You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rosihon Anwar dalam bukunya “Ilmu Tafsir”[1]mengemukakan bahwa
Alquran merupakan kalam Allah swt. yang berisi petunjuk bagi manusia. Ajaran-
ajarannya disampaikan secara variatif serta dikemas sedemikian rupa. Ada yang
berisi informasi, perintah dan larangan, ada juga yang dimodifikasi dalam bentuk
diskriftif kisah-kisah yang mengandung pelajaran atau petunjuk yang dikenal
dengan kisah-kisah dalam Alquran. Tuntunan dalam Alquran adakalanya
disampaikan melalui kisah-kisah dengan tujuan untuk menjelaskan bantahan
terhadap kepercayaan-kepercayaan yang salah dan bantahan terhadap setiap
bujukan untuk berbuat ingkar, serta menerangkan prinsip-prinsip Islamiyah dalam
berdakwah.
Sudah menjadi ketentuan, bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan
Allah swt. mempunyai banyak keunikan, salah satu keunikannya adalah suka
mendengar dan mempelajari cerita. Hal tersebut disebabkan karena kisah dapat
menarik perhatian apabila di dalamnya terselip pesan-pesan dan pelajaran yang
dapat menanamkan kesan rasa ingin tahu tentang peristiwa-peristiwa yang telah
terjadi. Nasehat atau pelajaran yang disampaikan tanpa variasi, walau dengan
tutur kata yang indah, belum tentu dapat menarik perhatian akal, bahkan isinya
pun belum tentu dapat dipahami. Akan tetapi bila nasehat itu dituangkan dalam
bentuk kisah yang menggambarkan peristiwa dalam realita kehidupan, maka akan
terwujudlah dengan jelas tujuannya. Sehingga akan merasa senang mendengarkan,
memperhatikannya dengan penuh kerinduan dan rasa ingin tahu, dan pada
gilirannya ia akan terpengaruh akan nasehat dan pelajaran yang terkandung di
dalammya.
Dikemukakan oleh Manna Khalil al-Kattan,[2] bahwa kesusasteraan
kisah dewasa ini telah menjadi seni yang khas diantara seni-seni bahasa dan
kesusasteraan. Kisah yang benar telah membuktikan kondisi ini dalam Uṣlub
Arabi secara jelas dan menggambarkannya dalam bentuk yang paling tinggi, yaitu
kisah-kisah Alquran. Kisah-kisah dalam Alquran tentu saja berbeda dengan cerita
atau dongeng lainnya, karena mempunyai karakteristik di dalamnya. Dalam
Alquran kisah merupakan petikan-petikan dari sejarah sebagai pelajaran bagi umat
manusia yang senantiasa dapat menarik manfaat dari peristiwa-peristiwa itu.
Secara eksplisit Alquran berbicara tentang pentingnya sejarah, hal
tersebut tertera dalam Q.S. Ali Imran (3):140 berbunyi:

ِ َّ‫س ْالقَ ْو َم قَ ْر ٌح ِمثْلُهُ َو ِت ْلكَ األيَّا ُم نُدَا ِولُ َها بَيْنَ الن‬
‫اس‬ َّ ‫س ْس ُك ْم قَ ْر ٌح فَقَ ْد َم‬
َ ‫إِ ْن يَ ْم‬
Dan kamu (pada perang uhud) terkena luka, Maka kaum lainpun
(kafir) kena luka pula seperti itu. Dan hari (kejayanan dan kekalahan) itu
akan datang silih berganti.[3]

B. Rumusan Masalah
Berangkat dari pembahasan pada latar belakang di atas, maka dapatlah
dikemukakan permasalahan yang menjadi inti pembahasan dalam makalah ini,
yakni sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian Qaṣaṣ al-Qur’ān?
2. Apa tujuan Qaṣaṣ al-Qur’ān?
3. Relevansi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Qaṣaṣ al-Qur’ān


Kata qaṣaṣ berasal dari Bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari
kata qiṣaṣyang berarti tatabbu’ al-aṡar (napak tilas/ mengulang kembali masa
lalu). qiṣaṣ menurut Muhammad Ismail Ibrahim yang berarti “hikayat” (dalam
bentuk) prosa yang panjang”.sedang menurut Manna Khalil al-Qattan “qaṣaṣtu
aṡarahu” yang berarti “kisah ialah menelusuri jejak”.1 Kata al-qaṣaṣ adalah bentuk
masdar, seperti dalam firman Allah Q.S.Al-Kahfi (18): 64 disebutkan:

‫صا‬
ً ‫ص‬ ِ َ ‫علَى آث‬
َ َ‫ار ِه َما ق‬ ْ َ‫ف‬
َ ‫ارتَدَّا‬
Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.

Maksudnya kedua orang itu kembali mengikuti jejak dari mana keduanya
itu datang. Dan firmanNya melalui lisan ibu Musa, QS. Al-Qaṣaṣ (28): 11 sebagai
berikut:

‫ج ن ُ بٍ َو ه ُ ْم َل ي َ شْ ع ُ ُر و َن‬
ُ ‫ت ب ِ هِ عَ ْن‬ ِ ُ ‫ت ِأل ُ ْخ ت ِ هِ ق‬
ْ ‫ص ي هِ ۖ ف َ ب َ صُ َر‬ ْ َ ‫َو ق َ ا ل‬
Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: "Ikutilah dia"
Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya,

Maksudnya ikutilah jejaknya sampai kamu melihat siapa yang


mengambilnya. Secara etimologi (bahasa), al-qaṣaṣ mempunyai arti urusan (al-
amr), berita (al-khabar), perbuatan (al-sya’an), dan keadaan (al-hal).Dalam kamus
Bahasa Indonesia, kata al-qaṣsaṣ diterjemahkan dengan kisah yang berarti
kejadian (riwayat, dan sebagainya).Menurut al-Raghib al-Iṣfahani, qaṣaṣ adalah
akar kata (maṣdar) dari “qaṣṣa-yaquṣṣu”,secara lugawi konotasinya tak jauh
berbeda dari yang disebutkan di atas, yang dipahami sebagai “cerita yang
ditelusuri”2

1
Manna Khalil al-Qattan, op.cit., h. 305
2
Al-Raghib al Isfahani, al Mufradat Fi Gharit al Qur’an, ed. Muhammad Sayyid Kailani, (Mesir:
Mustafa al Bab al Halabih), t.t.,h. 404
seperti dalam Firman Allah swt. Q.S. Yusuf (12): 111:

‫ب‬ ْ ‫ص ِه ْم ِعب َْرة ٌ ألو ِلي‬


ِ ‫األلبَا‬ َ َ‫لَقَ ْد َكانَ فِي ق‬
ِ ‫ص‬
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-
orang yang mempunya akal”.

Berdasarkan pada beberapa arti di atas, dapat diambil pengertian


bahwa qiṣaṣ sama dengan kisah yang mempunyai arti segala peristiwa, kejadian
atau berita yang telah terjadi dari suatu cerita untuk menelusuri jejaknya.
Adapun yang dimaksud dengan Qaṣaṣ al- Qur’ān adalah

.‫إخبار عن األحوال الماضية واألنبياء القدماء واألحداث الواقعة فى الماضى‬


Pemberitaan mengenai keadaan umat terdahulu, nabi-nabi terdahulu, dan
peristiwa yang pernah terjadi”.
Menurut perspektif Alquran, Allah swt. mengungkapkan diriNya melalui
peristiwa-peristwa, namun wahyuNya menggunakan tema-tema yang sudah
terkenal dan dinyatakan kembali sampai orang-orang beriman meresapinya.
Al-quran banyak mengandung keterangan tentang kejadian pada masa
lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak
setiap umat. Ia menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik
dan mempesona.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dikatakan, bahwa pada kisah-
kisah yang dimuat dalam Alquran semuanya cerita yang benar-benar terjadi, tidak
ada cerita fiksi, khayal, apalagi dongeng. Jadi bukan seperti tuduhan sebagian
orientalis bahwa Alquran ada yang tidak cocok dengan fakta sejarah.3

3
Muhammad al Khidir Husain, Balāgah al-Qur’ān, (t.tp. ; Ali al Rida al Tunisi, 1971), h. 104
B. Tujuan Qaṣaṣ Al-Qur’ān
Kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran menjadi bukti kuat bagi umat
manusia bahwa Alquran sangat sesuai dengan kondisi mereka, karena sejak kecil
sampai dewasa bahkan sampai tua, jarang orang yang tak suka pada kisah, apalagi
bila kisah mempunyai tujuan ganda, yakni disamping pengajaran dan pendidikan
juga berfungsi sebagai hiburan.
Al-qur’an sebagai kitab yang berisi hidayah mencakup kedua aspek itu,
disamping tujuan yang mulia, juga kisah-kisah tersebut diungkapkan dalam
bahasa yang indah dan menarik, sehingga tak ada orang yang bosan membaca dan
mendengarnya. Sejak dahulu sampai sekarang, telah berlalu empat belas abad,
kisah-kisah Alquran yang diungkapkan dalam Bahasa Arab itu masih up dated,
mendapat tempat dan hidup di hati umat, padahal bahasa-bahasa lain telah banyak
yang masuk museum, dan tidak terpakai lagi dalam berkomunikasi seperti Bahasa
Ibrani, Bahasa Latin, dan lain-lain.
Kisah-kisah dalam Alquran bukanlah suatu gubahan yang bernilai sastera
saja, baik gaya bahasa maupun cara menggambarkan peristiwa-peristiwa, tetapi
juga merupakan suatu media untuk mewujudkan tujuan yang asli. Kisah-kisah
dalam Alquran secara umum mempunyai tujuan untuk kebenaran dan semata-
mata untuk keagamaan.4
Adapun tujuan kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran, seperti yang
telah dikemukakan oleh Muhammad Chirjin[25] adalah sebagai berikut :
1. Menetapkan adanya wahyu dan kerasulan.
2. Menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah swt.
3. Menerangkan bahwa semua agama itu dasarnya satu dan semuanya dari
Tuhan Yang Maha Esa.
4. Menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh nabi-nabi dalam berdakwah itu
satu dan sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa.
5. Menerangkan dasar yang sama antara agama yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad saw., dengan agama Nabi Ibrahim, a.s. secara khusus, dan
dengan agama-agama Bangsa Israil pada umumnya dan menerangkan bahwa
hubungan ini lebih erat daripada hugungan umum antara semua agama.
4
Sayyid Qutb, Seni Penggambaran dalam al-Qur’an, Terjemah Khadijah Nasution(Yogyakarta:
Nur Cahaya, 1981), h. 138.
C. Tujuan Kisah dalam Al-Quran
Allah telah menetapkan bahwa dalam kisah terdahulu terdapat ibrah dan
nasihat bagi orang-orang yang mempelajarinya, yang merenungi kisah-kisah
tersebut, mereka akan menemukan hikmah di balik pengkisahan kisah tersebut,
serta menggali pelajaran dan petunjuk hidup dari kisah-kisah tersebut. Allah juga
memerintahkan kita untuk bertadabbur terhadapnya, menyuruh untuk meneladani
kisah orang-orang shaleh serta mengambil metode mereka berdakwah dalam
posisi kita sebagai makhluk dan khalifah di muka bumi. Jika kita menelaah kisah
Al-Quran dengan seksama, kita akan memahami bahwa Allah menyampaikan inti
penting untuk kita amalkan melalui kisah-kisah yang ada didalam Al-Quran. Oleh
sebab itu, menurut Manna Al-qattan, kisah-kisah Al-quran mempunyai banyak
faedah terpenting di antaranya5:
1. Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok
syariat yang dibawa oleh para nabi (Q.s Al-Anbiy: 25).
2. Meneguhkan hati Rasullah dan hati umat nabi Muhammad atas agama Allah,
memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan
para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya (Q.S
Hud:120).
3. Membenarkan para Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap
mereka serta mengabadikan jejak dan paninggalannya.
4. Membuktikan kewahyuan Al-Quran dan kebenaran misi Nabi Muhammad
SAW, semua yang disampaikannya adalah wahyu yang turun dari Allah demi
membimbing ummat manusia kejalan yang lurus dengan memperhatikan
kecermatan dan kejujuran Al-Quran sendiri mengisyaratkan hal ini ketika
menukil kisah-kisah para nabi di permulaan maupun di akhir kisah, Allah
berfiman (Q.S Yusuf: 3).
5. Menyibak kebohongan ahli kitab ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan
keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan dan menantang mereka
dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti (Q.S Ali
imran: 39).

5
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Quran,(Jakarta: Litera Antar Nusa, 2010), hal437
6. Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para
pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya
kedalam jiwa.
7. Membuktikan kesatuan agama dan akidah seluruh Nabi as, karena mereka
semua datang dari Allah, intisari dakwah mereka adalah satu dan mereka
mengajak ummat manusia kepada satu tujuan.
8. Menceritakan pertolongan Ilahi terhadap para nabi a.s dan menekankan
reality bahwa peperangan idiologi itu pasti berakhir dengan kemenangan
dipihak para penolong-penolong Allah.
9. Membenarkan kabar-kabar gembira dan peringatan Ilahi secara nyata dengan
memberikan contoh-contoh yang nyata tentang hal itu.
10. Menjelaskan rahmat dan nikmat Ilahi yang telah dicurahkan atas nabi a.s
sebagai hasil kedekatan hubungan mereka dengan Rabb-nya.

D. Relevansi Kisah dengan Sejarah


Kisah yang terdapat dalam Al-Quran sengat berbeda dengan kisah-kisah
lainnya. Perbedaan tersebut terletak pada tujuan yang ingin dicapainya. Setiap
orang yang ingin bercerita atau menulis cerita, ia pasti memiliki sebuah tujuan
yang ingin dicapainya.
Kisah dalam Al-Quran memiliki nilai seni yang cukup tinggi, kisah-
kisahnya pun tidak diragukan kebenarannya, walaupun tidak diceritakan secara
kronologis dan dipaparkan secara rinci pada kenyataannya, sebagian kisah dalam
Al-Quran merupakan petikan sejarah, karena pengetahuan sejarah sangat kabur
dan penemuan-penemuan arkeologi sangat sedikit untuk dijadikan bahan
penyelidikan kisah dalam Al-Quran dalam rangka pengetahuan modern. Misalnya
situs bangsa Iran yang didefinisikan sebagai bangsa dalam kisah Al-Quran, Al-
Mu’tafikat yang mendefinisikan sebagai kota Pali, Sodom dan Gomorah yang
merupakan kota-kota wilayah nabi Luth.6

6
Ahmad Banta,Tafsir Quran Perkata.(Jakarta:Maghfirah,2009),hal 198,567
Faedah Kisah-kisah dalam Al-Qur’an
Menurut Hasbi Ash Shiddieqy, faedah kisah-kisah dalam al-Qur’an adalah
sebagai berikut:
1. Menjelaskan dasar-dasar da’wah kepada agama Allah dan menerangkan
pokok-pokok syari’at yang disampaikan oleh para Nabi.
2. Mengokohkan hati Rasul dan hati umat Muhammad SAW dalam beragama
dengan agama Allah, dan menguatkan kepercayaan para mu’min tentang
datangnya pertolongan Allah SWT dan kehancuran kebatilan.
3. Mengabadikan usaha-usaha para Nabi dan pernyataan bahwa Nabi-Nabi
dahulu adalah benar.
4. Menampakkan kebenaran kerasulan Nabi Muhammad SAW dalam dakwahnya
dengan dapat beliau menerangkan keadaan-keadaan umat yang telah lalu.
5. Menyingkap kebohongan-kebohongan ahlul kitab yang telah
menyembunyikan isi kitab-kitab mereka yang masih murni.
6. Menarik perhatian para pendengar yang diberi-kan pelajaran kepada mereka.
Hikmah Berulang-ulang Disebut Qashash dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an melengkapi berbagai kisah yang diulang-ulang untuk menjelaskan di
beberapa surat. Kadang-kadang kisah disebut berulang-ulang kali dalam bentuk
yang berbeda-beda, kadang-kadang pendek, kadang-kadang panjang. Diantara
hikmah yang dapat dipetik diantaranya, yaitu:

1. Menandaskan kebalaghahan al-Qur’an dalam bentuk yang paling tinggi.


Diantara keistime-waannya ialah, menerangkan sebuah nama da-lam berbagai
macam susunan. Dan tiap-tiap tempat disebut dengan susunan perkataan yang
berbeda dari yang telah disebutkan
2. Menampakkan kekuatan i’jaz. Menyebut suatu makna dalam berbagai bentuk
susunan perka-taan yang tidak dapat ditantang salah satunya oleh para sastrawan
Arab, menjelaskan bahwa al-Qur’an itu benar-benar datang dari sisi Allah SWT.
3. Memberkan perhatian yang penuh kepada ki-sah itu. Mengulang-ngulang
sebutan adalah sa-lah satu dari pada ta’kid dan salah satu dari tanda-tanda
besarnya perhatian, seperti keadaannya kisah Nabi Musa as dengan Fir’aun.
4. Karena berbeda tujuan yang karenanyalah di-sebut kisah itu. Di suatu tempat
diterangkan sebagiannya, karena itu saja yang diperlukan dan di tempat-tempat
yang lain disebut lebih sem-purna karena yang demikianlah yang dikehen-daki
keadaannya.
Tujuan Kisah dalam Al-Qur'an
Kisah-kisah dalam al-Qur’an secara umum ber-tujuan kebenaran dan semata-mata
tujuan keaga-maan. Jika dilihat dari keseluruhan kisah yang ada maka
tujuan-tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

1. Salah satu tujuan cerita itu ialah menetapkan adanya wahyu dan kerasulan.
Dalam al-Qur’an tujuan ini diterangkan dengan jelas, diantaranya dalam
(QS.12:2-3), dan (QS. 28:3). Sebelum mengutarakan cerita Nabi Musa as, lebih
dahulu al-Qur’an menegaskan dengan QS. 28: 3.
2. Menerangkan bahwa semua agama itu dasar-nya satu, yaitu dari Tuhan Yang
Maha Esa (QS. 7: 59)
3. Menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah SWT, dari masa Nabi Nuh as
sampai dengan Nabi Muhammad SAW, bahwa kaum muslimin semuanya
merupakan satu umat, bahwa Allah Yang Maha Esa adalah Tuhan bagi semuanya.
(QS. 21:51-92)
4. Menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh Nabi-Nabi dalam berdakwah itu
satu dan sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa.
5. Menerangkan dasar yang sama antara agama yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW dengan Nabi Ibrahim as, secara khusus dengan agama-agama,
bangsa-bangsa Israil pada umumnya dan menerangkan bahwa hubungan ini lebih
erat dari pada hubungan yang umum antara semua agama. Keterangan ini
berulang-ulang disebutkan dalam cerita Nabi Ibrahim as, Musa as dan Isa as.
Relevansi Kisah dengan Sejarah
Relevansi kisah dengan sejarah adalah sebagai berikut:
1. Kisah-kisah dalam al-Qur’an itu memiliki realitas yang diyakini
kebenarannya, termasuk peristiwa yang ada di dalamnya. Ia bagian dari ayat-ayat
yang diturunkan dari sisi Yang Maha Tahu dan Maha Bijaksana.
2. Kisah-kisah dalam al-Qur’an dimaksudkan sebagai sarana untuk mewujudkan
tujuannya yang asli, yaitu tujuan keagamaan yang meriwayatkan adanya
kebenaran, pelajaran dan peringatan.
3. Al-Qur’an tidak menceritakan kejadian dan peristiwa secara kronologis dan
tidak memaparkannya secara terperinci. Hal ini dimaksudkan sebagai peringatan
tentang hukum Allah SWT dalam kehidupan sosial serta pengaruh baik dan buruk
dalam kehidupan manusia.
4. Sebagian kisah dalam al-Qur’an merupakan petikan sejarah yang bukan berarti
menyalahi sejarah, karena pengetahuan sejarah adalah sangat kabur dan
penemuan-penemuan arkeologi sangat sedikit untuk mengungkapkan kisah dalam
al-Qur’an dalam kerangka pengetahuan modern.

You might also like