3. Penatalaksanaan Timoma
Stage 1 : Extended thymo thymecthomy (ETT) saja
Stage II : ETT, dilanjutkan dengan radiasi, untuk radiasi harus
diperhatikan batas-batas tumor seperti terlihat pada CT sebelum
pembedahan
44

Stage III : ETT dan extended resection dilanjutkan radioterapi dan


kemoterapi
Stage IV.A : Debulking dilanjutkan dengan kemoterapi dan
radioterapi
Stage IV.B : kemoterapi dan radioterapi dilanjutkan dengan
debulking. Penatalaksanaan timoma tipe medular stage IV.A dapat
diberikan kemoradioterapi adjuvant 2 siklus dilanjutkan radiasi 4000
cGy, diikuti debulking dan kemoterapi siklus berikutnya.
Penatalaksanaan timoma tipe medular stage IV.B bersifat paliatif,
yaitu kemoterapi dan radioterapi paliatif. Penatalaksanaan timoma
tipe medular stage I - II lebih dahulu dibedah, selanjutnya
kemoterapi. Pada stage III diberikan kemo/radioterapi neoadjuvant.
Pada timoma tipe campuran, penatalaksanaan disesuaikan dengan
tipe histologik yang dominan.

4. Penatalaksanaan karsinoma timik


Penatalaksanaan untuk tumor ini adalah multi-modaliti sama dengan
penatalaksanaan untuk kanker di paru.

5. Penatalaksanaan karsinoid timik dan oat cell carcinoma


Penatalaksaan untuk tumor ini adalah pembedahan dan karena sering
invasif maka direkomendasikan radiasi pascabedah untuk kontrol
lokal, tetapi karena tingginya kekerapan metastasis maka kemoterapi
diharapkan dapat meningkatkan angka ketahanan hidup. Kemoterapi
yang diberikan hampir sama dengan kemoterapi untuk kanker paru
jenis karsinoma sel kecil (KPKSK), yakni antara lain sisplatin +
etoposid sebanyak 6 siklus. Oat cell carcinoma di mediastinum
mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan dengan oat cell
carcinoma di paru. Pada setiap kasus timoma, sebelum bedah harus
terlebih dahulu dicari tanda miestenia gravis atau myestenic reaction.
Apabila sebelum tindakan bedah ditemukan maka dilakukan terlebih
45

dahulu plasmaferesis dengan tujuan mencuci antibody pada plasma


darah penderita, paling cepat seminggu sebelum operasi. Kesan yang
menampakkan myesthenic reaction sebelum pembedahan harus
terlebih dahulu diobati sebagai miestenia gravis.

B. Tumor Sel Germinal


1. Klasifikasi histologi
· Seminoma
· Nonseminoma
- Karsinoma embrional
- Koriokarsinoma
- Yolk sac carcinoma
· Teratoma
- Jinak (benign)
- Ganas (malignant)
* Dengan unsur sel germinal
* Dengan unsur nongerminal
* Imatur

2. Penatalaksanaan seminoma
Seminoma adalah tumor yang sensitif terhadap radiasi dan
kemoterapi. Tidak ada indikasi bedah untuk tumor jenis ini.
Kemoterapi diberikan setelah radiasi selesai tetapi respons terapi
akan lebih baik dengan cara kombinasi radio-kemoterapi. Bila ada
kegawatan napas, radiasi diberikan secara cito, dilanjutkan dengan
kemoterapi sisplatin based.

3. Penatalaksanaan Tumor Medistinum Nonseminoma


Tumor-tumor yang termasuk kedalam kelompok nonseminoma
bersifat radioresisten, sehingga tidak direkomendasikan untuk
radiasi. Pilihan terapi adalah kemoterapi 6 siklus. Evaluasi dilakukan
46

setelah 3 - 4 siklus menggunakan petanda tumor b-HCG dan a-


fetoprotein serta foto toraks PA dan lateral, selanjutnya menurut
algoritma

4. Penatalaksanaan Teratoma jinak


Penatalaksanaan teratoma jinak adalah pembedahan, tanpa adjuvant.
Pemeriksaan batas reseksi harus menyeluruh, agar tidak ada tumor
yang tertinggal dan kemungkinan akan berkembang menjadi ganas.

5. Penatalaksanaan Teratoma Ganas


Karena teratoma ganas terkadang mengandung unsur lain maka
terapi multimodaliti (bedah +kemoterapi + radioterapi) memberikan
hasil yang lebih baik. Pemilihan terapi didasarkan pada unsur yang
terkandung di dalamnya dan kondisi penderita. Penatalaksanaan
teratoma ganas dengan unsur germinal sama dengan penatalaksanaan
seminoma.Pada teratoma, perlu diingat beberapa hal penting:
1. Teratoma matur pada orang tua tidak selalu berarti jinak
2. Teratoma immatur pada anak-anak tidak selalu ganas
3. Teratoma matur pada anak-anak sudah pasti jinak
4. Teratoma imatur pada orang tua sudah pasti ganas

C. Tumor Neurogenik
1. Klasifikasi Histologik
Berasal dari saraf tepi (peripheral nerves)
· Neurofibroma
· Neurilemoma (Schwannoma)
· Neurosarkoma
Berasal dari ganglion simpatik (symphatetic ganglia)
· Ganglioneuroma
· Ganglioneuroblastoma
· Neuroblastoma
47

Berasal dari jaringan paraganglionik


· Fakreomasitoma
· Kemodektoma (paraganglioma)

2. Penatalaksanaan untuk semua tumor neurogenik adalah


pembedahan, kecuali neuroblastoma. Tumor ini radisensitif sehingga
pemberian kombinasi radio kemoterapi akan memberikan hasil yang
baik. Pada neurilemona (Schwannoma), mungkin perlu diberikan
kemoterapi adjuvan, untuk mencegah rekurensi.

3.6 EVALUASI PENGOBATAN TUMOR MEDIASTINUM


Evaluasi efek samping kemoterapi dilakukan setiap akan
memberikan siklus kemoterapi berikut dan/atau setiap 5 fraksi
radiasi (1000 cGy). Evaluasi untuk respons terapi dilakukan setelah
pemberian 2 siklus kemoterapi pada hari pertama siklus ke-3 atau
setelah radiasi 10 fraksi (200 cGy) dengan atau foto toraks. Jika ada
respons sebagian (partial respons atau PR) atau stable disease (SD),
kemoterapi dan radiasi masih dapat dilanjutkan. Pengobatan
dihentikan bila terjadi progressive disease (PD).
48

BAB IV. KESIMPULAN


Mediastinum adalah suatu bagian penting dari
thorax.Mediastinum terletak di antara kavita pleuralis dan
mengandung banyak organ penting dan struktur vital.Proes penting
yang melibatkan mediastinum mencakup emfisema, infeksi,
perdarahan serta banyak jenis kista dan tumor primer.
Banyak jenis jaringan dan susunan organ yang ada di dalam
mediastinum menimbulkan sejumlah neoplasma yang berbeda secara
histology.Di samping itu, banyak kelenjar limfe yang ada di dalam
mediastinum, dan bisa terlibat dalam sejumlah penyakit sistemik,
seperti karsinoma metastatic, kelainan granulomatosa, infeksi dan
kelainan jaringan ikat.
Kemajuan dalam teknik diagnostic dan peningkatan
penggunaan rontgenografi thorax yang rutin telah memungkinkan
diagnosis dini tumor ini. Karena eksisi bedah telah terbukti berhasil
menyembuhkan lesi jinak dan ganas, serta dengan peningkatan
penggunaan radiasi dan kemoterapi multiobat yang berhasil dalam
terapi sejumlah lesi ganas lain, maka observasi massa mediatinum
tanpa diagnosis histologik yang tepat, jarang dapat diterima.
Dasar dari evaluasi diagnostic adalah pemeriksaan
rontgenografi. Foto thorax lateral dan posteroanterior standar
bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam mediastinum.
Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian
tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relative
massa ini, apakah padat atau kistik, dan ada atau tidaknya kalsifikasi.
Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur
kista dan lokasinya di dalam mediastinum. Fluoroskopi dan barium
enema bisa membantu lebih lanjut dalam menggambarkan bentuk
massa dan hubungannya dengan struktur mediastinum lain, terutama
esophagus dan pembuluh darah besar.
49

Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran


massa dalam mediatinum pada tahun belakangan ini adalah
penggunaan sidik CT untuk diagnosis klinis. Dengan memberikan
gambaran anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi
mediastinum, CT mampu memisahkan massa mediastinum dari
struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan penggunaan materi
kontras intravena untuk membantu menggambarkan struktur
vascular, sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular dari
neoplasma mediastinum.
50

DAFTAR PUSTAKA

Mustofa, S. Et al. 2017. Sindroma Vena Cava Superior pada pasien


dengan Tumor Mediastinum. Journal Agromed Unisula. Vol.
4 56-61

Grippi, A. Michael dkk, 2015. Fishman S Pulmonary Disease and


Disorder (Edisi V) : Newyork; Mc Grawthfull education

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Tumor Mediastinum.


Jakarta; PDPI

Yalagachin H, 2013 Anterior Mediastinal Teratoma- A case Report


with Review of Literature, Indian J Surgery.181-184

You might also like