You are on page 1of 35

CASE REPORT

Oleh :

Bernadette Indah Larasati

1665050183

Pembimbing :

dr. Samuel B. S. Harmin, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 25 FEBRUARI – 4 MEI 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

0
I. IDENTITAS
Nama  : An. A
Jenis kelamin : Laki­laki
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 24 Oktober 2007
Umur : 11 Tahun 4 bulan 
Suku bangsa/Bangsa : Indonesia 
Agama : Kristen
Alamat : Kp. Rawasapi RT 04/10, Jatimulya
Tanggal masuk RS : 02 Maret 2019

IDENTITAS ORANG TUA

Data orang tua Ibu Ayah


Nama Ny. T Tn. P
Umur 37 tahun 40 tahun
Pekerjaan Ibu rumah tangga Pegawai swasta
Pendidikan SMA D3
Agama Kristen Kristen

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dari ibu pasien pada tanggal 02 Maret 2019
a. Keluhan Utama :
Demam tinggi mendadak sejak 3 hari SMRS

b. Keluhan Tambahan
Demam, muntah, nyeri perut, batuk, nyeri sendi, nafsu makan berkurang, lemas

c. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien dibawa orangtuanya ke IGD RS UKI dengan keluhan demam sejak 3 hari
SMRS. Demam naik turun dan mencapai suhu 40 derajat tanpa disertai kejang.
Setelah diberi obat demam sempat turun dan pada malam harinya demam tinggi,
pasien juga mengeluhkan pusing saat hari pertama demam muncul. Tidak terdapat
nyeri saat buang air kecil, dan tidak ada nyeri pada telinga maupun nyeri
tenggorokan
Keluhan lain yang dirasakan oleh pasien adalah mual muntah sejak hari pertama
demam setiap makan dan disertai nyeri perut kanan dan tengah atas. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk tusuk disertai mual dan muntah. Pasien muntah

1
sebanyak 2x sehari setiap makan dan minum. Muntah berupa air dan sisa
makanan, tidak terdapat darah maupun lendir. Setiap muntah sebanyak ±
setengah gelas aqua. Sebelumnya pasien hanya makan makanan rumah seperti
biasa. Pasien juga mengalami batuk namun tidak disertai dahak yang muncul
sejak 1 hari SMRS.
Keluhan mimisan, gusi berdarah, dan BAB berwarna hitam disangkal. Terdapat
nyeri pada sendi lutut dan nyeri punggung pada hari pertama demam terutama
pada saat demam tinggi namun sekarang sudah menghilang. Bintik-bintik merah
pada badan pasien juga disangkal. Nafsu makan pasien berkurang. Di sekitar
rumah pasien ada yang menderita DBD. Riwayat berpergian ke daerah endemik
disangkal.

d. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa

e. Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan sama dengan pasien.

f. Riwayat Kehamilan Ibu :


Riwayat sakit selama hamil, konsumsi obat-obatan selama kehamilan disangkal.

g. Riwayat Kelahiran :
Pasien dilahirkan secara pervaginam di rumah bersalin dan ditolong oleh bidan
puskesmas, bayi langsung menangis saat lahir, tidak ada cacat maupun trauma.
Berat saat lahir 2900gr dan panjang badan 47 cm.

h. Riwayat Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I : ± 5 bulan
Tengkurap : ± 4 bulan
Duduk : ± 6 bulan
Berjalan : ± 12 bulan
Bicara : ± 16 bulan
Membaca dan menulis : ± 4 tahun
Kesan : Perkembangan anak sesuai usia menurut Milestones.

2
Riwayat Imunisasi :

Macam Dasar Ulangan

I II III

BCG 

DPT   

Polio   

Campak - - -

Hepatitis B   

Kesan : imunisasi dasar belum lengkap sesuai Depkes.

i. Riwayat Makanan :

Umur (bulan) ASI/PASI Buah Biskuit Bubur Nasi TIM


susu
0–2 ASI - - - -
2–4 ASI - - - -
4–6 ASI - - - -
6–8 ASI + + - -
8 – 10 ASI + + + +
10 – 12 ASI + + + +

3
III. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan : 57 Kg
Tinggi badan : 145 cm
Status Gizi : (BB/TB)2x 100% = (57/(1,452))x 100% = 27 (obesitas)
Tanda-tanda vital : Tekanan darah = 110/70 mmHg
Nadi = 98 x/menit teraba kuat, isi cukup, reguler,
equal kiri dan kanan
Pernapasan = 22 x/menit
Suhu = 37,7 °C

Status Generalis :
 Kepala : Normocephali, lingkar kepala 58 cm
 Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
 Wajah : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut
 Kulit : Sawo matang
 Mata : Mata cekung, sklera kanan dan kiri tidak ikterik, kornea kanan
dan kiri jernih, iris kanan dan kiri berwarna coklat, pupil isokor
diameter 3 mm.
 Telinga : Bentuk daun telinga kanan dan kiri normal, liang telinga kanan
dan kiri tidak terdapat serumen dan tidak terdapat cairan,
membrane timpani intak.
 Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada,
epistaksis tidak ada.
 Mulut : Merah, kering, mukosa bibir lembab, sianosis tidak ada
 Tenggorokan : T1 – T1 tenang, faring tidak hiperemis.
 Leher : Bentuk simetris, trakea ditengah, kelenjar tiroid tidak teraba
 Thoraks : Bentuk normal, pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela
iga idak ada.
 Paru
 Inspeksi : Gerak simetris saat statis dan dinamis, retraksi suprasternal dan
subcosta tidak ada.
 Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri.
 Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
 Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing tidak ada, rhonki tidak ada.

 Jantung

4
 Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
 Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V midklavikula kiri, tidak kuat
angkat, tidak ada thrill
 Perkusi : Batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri

Batas kanan jantung di sela iga 4 garis sternal kanan

Batas kiri jantung di sela iga 4 garis midklavikula kiri

 Auskultasi : Bunyi jantung I – II regular, tidak ada murmur, tidak ada gallop

 Abdomen
 Inspeksi : Tampak datar, tidak ada massa, luka bekas operasi(-)
 Auskultasi : Bising usus positif normal
 Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan di epigastrium.
 Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen
 Ektremitas : Tidak ada edema, akral hangat, tidak ada deformitas.
 Genitalia : tidak dilakukan
 Anus : tidak dilakukan

Pemeriksaan Neurologis

 Refleks fisiologis
I. Refleks Bisep : +/+ normal
II. Refleks Trisep : +/+ normal
III. Refleks patella : +/+ normal
IV. Refleks Achilles : +/+ normal
 Refleks patologis
I. Refleks babinski : -/- normal
II. Refleks Oppenheim : -/- normal
III. Refleks Chaddock : -/- normal

 Tanda rangsang meningeal

Kaku kuduk : Negatif

Brudzinki I : Negatif

Brudzinki II : Negatif

Kernig : Negatif

Kekuatan motorik : Superior 5/5, Inferior 5/5

5
Tonus otot : Baik

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Pemeriksaan Lab IGD 2 Maret 2019

Hematologi Nilai Nilai Rujukan

Darah Rutin

Hemoglobin 16,20 12-18 tahun 14 g/dl

Hematokrit 46 41 %

Leukosit 4,46 4800-10800/uL

Trombosit 50.000 150000-400000/uL

Tanggal 03 Maret 2019

Hematologi Nilai Nilai Rujukan

Darah Rutin

Hemoglobin 13,0 (12-18 tahun ) 14 g/dl

Hematokrit 39,1 40-48%

Leukosit 4,6 5-10

Trombosit 45.000 150000-400000/uL

Tanggal 04 Maret 2019

Hematologi Nilai Nilai Rujukan

Darah Rutin

Hemoglobin 13 ( 12-18 tahun ) 14 g/dl

Hematokrit 38,1 41 %

Leukosit 4,0 4800-10800/uL

Trombosit 56.000 150000-400000/uL

Tanggal 05 Maret 2019

6
Hematologi Nilai Nilai Rujukan

Darah Rutin

Hemoglobin 13,1 ( 12-18 tahun ) 14 g/dl

Hematokrit 41 41 %

Leukosit 6.500 4800-10800/uL

Trombosit 106.000 150000-400000/uL

V. RESUME
Pada anamnesis ditemukan :

Pasien perempuan, 11 tahun 4 bulan , BB 57 kg, datang ke UGD RS UKI dengan keluhan
utama panas tinggi mendadak 3 hari SMRS

Pada RPS :

- 3 hari SMRS :

 Demam tinggi mendadak

 Sakit kepala

 Lemas

 Nyeri pada seluruh badan dan sendi

 Mual, muntah dan sakit perut setiap makan

 Panas tidak turun walaupun diberi obat penurun panas

 Nyeri pada sendi lutut dan nyeri punggung

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan : 57 kg
Tinggi badan : 145 cm
Berat badan ideal :

7
Status Gizi : (BB/TB)x 100% = (57/(1,452))x 100% = 97 %
Tanda-tanda vital :
- Tekanan darah = 110/70 mmHg
- Nadi = 98 x/menit teraba kuat, isi cukup,
reguler,equal kiri dan kanan
- Pernapasan = 22 x/menit
- Suhu = 37,7 °C
Pada Status Generalis
Status Generalis :
 Kulit : Sawo matang
 Mata : Mata cekung, sklera kanan dan kiri tidak ikterik, kornea kanan
dan kiri jernih, iris kanan dan kiri berwarna coklat, pupil isokor diameter 3 mm.
 Abdomen
 Palpasi : Cembung, hepar tidak teraba, Lien tidak teraba. Nyeri tekan di
epigastrium.
 Ektremitas : Tidak ada edema, akral hangat, tidak ada deformitas.

Pada pemeriksaan Neurologis ditemukan :

Tidak ditemukan kelainan

DIAGNOSIS KERJA :

Demam berdarah dengue grade 1 hari ke 6

DIAGNOSIS BANDING :
Demam Tifoid

VI. TATALAKSANA
Medikamentosa
 Suportif
 Menggunakan kelambu saat tidur dan memasang obat nyamuk
 Menggunakan mosquitoe repellant
 Melaksanakan 3M
 Meletakkan abate ke dalam tempat penampungan air
 Melaporkan ke RT untuk dilakukan tindakan fogging di kawasan tempat tinggal

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN

 Pemeriksaan darah rutin ulang (Hb, Ht, Tromobosit) setiap hari

8
 Pemeriksaan elektrolit darah (Na, K, Cl, Ca)

XI. PROGNOSIS
 Ad vitam : bonam
 Ad functionam : bonam
 Ad sanationam : bonam

VII. FOLLOW UP

Tanggal FOLLOW UP
23/03/2019 S = Pasien mengatakan demam sudah turun, mengeluh nyeri perut kanan
Pukul atas berkurang. Mual +, muntah -, nafsu makan menurun, BAB dan BAK
tidak ada keluhan
06.00 WIB
PH : 1
O = KU/KS = Tampak sakit sedang/compos mentis
PP : 6
TD = 100/70 mmHg Nafas = 25 x/mnt
Nadi = 100 x/menit Suhu = 36,5°C (aksila)
Kepala = Normocephali, rambut hitam, distribusi merata
Mata = Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
THT = Discharge (-), epistaksis (-), sekret tidak ada, T1 – T1 tenang,
faring tidak hiperemis
Mulut = Sianosis (-), gusi tidak berdarah
Jantung = BJ I – II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo = Bising nafas vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen = BU (+) N, supel, Nyeri tekan Epigastrium
Ekstremitas = Akral hangat, edema (-)
A = DHF grade 1 hari ke 6
P/
 IVFD Ringer Laktat 35 tetes per menit (makro)
 Ranitidin 2x1 amp (IV)
• Paracetamol 3x 150 mg
• Cefixime 2 x 150 mg (PO)
 Cek H2TL perhari

04/03/2019 S = Pasien mengatakan suhu sudah stabil, nyeri perut sudah membaik, mual
Pukul (-), muntah (-), batuk berdahak (+) BAB dan BAK tidak ada keluhan, nafsu
06.30 WIB makan membaik
O = KU/Kesadaran = Tampak sakit ringan/compos mentis
PH : 2
TD = 110/70 mmHg Nafas = 24 x/mnt
PP : 7 Nadi = 120 x/menit Suhu = 36,8 (aksila)
Kepala = Normocephali, rambut hitam, distribusi merata
Mata = Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik

9
THT = Discharge (-), epistaksis (-), sekret tidak ada, T1 – T1 tenang,
faring tidak hiperemis
Mulut = Sianosis (-), gusi tidak berdarah
Jantung = BJ I – II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo = Bising nafas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-)
Abdomen = BU (+) , supel, Nyeri tekan epigastrium (+)
Ekstremitas = Akral hangat edema (-)
A = DHF grade I hari ke 7
P =
 Diet: Biasa
 IVFD Ringer Laktat 35 tpm (makro)
 Cefixime 2x 150mg (PO)
 Jika trombosit >50.000 cek H2TL ulang, rencana BLPL

05/03/2019 S = Pasien sudah bebas demam 48 jam, nyeri perut (-), mual muntah (-),
Pukul
batuk berdahak (+) , nafsu makan dan minum membaik
06.45 WIB O = KU/KS = Tampak sakit ringan/compos mentis
PH : 3 TD = 100/60 mmHg RR = 24x/menit
PP : 8 N = 105x/menit S = 36,8°C (aksila)
Kepala = Mesocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata = Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
THT = Discharge (-), epistaksis (-), sekret tidak ada, T1 – T1 tenang,
faring tidak hiperemis
Mulut = Sianosis (-), gusi tidak berdarah
Jantung = BJ I – II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo = Suara nafas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-)
Abdomen = BU (+), supel,
Ekstremitas = Akral hangat, edema (-)
A = DHF grade I, panas hari ke 8
P =
 Diet : Biasa
 IVFD Ringer Laktat 35 tpm (makro)
 Cefixime 2x150 mg Hari ke 3 s/d Hari ke 5
 Paracetamol 3x500 mg k/p
 Imunos 1x1 cth (PO)
 Jika trombosit naik boleh pulang hari ini

10
TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM BERDARAH DENGUE

Pendahuluan

Penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) merupakan masalah kesehatan di Indonesia,


dimana seluruh wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit DHF, sebab
baik virus penyebab maupun nyamuk penularnya sudah tersebar luas di perumahan penduduk
maupun fasilitas umum diseluruh Indonesia. Walaupun angka kesakitan penyakit ini cenderung
meningkat dari tahun ke tahun, sebaliknya angka kematian cenderung menurun, dimana pada
akhir tahun 60-an/awal tahun 70-an sebesar 41,3% menjadi berkisar antara 3-5% pada saat
sekarang.

Penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi dengan virus dengue pada manusia.
Sedangkan manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa Dengue Fever (DF) dan
Dengue Haemoragic Fever (DHF).

DHF merupakan penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam manifestasi perdarahan, dan
bertendensi mengakibatkan renjatan yang menyebabkan kematian.

Etiologi

Virus dengue penyebab DBD termasuk famili Flaviviridae, yang berukuran kecil sekali,
yaitu 35-45 nm. Virus dengue serotipe 1,2,3,4 ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa spesies lain merupakan vektor
yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur
hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak memberi perlindungan terhadap serotipe lain.

11
Patofisiologi

Virus hanya dapat hidup dalam sel hidup sehingga harus bersaing dengan sel manusia
terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat bergantung pada daya tahan tubuh
manusia.

Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga
dikeluarkan zat anafilatoksin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi
perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular; (2) agregasi trombosit
menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan mengakibatkan kelainan fungsi trombosit sebagai
akibat mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang; (3) kerusakan sel endotel pembuluh
darah akan merangsang/ mengaktivasi faktor pembekuan. Ketiga faktor diatas menyebabkan (1)
peningkatan permeabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis yang disebabkan oleh vaskulopati,
trombositopenia, dan koagulopati.

Dari sudut patofisiologi, infeksi virus dengue bergerak sesuai alur berikut :

Gambar 1. Patofisiologi
Infeksi Dengue

12
Manifestasi Klinik

Infeksi virus dengue mengakibatkan menifestasi klinik yang bervariasi mulai dari
asimptomatik, penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), dengue fever, dengue
haemoragic fever, sampai dengue shock syndrom. Walaupun secara epidemiologis infeksi ringan
lebih banyak, tetapi pada awal penyakit hampir tidak mungkin membedakan infeksi ringan atau
berat.

Gambar 2.. Manifestasi infeksi virus dengue

Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus memasuki tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit. Setelah itu disusul oleh periode tenang selama
kurang lebih 4 hari, dimana virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh manusia.
Apabila jumlah virus sudah cukup maka virus akan memasuki sirkulasi darah (viraemia), dan
pada saat ini manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue
dalam tubuh manusia, maka tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini
antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dapat berbeda, dimana perbedaan reaksi ini
akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit. Pada
prinsipnya, bentuk reaksi tubuh manusia terhadap keberadaan virus dengue adalah sebagai
berikut :

13
Bentuk reaksi pertama

Terjadi netralisasi virus, dan disusul dengan mengendapkan bentuk netralisasi virus pada
pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam (rash).

Bentuk reaksi kedua

Terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah dan kualitas
komponen-komponen beku darah yang menimbulkan manifestasi perdarahan.

Bentuk reaksi ketiga

Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya komponen plasma
(cairan) darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga perut berupa gejala ascites dan
rongga selaput paru berupa gejala efusi pleura. Apabila tubuh manusia hanya memberi reaksi
bentuk 1 dan 2 saja maka orang tersebut akan menderita demam dengue, sedangkan apabila
ketiga bentuk reaksi terjadi maka orang tersebut akan mengalami demam berdarah dengue.

Martina B E E et al. Clin. Microbiol.

Rev. 2009;22:564-581

Dengue Fever

14
Manifestasi klinis infeksi dengue fever ditandai gejala-gejala klinik berupa demam, nyeri
pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Demam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini
timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40 ºC) dan dapat disertai dengan menggigil..
Pada saat anak mulai panas ini biasanya sudah tidak mau bermain. Demam ini hanya
berlangsung sekitar lima hari. Pada saat demamnya berakhir, sering kali dalam bentuk turun
mendadak (lysis), dan disertai dengan berkeringat banyak. Saat itu anak tampak agak loyo.
Kadang-kadang dikenal istilah demam bifasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa
hari itu sempat turun di tengahnya menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat
penderita sembuh (gambaran kurva demam sebagai punggung unta).

Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera disusul dengan timbulnya
keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri
sendi, nyeri punggung, dan nyeri pada bola mata yang semakin meningkat apabila digerakkan.
Dengan sembuhnya penderita gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.

Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat awal panas yang
berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka, leher, dan dada. Ruam juga dapat
timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercak-bercak merah kecil seperti bercak pada penyakit
campak. Kadang-kadang ruam tersebut hanya timbul pada daerah tangan atau kaki saja sehingga
memberi bentuk spesifik seperti kaos tangan dan kaki. Yang terakhir ini biasanya timbul setelah
panas turun atau setelah hari ke-5.

Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DHF selalu disertai dengan tanda
perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini tidak selalu didapat secara spontan oleh penderita,
bahkan pada sebagian besar penderita tanda perdarahan ini muncul setelah dilakukan tes
tourniquet. Bentuk-bentuk perdarahan spontan yang dapat terjadi pada penderita demam dengue
dapat berupa perdarahan kecil-kecil di kulit (petechiae), perdarahan agak besar di kulit
(echimosis), perdarahan gusi, perdarahan hidung dan kadang-kadang dapat terjadi perdarahan
yang masif.

Berkaitan dengan tanda perdarahan ini, pada anak-anak tertentu diketahui oleh orangtua
mereka bahwa apabila anaknya menderita panas selalu disertai dengan perdarahan hidung
(epistaksis). Pada keadaan lain ada penderita anak yang apabila mengalami sakit panas kemudian

15
minum obat-obat panas tertentu akan disusul dengan terjadinya perdarahan hidung. Untuk
penderita dengan kondisi seperti ini, pemberian obat-obat panas jenis tertentu tersebut sebaiknya
dihindari.

Dengue Haemoragic Fever

Secara umum empat gejala yang terjadi pada demam dengue sebagai manifestasi gejala
klinis dari bentuk reaksi 1 dan 2 tubuh manusia atas keberadaan virus dengue juga didapatkan
pada DHF. Yang membedakan DHF dengan dengue fever adalah adanya manifestasi gejala klinis
sebagai akibat adanya bentuk reaksi 3 pada tubuh manusia terhadap virus dengue, yaitu berupa
keluarnya plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke dalam rongga
perut dan rongga selaput paru. Fenomena ini apabila tidak segera ditanggulangi dapat
mempengaruhi manifestasi gejala perdarahan menjadi sangat masif. Keluarnya plasma darah ini
apabila ada biasanya terjadi pada hari sakit ke-3 sampai dengan hari ke-6. Biasanya didahului
oleh penurunan panas badan penderita, yang sering kali terjadi secara mendadak dan diikuti oleh
keadaan anak yang tampak loyo, dan pada perabaan akan didapatkan ujung-ujung tangan/kaki
dingin serta nadi yang kecil dan cepat.

Sindrom syok dengue(SSD/DSS)

Sindrom syok dengue adalah demam berdarah dengue dengan manifestasi kegagalan
sirkulasi berupa nadi lemah, lembut atau tak teraba, tekanan nadi ≤ 20 mmHg, hipotensi (sesuai
umur), kulit dingin dan lembab, pasien tampak gelisah. Dengan kata lain demam berdarah
dengue yang telah memasuki keadaan syok (sesuai DBD derajat III dan IV menurut WHO)

Pemeriksaan Penunjang

1. Lab darah rutin


Lekosit: dapat normal tapi biasanya leukopeni dengan dominasi sel neutrofil, pada akhir
fase demam, terjadi leukopeni dan neutropeni serta limfositosis relatif (peningkatan sel
limfosit atipikal atau limfosit plasma biru>15% dapat dijumpai pada hari ketiga, sebelum
suhu tubuh turun atau sebelum syok terjadi)

16
Trombosit

Trombositopeni <100.000/mm3 atau kurang dari 1-2 trombosit/lapangan pandangan


besar. Biasa ditemukan antara hari sakit ketiga-ketujuh. Biasanya terjadi sebelum
peningkatan hematokrit dan sebelum suhu turun.

Hemokonsentrasi dengan tanda:

- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai umur, jenis kelamin

- penurunan hematokrit ≥ 20% setelah mendapat pengobatan cairan

- Tanda perembesan plasma, yaitu efusi pleura, asites atau proteinemia

Pemeriksaan laboratoris lain:

- Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara

- Eritrosit pada tinja hamper selalu ditemukan

- Pada sebagian besar kasus, disertai penurunan faktor koagulasi dan fibrinolitik, yaitu
fibrinogen, protrombin, factor VII, factor XII dan antitrombin III

- Pada kasus berat ada disfungsi hati, penurunan kelompok vitamin K-dependent,
protrombin seperti factor V, VII, IX dan X, fibrinogen mungkin subnormal

- Waktu perdarahan memanjang (PT dan PTT memanjang)

- penurunan α-antiplasmin (α-antiplasmin inhibitor) jarang ditemukan

- Serum komplemen menurun, hipoproteinemia, kadang-kadang hipokloremia

- Hiponatremia

- Serum aspartat aminotransferase sedikit meningkat

-Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen pada syok berkepanjangan

2. Radiologis

17
Pada foto thoraks didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks kanan, tetapi bila
terjadi pembesaran plasma hebat, foto roentgen dada sebaiknya dilakukan lateral
dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan USG

3. Diagnosis serologi
1. Hemaglutination Inhibition Test (HI test)

Uji ini sensitif tapi tidak spesifik (tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibody HI bertahan >48 tahun, maka cocok untuk uji seroepidemiologi.
Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer serum akut atau titer
tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap diduga keras positif
infeksi dengue yang baru terjadi (presumtif +)

3. Neutralization Test

Paling spesifik dan paling sensitif untuk virus dengue, berdasarkan reduksi dari
plaque yang terjadi, dideteksi bersamaaan dengan antibodi HI tapi lebih cepat dari
antibodi komplemen, bertahan >48 tahun tapi lama dan ruwet

4. IgM dan IgG Elisa  Mac Elisa (IgM captured Elisa)

Akhir-akhir ini sering dipakai. IgM muncul pada perjalanan penyakit hari 4-5 yang
kemudian diikuti dengan IgG. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, dapat
ditentukan diagnosis yang tepat (diambil >hari ke5 dan <6 minggu) bila masih negatif,
harus diulang, apabila pada hari sakit ke-6 masih tetap (-), msks dilaporkan sebagai (-).
IgM hanya dapat bertahan dalam darah 2-3 bulan setelah infeksi sehingga tidak boleh
dijadikan satu-satunya uji diagnostik pengelolaan kasus. Sensitivitasnya sedikit di
bawah uji HI, spesifitas sama dengan uji HI dan hanya memerlukan 1 serum akut saja.
Saat ini sudah beredar uji Elisa yang sebanding dengan uji HI hanya lebih spesifik
(IgM/IgG dengue blot, dengue rapid, dll). Pada infeksi sekunder, IgG lebih banyak
didapatkan.

4. Identifikasi virus
Dengan Fluorescence antibody technique test secata langsung atau tidak langsung. Untuk
identifikasi dipakai yang indirek dengan antibodi monoclonal

18
5. NS1 antigen test ( Platelia Dengue NS1 Ag assay ) pemeriksaan untuk DHF
yang pertama kalai diperkenalkan tahun 2006 oleh Bio-Rad Laboratories, dapat
mendeteksi dihari pertama panas sebelum antibody dapat terdeteksi 5 hari kemudian.

Diagnosis

Dasar diagnosis DHF (WHO):

Klinis

1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.


2. Manifesatasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji bendung positif dan bentuk lain
(petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), hematemesis atau melena.
3. Pembesaran hati.
4. Syok yang ditandai oleh nadi yang lemah, Hipotensi (tekanan sistolik menurun sampai 80
mmHg atau kurang), disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung
hidung, jari dan kaki, pasien jadi gelisah.

Laboratorium

Trombositopenia (< 100.000/ul) dan hemokonsentrasi (nilai hematokrit lebih 20% dari normal).

Dua gejala klinis pertama ditambah satu gejala laboratorium cukup untuk menegakkan diagnosis
kerja DHF.

Indikator Fase Syok :

 Hari sakit ke 4-5

 Suhu turun

 Jarak tekanan darah sistol diastol memendek < 20 mmHg

19
 Nadi cepat tanpa demam

 Tekanan nadi turun/ hipotensi

 Leukopenia < 5.000/ul

Derajat (WHO):

I. Demam dengan uji bendung positif.

II. Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.

III. Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun
(<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan pasien jadi gelisah.

IV. Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.

20
Diagnosis Banding

Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau protozoa
seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam cikungunya , leptospirosis, dan
malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi membedakan DHF dari
penyakit lain. Diagnosis banding lain adalah sepsis, meningitis meningokok, Idiophatic
Trombositopenic Purpura (ITP), leukemia, dan anemia aplastik.

Demam cikungunya (DC) sangat menular dan biasanya selruh keluarga terkena dengan
gejala demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tingi, hampir selalu diikuti
dengan ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi
uji bendung positif, petekie, epistaksis hampir sama dengan DHF. Pada DC tidak ditemukan
perdarahan gastrointestinal dan syok.

Pada hari-hari pertama, ITP dibedakan dengan DHF dengan demam yang cepat
menghilang dan tidak dijumpai hemokonsentrasi, sedangkan pada fase penyembuhan jumlah
trombosit pada DHF lebih cepat kembali.

Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia dan anemia aplastik. Pada leukemia, demam
tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pada anemia aplastik anak
sangat anemis dan demam timbul karena infeksi sekunder.

Penatalaksanaan

Pada dasarnya bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat
peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DF dapat berobat jalan
sedangkan pasien DHF dirawat diruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DHF dengan
komplikasi diperlukan perawatn intensif. Fase kritis umumnya terjadi pada hari sakit ketiga.

Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia dan
muntah. Pasien perlu diberi banyak minum, 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa air teh
dengan gula, sirup, susu, sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, beri cairan
rumatan 80-100ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hiperpireksia diatasi dengan antipiretik dan
bila perlu surface cooling dengan kompres es. Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi
demam dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali.

21
Pemberian cairan intravena pada pasien DHF tanpa renjatan dilakukan bila pasien terus-
menerus muntah sehingga tidak mungkin diberi makanan peroral atau didapatkan nilai
hematokrit yang bertendensi terus meningkat (> 40 vol%). Jumlah cairan yang diberikan
tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam
1/3 larutan NaCl 0,9%. Bila terdapat asidosis, 1/4 dari jumlah larutan total dikeluarkan dan
diganti dengan larutan yang berisi 0,167 mol/liter natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan
NaCl 0.9% + glukosa ditambah 1/4 natrium bikarbonat).

22
23
24
Prinsip terapi DHF/DSS

Pengobatan bersifat suportif, mengatasi peningkatan permeabilitas kapiler dan


perdarahan. Keberhasilan tatalaksana DHF terletak keberhasilan mendeteksi dini fase kritis yaitu
pada (biasanya pada hari sakit 3-5 di mana terjadi perembesan plasma). Pada DD saat ini
merupakan tanda penyembuhan sementara pada DHF merupakan saat kritis karena dapat
merupakan awal fase syok. Penggantian volume plasma dengan cairan kristaloid isotonik.

25
Terapinya bersifat simtomatik dan suportif sesuai bagan di atas dengan urutan sbb:

1. Penimbangan Berat badan

Perkiraan Berat badan normal dapat dihitung dengan rumus

2. Tunjangan hidup dasar (Pemberian Oksigen) dan akses vena

Pada semua pasien syok harus diberikan oksigen 2-4lpm/menit (disarankan masker dengan
saturasi 95-100% dan kadar hemoglobin cukup. Akses vena untuk darah

3. Kateter urin

Urin ditampung untuk urinanalisa dan jumlah diuresis urine (normal: 2-3 ml/kgBB/jam).
Oliguria sering muncul sebelum penurunan tekanan darah dan nadi

4. Pemasangan pipa oro/nasogastrik

Untuk dekompresi, memantau pendarahan saluran cerna dan bilasan lambung.

5. Resusitasi Cairan

- Jenis cairan (rekomendasi WHO)

Kristaloid (efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan, tidak mahal, tidak alergik,
namun hanya ¼ bolus yang tetap di intravascular )

 Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
 Larutan ringer asetat(RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
 Larutan NaCl 0,9%(garam faali=GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan garam faali
(D5/GF)

Koloid (berada lebih lama di ruang intravascular, mampu mempertahankan tekanan onkotik,
mahal dapat menyebabkan hipersensitivitas, lebih cepat meningkatkan kadar hematokrit
daripada kristaloid (ringer laktat) dan komplikasi lain

 Dekstran 40  Albumin 5%  Gelatin


 Plasma  Hetastarch

26
Darah, fresh frozen plasma, dan komponen darah diberikan untuk mempertahankan Hb,
menaikkan daya angkut oksigen, memberikan faktor pembekuan atau mengoreksi
koagulopati. Produk darah perlu dihangatkan sebelum diberikan. Risiko penggunaan darah
dalam jumlah besar adalah infeksi blood-borne, hipotermia, hipokalsemia. Cairan yang
mengandung glukosa jarang diberikan bolus karena dapat menyebabkan hiperglikemia,
diuresis osmotik dan memperburuk cedera serebral iskemik

Cairan intravena diperlukan saat (1) terjadinya syok (terapi yang utama) (2) nilai hematokrit
cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala (3) anak terus menerus muntah, tidak mau
minum, demam tinggi sehingga tak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadi
dehidrasi sehingga mempercepat syok. Jumlah cairan tergantung derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan yang berisi 0,167
mol/liter biknat. Bila hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang
diberikan harus sama dengan plasma, volume dan komposisi cairan yang diperlukan sama
dengan cairan untuk dehidrasi pada diare ringan dan sedang yaitu cairan rumatan ditambah
defisit 6% (5%-8%)

Tabel 1.Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit 5%-8%)

Berat waktu masuk(kg) Jumlah cairan (ml/kg BB per hari)


<7 220
7-11 165
12-18 132
>18 88

Tabel 2. Kebutuhan cairan rumatan

Berat badan (kg) Jumlah cairan (ml)


10 100 per kg BB
10-20 1000+50x kg BB(di atas 10 kg)

27
>20 1500+20xkg BB(diatas 20 kg)

- Pemberian cairan oral, jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, teh manis, sirup,
susu, serta oralit. Pasien diberi minum 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama. Setelah
keadaan dehidrasi teratasi anak diberi cairan rumatan 80-100 ml.kg BB dalam 24 jan
berikutnya. Bayi yang masih minum ASI tetap harus minum ASI di samping larutan oralit.
Rasa haus dan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah.

6. Kadar Hematokrit untuk memantau Penggantian Volume Plasma

- Bila tanda vital membaik dan Hematokrit turun: tetesan diturunkan menjadi 10
ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung kehilangan plasma yang terjadi
selama 24-48 jam

- Cairan intravena dapat dihentikan bila Ht telah turun sekitar 40%, jumlah urin 2
ml/kgBB/jam atau lebih.

- Fase reabsorpsi plasma dari ekstravaskular ditandai dengan penurunan kadar Ht setelah
pemberian cairan rumatan, tekanan darah normal, nadi kuat, diuresis cukup, tanda vital
baik. Pada fase ini penurunan Ht merupakan tanda hemodilusi

7. Rawat di PICU

Untuk memantau dan mengantisipasi perubahan sirkulasi metabolic dengan intensif

8. Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit

Dilakukan pemeriksaan analisis gas darah dan elektrolit. Apabila asidosis tidak dikoreksi,
memacu terjadinya DIC. Koreksi dilakukan dengan memberikan natrium bikarbonat.
Sodium bikarbonat hanya diberikan pada henti jantung lama dan keadaan hemodinamik
tidak stabil yang menyebabkan asidosis berat dan hiperkalemia. Pada bayi premature dan
<3bulan digunakan cairan sodium bikarbonat 4,2% (0,5mEq/ml). bila pemeriksaan analisa
gas darah tidak dapat dilakukan diberikan sodium bikarbonat 0,5 mEq/kgBB tiap 10 menit
infuse pelan 1-2 menit

28
Infus obat-obatan untuk resusitasi dipersiapkan dengan dekstrosa 5%, garam fisiologik atau
Ringer laktat menurut rule of 6 yaitu 6 mg obat x BB (kg) dilarutkan dalam 100 ml bila
diinfuskan dengan kecepatan 1 ml/jam=1.0 µg/kgBB/menit.

9. Epinefrin

Bolus epinefrin diberikan pada henti jantung, bradikardi, hipotensi yang non responsif
terhadap resusitasi jantung paru dan cairan. Dosis bolus epinefrin IV dan IO inisial adalah
0,01 mg/kgBB (0,1 ml/kgBB epinefrin 1:10000). Bila perlu dosis IV dan IO dinaikkan
menjadi 0,1-0,2 mg/kgBB (0,1-0,2 ml epinefrin 1:1000), yang diulang tiap 3-5 menit.
Dosis infus epinefrin adalah 0,1-1,0 µg/kgBB/menit. Untuk mencegah ekstravasasi, infuse
epinefrin diberikan melalui kateter vena atau kateter vena sentralis. Epinefrin tidak aktif
pada cairan alkali. Tersedia dalam vial 1 mg/ml. larutan epinefrin 1:10.000 disiapkan untuk
IV dan IO dosis rendah, larutan epinefrin 1:1000 disiapkan untuk IO dan IV dosis tinggi
dan endotrakeal.

11. Glukosa

Hanya diberikan bila terdapat hipooglikemia dan pasien tak memberi respons terhadap
tindakan resusitasi standar. Glukosa diberikan dengan dosis 0,5-1,0 g/kg secara IV atau IO.
Bolus D10W 5-10 ml/kgbb atau D5W atau D5 NaCl 0,9% atau RL 10-20 ml/kgBB, dapat
diberikan dalam 20 menit. Konsentrasi maksimum glukosa neonatus adalah 12,5% ( secara
IV)

12. Kalsium Klorida

Untuk pengobatan hipokalsemia, hiperkalemia dan hipermagnesemia. Kandungan


kalsium pada kalsium glukonat 10% adalah 9 mg/ml dan pada kalsium klorida 10% adalah
27,2 mg/ml. dosis kalsium klorida 10% adalah 0,2-0,5 ml/kgBB atau 5-7 mg/kgbb elemen
kalsium sama dengan 20-25 mg/kgbb garam kalsium yang diberikan secara infus dengan
pelan (100 mg/menit) untuk mencegah bradikardi dan asistole. Dosis ini dapat diulangi 1
kali lagi sesudah 10 menit. Dosis selanjutnya hanya dilakukan bila dilakukan pengukuran
kadar kalsium. Kalsium tidak dicamput dengan sodium bikarbonat karena terjadi
pengendapan.

29
13. Dopamin

Dopamin diberikan untuk mengobati hipotensi atau perfusi perifer buruk pada anak dengan
volume intravaskular cukup dan irama jantung stabil. Dopamin disiapkan menurut Rule of
six (6xBB) mg dopamin dalam cairan 100 ml, bila diinfuskan dengan kecepatan 1 ml/jam
akan memberikan dopamin 1 µg/kgbb/menit. Diberikan infus kontinu dengan bantuan
pompa infus melalui kateter vena yang besar atau kateter vena sentralis. Ekstravasasi
dopamin dapat menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan lokal. Dimulai dari 10 ml/jam
atau 10µg/kgbb/ menit yang selanjutnya disesuaikan dengan penilaian diuresis, perfusi
sistemik dan tekanan darah. Pada dosis rendah (2-5µg/kgbb/menit), efek langsung dopamin
pada reseptor β adrenergic jantung sedikit namun pada vascular bed dopamin merangsang
reseptor dopaminergik dengan efek vasodilatasi yang meningkatkan aliran darah renal,
splanknik, koroner dan serebral. Pada dosis tinggi (>5µg/kgbb/menit) dopamin memberi
efek melalui pelepasan norepinefrin saraf simpatis jantung pada reseptor β adrenergic
jantung dan efek α adrenergic. Infus dopamin 5-10µg/kgbb/menit meningkatkan
kontraktilitas jantung tanpa efek pada tekanan darah dan denyut jantung. Infus dopamin10-
20µg/kgbb/menit terjadi vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah namun timbul
masalah takikardia. Infus dopamin >20µg/kgbb/menit menyebabkan vasokonstriksi perifer
hebat dan iskemia tanpa tambahan efek inotropik.

14. Dobutamin

Diberikan pada pengobatan hipoperfusi yang berhubungan dengan peninggian resistensi


vaskular sistemik. Paling efektif untuk mengobati gagal jantung kongestif atau syok
kardiogenik, dobutamin kurang efektif dibandingkan epinefrin pada syok septik dan
hipotensi karena memperburuk vasodilatasi sistemik yang sudah terjadi. Dobutamin
diberikan secara infus kontinu melalui kateter vena dengan bantuan pompa infus.
Dobutamin tersedia dalam vial 25 mg dan 12,5 mg/ml. Infus dobutamin disiapkan sesuai
Rule of six. Infus dimulai dengan 5-10µg/kgbb/menit (5-10 ml/jam). Kecepatan infus
tergantung tekanan darah dan perfusi pasien.

15. Sedatif

30
Bila pasien gelisah (biasa karena gangguan perfusi jaringan) dapat diberikan Kloral Hidrat
per oral atau per rectal dengan dosis 12,5-50 mg/kgBB (tidak lebih dari 1 gram). Diusahakan
tidak memberi obat yang hepatotoksik. Gelisah akan hilang segera setelah pemberian cairan
adekuat.

16. Transfusi Darah

Pemeriksaan golongan darah dan cross matching harus dilakukan pada pasien syok. Untuk
pasien DIC dengan pendarahan masif dapat diberikan plasma segar dan suspensi trombosit.
Untuk menentukan prognosis, berat perdarahan dan deteksi terjadinya DIC perlu dilakukan
pemeriksaan PT, PTT dan FDP

17. Kelainan ginjal

Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/kgBB/jam sedangkan cairan yang diberikan sudah
sesuai kebutuhan, maka selanjutnya dapat diberikan furoseemid 1 mg/kgBB, perlu dipasang
CVP untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya. Tetap dilakukan pemantauan diuresis,
kadar ureum dan kreatinin.

18. Pemantauan

- Tanda-tanda vital dicatat tiap 15-30 ‘ atau lebih sering sampai syok dapat teratasi

- Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan pasien stabil

- Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan,

jumlah dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah cukup

- Jumlah dan frekuensi diuresis harus dicatat. Kadar elektrolit harus dipantau.

19. Kortikostroid tidak memperpendek masa sakit atau memperbaiki prognosis pada anak yang
mendapat terapi suportif

- Hipervolemia selama masa reabsorpsi dapat berbahaya. Ditandai dengan penurunan


hematokrit dan tekanan nadi yang besar / lebar. Dapat diberikan diuretic dan digitalis

20. Kriteria memulangkan pasien

31
Pasien dapat dipulangkan bila:

- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipieretik

- Nafsu makan membaik

- Secara klinis tampak perbaikan

- Hematokrit stabil

- Tiga hari setelah syok teratasi

- Jumlah trombosit >50000/ul

- Tidak dijumpai distress pernafasan akibat asites atau efusi pleura

Pencegahan

Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara yang paling
memadai saat ini. Ada 2 cara pemberantasan vektor :

1. Menggunakan insektisida.
Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah adalah malathion
untuk membunuh nyamuk dewasa (adultsida) dan temephos (abate) untuk membunuh
jentik (larvasida).

2. Tanpa insektisida
 Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air minimal sekali
seminggu.
 Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
 Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas dan benda lain yang
memungkinkan nyamuk bersarang.
 Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai kelambu atau lotion.

Prognosis

32
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DHF/DSS
mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan
Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan
daripada anak-anak.

Dari penelitian tahun 1993, dijumpai keadaan penyakit yang terbukti bersama-sama
muncul dengan DHF yaitu demam tifoid, bronkopneumonia, dan anemia.

DAFTAR PUSTAKA

33
1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (1999). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
I, Edisi 3, FKUI, Jakarta, hal 425-426.

2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2004). Demam Berdarah Dengue, Pelatihan


bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam
Tatalaksana Kasus DBD, FKUI, Jakarta.

3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2000).Kapita Selekta Kedokteran Ilmu


Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta, hal 419 - 427.

4. Martina B E E et al. Clin. Microbiol. Rev. 2009;22:564-581

5. Dengue haemorrhagic fever. Diagnosis, treatment, prevention and control, 2 nd edition.


WHO, Geneva

34

You might also like