Professional Documents
Culture Documents
PIKA
Oleh :
Dewi Laila Azhar
Irene Stephanie C.G
Mardla Annisa
Olivia Amanda
Pembimbing :
dr. Djusnidar Dja’far Sp.KJ
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Pika”. Penulis
menyusun referat ini sebagai referensi ilmu dan sebagai salah satu syarat dalam
menempuh ujian Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Riau Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dokter
pembimbing yaitu dr. Djusnidar Dja’far, Sp.KJ atas saran dan bimbingan dalam
menyempurnakan penulisan referat ini.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan referat ini masih banyak memiliki
kekurangan. Saran dan kritikan yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata,
penulis mengharapka semoga referat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pika merupakan salah satu dari gangguan makan dan didefinisikan sebagai
suatu perilaku mengkonsumsi zat-zat yang tidak bergizi secara terus menerus selama
kurang lebih satu bulan.1 Individu yang terdiagnosis pika dilaporkan menelan
berbagai macam zat non pangan termasuk tanah liat, kotoran, pasir, batu, kerikil,
rambut, es, kuku, kertas, kapur, kayu, bahkan batu bara geofagia (makan tanah) dan
amilofagia (makan kanji).2
Pika dapat terjadi di seluruh dunia. Geofagia adalah bentuk paling umum dari
pika pada orang yang hidup dalam kemiskinan serta orang yang hidup di daerah
tropis dan bersuku-suku. Pada beberapa negara pika merupakan hal yang lazim
seperti yang terjadi di negara bagian barat Kenya, Afrika Selatan, dan India. Pika juga
dilaporkan di Australia, Kanada, Israel, Iran, Uganda, Wales, Turki, dan Jamaika. Di
beberapa negara, bahkan tanah dijual untuk tujuan konsumsi. Di Indonesia sendiri
belum ada data dan informasi yang jelas mengenai gangguan makan jenis ini.3
Insiden pika terjadi pada anak-anak antara usia dibawah 10 tahun yaitu
mencapai hingga 32 persen terutama pada anak-anak berusia 1-6 tahun. Pada anak
yang lebih dari 10 tahun, insiden pika lebih rendah yaitu sekitar 10 %. Kejadian pika
mengalami penurunan linier seiring dengan bertambahnya usia. Pika kadang-kadang
meluas ke golongan remaja namun jarang ditemukan pada orang dewasa tidak yang
mengalamigangguan mental. Pada individu dengan keterbelakangan mental, pika
paling sering terjadi pada mereka yang berusia 10-20 tahun.4
Penyebab utama pika belum diketahui sampai sekarang, namun seperti tipe
gangguan makan lainnya, dapat ditimbulkan oleh kombinasi beberapa faktor seperti
malnutrisi atau penderita defisiensi besi, faktor budaya,kelalaian orang tua, kondisi
kelainan mental dan kehamilan.3
1
1.2 Rumusan masalah
Referat ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, diagnosis,
penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis Pika.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
mengandung zat gizi yang berlangsung menetap selama sedikitnya satu bulan.1 Pika
juga merupakan nafsu makan yang aneh, dimana penderita menunjukkan nafsu
makan terhadap berbagai atau salah satu obyek yang bukan tergolong makan,
misalnya tanah, pasir, rumput, bulu, selimut wol, pecahan kaca, kotoran hewan, cat
2.1.2 Epidemiologi
Insiden pika jarang pada anak yang berusia lebih tua dan remaja. Pika lebih
lazim pada anak dan remaja dengan retardasi mental. Pika dilaporkan hingga 15%
individu dengan retardasi mental berat. Pika dapat dijumpai pada kedua jenis kelamin
Prevalensi pika yang dilaporkan tinggi pada anak usia dibawah 10 tahun
terutama usia 1 sampai 6 tahun yaitu sekitar 32 %. Sedangkan insiden pika pada usia
diatas 10 tahun, didapatkan prevalensi yang lebih rendah yaitu sekitar 10 % dari
populasi.4
Pada anak, pika biasanya pulih seiring dengan peningkatan usia. Pika kadang-kadang
meluas ke golongan remaja namun jarang ditemukan pada orang dewasa yang tidak
mengalami gangguan mental atau juga bisa terjadi pada ibu hamil. Pada individu
3
dengan keterbelakangan mental, pika paling sering terjadi pada mereka yang berusia
10-20 tahun.1,4
Bayi dan anak sering menelan cat, plester, tali, rambut, dan kain. Anak-anak
lebih cenderung suka menelan kotoran hewan, pasir, serangga, daun, kerikil, dan
puntung rokok. Sedangkan remaja dan orang dewasa paling sering menelan tanah liat
atau tanah. Pada wanita hamil muda, pika terjadi selama kehamilan pertama pada
masa remaja akhir atau dewasa awal. Meskipun pika biasanya berhenti pada akhir
kehamilan, namun bisa saja terus berlanjut hingga bertahun-tahun. Pika biasanya
terjadi dengan frekuensi yang sama antara laki-laki dan perempuan, namun sangat
2.1.3 Etiologi
Defisiensi gizi diduga sebagai salah satu penyebab pika. Selain itu, pada
keadaan tertentu, perasaan “nagih” zat-zat yang tidak dapat dimakan juga dapat
diakibatkan oleh insufisiensi diet. Contohnya, perasaan “nagih” debu dan es kadang-
kadang disebabkan oleh defisiensi besi dan seng, kebiasaan tersebut akan hilang
dengan pemberian zat besi atau seng. Insiden pengabaian dan deprivasi orang tua juga
dikaitkan dengan kasus pika. Teori yang menghubungkan deprivasi psikologis dan
konsumsi zat yang tidak dapat dimakan diajukan sebagai mekanisme kompensasi
Pika juga ditemukan pada golongan anak di bawah umur 3 tahun, biasanya
diatas 1 tahun atau sekitar usia 18 bulan, sebab pada masa itu bayi sedang belajar
mulutnya. Tetapi hal tersebut masih dianggap wajar bila masih ditemukan saat usia
4
masih dibawah 18 bulan karena hal tersebut merupakan bagian dari perkembangan
anak. Tetapi hal tersebut akan dianggap sebagai suatu kelainan jika ditemukan diatas
usia 18 bulan dan disertai dengan frekuensi yang sering, sehingga hal tersebut
Selain itu terdapat kondisi-kondisi tertentu yang dapat meningkatkan faktor risiko
terbelakang, di mana orang-orang dengan pika paling sering makan tanah atau
tanah liat.
c. Faktor budaya: Dalam keluarga, agama, atau kelompok yang makan zat non-
skizofrenia.
g. Kehamilan. Pika selama kehamilan lebih sering terjadi pada wanita yang
selama masa kecil mereka atau sebelum kehamilan, memiliki riwayat pika
5
2.1.4 Terminologi Pika
pinus
Plumbophagia Timbal
Tobaccophagia Puntungrokok
Trichophagia Rambut
6
2.1.5 Diagnosis Pika
Memakan zat yang tidak dapat dimakan secara berulang setelah usia 18 bulan
dianggap abnormal. Onset pika biasanya antara usia 12 dan 24 bulan dan insiden
berkurang seiring bertambahnya usia. Zat khusus yang dikonsumsi bervariasi
bergantung pada kemudahan diperolehnya, dan meningkat sesuai dengan penguasaan
lokkomosi dan meningkatnya kemandirian yang dihasilkan serta berkurangnya
pengawasan orang tua. Biasanya, anak yang masih kecil mengkonsumsi cat, plester,
kawat, rambut, dan pakaian. Sedangkan anak yang lebih tua lebih sering
mengkonsumsi seperti kotoran hewan, debu, batu dan kertas. Akibat klinisnya dapat
ringan hingga mengancam nyawa tergantung dengan benda yang dikonsumsinya. 1
a. Gejala Klinis
Presentasi klinis pika sangat bervariasi dan berhubungan dengan sifat spesifik
dari kondisi medis yang dihasilkan dan zat tertelan. Pada keracunan atau paparan
agen infeksi, gejala dilaporkan sangat bervariasi dan berhubungan dengan jenis toksin
atau agen infeksi tertelan. Gejala pada saluran gastrointestinal (GI) seperti konstipasi,
nyeri perut kronis atau akut yang mungkin menyebar atau terlokalisir, mual dan
muntah, distensi perut, dan kehilangan nafsu makan.2
Pasien mungkin menyembunyikan informasi mengenai perilaku pika dan
menyangkal adanya pika ketika ditanya. Kerahasiaan ini sering mengganggu
diagnosis yang akurat dan pengobatan yang efektif. Kisaran luas komplikasi yang
timbul dari berbagai bentuk pika dan keterlambatan diagnosis yang akurat dapat
menyebabkan gejala ringan sampai mengancam nyawa.2
7
b. Pemeriksaan Fisik
Temuan fisik yang terkait dengan pika sangat bervariasi dan berhubungan
langsung dengan bahan yang tertelan dan konsekuensi medis selanjutnya. Temuan ini
seperti berikut:
a. Tanda keracunan
b. Tanda infeksi atau infestasi dari parasit
c. Manifestasi pada Gastrointestinal (GI) dan pada gigi
Toksisitas biasanya adalah keracunan yang paling umum yang terkait dengan
pika. Tanda fisiknya tidak spesifik dan biasanya tak terlihat, dan kebanyakan anak
dengan keracunan timah tidak menunjukkan gejala. Manifestasi fisik dari keracunan
biasanya dapat seperti gejala neurologis (misalnya, mudah tersinggung, lesu, ataksia,
inkoordinasi,sakit kepala, kelumpuhan saraf, papilledema, ensefalopati, kejang,
koma, atau kematian) dan gejala pada saluran GI (misalnya, sembelit, sakit perut,
kolik , muntah, anoreksia, atau diare).2 Toksisitas paling sering terjadi pada pika yaitu
toksisitas akibat keracunan timah yang dapat menyebabkan kerusakan sistem saraf
pusat pada anak-anak yang sedang berkembang dan pada dewasa akan menyebabkan
perubahan perilaku.7
Toxocariasis (termasuk larva migrans visceral dan ocular larva migrans) dan
Ascariasismerupakan infeksi parasit paling sering yang terkait dengan pika. Gejala
Toxocariasis beragam dan tampaknya terkait dengan jumlah larva yang tertelan dan
organ mana tempat larva bermigrasi. Temuan fisik yang terkait dengan migrans larva
visceral adalah demam, hepatomegali, malaise, batuk, miokarditis, dan encephalitis.2
Infeksi parasit berhubungan dengan geophagia dan coprophagia ( memakan feses).
Ocular larva migrans dapat menyebabkan lesi retina dan kehilangan penglihatan.7
Manifestasi pada saluran cerna berupa kelainan mekanik usus, sembelit,
ulserasi, perforasi, dan obstruksi usus yang disebabkan oleh pembentukan bezoar dan
konsumsi bahan yang dicerna ke dalam saluran pencernaan. Misalnya memakan
sesuatu seperti rambut dalam jangka waktu lama atau kronik,lama kelamaan akan
8
menyebabkan pembentukan massa solid (trichobezoar) didalam lambung atau usus
halus yang akan menimbulkan komplikasi medis. Memakan sbenda yang tajam
seperti kaca, jarum pentul atau paku akan menyebabkan perforasi usus yang
membutuhkan tindakan penutupan operatif. Selain itu, benda asiing tersebut dapat
juga tersangkut di orofaring, esofagus, lambung atau usus halus. Tetapi terkadang
benda-benda tersebut bisa juga mengalami aspirasi. Tetapi pada anak kecil, benda
baik benda yang tertelan atau teraspirasi, bisa tidak terdeteksi berbulan-bulan sampai
saat timbul gejala berupa suara serak, afonia, disfonia, disfagia, batuk, stridor, atau
wheezing muncul.2,7
Kelainan gigi dan mulut dapat terlihat pada pemeriksaan fisik, termasuk abrasi
gigi yang parah, laserasi oral, penyakit pada gusi atau erosi pada enamel gigi.
Biasanya terjadi akibat memasukkan benda-benda tertentu kedalama mulut,
mengunyahnya dan menelan benda tersebut. benda yang dapat merusak mulut dan
gigi yaitu benda-benda yang tajam seperti gelas, paku atau benda-benda keras seperti
batu atau besi.2,7
c. Pemeriksaan penunjang
9
d. Kriteria diagnosis
- Gejala pika adalah terus menerus makan zat yang tidak bergizi
- Pika dapat timbul sebagai salah satu gejala dari sejumlah gangguan psikiatriyang
luas (seperti autism), atau perilaku psikopatologis yang tunggal; hanya dalam
keadaan yang disebut belakangan ini diguakan kode diagnosis ini. Fenomena ini
paling sering terdapat pada anak dengan retardasi mental, makka harus dibberi
kode diagnosis F70-79. Namun demikian, pika dapat juga terjadi pada anak
(biasanya usia dini) yang mempunyai intelegensia normal
- Makan makanan zat tanpa nutrisi, zat yang bukan makanan yang menetap untuk
periode paling sedikitnya 1 bulan
- Memakan zat tanpa nutrisi dan yang bukan makanan tersebut, tidak sesuai dengan
tingkat perkembangannya.
- Perilaku makan bukan bagian dari praktik yang disetujui oleh budaya atau norma
sosial setempat.
10
- Jika perilaku makan ini muncu sebagai bagian dari gangguan mental lainnya
(seperti retardasi mental, autism spectrum disoreder, skizoferenia) atau kondisi
medis lainnya (termasuk kehamilan), gangguan klinis yang muncul akan cukup
berat dan butuh perhatian klinis tersendiri.
o 307. 52 (F98.3) Pika pada anak-anak
o 307. 52 (F50.8) Pika pada orang dewasa
- Intervensi nutrisi
- Intervensi psikologis
- Intervensi farmakologi
- Intervensi perilaku
a. Intervensi nutrisi
Suplemen gizi sering digunakan untuk mengurangi perilaku pika pada
individu dengan pika. Suplemen zat besi paling sering direkomendasikan, dan
penurunan kejadian pika terjadi pada beberapa kasus. Pika juga efektif diobati dengan
suplemen zinc. Di sebuah lembaga di North Carolina, 54% penduduk dengan perilaku
pika diketahui memiliki kadar zinc atau seng yang rendah. Setelah suplementasi,
perilaku pika menurun dari 23 insiden menjadi 4,3 insiden per orang dalam periode 2
minggu.6
11
b. Intervensi psikologis
c. Intervensi farmakologis
d. Intervensi perilaku
12
pembentukan perilaku dan terapi koreksi yang berlebihan (overcorrection) juga telah
digunakan. Dengan meningkatkan perhatian orang tua, stimulasi dan pengasuhan
emosional dapat memiliki hasil positif juga.1
Response effort merupakan salah satu terapi pada pika dengan pendekatan
metode perilaku. Pada terapi ini, yang dinilai adalah usaha pasien untuk
berusaha memakan sesuatu yang menjadi objek pika dan alternatif lainnya
yang bukan objek pika. Pada penelitian yang dilakukan oleh Piazza et al pada
tahun 2002. Penelitian ini menggunakan tiga orang yang mengalami gangguan
kejiwaan dan yang bisa datang ke klinik Neurobehavioral di Kennedy Krieger
Institute. Pasien pertama memiliki riwayat memakan kunci mobil, batu,
tongkat penunjuk, kotoran, sarung tangan, dan baterai. Pasien kedua memiliki
riwayat memakan batu, tongkat penunjuk, plastic, dan kotoran. Pasien ketiga
memiliki riwayat memakan batu, tongkat penunjuk, kotoran, pakaian, sabun,
dan feses.9
Penelitian dilakukan di ruang tertutup yang terbuat dari bahan yang aman
jika dimakan, lalu disimpan benda objek yang biasa dimakan (seperti kunci
mobil, kotoran, dll) dan benda lain yang menjadi alternative lainnya, dari
kedua benda tersebut akan diletakkan sedemikian caranya sehingga pasien
akan menggunakan low effort atau high effort untuk menjangkau benda-benda
tersebut. Penelitian dilakukan dengan mengamati response effort pada pika
dan benda alternatif lainnya. Pada penelitian ini dibentuk suatu keadaan
dimana benda alternatif diletakkan pada suatu tempat ydimana anak
memerlukan usaha yang tinggi untuk mendapatkannya (high effort),
sebaliknya benda pika diletakkan pada tempat dimana anak tidak perlu
memerlukan usaha yang tinggi untuk mendapatkannya (low effort),
13
sehinggapasien akan menjangkau objek pika dan memakannya. Pada keadaan
tersebut didapatkan, jika kita menurunkan usaha untuk menjangkau benda
alternative juga akan menurunkan frekuensi kejadian pika. Jadi keseimpulan
pada penelitian tersebut, para orang tua atau yang merawat pasien pika harus
menyimpan benda-benda yang berbahaya untuk dimakan di tempat-tempat
yang aman, dan meletakkan benda-benda pengalih perhatian (benda alternatif)
di tempat-tempat yang menarik untuk pasien sehingga bisa mengurangi
frekuensi pika pada pasien.9
b. Response Blocking
Pada penelitian ini menunjukan bahwa jika pasien tidak dicegah maka
pasien akan dengan leluasa memakan benda-benda bukan makanan tersebut,
walaupun dicegah, tetapi jika dicegah saat makanan sudah diambil maka
efeknya tidak efektif, pasien tetap tidak mau menjatuhkan makanan tersebut.
Hasil dari pencegahan ini akan efektif jika perawat atau seseorang yang
14
menjaga pasien mencegah pasien mengambil benda-benda berbahaya untuk
dimakan. Sehingga, kesimpulannya adalah pencegahan tidak efektif jika
dilakukan setelah pasien mengambil benda untuk dimakan, tetapi harus
dilakukan usaha untuk mencegah pasien menjangkau benda-benda berbahaya
untuk dimakan tersebut.10
2.1.7Pencegahan Pika
Cara efektif untuk mencegah agar anak tidak memiliki perilaku pika tidak lain
adalah peran orang tua. Orang tua harus aktif menjaga anaknya yang masih dalam
tahap pengenalan dari benda-benda yang berbahaya, dan mengenalkannya dengan
benda-benda yang aman untuk anak seusia tersebut. Hal seperti itu sangat perlu
sebagai upaya pencegahan agar pika tidak terjadi pada anak. Orang tua juga
sebaiknya rutin memeriksakan anak untuk mengecek apakah tidak ada bahan
berbahaya yang pernah ditelan oleh anak. Namun jika anak sudah memiliki kebiasaan
itu, maka orang tua harus bisa tegas dan intensif untuk menyembuhkan kebiasaan
anak. Kenyataannya sekarang banyak orang tua yang kasian melihat anaknya
menangis karena ingin makan serbuk bata atau bedak sehingga mereka
membiarkannya makan sekehendak anak. Cara tersebut jelas salah dan merupakan
kesalahan akibat ketidaktahuan orang tua dalam mendidik anaknya. Karena bentuk
rasa kasihan seperti itu bukanlah wujud kasih sayang orang tua kepada anak,
melainkan justru malah membahayakan kesehatan anaknya.4
Orang tua tidak boleh menuruti keinginan anaknya jika meminta benda-benda
asing untuk dimakan, orang tua juga harus mengawasi anak ketika bermain. Ketika
anak lapar dan ingin makan, orang tua bisa memanfaatkan hal tersebut untuk
mengenalkannya jenis-jenis makanan yang sehat dan bergizi dengan tujuan untuk
mengalihkan perhatian anak pada benda yang ingin dimakan ke makanan yang betul-
betul layak untuk dimakan. Rangsang otak anak dengan makanan-makanan yang
bergizi ketika dirinya lapar, ketika otak terbiasa dengan rangsangan dari makanan
maka lama kelamaan perhatian anak akan teralihkan dari benda-benda asing yang
15
ingin dia makan. Untuk mencegah dan mengobati pika, orang tua perlu meluangkan
waktunya untuk menemani anak bermain, mengajarkannya makanan yang baik,
menjauhkannya dari benda-benda keras dan berbahaya, serta menjaga kebiasaan tidur
anak sehingga anak dapat tumbuh dengan sehat dan jauh dari pika eating disorder.4
16
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Pica ialah nafsu makan yang aneh, yaitu penderita menunjukkan nafsu makan
terhadap berbagai atau salah satu obyek yang bukan tergolong makan, misalnya
tanah, pasir, rumput, bulu, selimut wol, pecahan kaca, kotoran hewan, cat kering,
dinding tembok, dan sebagainya. Gejala pada saluran Gastrointestinal (GI) seperti
sembelit, sakit perut kronis atau akut yang mungkin menyebar atau terfokus, mual
dan muntah, distensi perut, dan kehilangan nafsu makan. Terapi yang dapat diberikan
Bupropion, serta non farmakologis dengan respons effort dan respons blocking.
3.2 Saran
Cara efektif untuk mencegah agar anak tidak memiliki perilaku pica tidak lain
adalah peran orang tua. Orang tua harus aktif menjaga anaknya yang masih dalam
benda-benda yang aman untuk anak seusia tersebut. Hal seperti itu sangat perlu
sebagai upaya pencegahan agar pica tidak terjadi pada anak. Orang tua juga
sebaiknya rutin memeriksakan anak untuk mengecek apakah tidak ada bahan
berbahaya yang pernah ditelan oleh anak. Namun jika anak sudah memiliki kebiasaan
itu, maka orang tua harus bisa tegas dan intensif untuk menyembuhkan kebiasaan
anak. Kenyataannya sekarang banyak orang tua yang kasian melihat anaknya
17
menangis karena ingin makan serbuk bata atau bedak sehingga mereka
membiarkannya makan sekehendak anak. Cara tersebut jelas salah dan merupakan
wujud dari ketidaktahuan orang tua dalam mendidik anaknya. Karena bentuk rasa
kasihan seperti itu bukanlah wujud kasih sayang orang tua kepada anak, melainkan
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA. Gangguan Makan dan Pemberian Makan pada Masa
Bayi atau Masa Kanak Awal. Dalam: Muttaqin H, Sihombing RN, editor.
Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis (terjemahan). Jakarta: EGC;
2010. hal. 607-8
7. Maslim R. Pika pada masa bayi dan kanak dan Gangguan Makan lainnya pada
dewasa. Dalam : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM V. Jakarta: PT. Nuh Jay; 2013.92,148
8. Morrow A. Condition & Disease: Eating & Weight Disorder. Available from:
http://www.omnimedicalsearch.com/conditions-disease/pika-
disoredertreatment-options.html
9. Piazza C, Henry SR, Kris M. Keeney, et al. Varying Response Effort in The
Treatment of Pika Maintained by Automatic Reinforcment: Journal Of
Applied Behavior Analysis. 2002; 35: 233-46
19