You are on page 1of 31

LAPORAN PRAKTIKUM

PETROGRAFI
PETROGRAFI BATUAN BEKU NON-FRAGMENTAL

Disusun Oleh:
Gracia Megasari Mujianto
21100117120002

LABORATORIUM SUMBER DAYA MINERAL DAN


BATUBARA
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
MARET 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan praktikum Petrografi dalam acara Petrografi Batuan Beku Non-


Fragmental oleh Gracia Megasari Mujianto telah disahkan pada :

hari :

tanggal :

waktu :

Untuk memenuhi tugas praktikum Petrografi mata kuliah Petrografi.

Semarang, Maret 2019

Asisten Acara, Praktikan,

Sinatrya Diko Prayudi Gracia Megasari.M.


21100115130055 21100117120002
DAFTAR ISI

COVER .....................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Maksud..............................................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................................1
1.3 Waktu dan Tempat……………………………………………………………1
BAB II HASIL DESKRIPSI..................................................................................9
2.1 Kode Peraga E/8 …............................................................................................9
2.2 Kode Peraga D3 STA 2....................................................................................11
2.3 Kode Peraga AA...........................................................................................…13
BAB III PEMBAHASAN.......................................................................................23
3.1 Kode Peraga E/8 …..........................................................................................23
3.2 Kode Peraga D3 STA 2....................................................................................26
3.3 Kode Peraga AA...............................................................................................30
BAB V PENUTUP…...……………………………………………........…......….49
5.1 Kesimpulan…..…………………………………………………......…….…..49
5.2 Saran..........…..…………………………………………………....……...….51
DAFTAR PUSTAKA…………...…………….………………………………….52
LAMPIRAN…...…………………………………..............…….………..............53
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Michel Levy ..............................................................................…......24


Gambar 3.2 Michel Levy...................... ..........................................................……25
Gambar 3.3 Tabel Michel Levy.....................................................................…......25
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Maksud
 Mengetahui visual, karateristik dan sifat optik mineral yang menyusun pada
batuan beku non fragmental secara petrografis.
 Mendeskripsikan tekstur umum, tekstur khusus, komposisi, dan presentase
kelimpahan mineral yang terkandung di dalam sayatan batuan beku non
fragmental .
 Menghubungan analisis mineral pada sayatan batuan beku non fragmental
dengan genesa pembentukannya.
 Menentukan nama batuan berdasarkan klasifikasi yang di gunakan.

1.2 Tujuan
 Dapat mengetahui visual, karateristik dan sifat optik mineral yang menyusun
pada batuan beku non fragmental secara petrografis.
 Dapat mendeskripsikan tekstur umum, tekstur khusus, komposisi, dan
presentase kelimpahan mineral yang terkandung di dalam sayatan batuan
beku non fragmental .
 Dapat menghubungan analisis mineral pada sayatan batuan beku non
fragmental dengan genesa pembentukannya.
 Dapat menentukan nama batuan berdasarkan klasifikasi yang di gunakan.

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum


Praktikum yang dilaksanakan dengan acara Petrografi Batuan Beku Non
Fragmental ini di laksanakan pada :
Hari : Senin
Tanggal : 3 dan 10 Maret 2019
Tempat : Ruang GS 202 & GS 302, Gedung Pertamina Sukowati,
Teknik Geologi, Universitas Diponegoro
BAB II
HASIL DESKRIPSI
BAB III
PEMBAHASAN

Pada praktikum Petrografi yang di laksanakan oleh Praktikan hari Senin,


tanggal 4 dan 11 Maret 2019 sebagai acara pendahuluan dan tanggal 6 dan 11 Maret
sebagai bagian pengamatan, bertempat di Gedung Pertamina Sukowati, Teknik
Geologi, Universitas Siponegoro dengan acara Petrografi Batuan Beku Non
Fragmental kemudian dilakukan pengamatan sayatan batuan peraga sebanyak 5
buah menggunakan mikroskop polarisator. Adapun pengamatan yang di lakukan
meliputi deskripsi tekstur umum dan tekstur khusus, komposisi mineral, dan
presentase dari konstituen penyusun batuan. Hasil deskrispi ini kemudian di analisis
mengenai pembahasan petrogenesa dan menentukan nama batuan bedasarkan
klasifikasi Batuan Beku (IUGS) dan klasifikasi Russel B. Travis (1955) yang di
pakai. Dari hasil deskripsi 5 sayatan batuan yang di peroleh yaitu kode G36C,
DUAL KRISS, MP7, M4AI, dan SCAR-L dengan penjabaran deskripsinya sebagai
berikut :
4.1 Kode G636C
Pengamatan sayatan batuan beku non fragmental pada batuan kode G36C
ini untuk mendeterminasi mineral-mineral yang ada di dalamnya dengan tujuan
untuk mendeterminasi jenis dan penamaan batuan. Dengan menggunakan
mikroskop polarisasi ini melalui perbesaran lensa 4x lebih besar dari perbesaran
normal untuk mengetahui kenampakan tekstur batuan secara mikroskopis.
Tekstur ini dapat menggambarkan bentuk, ukuran, dan susunan mineral di
dalam batuan. Pengamanatan tekstur ini meliputi hubungan antar kristal, derajat
kristalisasi sebagai tekstur umum, dan tekstur khusus berupa tekstur penciri dari
batuan. Kemudian melalui parameter penormalisasian komposisi untuk
mendapatkan penamaan dan genesa dari batuan.
Yang diamati pertama kali berdasarkan tingkat granularitas pada batuan ini
ialah equigranular yang menunjukkan ukuran butir kristal dengan perbesaran
4x maka mineral-mineral yang ada tergolong ukuran sedang berkisar 1-5 mm
dan bentuk kristal relatif seragam. Kemudian dalam mengamati derajat
kristalisasi yang menunjukkan keadaan proporsi antara massa kristal yang
terkandung di dalam batuan dengan massa gelasan. Derajat kristalisasi pada
batuan ini ialah hipokristalin yang tersusun atas 1:1 massa kristal dengan massa
dasarnya. Kemudian diamati secara hubungan antar kristalnya meliputi bentuk
butir dan susunan hubungan kristal dalam suatu batuan. Dan hubungan antar
kristal pada batuan ini tergolong hypidiamorf (subhedral) yang di ketahui dari
batas bidang kristal mineral yang terbentuk sebagian yang sempurna dan kurang
jelas. Kondisi ini di ketahui mineral yang terbentuk saat itu rongga atau ruang
yang tersedia sudah tidak memadai untuk membentuk kristal secara sempurna.
Untuk tekstur khususnya, dapat terlihat dari bagaimana kenampakan bentuk
mineral dan asosiasinya pada setiap medan pandang, dan dari pengamatan 3
medan pandang didapatkan bahwa melihat dari kumpulan mineral-mineralnya
terlihat berukuran seragam menjadi satu. Sehingga dapat diinterpretasikan
bahwa tekstur khusus pada batuan ini ialah seriate.
Setelah mengetahui bagian-bagian secara umumnya yaitu tekstur umum
dan tekstur khususnya, kemudian mendeterminasi komposisi penyusunnya.
Melalui pengamatan pada tiap medan pandang maka didapatkan beberapa
mineral yaitu :
a. Mineral plagioklas (An50,An55) sebanyak 25,80% memiliki kenampakan
plagioklas pada mikroskop dicirikan dengan warna hitam putih, terdapat
kembaran Carlsbad-albit, bentuk yang cenderung bladed memanjang,
dengan batasnya cenderung subhedral dan reliefnya rendah
b. Mineral klino-piroksen sebanyak 0,16% memiliki kenampakan sifat fisik
dari mineral ini adalah warna kehijauan, ada pecahan, belahan satu arah dan
gelapan miring.
c. Mineral Nefelin`, 37,09% memiliki kenampakan berukuran sedang 1-5mm,
dengan bentuknya yang cenderung anhedral tabular, memiliki belahan satu
arah, dengan adanya gelapan yaitu sesuai sudutnya yaitu gelapan miring,
yang berupa warna jingga.
d. Mineral Klorit, sebanyak 25,80% memiliki kenampakan berukuran kecil
<1mm, dengan warnanya kehijauan, memiliki pecahan, dengan bentuknya
cenderung subhedral granular, dengan didapatkan gelapan yang sesuai
sudutnya yaitu gelapan sejajar.
e. Massa dasarnya sebanyak 0,96% berupa mineral-mineral faneroporfiritik
yang lebih susah untuk didapatkan sifat optic mineralnya
Hasil dari proses pendeskripsian dan pendeterminasian tekstur umum,
khusus, dan komposisi serta sifat-sifat optic mineralnya, maka didapatkan
adanya penamaan berdasarkan beberapa klasifikasinya yang sebelumnya telah
dilakukan penormalisasian dahulu, penamaannya ialah Foid Gabro menurut
kalsifikasi IUGS Streckeisen 1980 dan Porfiri Teralit menurut klasifikasi
Russell B Travis 1955.
Pengamatan petrografi pada batuan peraga ini memiliki sifat magma
intermediet - basaltik. Hal ini di karenakan konstituen penyusun batuan terdiri
dari mineral basaltik berupa plagioklas, feldspar, dan klinopiroksen. Tempat
pembentukan batuan ini berada pada lingkup plutonik pada zona subduksi /
konvergen. Di lihat dari mineral yang terbentuk berukuran kecil maka waktu
pembentukan relative cepat dengan suhu dan tekanan yang tinggi. Pembentukan
batuan ini di awali dengan menyusun mineral anortite dengan suhu relative
tinggi dan selanjutnya dari deret discontinuous yaitu piroksen dengan suhu
relative tinggi.Kenampakan equigranular ini menunjukan bahwa selama
pembentukan kristal dalam waktu yang relative lama. Di karenakan ikatan antar
struktur kimia ini membentuk rantai yang panjang. Proses pembentukan batuan
ini adalah melalaui proses pembekuan magma yang lambat dan lama
memungkinkan magma untuk membentuk kristalin yang biasanya terjadi di
dalam kerak bumi atau plutonik, dimana proses pembekuan berlangsung di zona
plutonik yang agak jauh dari permukaan bumi sehingga kristalinitasnya
cenderung hipokristalin. Strukturnya yang bersifat masif dapat diinpretasikan
bahwa batuan ini sewaktu membeku tidak ada bekas – bekas lubang atau aliran
bekas keluarnya gas ketika pembekuan. Dari hubungan antar kristalnya yang
inequigranular faneroporfiritik, dapat diinpretasikan bahwa mineral
penyusunnya berukuran besar dan massa dasarnya dari mineral plagioklas.
Berdasarkan komposisi mineralnya maka sifat batuan ini adalah basa dimana
magma yang membentuk juga bersifat intermediet-basa (mafik), dan
kemungkinan magma tersebut terbentuk dari proses melting antara lempeng
samudra yang bersifat basa di daerah MOR, batuan ini bisa juga terbentuk di
daerah Islands arc, ataupun back arc basin. Hal ini dikarenakan dari ketiga zona
tersebut memungkinkan terbentuknya batuan yang bersifat basa dikarenakan
magma penyusunnya yang bersifat basa. Magma basa tersebut membeku di
sekitar daerah plutonik di bawah permukaan bumi dan akhirnya batuan ini naik
ke permukaan akibat gaya endogen yang berlangsung pada daerah tersebut
(uplift) atau karena erupsi dari gunung api. Namun, dikarenakan adanya asosiasi
dengan mineral-mineral intermediet, maka dapat diinterpretasikan bahwa
sebenarnya mineral-mineral yang ada merupakan hasil dari pencampuran
mineral (magma mixing) yang mengakibatkan adanya proses diferensiasi
magma akibat kontak magma saat menerobos badan intrusi sehingga terjadi
proses asimilasi, yang mengakibatkan magma asal berupa basalt tercampur
menjadi magma yang cenderung intermediet yang juga terbentuk pada suhu
yang sedang sekitar 800-1000°C.

Gambar 3.1 Proses Pembentukan Magma Basaltik


4.2 Kode DUALKRISS
Pengamatan sayatan batuan beku non fragmental pada batuan kode
DUALKRISS ini untuk mendeterminasi mineral-mineral yang ada di dalamnya
dengan tujuan untuk mendeterminasi jenis dan penamaan batuan. Dengan
menggunakan mikroskop polarisasi ini melalui perbesaran lensa 4x lebih besar
dari perbesaran normal untuk mengetahui kenampakan tekstur batuan secara
mikroskopis. Tekstur ini dapat menggambarkan bentuk, ukuran, dan susunan
mineral di dalam batuan. Pengamanatan tekstur ini meliputi hubungan antar
kristal, derajat kristalisasi sebagai tekstur umum, dan tekstur khusus berupa
tekstur penciri dari batuan. Kemudian melalui parameter penormalisasian
komposisi untuk mendapatkan penamaan dan genesa dari batuan.
Yang diamati pertama kali berdasarkan tingkat granularitas pada batuan ini
ialah equigranular yang menunjukkan ukuran butir kristal dengan perbesaran
4x maka mineral-mineral yang ada tergolong ukuran sedang berkisar 1-5 mm
dan bentuk kristal relatif seragam. Kemudian dalam mengamati derajat
kristalisasi yang menunjukkan keadaan proporsi antara massa kristal yang
terkandung di dalam batuan dengan massa gelasan. Derajat kristalisasi pada
batuan ini ialah holokristalin yang tersusun atas 100% massa kristal. Kemudian
diamati secara hubungan antar kristalnya meliputi bentuk butir dan susunan
hubungan kristal dalam suatu batuan. Dan hubungan antar kristal pada batuan
ini tergolong hypidiomorf (subhedral) yang di ketahui dari batas bidang kristal
mineral yang terbentuk sebagian yang sempurna dan kurang jelas. Kondisi ini
di ketahui mineral yang terbentuk saat itu rongga atau ruang yang tersedia sudah
tidak memadai untuk membentuk kristal secara sempurna. Untuk tekstur
khususnya, dapat terlihat dari bagaimana kenampakan bentuk mineral dan
asosiasinya pada setiap medan pandang, dan dari pengamatan 3 medan pandang
didapatkan bahwa melihat dari kumpulan mineral-mineralnya yang kecil
sebagian besar mengelilingi mineral-mineral yang lebih besar/plagioklasnya.
Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa tekstur khusus pada batuan ini ialah
sub-ophytik.
Setelah mengetahui bagian-bagian secara umumnya yaitu tekstur umum
dan tekstur khususnya, kemudian mendeterminasi komposisi penyusunnya.
Melalui pengamatan pada tiap medan pandang maka didapatkan beberapa
mineral yaitu :
a. Mineral plagioklas (An20,An35) sebanyak 43,33% memiliki
kenampakan plagioklas pada mikroskop dicirikan dengan warna hitam
putih, terdapat kembaran Carlsbad-albit, bentuk yang cenderung bladed
memanjang, dengan batasnya cenderung subhedral dan reliefnya rendah
b. Mineral Kuarsa, sebanyak 26,67% memiliki kenampakan sifat fisik dari
mineral ini adalah berukuran kecil,, ada pecahan, belahan terkadang ada dan
gelapan bergelombang.
c. Mineral Hornblende, 3,33% memiliki kenampakan berukuran sedang 1-
5mm, dengan bentuknya yang cenderung subhedral tabular, dengan adanya
gelapan yaitu sesuai sudutnya yaitu gelapan miring
d. Mineral Biotit, sebanyak 26,67% memiliki kenampakan berukuran sedang
1-5 mm, dengan warnanya kecoklatan, memiliki pecahan, dengan
bentuknya cenderung subhedral granular, dengan didapatkan gelapan yang
sesuai sudutnya yaitu gelapan miring.
Hasil dari proses pendeskripsian dan pendeterminasian tekstur umum,
khusus, dan komposisi serta sifat-sifat optic mineralnya, maka didapatkan
adanya penamaan berdasarkan beberapa klasifikasinya yang sebelumnya telah
dilakukan penormalisasian dahulu, penamaannya ialah Tonalite menurut
kalsifikasi IUGS Streckeisen 1980 dan Diorit Kuarsa menurut klasifikasi
Russell B Travis 1955.
Proses pembentukan batuan ini adalah melalaui proses pembekuan
magma yang lambat memungkinkan magma untuk membentuk kristalin yang
biasanya terjadi di dalam kerak bumi, proses pembekuan berlangsung di zona
plutonik, sehingga mineral mengkristal dengan sempurna dan termasuk
holokristalin kristalinitasnya. Dalam pembentukan batuan fenokris terbentuk
lebih dahulu yang kemudian fenokris tersebut terselimuti oleh suatu massa
dasar. Pada batu peraga ini massa dasarnya dapat diketahui mineralnya
dikarenakan proses pembekuannya yang tidak terlalu dalam, letaknya dari
permukaan bumi dan waktunya pun tidak lama, yaitu massa dasarnya mineral
plagioklas. Dan sifat kimia batu ini adalah asam dimana magma yang
membentuk juga bersifat asam, dan kemungkinan magma tersebut terbentuk
dari proses melting antara dua lempeng benua yang bersifat asam (daerah
continental rift). sehingga terbentuk sifat asam. Hal ini dikarenakan lempeng
benua mengandung mineral Al dan SiO2 yang sifatnya asam. Namun dapat
memungkinkan juga terbentuk di daerah subduksi dimana keluanya magma
tersebut lebih dominan batuan felsik sehingga terjadi asimilasi magma yang
awalnya intermediet kemudian menjadi asam karena proses tersebut.
Asimilasinya disebabkan dari hasil pencampuran magma yang dihasilkan dari
proses pencampuran dengan batuan sampingnya. Magma asam tersebut
membeku di sekitar daerah plutonik di bawah permukaan bumi dan akhirnya
batuan ini naik ke permukaan akibat gaya endogen yang berlangsung pada
daerah tersebut (uplift) atau karena erupsi dari gunung api. Untuk melakukan
pemberian nama batuan, kelimpahan mineral yang diperhatikan adalah kuarsa
dan k-feldspar. Dengan melihat orientasi teksturnya yang mineral-mineral
kecilnya cenderung mengelilingi mineral-mineral yang lebih besar meskipun
tidak semua bagiannya, dan mineral-mineral yang terbentuk juga cenderung
memiliki belahan dan pecahan karena terbentuk pada proses yang cukup
panjang sesuai dengan deret pembentukan mineral Bowen Reaction Seriesnya.
Dengan disesuaikan dengan penamaan batuan dan mineral-mineral yang telah
dideterminasi, dapat diinterpretasikan mineral-mineral yang terbentuk juga
cenderung pada lingkungan magma yang asam dengan proses pembekuan yang
perlahan namun pada suhu yang tidak terlalu tinggi 600-800°C.

Gambar 4.2 Subduksi penghasil magma asam


4.3 Kode MP7
Pengamatan sayatan batuan beku non fragmental pada batuan kode MP7
ini untuk mendeterminasi mineral-mineral yang ada di dalamnya dengan tujuan
untuk mendeterminasi jenis dan penamaan batuan. Dengan menggunakan
mikroskop polarisasi ini melalui perbesaran lensa 4x lebih besar dari perbesaran
normal untuk mengetahui kenampakan tekstur batuan secara mikroskopis.
Tekstur ini dapat menggambarkan bentuk, ukuran, dan susunan mineral di
dalam batuan. Pengamanatan tekstur ini meliputi hubungan antar kristal, derajat
kristalisasi sebagai tekstur umum, dan tekstur khusus berupa tekstur penciri dari
batuan. Kemudian melalui parameter penormalisasian komposisi untuk
mendapatkan penamaan dan genesa dari batuan.
Yang diamati pertama kali berdasarkan tingkat granularitas pada batuan ini
ialah equigranular yang menunjukkan ukuran butir kristal dengan perbesaran
4x maka mineral-mineral yang ada tergolong ukuran sedang berkisar 1-5 mm
dan bentuk kristal relatif seragam. Kemudian dalam mengamati derajat
kristalisasi yang menunjukkan keadaan proporsi antara massa kristal yang
terkandung di dalam batuan dengan massa gelasan. Derajat kristalisasi pada
batuan ini ialah holokristalin yang tersusun atas 100% massa kristal. Kemudian
diamati secara hubungan antar kristalnya meliputi bentuk butir dan susunan
hubungan kristal dalam suatu batuan. Dan hubungan antar kristal pada batuan
ini tergolong idiomorph (euhedral) yang di ketahui dari batas bidang kristal
mineral yang terbentuk sebagian yang sempurna dan jelas. Kondisi ini di
ketahui mineral yang terbentuk saat itu rongga atau ruang yang tersedia sudah
sudah memadai untuk membentuk kristal secara sempurna. Untuk tekstur
khususnya, dapat terlihat dari bagaimana kenampakan bentuk mineral dan
asosiasinya pada setiap medan pandang, dan dari pengamatan 3 medan pandang
didapatkan bahwa melihat dari kumpulan mineral-mineralnya yang besar
sebagian besar mengelilingi mineral-mineral yang lebih kecilnya. Sehingga
dapat diinterpretasikan bahwa tekstur khusus pada batuan ini ialah porfiritik.
Setelah mengetahui bagian-bagian secara umumnya yaitu tekstur umum
dan tekstur khususnya, kemudian mendeterminasi komposisi penyusunnya.
Melalui pengamatan pada tiap medan pandang maka didapatkan beberapa
mineral yaitu :
a. Mineral plagioklas (An25,An35) sebanyak 16,13% memiliki
kenampakan plagioklas pada mikroskop dicirikan dengan warna hitam
putih, terdapat kembaran Carlsbad-albit, bentuk yang cenderung bladed
memanjang, dengan batasnya cenderung subhedral dan reliefnya
rendah
b. Mineral Kuarsa, sebanyak 40,32% memiliki kenampakan sifat fisik
dari mineral ini adalah berukuran kecil,, ada pecahan, belahan
terkadang ada dan gelapan bergelombang.
c. Mineral Hornblende, 12,89% memiliki kenampakan berukuran sedang
1-5mm, dengan bentuknya yang cenderung subhedral tabular, dengan
adanya gelapan yaitu sesuai sudutnya yaitu gelapan miring
d. Mineral Biotit, sebanyak 16,13% memiliki kenampakan berukuran
sedang 1-5 mm, dengan warnanya kecoklatan, memiliki pecahan,
dengan bentuknya cenderung subhedral granular, dengan didapatkan
gelapan yang sesuai sudutnya yaitu gelapan miring.
e. Mineral Orthoklas sebanyak 14,51% memiliki kenampakan ukuran
kecil, terdapat kembaran Carlsbad, bentuk yang cenderung bladed
memanjang, dengan batasnya cenderung subhedral dan memiliki
belahan 1 arah
Hasil dari proses pendeskripsian dan pendeterminasian tekstur umum,
khusus, dan komposisi serta sifat-sifat optic mineralnya, maka didapatkan
adanya penamaan berdasarkan beberapa klasifikasinya yang sebelumnya telah
dilakukan penormalisasian dahulu, penamaannya ialah Monzogranit menurut
kalsifikasi IUGS Streckeisen 1980 dan Monzonit Kuarsa menurut klasifikasi
Russell B Travis 1955.
Proses pembentukan batuan ini adalah melalaui proses pembekuan
magma yang lambat memungkinkan magma untuk membentuk kristalin yang
biasanya terjadi di dalam kerak bumi, proses pembekuan berlangsung di zona
plutonik, sehingga mineral mengkristal dengan sempurna dan termasuk
holokristalin kristalinitasnya. Dalam pembentukan batuan fenokris terbentuk
lebih dahulu yang kemudian fenokris tersebut terselimuti oleh suatu massa
dasar. Pada batu peraga ini massa dasarnya dapat diketahui mineralnya
dikarenakan proses pembekuannya yang tidak terlalu dalam, letaknya dari
permukaan bumi dan waktunya pun tidak lama, yaitu massa dasarnya mineral
plagioklas. Dan sifat kimia batu ini adalah asam dimana magma yang
membentuk juga bersifat asam, dan kemungkinan magma tersebut terbentuk
dari proses melting antara dua lempeng benua yang bersifat asam (daerah
continental rift). sehingga terbentuk sifat asam. Hal ini dikarenakan lempeng
benua mengandung mineral Al dan SiO2 yang sifatnya asam. Namun dapat
memungkinkan juga terbentuk di daerah subduksi dimana keluanya magma
tersebut lebih dominan batuan felsik sehingga terjadi asimilasi magma yang
awalnya intermediet kemudian menjadi asam karena proses tersebut. Magma
asam tersebut membeku di sekitar daerah plutonik di bawah permukaan bumi
dan akhirnya batuan ini naik ke permukaan akibat gaya endogen yang
berlangsung pada daerah tersebut (uplift) atau karena erupsi dari gunung api.
Untuk melakukan pemberian nama batuan, kelimpahan mineral yang
diperhatikan adalah kuarsa,plagioklas, dan k-feldspar. Batuan ini lebih
digolongkan pada batuan asam karena komposisi mineral-mineralnya saat
diasosiasikan lebih tergolong pada mineral-mineral asam yang memiliki
kandungan Na yang cukup tinggi. Sehingga batuan ini dapat diinterpretasikan
terbentuk pada zona batuan plutonik, di saat kondisinya magma mengalami
asimilasi pada suhu 600-800°C, sampai terbentuklah mineral-mineral yang
menyusun dengan tekstur khususnya berupa sub-ophytic. Mineral-mineral
penyusun batuan ini juga digolongkan pada mineral resisten sehingga tidak
terlalu banyak ditemukan adanya kenampakan pecahan maupun belahannya.

Gambar 4.3 Setting tektonik pembentuk batuan


4.4 Kode M4AI
Pengamatan sayatan batuan beku non fragmental pada batuan kode M4AI
ini untuk mendeterminasi mineral-mineral yang ada di dalamnya dengan tujuan
untuk mendeterminasi jenis dan penamaan batuan. Dengan menggunakan
mikroskop polarisasi ini melalui perbesaran lensa 4x lebih besar dari perbesaran
normal untuk mengetahui kenampakan tekstur batuan secara mikroskopis.
Tekstur ini dapat menggambarkan bentuk, ukuran, dan susunan mineral di
dalam batuan. Pengamanatan tekstur ini meliputi hubungan antar kristal, derajat
kristalisasi sebagai tekstur umum, dan tekstur khusus berupa tekstur penciri dari
batuan. Kemudian melalui parameter penormalisasian komposisi untuk
mendapatkan penamaan dan genesa dari batuan.
Yang diamati pertama kali berdasarkan tingkat granularitas pada batuan ini
ialah equigranular yang menunjukkan ukuran butir kristal dengan perbesaran
4x maka mineral-mineral yang ada tergolong ukuran sedang berkisar 1-5 mm
dan bentuk kristal relatif seragam. Kemudian dalam mengamati derajat
kristalisasi yang menunjukkan keadaan proporsi antara massa kristal yang
terkandung di dalam batuan dengan massa gelasan. Derajat kristalisasi pada
batuan ini ialah holokristalin yang tersusun atas 100% massa kristal. Kemudian
diamati secara hubungan antar kristalnya meliputi bentuk butir dan susunan
hubungan kristal dalam suatu batuan. Dan hubungan antar kristal pada batuan
ini tergolong hipidiomorph (subhedral) yang di ketahui dari batas bidang kristal
mineral yang terbentuk sebagian yang sempurna dan jelas. Kondisi ini di
ketahui mineral yang terbentuk saat itu rongga atau ruang yang tersedia sudah
sudah memadai untuk membentuk kristal secara sempurna. Untuk tekstur
khususnya, dapat terlihat dari bagaimana kenampakan bentuk mineral dan
asosiasinya pada setiap medan pandang, dan dari pengamatan 3 medan pandang
didapatkan bahwa melihat dari kumpulan mineral-mineralnya yang besar
sebagian besar mengelilingi mineral-mineral yang lebih kecilnya. Sehingga
dapat diinterpretasikan bahwa tekstur khusus pada batuan ini ialah porfiritik.
Setelah mengetahui bagian-bagian secara umumnya yaitu tekstur umum
dan tekstur khususnya, kemudian mendeterminasi komposisi penyusunnya.
Melalui pengamatan pada tiap medan pandang maka didapatkan beberapa
mineral yaitu :
a. Mineral plagioklas (An30,An45) sebanyak 53,33% memiliki
kenampakan plagioklas pada mikroskop dicirikan dengan warna hitam
putih, terdapat kembaran Carlsbad-albit, bentuk yang cenderung bladed
memanjang, dengan batasnya cenderung subhedral dan reliefnya
rendah
b. Mineral Kuarsa, sebanyak 25% memiliki kenampakan sifat fisik dari
mineral ini adalah berukuran kecil,, ada pecahan, belahan terkadang
ada dan gelapan bergelombang.
c. Mineral Orthoklas sebanyak 15% memiliki kenampakan ukuran kecil,
terdapat kembaran Carlsbad, bentuk yang cenderung bladed
memanjang, dengan batasnya cenderung subhedral dan memiliki
belahan 1 arah
d. Massa Dasar 6,7% yang berupa faneroporfiritik hanya bisa
dideterminasi kelimpahan mineralnya saja.
Hasil dari proses pendeskripsian dan pendeterminasian tekstur umum,
khusus, dan komposisi serta sifat-sifat optic mineralnya, maka didapatkan
adanya penamaan berdasarkan beberapa klasifikasinya yang sebelumnya telah
dilakukan penormalisasian dahulu, penamaannya ialah Granodiorit menurut
kalsifikasi IUGS Streckeisen 1980 dan Porfiri Diorit Kuarsa menurut
klasifikasi Russell B Travis 1955.
Proses pembentukan batuan ini adalah melalaui proses pembekuan
magma yang lambat memungkinkan magma untuk membentuk kristalin yang
biasanya terjadi di dalam kerak bumi, proses pembekuan berlangsung di zona
plutonik, sehingga mineral mengkristal dengan sempurna dan termasuk
holokristalin kristalinitasnya, sehingga dapat terlihat mineral-mineral yang
terbentuk dapat terlihat cukup besar-besar. Dalam pembentukan batuan fenokris
terbentuk lebih dahulu yang kemudian fenokris tersebut terselimuti oleh suatu
massa dasar. Pada batu peraga ini massa dasarnya dapat diketahui mineralnya
dikarenakan proses pembekuannya yang tidak terlalu dalam, letaknya dari
permukaan bumi dan waktunya pun tidak lama, yaitu massa dasarnya mineral
plagioklas. Dan sifat kimia batu ini adalah asam dimana magma yang
membentuk juga bersifat asam, dan kemungkinan magma tersebut terbentuk
dari proses melting antara dua lempeng benua yang bersifat asam (daerah
continental rift). sehingga terbentuk sifat asam. Hal ini dikarenakan lempeng
benua mengandung mineral Al dan SiO2 yang sifatnya asam. Namun dapat
memungkinkan juga terbentuk di daerah subduksi dimana keluanya magma
tersebut lebih dominan batuan felsik sehingga terjadi asimilasi magma yang
awalnya intermediet kemudian menjadi asam karena proses tersebut. Magma
asam tersebut membeku di sekitar daerah plutonik di bawah permukaan bumi
dan akhirnya batuan ini naik ke permukaan akibat gaya endogen yang
berlangsung pada daerah tersebut (uplift) atau karena erupsi dari gunung api.
Untuk melakukan pemberian nama batuan, kelimpahan mineral yang
diperhatikan adalah kuarsa dan k-feldspar. Setelah mengetahui kelimpahannya,
dapat diketahui bahwa komposisi kuarsa dan feldspar serta plagioklas
mendominasi tubuh batuan ini sehingga sampai terbentuknya pun pada suhu
yang cukup rendah yaitu sekitar 600-800°C dapat terlihat juga batuan-batuan
yang terbentuk tidak memiliki banyak pecahan maupun belahan yang terlalu
mencolok. Dalam proses evolusi magma yaitu pembentukan magma baru dari
hasil pencampuran magma atau hibridisasi, lalu pembentukan magma baru hasil
asimilasi dengan batuan samping atau dapat disebut dengan sinteksis, dan
proses pembentukan batuan dari peleburan batuan atau anateksis ini dapat
diinterpretasikan mineral kuarsa yang berada pada batuan beku non fragmental
ini memiliki kandungan senyawa silikat dan Oksigen yang saling berikatan dari
hasil pencampuran magma yang pada awalnya merupakan komposisi magma
basa (dari asalnya yaitu kerak bumi) yang mengalami peleburan, dan kemudian
saat melewati zona diferensiasi magma mengalami perubahan senyawa tertentu
akibat adanya perubahan suhu pada fase fraksinasi lalu karena magma memiliki
suhu yang rendah maka akan memecah menjadi unsur-unsur yang heterogen
(liquid imissibility). Kemudian magma yang membawa komponen-komponen
tertentu tersebut membawa serta kandungan gas volatile Na yang asam, dan
mengalami kontak dengan batuan samping yang semakin mengubah kandungan
magma, dan terbentuklah mineral dengan tingkat resistensi yang cukup tinggi
atau dapat disebut kuarsa. Karena sifatnya yang cenderung asam maka
meskipun dapat terbentuk pada berbagai zona karena tingkat resistensinya tetapi
rata-rata terbentuk pada zona rekahan benua dan Active Continental Margin.

Gambar 4.4 Pembentukan batuan Kode M4AI


4.5 Kode SCAR-L
Pengamatan sayatan batuan beku non fragmental pada batuan kode SCAR-
L ini untuk mendeterminasi mineral-mineral yang ada di dalamnya dengan
tujuan untuk mendeterminasi jenis dan penamaan batuan. Dengan
menggunakan mikroskop polarisasi ini melalui perbesaran lensa 4x lebih besar
dari perbesaran normal untuk mengetahui kenampakan tekstur batuan secara
mikroskopis. Tekstur ini dapat menggambarkan bentuk, ukuran, dan susunan
mineral di dalam batuan. Pengamanatan tekstur ini meliputi hubungan antar
kristal, derajat kristalisasi sebagai tekstur umum, dan tekstur khusus berupa
tekstur penciri dari batuan. Kemudian melalui parameter penormalisasian
komposisi untuk mendapatkan penamaan dan genesa dari batuan.
Yang diamati pertama kali berdasarkan tingkat granularitas pada batuan ini
ialah equigranular yang menunjukkan ukuran butir kristal dengan perbesaran
4x maka mineral-mineral yang ada tergolong ukuran sedang berkisar 1-5 mm
dan bentuk kristal relatif seragam. Kemudian dalam mengamati derajat
kristalisasi yang menunjukkan keadaan proporsi antara massa kristal yang
terkandung di dalam batuan dengan massa gelasan. Derajat kristalisasi pada
batuan ini ialah holokristalin yang tersusun atas 100% massa kristal. Kemudian
diamati secara hubungan antar kristalnya meliputi bentuk butir dan susunan
hubungan kristal dalam suatu batuan. Dan hubungan antar kristal pada batuan
ini tergolong idiomorph yang di ketahui dari batas bidang kristal mineral yang
terbentuk sebagian yang sempurna dan jelas. Kondisi ini di ketahui mineral
yang terbentuk saat itu rongga atau ruang yang tersedia sudah sudah memadai
untuk membentuk kristal secara sempurna. Untuk tekstur khususnya, dapat
terlihat dari bagaimana kenampakan bentuk mineral dan asosiasinya pada setiap
medan pandang, dan dari pengamatan 3 medan pandang didapatkan bahwa
melihat dari adanya rekahan yang diisi oleh mineral-mineral sampai
membentuk struktur seperti vein yang menyebar atau dapat disebut sebagai
cavity.
Setelah mengetahui bagian-bagian secara umumnya yaitu tekstur umum
dan tekstur khususnya, kemudian mendeterminasi komposisi penyusunnya.
Melalui pengamatan pada tiap medan pandang maka didapatkan beberapa
mineral yaitu :
e. Mineral plagioklas (An65) sebanyak 7,67% memiliki kenampakan
plagioklas pada mikroskop dicirikan dengan warna hitam putih,
terdapat kembaran Carlsbad-albit, bentuk yang cenderung bladed
memanjang, dengan batasnya cenderung subhedral dan reliefnya
rendah
f. Mineral Olivin, sebanyak 53,33% memiliki kenampakan sifat fisik dari
mineral ini adalah berukuran kecil,, ada pecahan yang cukup banyak,
belahan terkadang ada dan gelapan miring
g. Mineral Klinopiroksen sebanyak 40% memiliki kenampakan ukuran
kecil, terdapat gelapan miring, bentuk yang subhedral tabular, dengan
batasnya cenderung subhedral dan memiliki belahan 1 arah.
Hasil dari proses pendeskripsian dan pendeterminasian tekstur umum,
khusus, dan komposisi serta sifat-sifat optic mineralnya, maka didapatkan
adanya penamaan berdasarkan beberapa klasifikasinya yang sebelumnya telah
dilakukan penormalisasian dahulu, penamaannya ialah Foid Gabro menurut
kalsifikasi IUGS Streckeisen 1980 dan Porfiri Peridotite menurut klasifikasi
Russell B Travis 1955.
Proses pembentukan batuan ini adalah melalaui proses pembekuan magma
yang lambat dan lama memungkinkan magma untuk membentuk kristalin yang
biasanya terjadi di dalam kerak bumi atau plutonik, dimana proses pembekuan
berlangsung di zona plutonik yang jauh dari permukaan bumi sehingga
kristalinitasnya holokristalin. Strukturnya yang bersifat masif dapat
diinpretasikan bahwa batuan ini sewaktu membeku tidak ada bekas – bekas
lubang atau aliran bekas keluarnya gas ketika pembekuan. Dari hubungan antar
kristalnya yang equigranular faneroporfiritik, dapat diinpretasikan bahwa
mineral penyusuninnya berukuran besar dan massa dasarnya dari mineral
plagioklas. Berdasarkan komposisi mineralnya maka sifat batuan ini adalah
basa dimana magma yang membentuk juga bersifat basa (mafik), dan
kemungkinan magma tersebut terbentuk dari proses melting antara lempeng
samudra yang bersifat basa di daerah MOR, batuan ini bisa juga terbentuk di
daerah Islands arc, ataupun back arc basin. Hal ini dikarenakan dari ketiga zona
tersebut memungkinkan terbentuknya batuan yang bersifat basa dikarenakan
magma penyusunnya yang bersifat basa. Batuan ini dapat diinterpretasikan
termasuk dalam golongan batuan ultrabasa yang terbentuk dari awalnya adanya
arus konveksi pada bagian plume tektonik batuan, kemudian arus konveksi
tersebut mempengaruhi proses divergen rekahan lempeng, sampai akhirnya ada
pelelehan plate yang membentuk adanya flood basalt atau dapat disebut dengan
seri ofiolit yang menghasilkan batuan-batuan ultrabasa.

Gambar 4.5 Setting Tektonik Pembentuk Batuan


BAB IV
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Kode G36C merupakan batuan beku non fragmental plutonik, jenis batuannya
merupakan basa hampir intermediet.
2. Kode DUALKRISS merupakan batuan beku non fragmental plutonik, jenis
batuannya merupakan batuan beku asam.
3. Kode MP7 merupakan batuan beku non fragmental plutonik, jenis batuannya
merupakan batuan beku intermediet-asam
4. Kode M4AI merupakan batuan beku non fragmental plutonik, jenis batuannya
merupakan batuan beku intermediet-asam
5. Kode SCAR-L merupakan batuan beku non fragmental plutonik, jenis batuannya
merupakan batuan beku ultrabasa.
5.2 Saran
Diharapkan dari praktikum petrografi ini praktikan mampu mendeterminasi
jenis batuan dengan komposisinya melalui sayatan petrografinya.

\
DAFTAR PUSTAKA

Tim Asisten Praktikum Petrografi. 2017. Buku Panduan Praktikum Petrografi.


Teknik Geologi: UNDIP, Semarang.
https://www.academia.edu/8988368/petrografi (diakses pada tanggal 17 Maret
2019, pukul 18.35 WIB)
Lampiran 1 (Kode G36C)
Mineral MP 1 (%) MP 2 (%) MP 3 (%) Rata-rata (%) Normalisasi
Plagioclas 45% - 35% 26,67% 41,025%

Feldspar 45% 50% 20% 38,33 % 58,975%


Lampiran 2 (Kode DUAL KRISS)
Mineral MP 1 (%) MP 2 (%) MP 3 (%) Rata-rata (%) Normalisasi
Plagioclas 50% 25% 55% 43,33% 61,9%

Kuarsa - 35% 45% 26.67 % 38,1%


Lampiran 3 (Kode MP7)
Mineral MP 1 (%) MP 2 (%) MP 3 (%) Rata-rata (%) Normalisasi
Plagioclas 25% - 15% 13,33% 19,04%

Feldspar - 45% - 15% 21,43%

Kuarsa 35% 45% 45% 41,67 % 59,53%


Lampiran 4 (Kode M4AI)
Mineral MP 1 (%) MP 2 (%) MP 3 (%) Rata-rata (%) Normalisasi
Plagioclas 35% - 70% 53,33 % 53,33 %

Feldspar - 45% - 15% 15%

Kuarsa 45% 55% 30% 25% 25%


Lampiran 5 (Kode SCAR-L)
Mineral MP 1 (%) MP 2 (%) MP 3 (%) Rata-rata (%) Normalisasi
Plagioclas - 20% - 7,67% 7,67%

Olivin 60% 50% 50% 53,33% 53,33%

Klinopiro 40% 30% 50% 40% 40%


ksen

You might also like