You are on page 1of 2

aham Najariyah Adalah Faham Kutu Locat.

Faham Najariyah pada mulanya dikembangkan oleh


seorang yang bernama Abu Abdillah Husein Bin Muhammad an Najer yang hidup pada masa
pemerintahan Khalifah al Ma'mun pada tahun 198 Hijriyah sampai dengan tahun 218 Hijriyah

Abu Abdillah Husein Bin Muhammad an Najer ini belajar kepada salah seorang imam dari
imannya kaum Mu'tazailah yang bernama Basyar al Marisi sehingga faham Najariyah ini bisa
digolongkan kepada faham Mu'tazailah

Namun demikian Abu Abdillah Husein Bin Muhammad an Najer, pada akhirnya menjadi bajing
loncat dalam pemahamannya dengan pengertian bahwa kadang - kadang dia menganut faham
Mu'tazailah, sekali waktu dia menganut faham Jabariyah, lalu menganut faham Ahlussunah Wal
Jama'ah sampai kemudian ia membuat firqah sendiri dengan nama Najariyah.

Landasan utama pemahaman dari faham Najariyah ini adalah bertujuan untuk mempersatukan
antara faham - faham yang ada pada masa itu, sehingga satu kali fatwanya sama dengan faham
Mu'tazailah, satu kali fatwanya sama dengan faham Jabariyah dan satu kali yang lain sama dengan
faham Ahlussunah Wal Jama'ah, satu kali sama dengan faham Syi'ah dan kali yang lain sama
dengan faham Murjiah
Apabila ditilik lebih jauh, maka akan terlihat bahwa faham Najariyah ini agak mirip dengan faham
Bahaiyah yang pada awalnya adalah berfaham Syi'ah kemudian berusaha mempersatukan seluruh
agama di dunia.

Beberapa pemahaman dari faham Najariyah yang terkenal adalah bahwa Tuhan tidak mempunyai
sifat. Tuhan berkuasa dengan Zat-Nya, Tuhan berkata dengan Zat-Nya dan Tuhan mendengar
dengan Zat-Nya

Faham ini sama dengan faham Mu'tazailah yang sangat bertentangan dengan faham Ahlussunah
Wal Jama'ah yang menyakini bahwa Allah mempunyai sifat. Allah berkuasa, melihat dan
mendengar dengan sifat-Nya, bukan dengan Zat-Nya

Faham Najariyah ini juga memahami bahwa Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata kepala walau
pun di dalam syurga dengan dasar pemahaman yang sama dengan faham Mu'tazilah

Selain itu faham Najriyah ini juga menyakini bahwa setiap orang Islam atau orang mukmin yang
berbuat dosa besar kalau meninggal dan sebelum meninggalnya itu dia belum bertaubat atau
belum sempat bertobat kepada Allah, maka menurut faham Najariyah orang ini akan pasti masuk
neraka, tetapi tidak kekal di dalamnya

Pemahamn ini kelihatannya sama dengan faham Mu'tazailah. Perbedannya hanya terletak pada '
kekal tidaknya orang tersebut dalam neraka',

Sedangkan Ahlussunah Wal Jam'ah memahami bahwa " setiap orang Islam atau orang mukmin
yang melakukan dosa besar kalau dia meninggal dan sebelum dia meninggal belum sempat atau
tidak sempat bertobat kepad Allah belum tentu maksuk neraka " karena Allah adalah Tuhan Yang
Maha Kuasa, berbuat atas segala kehendaknya.
Bila Allah bekehendak memasukkan orang tersebut kedalam neraka, maka orang tersebut akan
masuk neraka dan sebaliknya, apabila Tuhan Berkehndak, orang tersebut masuk surga siapa yang
bisa melarang ?. Dalam hal ini " Allah Tidak Suka Urusannya di Campuri "

Walau faham Najriyah ini dalam perkembangannya tidak lagi tercatat dalam sejarah, namun
folosofi pemahamannya saat ini terasa mulai timbul kembali yang berafiliasi dengan beberapa
firqah yang lain yang Insya Allah akan kita bahas semua kesalahan - kesalahan mendasar dan
prinsip dari firqah - firqah tersebut, namun pada postingan ini sekarang kita masih pada tahap
pengenalan untuk menyegarkan kembali ingatan kita tentang fakta dan realita yang ada di sekitar
kita dan hubungannya dengan beberapa faham yang ada dan berkembang di dalam Islam !!!
( Firqah - Firqah Dalam Islam )

You might also like