Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
1665050183
Pembimbing :
JAKARTA
0
I. IDENTITAS
Nama : An. A
Jenis kelamin : Lakilaki
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 24 Oktober 2007
Umur : 11 Tahun 4 bulan
Suku bangsa/Bangsa : Indonesia
Agama : Kristen
Alamat : Kp. Rawasapi RT 04/10, Jatimulya
Tanggal masuk RS : 02 Maret 2019
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dari ibu pasien pada tanggal 02 Maret 2019
a. Keluhan Utama :
Demam tinggi mendadak sejak 3 hari SMRS
b. Keluhan Tambahan
Demam, muntah, nyeri perut, batuk, nyeri sendi, nafsu makan berkurang, lemas
1
sebanyak 2x sehari setiap makan dan minum. Muntah berupa air dan sisa
makanan, tidak terdapat darah maupun lendir. Setiap muntah sebanyak ±
setengah gelas aqua. Sebelumnya pasien hanya makan makanan rumah seperti
biasa. Pasien juga mengalami batuk namun tidak disertai dahak yang muncul
sejak 1 hari SMRS.
Keluhan mimisan, gusi berdarah, dan BAB berwarna hitam disangkal. Terdapat
nyeri pada sendi lutut dan nyeri punggung pada hari pertama demam terutama
pada saat demam tinggi namun sekarang sudah menghilang. Bintik-bintik merah
pada badan pasien juga disangkal. Nafsu makan pasien berkurang. Di sekitar
rumah pasien ada yang menderita DBD. Riwayat berpergian ke daerah endemik
disangkal.
g. Riwayat Kelahiran :
Pasien dilahirkan secara pervaginam di rumah bersalin dan ditolong oleh bidan
puskesmas, bayi langsung menangis saat lahir, tidak ada cacat maupun trauma.
Berat saat lahir 2900gr dan panjang badan 47 cm.
h. Riwayat Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I : ± 5 bulan
Tengkurap : ± 4 bulan
Duduk : ± 6 bulan
Berjalan : ± 12 bulan
Bicara : ± 16 bulan
Membaca dan menulis : ± 4 tahun
Kesan : Perkembangan anak sesuai usia menurut Milestones.
2
Riwayat Imunisasi :
I II III
BCG
DPT
Polio
Campak - - -
Hepatitis B
i. Riwayat Makanan :
3
III. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan : 57 Kg
Tinggi badan : 145 cm
Status Gizi : (BB/TB)2x 100% = (57/(1,452))x 100% = 27 (obesitas)
Tanda-tanda vital : Tekanan darah = 110/70 mmHg
Nadi = 98 x/menit teraba kuat, isi cukup, reguler,
equal kiri dan kanan
Pernapasan = 22 x/menit
Suhu = 37,7 °C
Status Generalis :
Kepala : Normocephali, lingkar kepala 58 cm
Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Wajah : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut
Kulit : Sawo matang
Mata : Mata cekung, sklera kanan dan kiri tidak ikterik, kornea kanan
dan kiri jernih, iris kanan dan kiri berwarna coklat, pupil isokor
diameter 3 mm.
Telinga : Bentuk daun telinga kanan dan kiri normal, liang telinga kanan
dan kiri tidak terdapat serumen dan tidak terdapat cairan,
membrane timpani intak.
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada,
epistaksis tidak ada.
Mulut : Merah, kering, mukosa bibir lembab, sianosis tidak ada
Tenggorokan : T1 – T1 tenang, faring tidak hiperemis.
Leher : Bentuk simetris, trakea ditengah, kelenjar tiroid tidak teraba
Thoraks : Bentuk normal, pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela
iga idak ada.
Paru
Inspeksi : Gerak simetris saat statis dan dinamis, retraksi suprasternal dan
subcosta tidak ada.
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing tidak ada, rhonki tidak ada.
Jantung
4
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V midklavikula kiri, tidak kuat
angkat, tidak ada thrill
Perkusi : Batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I – II regular, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, tidak ada massa, luka bekas operasi(-)
Auskultasi : Bising usus positif normal
Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan di epigastrium.
Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen
Ektremitas : Tidak ada edema, akral hangat, tidak ada deformitas.
Genitalia : tidak dilakukan
Anus : tidak dilakukan
Pemeriksaan Neurologis
Refleks fisiologis
I. Refleks Bisep : +/+ normal
II. Refleks Trisep : +/+ normal
III. Refleks patella : +/+ normal
IV. Refleks Achilles : +/+ normal
Refleks patologis
I. Refleks babinski : -/- normal
II. Refleks Oppenheim : -/- normal
III. Refleks Chaddock : -/- normal
Brudzinki I : Negatif
Brudzinki II : Negatif
Kernig : Negatif
5
Tonus otot : Baik
Darah Rutin
Hematokrit 46 41 %
Darah Rutin
Darah Rutin
Hematokrit 38,1 41 %
6
Hematologi Nilai Nilai Rujukan
Darah Rutin
Hematokrit 41 41 %
V. RESUME
Pada anamnesis ditemukan :
Pasien perempuan, 11 tahun 4 bulan , BB 57 kg, datang ke UGD RS UKI dengan keluhan
utama panas tinggi mendadak 3 hari SMRS
Pada RPS :
- 3 hari SMRS :
Sakit kepala
Lemas
7
Status Gizi : (BB/TB)x 100% = (57/(1,452))x 100% = 97 %
Tanda-tanda vital :
- Tekanan darah = 110/70 mmHg
- Nadi = 98 x/menit teraba kuat, isi cukup,
reguler,equal kiri dan kanan
- Pernapasan = 22 x/menit
- Suhu = 37,7 °C
Pada Status Generalis
Status Generalis :
Kulit : Sawo matang
Mata : Mata cekung, sklera kanan dan kiri tidak ikterik, kornea kanan
dan kiri jernih, iris kanan dan kiri berwarna coklat, pupil isokor diameter 3 mm.
Abdomen
Palpasi : Cembung, hepar tidak teraba, Lien tidak teraba. Nyeri tekan di
epigastrium.
Ektremitas : Tidak ada edema, akral hangat, tidak ada deformitas.
DIAGNOSIS KERJA :
DIAGNOSIS BANDING :
Demam Tifoid
VI. TATALAKSANA
Medikamentosa
Suportif
Menggunakan kelambu saat tidur dan memasang obat nyamuk
Menggunakan mosquitoe repellant
Melaksanakan 3M
Meletakkan abate ke dalam tempat penampungan air
Melaporkan ke RT untuk dilakukan tindakan fogging di kawasan tempat tinggal
8
Pemeriksaan elektrolit darah (Na, K, Cl, Ca)
XI. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
VII. FOLLOW UP
Tanggal FOLLOW UP
23/03/2019 S = Pasien mengatakan demam sudah turun, mengeluh nyeri perut kanan
Pukul atas berkurang. Mual +, muntah -, nafsu makan menurun, BAB dan BAK
tidak ada keluhan
06.00 WIB
PH : 1
O = KU/KS = Tampak sakit sedang/compos mentis
PP : 6
TD = 100/70 mmHg Nafas = 25 x/mnt
Nadi = 100 x/menit Suhu = 36,5°C (aksila)
Kepala = Normocephali, rambut hitam, distribusi merata
Mata = Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
THT = Discharge (-), epistaksis (-), sekret tidak ada, T1 – T1 tenang,
faring tidak hiperemis
Mulut = Sianosis (-), gusi tidak berdarah
Jantung = BJ I – II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo = Bising nafas vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen = BU (+) N, supel, Nyeri tekan Epigastrium
Ekstremitas = Akral hangat, edema (-)
A = DHF grade 1 hari ke 6
P/
IVFD Ringer Laktat 35 tetes per menit (makro)
Ranitidin 2x1 amp (IV)
• Paracetamol 3x 150 mg
• Cefixime 2 x 150 mg (PO)
Cek H2TL perhari
04/03/2019 S = Pasien mengatakan suhu sudah stabil, nyeri perut sudah membaik, mual
Pukul (-), muntah (-), batuk berdahak (+) BAB dan BAK tidak ada keluhan, nafsu
06.30 WIB makan membaik
O = KU/Kesadaran = Tampak sakit ringan/compos mentis
PH : 2
TD = 110/70 mmHg Nafas = 24 x/mnt
PP : 7 Nadi = 120 x/menit Suhu = 36,8 (aksila)
Kepala = Normocephali, rambut hitam, distribusi merata
Mata = Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
9
THT = Discharge (-), epistaksis (-), sekret tidak ada, T1 – T1 tenang,
faring tidak hiperemis
Mulut = Sianosis (-), gusi tidak berdarah
Jantung = BJ I – II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo = Bising nafas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-)
Abdomen = BU (+) , supel, Nyeri tekan epigastrium (+)
Ekstremitas = Akral hangat edema (-)
A = DHF grade I hari ke 7
P =
Diet: Biasa
IVFD Ringer Laktat 35 tpm (makro)
Cefixime 2x 150mg (PO)
Jika trombosit >50.000 cek H2TL ulang, rencana BLPL
05/03/2019 S = Pasien sudah bebas demam 48 jam, nyeri perut (-), mual muntah (-),
Pukul
batuk berdahak (+) , nafsu makan dan minum membaik
06.45 WIB O = KU/KS = Tampak sakit ringan/compos mentis
PH : 3 TD = 100/60 mmHg RR = 24x/menit
PP : 8 N = 105x/menit S = 36,8°C (aksila)
Kepala = Mesocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata = Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
THT = Discharge (-), epistaksis (-), sekret tidak ada, T1 – T1 tenang,
faring tidak hiperemis
Mulut = Sianosis (-), gusi tidak berdarah
Jantung = BJ I – II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo = Suara nafas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-)
Abdomen = BU (+), supel,
Ekstremitas = Akral hangat, edema (-)
A = DHF grade I, panas hari ke 8
P =
Diet : Biasa
IVFD Ringer Laktat 35 tpm (makro)
Cefixime 2x150 mg Hari ke 3 s/d Hari ke 5
Paracetamol 3x500 mg k/p
Imunos 1x1 cth (PO)
Jika trombosit naik boleh pulang hari ini
10
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi dengan virus dengue pada manusia.
Sedangkan manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa Dengue Fever (DF) dan
Dengue Haemoragic Fever (DHF).
DHF merupakan penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam manifestasi perdarahan, dan
bertendensi mengakibatkan renjatan yang menyebabkan kematian.
Etiologi
Virus dengue penyebab DBD termasuk famili Flaviviridae, yang berukuran kecil sekali,
yaitu 35-45 nm. Virus dengue serotipe 1,2,3,4 ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa spesies lain merupakan vektor
yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur
hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak memberi perlindungan terhadap serotipe lain.
11
Patofisiologi
Virus hanya dapat hidup dalam sel hidup sehingga harus bersaing dengan sel manusia
terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat bergantung pada daya tahan tubuh
manusia.
Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga
dikeluarkan zat anafilatoksin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi
perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular; (2) agregasi trombosit
menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan mengakibatkan kelainan fungsi trombosit sebagai
akibat mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang; (3) kerusakan sel endotel pembuluh
darah akan merangsang/ mengaktivasi faktor pembekuan. Ketiga faktor diatas menyebabkan (1)
peningkatan permeabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis yang disebabkan oleh vaskulopati,
trombositopenia, dan koagulopati.
Dari sudut patofisiologi, infeksi virus dengue bergerak sesuai alur berikut :
Gambar 1. Patofisiologi
Infeksi Dengue
12
Manifestasi Klinik
Infeksi virus dengue mengakibatkan menifestasi klinik yang bervariasi mulai dari
asimptomatik, penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), dengue fever, dengue
haemoragic fever, sampai dengue shock syndrom. Walaupun secara epidemiologis infeksi ringan
lebih banyak, tetapi pada awal penyakit hampir tidak mungkin membedakan infeksi ringan atau
berat.
Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus memasuki tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit. Setelah itu disusul oleh periode tenang selama
kurang lebih 4 hari, dimana virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh manusia.
Apabila jumlah virus sudah cukup maka virus akan memasuki sirkulasi darah (viraemia), dan
pada saat ini manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue
dalam tubuh manusia, maka tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini
antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dapat berbeda, dimana perbedaan reaksi ini
akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit. Pada
prinsipnya, bentuk reaksi tubuh manusia terhadap keberadaan virus dengue adalah sebagai
berikut :
13
Bentuk reaksi pertama
Terjadi netralisasi virus, dan disusul dengan mengendapkan bentuk netralisasi virus pada
pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam (rash).
Terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah dan kualitas
komponen-komponen beku darah yang menimbulkan manifestasi perdarahan.
Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya komponen plasma
(cairan) darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga perut berupa gejala ascites dan
rongga selaput paru berupa gejala efusi pleura. Apabila tubuh manusia hanya memberi reaksi
bentuk 1 dan 2 saja maka orang tersebut akan menderita demam dengue, sedangkan apabila
ketiga bentuk reaksi terjadi maka orang tersebut akan mengalami demam berdarah dengue.
Rev. 2009;22:564-581
Dengue Fever
14
Manifestasi klinis infeksi dengue fever ditandai gejala-gejala klinik berupa demam, nyeri
pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Demam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini
timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40 ºC) dan dapat disertai dengan menggigil..
Pada saat anak mulai panas ini biasanya sudah tidak mau bermain. Demam ini hanya
berlangsung sekitar lima hari. Pada saat demamnya berakhir, sering kali dalam bentuk turun
mendadak (lysis), dan disertai dengan berkeringat banyak. Saat itu anak tampak agak loyo.
Kadang-kadang dikenal istilah demam bifasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa
hari itu sempat turun di tengahnya menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat
penderita sembuh (gambaran kurva demam sebagai punggung unta).
Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera disusul dengan timbulnya
keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri
sendi, nyeri punggung, dan nyeri pada bola mata yang semakin meningkat apabila digerakkan.
Dengan sembuhnya penderita gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.
Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat awal panas yang
berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka, leher, dan dada. Ruam juga dapat
timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercak-bercak merah kecil seperti bercak pada penyakit
campak. Kadang-kadang ruam tersebut hanya timbul pada daerah tangan atau kaki saja sehingga
memberi bentuk spesifik seperti kaos tangan dan kaki. Yang terakhir ini biasanya timbul setelah
panas turun atau setelah hari ke-5.
Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DHF selalu disertai dengan tanda
perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini tidak selalu didapat secara spontan oleh penderita,
bahkan pada sebagian besar penderita tanda perdarahan ini muncul setelah dilakukan tes
tourniquet. Bentuk-bentuk perdarahan spontan yang dapat terjadi pada penderita demam dengue
dapat berupa perdarahan kecil-kecil di kulit (petechiae), perdarahan agak besar di kulit
(echimosis), perdarahan gusi, perdarahan hidung dan kadang-kadang dapat terjadi perdarahan
yang masif.
Berkaitan dengan tanda perdarahan ini, pada anak-anak tertentu diketahui oleh orangtua
mereka bahwa apabila anaknya menderita panas selalu disertai dengan perdarahan hidung
(epistaksis). Pada keadaan lain ada penderita anak yang apabila mengalami sakit panas kemudian
15
minum obat-obat panas tertentu akan disusul dengan terjadinya perdarahan hidung. Untuk
penderita dengan kondisi seperti ini, pemberian obat-obat panas jenis tertentu tersebut sebaiknya
dihindari.
Secara umum empat gejala yang terjadi pada demam dengue sebagai manifestasi gejala
klinis dari bentuk reaksi 1 dan 2 tubuh manusia atas keberadaan virus dengue juga didapatkan
pada DHF. Yang membedakan DHF dengan dengue fever adalah adanya manifestasi gejala klinis
sebagai akibat adanya bentuk reaksi 3 pada tubuh manusia terhadap virus dengue, yaitu berupa
keluarnya plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke dalam rongga
perut dan rongga selaput paru. Fenomena ini apabila tidak segera ditanggulangi dapat
mempengaruhi manifestasi gejala perdarahan menjadi sangat masif. Keluarnya plasma darah ini
apabila ada biasanya terjadi pada hari sakit ke-3 sampai dengan hari ke-6. Biasanya didahului
oleh penurunan panas badan penderita, yang sering kali terjadi secara mendadak dan diikuti oleh
keadaan anak yang tampak loyo, dan pada perabaan akan didapatkan ujung-ujung tangan/kaki
dingin serta nadi yang kecil dan cepat.
Sindrom syok dengue adalah demam berdarah dengue dengan manifestasi kegagalan
sirkulasi berupa nadi lemah, lembut atau tak teraba, tekanan nadi ≤ 20 mmHg, hipotensi (sesuai
umur), kulit dingin dan lembab, pasien tampak gelisah. Dengan kata lain demam berdarah
dengue yang telah memasuki keadaan syok (sesuai DBD derajat III dan IV menurut WHO)
Pemeriksaan Penunjang
16
Trombosit
- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai umur, jenis kelamin
- Pada sebagian besar kasus, disertai penurunan faktor koagulasi dan fibrinolitik, yaitu
fibrinogen, protrombin, factor VII, factor XII dan antitrombin III
- Pada kasus berat ada disfungsi hati, penurunan kelompok vitamin K-dependent,
protrombin seperti factor V, VII, IX dan X, fibrinogen mungkin subnormal
- Hiponatremia
-Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen pada syok berkepanjangan
2. Radiologis
17
Pada foto thoraks didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks kanan, tetapi bila
terjadi pembesaran plasma hebat, foto roentgen dada sebaiknya dilakukan lateral
dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan USG
3. Diagnosis serologi
1. Hemaglutination Inhibition Test (HI test)
Uji ini sensitif tapi tidak spesifik (tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibody HI bertahan >48 tahun, maka cocok untuk uji seroepidemiologi.
Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer serum akut atau titer
tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap diduga keras positif
infeksi dengue yang baru terjadi (presumtif +)
3. Neutralization Test
Paling spesifik dan paling sensitif untuk virus dengue, berdasarkan reduksi dari
plaque yang terjadi, dideteksi bersamaaan dengan antibodi HI tapi lebih cepat dari
antibodi komplemen, bertahan >48 tahun tapi lama dan ruwet
Akhir-akhir ini sering dipakai. IgM muncul pada perjalanan penyakit hari 4-5 yang
kemudian diikuti dengan IgG. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, dapat
ditentukan diagnosis yang tepat (diambil >hari ke5 dan <6 minggu) bila masih negatif,
harus diulang, apabila pada hari sakit ke-6 masih tetap (-), msks dilaporkan sebagai (-).
IgM hanya dapat bertahan dalam darah 2-3 bulan setelah infeksi sehingga tidak boleh
dijadikan satu-satunya uji diagnostik pengelolaan kasus. Sensitivitasnya sedikit di
bawah uji HI, spesifitas sama dengan uji HI dan hanya memerlukan 1 serum akut saja.
Saat ini sudah beredar uji Elisa yang sebanding dengan uji HI hanya lebih spesifik
(IgM/IgG dengue blot, dengue rapid, dll). Pada infeksi sekunder, IgG lebih banyak
didapatkan.
4. Identifikasi virus
Dengan Fluorescence antibody technique test secata langsung atau tidak langsung. Untuk
identifikasi dipakai yang indirek dengan antibodi monoclonal
18
5. NS1 antigen test ( Platelia Dengue NS1 Ag assay ) pemeriksaan untuk DHF
yang pertama kalai diperkenalkan tahun 2006 oleh Bio-Rad Laboratories, dapat
mendeteksi dihari pertama panas sebelum antibody dapat terdeteksi 5 hari kemudian.
Diagnosis
Klinis
Laboratorium
Trombositopenia (< 100.000/ul) dan hemokonsentrasi (nilai hematokrit lebih 20% dari normal).
Dua gejala klinis pertama ditambah satu gejala laboratorium cukup untuk menegakkan diagnosis
kerja DHF.
Suhu turun
19
Nadi cepat tanpa demam
Derajat (WHO):
III. Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun
(<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan pasien jadi gelisah.
IV. Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
20
Diagnosis Banding
Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau protozoa
seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam cikungunya , leptospirosis, dan
malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi membedakan DHF dari
penyakit lain. Diagnosis banding lain adalah sepsis, meningitis meningokok, Idiophatic
Trombositopenic Purpura (ITP), leukemia, dan anemia aplastik.
Demam cikungunya (DC) sangat menular dan biasanya selruh keluarga terkena dengan
gejala demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tingi, hampir selalu diikuti
dengan ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi
uji bendung positif, petekie, epistaksis hampir sama dengan DHF. Pada DC tidak ditemukan
perdarahan gastrointestinal dan syok.
Pada hari-hari pertama, ITP dibedakan dengan DHF dengan demam yang cepat
menghilang dan tidak dijumpai hemokonsentrasi, sedangkan pada fase penyembuhan jumlah
trombosit pada DHF lebih cepat kembali.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia dan anemia aplastik. Pada leukemia, demam
tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pada anemia aplastik anak
sangat anemis dan demam timbul karena infeksi sekunder.
Penatalaksanaan
Pada dasarnya bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat
peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DF dapat berobat jalan
sedangkan pasien DHF dirawat diruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DHF dengan
komplikasi diperlukan perawatn intensif. Fase kritis umumnya terjadi pada hari sakit ketiga.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia dan
muntah. Pasien perlu diberi banyak minum, 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa air teh
dengan gula, sirup, susu, sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, beri cairan
rumatan 80-100ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hiperpireksia diatasi dengan antipiretik dan
bila perlu surface cooling dengan kompres es. Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi
demam dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali.
21
Pemberian cairan intravena pada pasien DHF tanpa renjatan dilakukan bila pasien terus-
menerus muntah sehingga tidak mungkin diberi makanan peroral atau didapatkan nilai
hematokrit yang bertendensi terus meningkat (> 40 vol%). Jumlah cairan yang diberikan
tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam
1/3 larutan NaCl 0,9%. Bila terdapat asidosis, 1/4 dari jumlah larutan total dikeluarkan dan
diganti dengan larutan yang berisi 0,167 mol/liter natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan
NaCl 0.9% + glukosa ditambah 1/4 natrium bikarbonat).
22
23
24
Prinsip terapi DHF/DSS
25
Terapinya bersifat simtomatik dan suportif sesuai bagan di atas dengan urutan sbb:
Pada semua pasien syok harus diberikan oksigen 2-4lpm/menit (disarankan masker dengan
saturasi 95-100% dan kadar hemoglobin cukup. Akses vena untuk darah
3. Kateter urin
Urin ditampung untuk urinanalisa dan jumlah diuresis urine (normal: 2-3 ml/kgBB/jam).
Oliguria sering muncul sebelum penurunan tekanan darah dan nadi
5. Resusitasi Cairan
Kristaloid (efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan, tidak mahal, tidak alergik,
namun hanya ¼ bolus yang tetap di intravascular )
Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
Larutan ringer asetat(RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
Larutan NaCl 0,9%(garam faali=GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan garam faali
(D5/GF)
Koloid (berada lebih lama di ruang intravascular, mampu mempertahankan tekanan onkotik,
mahal dapat menyebabkan hipersensitivitas, lebih cepat meningkatkan kadar hematokrit
daripada kristaloid (ringer laktat) dan komplikasi lain
26
Darah, fresh frozen plasma, dan komponen darah diberikan untuk mempertahankan Hb,
menaikkan daya angkut oksigen, memberikan faktor pembekuan atau mengoreksi
koagulopati. Produk darah perlu dihangatkan sebelum diberikan. Risiko penggunaan darah
dalam jumlah besar adalah infeksi blood-borne, hipotermia, hipokalsemia. Cairan yang
mengandung glukosa jarang diberikan bolus karena dapat menyebabkan hiperglikemia,
diuresis osmotik dan memperburuk cedera serebral iskemik
Cairan intravena diperlukan saat (1) terjadinya syok (terapi yang utama) (2) nilai hematokrit
cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala (3) anak terus menerus muntah, tidak mau
minum, demam tinggi sehingga tak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadi
dehidrasi sehingga mempercepat syok. Jumlah cairan tergantung derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan yang berisi 0,167
mol/liter biknat. Bila hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang
diberikan harus sama dengan plasma, volume dan komposisi cairan yang diperlukan sama
dengan cairan untuk dehidrasi pada diare ringan dan sedang yaitu cairan rumatan ditambah
defisit 6% (5%-8%)
27
>20 1500+20xkg BB(diatas 20 kg)
- Pemberian cairan oral, jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, teh manis, sirup,
susu, serta oralit. Pasien diberi minum 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama. Setelah
keadaan dehidrasi teratasi anak diberi cairan rumatan 80-100 ml.kg BB dalam 24 jan
berikutnya. Bayi yang masih minum ASI tetap harus minum ASI di samping larutan oralit.
Rasa haus dan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah.
- Bila tanda vital membaik dan Hematokrit turun: tetesan diturunkan menjadi 10
ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung kehilangan plasma yang terjadi
selama 24-48 jam
- Cairan intravena dapat dihentikan bila Ht telah turun sekitar 40%, jumlah urin 2
ml/kgBB/jam atau lebih.
- Fase reabsorpsi plasma dari ekstravaskular ditandai dengan penurunan kadar Ht setelah
pemberian cairan rumatan, tekanan darah normal, nadi kuat, diuresis cukup, tanda vital
baik. Pada fase ini penurunan Ht merupakan tanda hemodilusi
7. Rawat di PICU
Dilakukan pemeriksaan analisis gas darah dan elektrolit. Apabila asidosis tidak dikoreksi,
memacu terjadinya DIC. Koreksi dilakukan dengan memberikan natrium bikarbonat.
Sodium bikarbonat hanya diberikan pada henti jantung lama dan keadaan hemodinamik
tidak stabil yang menyebabkan asidosis berat dan hiperkalemia. Pada bayi premature dan
<3bulan digunakan cairan sodium bikarbonat 4,2% (0,5mEq/ml). bila pemeriksaan analisa
gas darah tidak dapat dilakukan diberikan sodium bikarbonat 0,5 mEq/kgBB tiap 10 menit
infuse pelan 1-2 menit
28
Infus obat-obatan untuk resusitasi dipersiapkan dengan dekstrosa 5%, garam fisiologik atau
Ringer laktat menurut rule of 6 yaitu 6 mg obat x BB (kg) dilarutkan dalam 100 ml bila
diinfuskan dengan kecepatan 1 ml/jam=1.0 µg/kgBB/menit.
9. Epinefrin
Bolus epinefrin diberikan pada henti jantung, bradikardi, hipotensi yang non responsif
terhadap resusitasi jantung paru dan cairan. Dosis bolus epinefrin IV dan IO inisial adalah
0,01 mg/kgBB (0,1 ml/kgBB epinefrin 1:10000). Bila perlu dosis IV dan IO dinaikkan
menjadi 0,1-0,2 mg/kgBB (0,1-0,2 ml epinefrin 1:1000), yang diulang tiap 3-5 menit.
Dosis infus epinefrin adalah 0,1-1,0 µg/kgBB/menit. Untuk mencegah ekstravasasi, infuse
epinefrin diberikan melalui kateter vena atau kateter vena sentralis. Epinefrin tidak aktif
pada cairan alkali. Tersedia dalam vial 1 mg/ml. larutan epinefrin 1:10.000 disiapkan untuk
IV dan IO dosis rendah, larutan epinefrin 1:1000 disiapkan untuk IO dan IV dosis tinggi
dan endotrakeal.
11. Glukosa
Hanya diberikan bila terdapat hipooglikemia dan pasien tak memberi respons terhadap
tindakan resusitasi standar. Glukosa diberikan dengan dosis 0,5-1,0 g/kg secara IV atau IO.
Bolus D10W 5-10 ml/kgbb atau D5W atau D5 NaCl 0,9% atau RL 10-20 ml/kgBB, dapat
diberikan dalam 20 menit. Konsentrasi maksimum glukosa neonatus adalah 12,5% ( secara
IV)
29
13. Dopamin
Dopamin diberikan untuk mengobati hipotensi atau perfusi perifer buruk pada anak dengan
volume intravaskular cukup dan irama jantung stabil. Dopamin disiapkan menurut Rule of
six (6xBB) mg dopamin dalam cairan 100 ml, bila diinfuskan dengan kecepatan 1 ml/jam
akan memberikan dopamin 1 µg/kgbb/menit. Diberikan infus kontinu dengan bantuan
pompa infus melalui kateter vena yang besar atau kateter vena sentralis. Ekstravasasi
dopamin dapat menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan lokal. Dimulai dari 10 ml/jam
atau 10µg/kgbb/ menit yang selanjutnya disesuaikan dengan penilaian diuresis, perfusi
sistemik dan tekanan darah. Pada dosis rendah (2-5µg/kgbb/menit), efek langsung dopamin
pada reseptor β adrenergic jantung sedikit namun pada vascular bed dopamin merangsang
reseptor dopaminergik dengan efek vasodilatasi yang meningkatkan aliran darah renal,
splanknik, koroner dan serebral. Pada dosis tinggi (>5µg/kgbb/menit) dopamin memberi
efek melalui pelepasan norepinefrin saraf simpatis jantung pada reseptor β adrenergic
jantung dan efek α adrenergic. Infus dopamin 5-10µg/kgbb/menit meningkatkan
kontraktilitas jantung tanpa efek pada tekanan darah dan denyut jantung. Infus dopamin10-
20µg/kgbb/menit terjadi vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah namun timbul
masalah takikardia. Infus dopamin >20µg/kgbb/menit menyebabkan vasokonstriksi perifer
hebat dan iskemia tanpa tambahan efek inotropik.
14. Dobutamin
15. Sedatif
30
Bila pasien gelisah (biasa karena gangguan perfusi jaringan) dapat diberikan Kloral Hidrat
per oral atau per rectal dengan dosis 12,5-50 mg/kgBB (tidak lebih dari 1 gram). Diusahakan
tidak memberi obat yang hepatotoksik. Gelisah akan hilang segera setelah pemberian cairan
adekuat.
Pemeriksaan golongan darah dan cross matching harus dilakukan pada pasien syok. Untuk
pasien DIC dengan pendarahan masif dapat diberikan plasma segar dan suspensi trombosit.
Untuk menentukan prognosis, berat perdarahan dan deteksi terjadinya DIC perlu dilakukan
pemeriksaan PT, PTT dan FDP
Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/kgBB/jam sedangkan cairan yang diberikan sudah
sesuai kebutuhan, maka selanjutnya dapat diberikan furoseemid 1 mg/kgBB, perlu dipasang
CVP untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya. Tetap dilakukan pemantauan diuresis,
kadar ureum dan kreatinin.
18. Pemantauan
- Tanda-tanda vital dicatat tiap 15-30 ‘ atau lebih sering sampai syok dapat teratasi
- Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan pasien stabil
jumlah dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah cukup
- Jumlah dan frekuensi diuresis harus dicatat. Kadar elektrolit harus dipantau.
19. Kortikostroid tidak memperpendek masa sakit atau memperbaiki prognosis pada anak yang
mendapat terapi suportif
31
Pasien dapat dipulangkan bila:
- Hematokrit stabil
Pencegahan
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara yang paling
memadai saat ini. Ada 2 cara pemberantasan vektor :
1. Menggunakan insektisida.
Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah adalah malathion
untuk membunuh nyamuk dewasa (adultsida) dan temephos (abate) untuk membunuh
jentik (larvasida).
2. Tanpa insektisida
Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air minimal sekali
seminggu.
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas dan benda lain yang
memungkinkan nyamuk bersarang.
Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai kelambu atau lotion.
Prognosis
32
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DHF/DSS
mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan
Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan
daripada anak-anak.
Dari penelitian tahun 1993, dijumpai keadaan penyakit yang terbukti bersama-sama
muncul dengan DHF yaitu demam tifoid, bronkopneumonia, dan anemia.
DAFTAR PUSTAKA
33
1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (1999). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
I, Edisi 3, FKUI, Jakarta, hal 425-426.
34