Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infeksi
Penyakit infeksi merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia.(who
2014)
2.2 Antibiotik
Antibiotika adalah zat-zat kimia oleh yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang
toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini, yang dibuat secara semi-
sintesis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula senyawa sintesis dengan khasiat
Antibiotik adalah zat biokimia yang diproduksi oleh mikroorganisme, yang dalam
saling terikat secara glukosidis. Spektrum kerjanya luas dan meliputi terutama
banyak bacilli gram-negatif. Obat ini juga aktif terhadap gonococci dan sejumlah
menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Contohnya
injeksi intravena dapat dicapai kadar plasma yang bakterisid lemah. Mekanisme
luas dan meliputi banyak cocci gram positif dan gram negatif serta kebanyakan
bacilli. Tidak efektif Pseudomonas dan Proteus, tetapi aktif terhadap mikroba
Bila digunakan terlalu lama atau sering dapat menyebabkan resistensi. Absorbinya
tidak teratur, agak sering menimbulkan efek samping lambung-usus, dan waktu
1960). Khasiatnya bakteriostatis dengan spektrum kerja lebih sempit dar ipada
makrolida,n terutama terhadap kuman gram positif dan anaerob. Berhubung efek
sampingnya hebat kini hanya digunakan bila terdapat resistensi terhadap antibiotika
Berkhasiat bakteriostatis terhadap hampir semua kuman gram positif dan sejumlah
2. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan ada
biasanya tidak penting secara klinis selama mekanisme pertahanan pejamu terlibat
dalam eliminasi akhir patogen bakteri. Pengecualiannya adalah terapi infeksi pada
2006). Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau
kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari
bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi
a. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri memiliki efek bakterisidal dengan cara
memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis dinding sel.
normal dan menghambat tahap-tahap sintesis protein. Obat- obat yang aktivitasnya
hilangnya substansi seluler menyebabkan sel menjadi lisis. Obat- obat yang
kolistin.
d. Menghambat sintesa folat mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti
tetapi harus membuat asam folat dari PABA (asam para amino benzoat), dan
glutamat. Sedangkan pada manusia, asam folat merupakan vitamin dan kita tidak
dapat menyintesis asam folat. Hal ini menjadi suatu target yang baik dan selektif
e. Mengganggu sintesis DNA mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti
girase adalah enzim yang terdapat pada bakteri yang menyebabkan terbukanya dan
sefalosporin efektif terhadap organism baik gram positif maupun gram negatif.
Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai untuk mengobati penyakit infeksi
untuk melawan satu jenis organisme. Contohnya penisilin dan eritromisin dipakai
untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif. Karena
antibiotik berspektrum sempit bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih aktif
luas.
5. Berdasarkan daya hambat antibiotik, terdapat 2 pola hambat antibiotik terhadap kuman
a. Time dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan daya bunuh
maksimal jika kadarnya dipertahankan cukup lama di atas Kadar Hambat Minimal
daya bunuh maksimal jika kadarnya relatif tinggi atau dalam dosis besar, tapi tidak
perlu mempertahankan kadar tinggi ini dalam waktu lama. Contohnya pada
Berdasarkan penggunaannya, antibiotik dibagi menjadi dua yaitu antibiotik terapi dan
antibiotik profilaksis. Antibiotik terapi digunakan pada pasien dengan kasus infeksi dan
penggunaannya dapat bersifat empiris atau definitif.13 Terapi empiris merupakan terapi inisial yang
diberikan pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis kumannya, sedangkan terapi definitif
merupakan terapi yang diberikan pada kasus infeksi yang telah diketahui kuman penyebabnya
berdasarkan hasil laboratorium mikrobiologi. Antibiotik profilaksis adalah antibiotik yang diberikan
pada jaringan tubuh dengan dugaan kuat akan terkena infeksi, seperti pada operasi pembedahan.
a. Antibiotik Profilaksis
dibagi menjadi dua yaitu profilaksis primer dan propilaksis sekunder (supresi) atau
dari infeksi yang sudah pernah terjadi. (Kurniawan , 2012). Antibiotika sering
infeksi luka dimana diperkirakan kemungkinan akan terjadi atau dimana kalau terjadi
kesakitan, waktu rawat yang makin panjang, menambah ongkos perawatan dan
b. Terapi Empirik
yang biasa terdapat pada tempat infeksi dan pola kerentanan kuman pada rumah sakit
atau unitnya (misal: ICU). Infeksi bedah intraabdomen hampir selalu disebabkan
oleh infeksi campuran gram negative dan gram positif aerob dan anaerob. Oleh
karena itu pemberian antibiotika awal pada kasus ini harus antibiotika dengan
spektrum luas yang mencakup kuman tersebut. Pada kasus pemasangan alat
prostetik, bakteri yang berperan umumnya adalah gram positif kokus seperti Staph.
aureus dan S. epidermidis, tetapi dapat juga disebabkan oleh kuman gram negatif.
c. Terapi Definitif
gram, kultur, dan sensitivitas. Data sensitivitas dapat menentukan antibiotika mana
yang sedang dipergunakan tetapi tidak aktif terhadap kuman hasil isolasi. Data ini
lain yang kurang toksik atau yang lebih ekonomis. Infeksi yang berasal dari ICU
biasanya disebabkan oleh kuman yang resisten terhadap antibiotika. Ini biasa terjadi
Vancomycin biasanya diberikan pada kasus MRSA, tetapi jika kuman sensitif
terhadap penicillin G atau methicilin maka obat ini sebaiknya yang diberikan karena
lebih efektif dan ekonomis dibandingkan dengan vancomycin. Antibiotika yang
Hasil studi di Indonesia, Pakistan dan India menunjukkan bahwa lebih dari 70%
pasien diresepkan antibiotik. Dan hampir 90% pasien mendapatkan suntikan antibiotik
yang sebenarnya tidak diperlukan. Hasil sebuah studi pendahuluan di New Delhi
lebih baik, akan tetapi pada kenyataanya penghentian pemberian antibiotik sebelum
waktu yang seharusnya, dapat memicu resistensi antibiotik tersebut. Pada 47%
responden, mereka akan mengganti dokternya jika dokter tersebut tidak meresepkan
antibiotik, dan 18% orang menyimpan antibiotic dan akan mereka gunakan lagi
untuk dirinya sendiri atau untuk keluarganya, sedangkan 53% orang akan
mengobati dirinya sendiri dengan antibiotik ketika sakit. Dan 16% dokter meresepkan
antibiotik pada pasien dengan demam yang tidak spesifik, 17% dokter merasa
untuk diare dan 49% dokter mengobati telinga bernanah dengan antibiotik.
terapi pengobatan yang sedang dilakukan. Selain itu dapat menimbulkan bahaya seperti :
merupakan suatu mekanisme alami untuk bertahan hidup. Ini dapat terjadi apabila
antibiotik diberikan atau digunakan dengan dosis yang terlalu rendah atau masa terapi
2. Suprainfeksi, yaitu infeksi sekunder yang timbul ketika pengobatan terhadap infeksi
primer sedang berlangsung dimana jenis dan infeksi yang timbul berbeda dengan
Hasil penelitian pada tahun 2003, Kejadian resistensi terhadap penicilin dan
tetrasiklin oleh bakteri patogen diare dan Neisseria gonorrhoeae telah hampir mencapai
100% di seluruh area di Indonesia (Hadi dkk, 2008). Resistensi terhadap antibiotik bisa di
dapat atau bawaan. Pada resistensi bawaan, gen yang mengkode mekanisme resistensi
ditransfer dari satu organisme ke organisme lain (Anonim, 2008). Secara klinis resistensi
yang di dapat, adalah dimana bakteri yang pernah sensitif terhadap suatu obat menjadi
resisten.
yang paling terjangkau bagi diri dan komunitasnya (Darmansjah, 2011). WHO
menyatakan bahwa lebih dari setengah penggunaan obat diberikan secara tidak rasional
(WHO, 2001). Menurut WHO, kriteria pemakaian obat yang rasional, antara lain :
b. Diberikan dengan dosis yang tepat Pemberian obat memperhitungkan umur, berat
c. Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat. Jarak minum obat
d. Lama pemberian yang tepat. Pada kasus tertentu memerlukan pemberian obat dalam
e. Obat yang diberikan harus efektif dengan mutu terjamin. Hindari pemberian obat
f. Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau. Jenis obat mudah
Kombinasi antimikroba digunakan pada infeksi berat yang belum diketahui dengan jelas
kumankuman penyebabnya. Dalam hal ini pemberian kombinasi antimikroba ditujukan untuk
mencapai spektrum antimikrobial yang seluas mungkin. Selain itu, kombinasi antimikroba juga
digunakan untuk mencapai efek sinergistik dan juga untuk menghambat timbulnya resistensi
Daftar Pustaka
8
Nelwan RHH. Pemakaian Antimikroba Secara Rasional Di Klinik. Dalam : Sudoyo AW et al.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing. Cetakan kedua 2010:2896-2900.
13
Alexander RE. Basic Priniciples of Antibiotic Therapy and Prophylaxis. Quintessence
International 1997;28(12).
14
Meer Jvd, Gyssens I. Quality of Antimicrobial Drug Prescription in Hospital. European Society
of Clinical Micobiology and Infectious Diseases 2001;7(6):12-5.
15
Munckhof W. Antibiotics for Surgical Prophylaxis. Australian Prescriber 2005;28(2).
DAFTAR PUSTAKA
BNF, 2007, British National Formulary 54th Edition, BMJ Publishing Group, London.
Butler, T., 2011, Clin Microbiol Infect., Treatment of Typhoid Fever In The 21st Century:
Promises and Shortcomings, (online),
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21722249), diakses 25 Desember 2016.
Cipolle, R.J, Strand, L.M. & Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice, hal : 75, 82-83,
96-101, 116, Mc Graw Hill Company, New York.
Depkesa, 2006, Modul Pelatihan Penggunaan Obat Rasional, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Direktorat Bina
Penggunaan Obat Rasional, Jakarta.
DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G. & Posey, L. M., 2008,
Pharmacotherapy : a Pathophysiologic Approach, hal : 2036, Mc-Graw Hill Company,
New York.
Fauci, S.A. , Kasper, L.D. , Longo, L.D. , Braunwald, E. , Hauser, L.S. , Jameson, L.J, et al.,
2008, Harrison’s Principles of Internal Medicines, 17th Edition, Mc-Graw Hill
Company, New York.
Ganiswarna, S. G., Setiabudy, R., Suyatna, F. D., Ascobat, P., Nafrialdi, Ganiswarna, V. H. S.,
dkk., 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
Hansten, P.P. & Horn, R.J., 2004, Managing Clinically Important Drug Interactions, Fact and
Comparissons, USA.
Haryanti, S., Dewi, D. R. & Wirawan, A., 2009, Evaluasi Penggunaan Obat Demam Tifoid pada
Pasien Anak Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Soewondo Kendal Periode Januari-Juni
2007, Media Farmasi Indonesia, Vol. 4 No. 2. Joenoes, N. Z., 2004, Ars Prescribendi
Resep yang Rasional, Edisi II, Airlangga University Press, Surabaya.
Juwono, R., 2004, Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi Ketiga,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Katzung, B. G., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Khan, A. M., Yousaf, M. N. & Mahmoud, T., 2004, Current Trends in the Management of
Typhoid Fever, in Gomal Journal of Medical Sciences July-Dec., 2004, Vol. 2, No. 2.
Mansjoer , A., Wardhani, W. I., Suprohaita & Setiowulan, W., 2001, Kapita Selekta Kedokteran,
Edisi III, Jilid 2, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.
Muninjaya, 2004, Manajemen Kesehatan, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Musnelina, L., Afdhal, A. F., Gani, A. & Andayani, P., 2004, Analisis Efektivitas Biaya
Pengobatan Demam Tifoid Anak Menggunakan Kloramfenikol dan Seftriakson di
Rumah Sakit
Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002, Makara Kesehatan, Vol. 8 No. 2 Desember 2004 : 59-64.
Park, J. Y., Kim, K. A. & Kim, S. L.,2003, Chloramphenicol Is a Potent Inhibitor of Cytochrom
P450 Isoforms CYP2C19 and CYP3A4 in Human Liver Microsomes, in Antimicrob.
Agents Chemother. November 2003 vol. 47 no. 11 3464-3469.
Rahmawati, F., Handayani, R. & Gosal, V., 2006, Kajian Retrospektif Interaksi Obat di RS
Pendidikan Dr. Sardjito, dalam Majalah Farmasi Indonesia, 17 (4), 177-183, 2006.
Siregar, C., 2003, Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan, Penerbit Buku kedokteran EGC,
Jakarta.
Soedarmo, S.S.P., Soemarno S.P., Gama H. & Hadinegoro, 2002, Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis, Edisi 1, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 35 Soedarto,
2007, Sinopsis Kedokteran Tropis, Airlangga University Press, Surabaya.
Southwick, F., 2003, Infectious Disease in 30 Days, McGraw Hill Company, New York.
Stockley, I. H. & Lee, A., 1999, Drug Interaction, 3rd Edition, Churcill Livingstone, London.
Sukandar, E. Y., Andrajati, R., Sigit, J. I., Adnyana, I. K., Setiadi, A. P. & Kusnandar, 2008, ISO
Farmakoterapi, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta.
Tatro, D.S., 2001, Drug Interaction Facts, Edisi 6, Fact and Comparissons, A Wolter Klowers,
St. Louis.
Tjay, H. T. & Rahardja, K., 2007, Obat-obat Penting; Khasiat, Penggunaan, dan Efek
Sampingnya, Edisi VI, Cetakan Pertama, Elex Media Komputindo, Jakarta.
Vinh, H., Parry, C. M., Hanh, V. T., Chinh, M. T., House, D., Tham, C. T., et al., 2004, Pediatr
Infect Dis J., Double Blind Comparison of Ibuprofen and Paracetamol for Adjunctive
Ttreatment of Uncomplicated Typhoid Fever, (online),
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15014297), diakses 25 Desember 2016.
Walker, R. & Edwards, C., 2006, Clinical Pharmacy and Therapeutics, 3rd Edition, Churchill
Livingstone, London.
WHO, 2003, Background Document : The Diagnosis, Treatment and Prevention of Typhoid
Fever by World Health Organization, (online), (www.who.int-/vaccines-documents/),
diakses 4 Desember 2011.
Yuliati, S., 2009, Identifikasi Drug Related Problems Kategori Ketidaktepatan Pemilihan Obat,
Dosis dan Interaksi Obat pada Pasien Demam Tifoid Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi
Surakarta tahun 2007, Skripsi, Fakultas farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Surakarta.