You are on page 1of 9

HANDOUT PENJAHITAN PERINEUM

PEMBELAJARAN MIKRO

Disusun Oleh :
Nurul Fajar Setiati,Amd.Keb
(163112540120248)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS NASIONAL
Jl. Sawo Manilla,Pejaten,Pasar Minggu,Jakarta Selatan 12520

Telp.(021) 7806700 (hunting) ext. 24 Fax. 7806462


Nama Institusi : Universitas Nasional
Prodi /Fakultas : D III Kebidanan / Fakultas Ilmu Kesehatan
Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan II
Kode Mata Kuliah : Bd. 302
Beban Studi : 3 SKS (Teori : 1, Praktik:2)
Kelas/Semester : A/III (Tiga)
Alokasi waktu : 2 x 90 menit
Pokok Bahasan : Asuhan kebidanan pada ibu bersalin
Sub Pokok Bahasan : Penjahitan Perineum
Dosen : Nurul Fajar Setiati,Amd.Keb

Objektif Perilaku Siswa

Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa mampu :

1. Mendeskripsikan mengenai robekan perineum dan penjahitan luka perineum


2. Merancang alat peraga mengenai penjahitan luka perineum
3. Menjelaskan dan mempraktekkan mengenai penjahitan luka perineum sesuai dengan
langkah-langkah atau prosedur yang telah ditetapkan

Referensi

1. Dep.Kes RI. Asuhan Persalinan Normal, Jakarta; 2004


2. Mochtar, R. Sinopsis Obstetri, Edisi 2 Jilid 1, EGC, Jakarta; 1998
3. Pusdiknakes. Buku 3 Asuhan Intrapartum, Jakarta; 2003
4. Sarwono P. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal,
YBP SP, Jakarta; 2003
Materi

1. Pendahuluan
Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan
derajat kesehatan masyarakat. Salah satu prioritas utama dalam pembangunan sektor
kesehatan sebagaimana tercantum dalam Propenas serta strategi Making Pregnancy Safer
(MPS) atau kehamilan yang aman sebagai kelanjutan dari program Safe Motherhood
dengan tujuan untuk mempercepat penurunan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru
lahir (MDG’s, 2010), dalam pernyataan yang diterbitkan di situs resmi WHO dijelaskan
bahwa untuk mencapai target Millennium Development Goal’s, penurunan angka
kematian ibu dari tahun 1990 sampai dengan 2015 haruslah mencapai 5,5 persen
pertahun (antaranews, 2007)
Salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu adalah infeksi pada masa nifas
dimana infeksi tersebut berawal dari ruptur perineum. Ruptur Perineum dapat terjadi
karena adanya rupture spontan maupun episiotomi perineum yang dilakukan atas indikasi
antara lain: bayi besar, perineum kaku, persalinan yang kelainan letak, persalinan dengan
menggunakan alat baik forceps maupun vacum. Karena apabila episiotomi itu tidak
dilakukan atas indikasi dalam keadaan yang tidak perlu dilakukan dengan indikasi di
atas, maka menyebabkan peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan pada daerah
perineum yang lebih berat (Prawirohardjo, 2005).
Di seluruh dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus rupture perineum pada ibu
bersalin. Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2050, seiring dengan
semakin tingginya bidan yang tidak mengetahui asuhan kebidanan dengan baik.
(Hilmy, dalam http://stikesharapanmama.blogspot.com, 2010).
Di Amerika 26 juta ibu bersalin yang mengalami rupture perineum, 40 %
diantaranya mengalami rupture perineum (Heimburger, dalam http://stikes
harapanmama.blogspot.com, 2009). Di Asia rupture perineum juga merupakan masalah
yang cukup banyak dalam masyarakat, 50 % dari kejadian rupture perineum di dunia
terjadi di Asia (Campion, dalam http://stikes harapanmama.blogspot.com, 2009).
Prevalensi ibu bersalin yang mengalami rupture perineum di Indonesia pada golongan
umur 25-30 tahun yaitu 24 % sedang pada ibu bersalin usia 32 –39 tahun sebesar 62 %.
Dampak dari terjadinya rupture perineum pada ibu antara lain terjadinya infeksi
pada luka jahitan dimana dapat merambat pada saluran kandung kemih ataupun pada
jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih
maupun infeksi pada jalan lahir. Selain itu juga dapat terjadi perdarahan karena
terbukanya pembuluh darah yang tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi
terus menerus. Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya
kematian pada ibu post partum mengingat kondisi fisik ibu post partum masih lemah.
Beberapa faktor penyebab terjadinya rupture perineum terdiri atas faktor ibu seperti:
usia, paritas, partus presipitatus, ibu yang tidak mampu berhenti mengejan, partus yang
diselesaikan dengan buru-buru, edema dan kerapuhan perineum, varises vulva, arkus
pubis yang sempit sehingga kepala terdorong kebelakang dan episiotomi yang sempit,
dan faktor janin antara lain: bayi besar, kelainan presentasi, kelahiran bokong, distosia
bahu (Oxorn, 2010).

A. Pengertian robekan perineum


Ruptur Perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan
maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi
pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin terlalu cepat. Robekan
perineum terjadi pada hampir semua primipara (Winkjosastro,2005).

Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum yang biasanya
disebabkan oleh trauma saat persalinan (Maemunah, 2005).

Robekan perineum bisa terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan selanjutnya. Robekan ini dapat dihindari atau dikurangi
dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat
(Prawirohardjo,2007).

Untuk mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir, maka periksa daerah
perineum, vagina dan vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh
kemungkinan edema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkulai dan terbuka.
Sedangkan vulva bisa berwarna merah, bengkak dan mengalami lecet-lecet. Untuk
mengetahui ada tidaknya trauma atau hemoroid yang keluar, maka periksa anus dengan
rectal toucher.
B. Laserasi dapat dikategorikan dalam :
1. Derajat pertama: laserasi mengenai mukosa dan kulit perineum, tidak perlu dijahit.
2. Derajat kedua: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum (perlu
dijahit).
3. Derajat ketiga: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter
ani.
4. Derajat empat: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter
ani yang meluas hingga ke rektum. Bila laserasi jalan lahir berada pada derajat III dan
IV: Rujuk segera

C. Tujuan dari penjahitan perlukaan perineum atau akibat episiotomi adalah :


1. Untuk mendekatkan jaringan-jaringan perlukaan sehingga proses penyembuhan bisa
terjadi, proses penyembuhan itu sendiri bukanlah hasil dari penjahitan tersebut tetapi
hasil dari pertumbuhan jaringan.
2. Untuk menghentikan perdarahan yang terjadi akibat perlukaan yang menyebabkan
pembuluh darah terbuka.

D. Langkah-langkah penjahitan robekan perineum


 Persiapan Alat

1. Siapkan peralatan untuk melakukan penjahitan: Wadah berisi : Sarung tangan,


pemegang jarum, jarum jahit catgut chromic 2/0 atau 3/0, kasa steril, pinset sirrurgis
dan anatomis, Kapas DTT, Buka spuit sekali pakai 10 ml dari kemasan steril, jatuhkan
dalam wadah DTT, Patahkan ampul lidokain 1%
2. Atur posisi bokong ibu pada posisi litotomi di tepi tempat tidur
3. Pasang kain bersih di bawah bokong ibu
4. Atur lampu sorot atau senter ke arah vulva / perineum ibu
5. Pastikan lengan / tangan tidak memakai perhiasan, cuci tangan dengan sabun pada air
mengalir
6. Pakai satu sarung tangan DTT pada tangan kanan
7. Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi tabung suntik dengan lidokain
dan letakkan kembali ke dalam wadah DTT
8. Lengkapi pemakaian sarung tangan pada tangan sebelah kiri
9. Bersihkan vulva dan perineum dengan kapas DTT dengan gerakan satu arah dari
vulva ke perineum
10. Periksa vagina, servik dan perineum secara lengkap, pastikan bahwa laserasi hanya
merupakan derajat satu atau dua.

 Anestesi Lokal
a. Keuntungan Anestesi Lokal :
1. Ibu lebih merasa nyaman (sayang ibu).
2. Bidan lebih leluasa dalam penjahitan.
3. Lebih cepat dalam menjahit perlukaannya (mengurangi kehilangan darah).
4. Trauma pada jaringan lebih sedikit (mengurangi infeksi).
5. Cairan yang digunakan: Lidocain 1 %. Tidak dianjurkan penggunaan lidocain 2
% (konsentrasinya terlalu tinggi dan menimbulkan nekrosis jaringan). Lidocain
dengan epinephrine (memperlambat penyerapan lidocain dan memperpanjang
efek kerjanya).

b. Tindakan Anastesi Lokal


1. Beritahu ibu tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Tusukkan jarum suntik pada daerah kamisura posterior yaitu bagian sudut
bahwa vulva.
3. Lakukan aspirasi untuk memastikan tidak ada darah yang terhisap
4. Suntikan anestesi sambil menarik jarum suntik pada tepi luka daerah perineum
5. Tanpa menarik jarum suntik keluar dari luka arahkan jarum suntik sepanjang
luka pada mukosa vagina
6. Lakukan langkah 2-5 diatas pada kedua tepi robekan
7. Tunggu 1-2 menit sebelum melakukan penjahitan

 Penjahitan Laserasi pada Perineum


1. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di mukosa vagina.
Setelah itu buat ikatan dan potong pendek benang dari yang lebih pendek.
Sisakan benang kira-kira 1 cm.
2. Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin
himen
3. Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke
belakang cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi kemudian ditarik
keluar pada luka perineum
4. Gunakan teknik jelujur saat menjahit lapisan otot. Lihat kedalam luka untuk
mengetahui letak ototnya.
5. Setelah dijahit sampai ujung luka, putarlah jarum dan mulailah menjahit kearah
vagina dengan menggunakan jahitan subkutikuler
6. Pindahkan jahitan dari bagian luka perineum kembali ke vagina di belakang
cincin himen untuk diikat dengan simpul mati dan dipotong benangnya
7. Masukkan jari ke dalam rektum
8. Periksa ulang kembali pada luka laserasi
9. Cuci daerah genital dengan lembut kemudian keringkan. Bantu ibu mencari
posisi yang diinginkan
10. Beri ibu informasi kesehatan tentang :
- Menjaga perineum selalu bersih dan kering
- Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya
- Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3-4 x per hari
- Kembali dalam seminggu untuk memeriksa luka

E. Macam-macam Jahitan Perineum


1. Jahitan Kulit
a. Jahitan interrupted :

1) Jahitan simple interrupted (Jahitan satu demi satu)


Merupakan jenis jahitan yang paling dikenal dan paling banyak
digunakan. Jarak antara jahitan sebanyak 5-7 mm dan batas jahitan dari tepi
luka sebaiknya 1-2 mm. Semakin dekat jarak antara tiap jahitan, semakin baik
bekas luka setelah penyembuhan.
2) Jahitan Matras
a) Jahitan matras vertikal
Jahitan jenis ini digunakan jika tepi luka tidak bisa dicapai hanya dengan
menggunakan jahitan satu demi satu. Misalnya di daerah yang tipis
lemak subkutisnya dan tepi satu demi satu. Misalnya di daerah yang tipis
lunak subkutisnya dan tepi luka cenderung masuk ke dalam.
b) Jahitan matras horizontal
Jahitan ini digunakan untuk menautkan fasia dan aponeurosis. Jahitan ini
tidak boleh digunakan untuk menjahit lemak subkutis karena membuat
kulit diatasnya terlihat bergelombang

b. Jahitan Continous

1) Jahitan jelujur
Mudah dipelajari, tidak nyeri, sedikit jahitan, lebih cepat dibuat, lebih
kuat dan pembagian tekanannya lebih rata bila dibandingkan dengan jahitan
terputus. Kelemahannya jika benang putus / simpul terurai seluruh tepi luka
akan terbuka.
2. Jahitan Subkutis

a. Jahitan continous

Jahitan terusan subkutikuler atau intrademal. Digunakan jika ingin dihasilkan


hasil yang baik setelah luka sembuh. Juga untuk menurunkan tengan pada luka
yang lebar sebelum dilakukan penjahitan satu demi satu.

3. Jahitan Dalam

Pada luka infeksi misalnya insisi abses, dipasang dren. Dren dapat dibuat dari
guntingan sarunga tangan fungsi dren adalah mengelirkan cairan keluar berupa darah
atau serum.

F. Hal Yang Perlu Diperhatikan dalam Penjahitan Perineum

1. Laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan, tidak perlu dilakukan
penjahitan.
2. Menggunakan sedikit jahitan.
3. Menggunakan selalu teknik aseptik.
4. Menggunakan anestesi lokal, untuk memberikan kenyamanan ibu.
G. Informasi kesehatan untuk ibu

Setelah dilakukan penjahitan, bidan hendaklah memberikan nasehat kepada ibu. Hal
ini berguna agar ibu selalu menjaga dan merawat luka jahitannya. Adapun nasehat yang
diberikan diantaranya :

1. Menjaga daerah vulva dan perineum ibu selalu dalam keadaan kering dan bersih.
2. Menghindari penggunaan obat-obat tradisional pada lukanya.
3. Mencuci perineum dengan air sabun dan air bersih sesering mungkin.
4. Menyarankan ibu mengkonsumsi nutrisi dan makanan bernilai gizi tinggi.
5. Menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh, atau sedikitnya
minum 8 gelas sehari.
6. Menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang 1 minggu setelah melahirkan
untuk memeriksa luka jahitan

Kesimpulan

Ruptur Perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan
maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi
pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin terlalu cepat. Robekan
perineum terjadi pada hampir semua primipara (Winkjosastro,2005). Tujuan dari
penjahitan perlukaan perineum atau akibat episiotomi adalah : Untuk mendekatkan
jaringan-jaringan perlukaan sehingga proses penyembuhan bisa terjadi, proses
penyembuhan itu sendiri bukanlah hasil dari penjahitan tersebut tetapi hasil dari
pertumbuhan jaringan dan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi akibat perlukaan
yang menyebabkan pembuluh darah terbuka.

You might also like