You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Latar belakang disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Sejarah Indonesia sebagaimana yang telah diperintahkan oleh guru
Sejarah kami. Makalah ini membahas tentang tantangan yang dialami
Bangsa Indonesia pada awal Kemerdekaan Indonesia akan kedatangan
Sekutu, khususnya di wilayah Medan, Bandung, Sulawesi, dan Bali.
Dalam makalah ini, kami berusaha menerangkan materi yang dibutuhkan
sebagai referensi agar dapat menyempurnakan topik yang akan
diperbincangkan.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana kronologi terjadinya Pertempuran Medan Area?
b. Bagaimana peristiwa Bandung Lautan Api dapat terjadi?
c. Bagaimana penyebaran berita proklamasi di Sulawesi?
d. Bagaimana operasi lintas laut Banyuwangi-Bali dapat terjadi?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas
Sejarah Indonesia yang telah diberikan kepada kelompok kami. Selain itu
penyusunan makalah ini juga untuk menambah atau memberi
pengetahuan tentang perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi
tentara Sekutu, khususnya di wilayah Medan, Bandung, Sulawesi, dan
Bali.

D. Metode Penelitian
Metode yang kami gunakan dalan penyusunan karya tulis ini
menggunakan penyusunan studi kepustakaan, yaitu dengan membaca
berbagai sumber yang relevan dan mencari masalah tersebut lewat
internet.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Terbentuknya BPUPKI


Kekalahan Jepang dalam perang Pasifik semakin jelas.
Angkatan Laut Amerika Serikat yang dipimpin oleh Laksamana
Nimitz berhasil menduduki posisi penting di Kepulauan Mariana
seperti Saipan, Tidian dan Guan. Bagi Sekutu, pulau-pulau tersebut
sangat penting (terutama Saipan) karena jarak Saipan – Tokyo dapat
dicapai oleh pesawat pengebom B 29 USA. Sementara Angkatan
Darat Amerika Serikat yang dipimpin oleh Jendral Douglas Mac
Arthur melalui siasat loncat kataknya berhasil pantai Irian dan
membangun markasnya di Holandia (Jayapura). Dari Holandia
inilah Mac Arthur akan menyerang Filipina untuk memenuhi
janjinya. Di sisi lain kekuatan Angkatan Laut Sekutu yang berpusat
di Biak dan Morotai berhasil menghujani bom pada pusat
pertahanan militer Jepang di Maluku, Sulawesi, Surabaya dan
Semarang. Kondisi tersebut menyebabkan jatuhnya pusat
pertahanan Jepang dan merosotnya semangat juang tentara Jepang,
terutama di wilayah Ambon, Makassar, Manado, Tarakan,
Balikpapan, dan Surabaya. Kekuatan tentara Jepang yang semula
ofensif (menyerang) berubah menjadi defensif (bertahan). Kepada
bangsa Indonesia, pemerintah militer Jepang masih tetap
menggembar gemborkan (meyakinkan) bahwa Jepang akan menang
dalam perang Pasifik. Pada tanggal 18 Juli 1944, Perdana Menteri
Hideki Tojo terpaksa mengundurkan diri dan diganti oleh Perdana
Menteri Koiso Kuniaki. Perdana Menteri Jepang, Jenderal Kuniaki
Koiso, pada tanggal 7 September 1944 dalam sidang istimewa ke-85
Parlemen Jepang (Teikoku Ginkai) mengumumkan bahwa
Indonesia akan dimerdekakan kelak di kemudian hari sesudah
tercapai kemenangan akhir dalam perang Asia Timur Raya. Janji
kemerdekaan ini sering disebut dengan istilah “Deklarasi Kaiso”.

2
Sejak saat itu, Jepang memberikan izin kepada rakyat Indonesia
untuk mengibarkan bendera Merah Putih di samping bendera
Jepang Hinomaru. Lagu Indonesia Raya boleh dinyanyikan setelah
lagu Kimigayo. Dengan cara itu, Jepang berharap tentara Sekutu
akan disambut oleh rakyat Indonesia sebagai penyerbu negara
mereka, sehingga untuk merealisasikan janjinya pada tanggal 1
Maret 1945 pimpinan pemerintah pendudukan militer Jepang di
Jawa, Jenderal Kumakichi Harada, mengumumkan dibentuknya
suatu badan khusus yang bertugas menyelidiki usaha-usaha
persiapan kemerdekaan Indonesia, yang dinamakan "Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia"
(BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai.
Pembentukan BPUPKI juga untuk menyelidiki, mempelajari dan
mempersiapkan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan masalah
tata pemerintahan guna mendirikan suatu negara Indonesia
merdeka.

B. Pembentukan BPUPKI
BPUPKI resmi dibentuk pada tanggal 1 Maret 1945,
bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr.
Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat
dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI
dengan didampingi oleh dua orang wakil ketua muda, yaitu Raden
Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio (orang Jepang). Selain
menjadi wakil ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkat
sebagai kepala kantor tata usaha BPUPKI (semacam sekretariat)
dibantu Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo.
BPUPKI sendiri beranggotakan 69 orang, yang terdiri dari: 62 orang
anggota aktif adalah tokoh utama pergerakan nasional Indonesia
dari semua daerah dan aliran, serta 7 orang anggota istimewa adalah
perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari
bangsa Jepang ini tidak mempunyai hak suara. Keanggotaan ketujuh
wakil Jepang ini adalah pasif, yang artinya mereka hanya hadir
3
dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat dan pengawas orang-
orang BPUPKI pribumi saja.

C. Sidang-Sidang BPUPKI
Selama BPUPKI berdiri, telah diadakan dua kali masa
persidangan resmi BPUPKI, dan juga adanya pertemuan-pertemuan
yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu:

1. Sidang Resmi Pertama

Persidangan resmi BPUPKI yang pertama pada tanggal 29 Mei-


1 Juni 1945

Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan dan


sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang
pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada zaman kolonial
Belanda gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (dari bahasa
Belanda, semacam lembaga "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia-
Belanda" di masa penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dikenal
dengan sebutan Gedung Pancasila yang berlokasi di Jalan Pejambon
6 – Jakarta. Namun masa persidangan resminya sendiri (masa
persidangan BPUPKI yang pertama) diadakan selama empat hari
dan baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei
1945 dan berlangsung sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan

4
tujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara
"Indonesia Merdeka" serta merumuskan dasar negara Indonesia.
Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa
persidangan BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh seluruh
anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang,
yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang
menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal
Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan
resminya itu sendiri, yang berlangsung selama empat hari, hanya
dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.
Sebelumnya agenda sidang diawali dengan membahas
pandangan mengenai bentuk negara Indonesia, yakni disepakati
berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"),
kemudian agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI harus
merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang
akan menjiwai isi dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia itu sendiri, sebab Undang-Undang Dasar adalah
merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia
yang benar-benar tepat, maka agenda acara dalam masa persidangan
BPUPKI yang pertama ini adalah mendengarkan pidato dari tiga
orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang
mengajukan pendapatnya tentang dasar negara Republik Indonesia,
dan satu tokoh yang memaparkan teori berdirinya suatu negara.
1. Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad
Yamin, S.H. berpidato mengemukakan gagasan
mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik
Indonesia yang diberi judul “Asas dan Dasar Negara
Kebangsaan Republik Indonesia”, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
5
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

2. Sidang tanggal 30 Mei 1945, Drs. Moh. Hatta


berpendapat bahwa sebaiknya jangan mendirikan sebuah
negara hanya dengan satu agama. Beliau juga
memaparkan teori berdirinya suatu negara yaitu:
 Teori Individualistik yaitu negara didirikan oleh
individu-individu dengan tujuan untuk kesejahteraan
individu-individu yang bersangkutan. Dalam
memimpin pemerintahan mereka menunjuk orang
perorangan dengan mengadakan kontrak politik dan
sosial dengan individu-individu itu dan apabila
dilanggar perjanjiannya maka orang yang telah
ditunjuk tersebut harus diganti.
 Teori Golongan (Class Teori) yaitu negara didirikan
oleh golongan yang ekonominya kuat yang bertujuan
untuk menumpas golongan ekonomi yang lemah.
Menurut teori ini negara dan pemerintahan tidak akan
stabil karena golongan yang ditindas pasti akan
menyusun kekuatan untuk menurunkan dan
mengalahkan golongan yang berkuasa.
 Teori Integralistik yaitu negara didirikan oleh semua
lapisan masyarakat dengan tujuan untuk mencapai
kesejahteraan bersama. Menurut Drs. Moch. Hatta
teori inilah yang paling tepat bagi bangsa Indonesia.

3. Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo


berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan
lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang dia
namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu:
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
6
3. Mufakat dan Demokrasi
4. Musyawarah
5. Keadilan Sosial
Beliau juga menjelaskan tentang masalah-masalah yang
berhubungan dengan dasar negara Indonesia merdeka.
Beliau berpendapat bahwa negara yang akan dibentuk
hendaklah negara integralistik yang berdasarkan pada
hal-hal di atas.
Kemudian seorang anggota BPUPKI bernama Ki Bagoes
Hadikoesoemo, mengusulkan bahwa dasar Negara
hendaklah “Islam”, alasan ini diungkapkan karena 90%
rakyat Indonesia Merdeka menganut agama Islam dan
apabila Islam tidak menjadi dasar Negara dikuatirkan
umat Islam di Indonesia nanti bersikap pasif atau dingin
tidak bersemangat terhadap rencana kemerdekaan
Indonesia. Usulan tersebut didukung oleh Abdoel Kahar
Moezakkir, seorang abiturient mahasiswa Universitas Al
Azhar di Kairo dan Komisaris partai Islam, dan hal itu
diungkapkan dengan semangat yang berapi-api. Saran
dari mereka ditanggapi oleh Mr. Johannes Latuharhary,
seorang tokoh Golongan Nasionalis Sekuler dari Maluku
yang kemudian menjadi Gubernur Pertama di Maluku,
tanggapannya hanya singkat namun tegas. Dia
mengatakan bila BPUPK nanti menetapkan bahwa dasar
Indonesia Merdeka adalah “Islam”, dia akan
mengundurkan diri dari sidang dan selanjutnya tidak ikut
bertanggung jawab. Tanggapan itu membuat suasana
sidang menjadi tegang.
4. Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato
mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila
dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan
"Pancasila", yaitu:
1. Kebangsaan Indonesia
7
2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa
Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara
Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno
tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila".
Pada mulanya, Soekarno mengusulkan Pancadharma ,
namun nama tersebut dianggap tidak tepat karna kata
‘Dharma’ berarti kewajiban, sementara yang
dimaksudkan adalah dasar. Soekarno kemudian meminta
saran Muh. Yamin yang merupakan seorang ahli bahasa,
dan selanjutnya gagasan tersebut dinamakan Pancasila,
kata ‘Sila’ berarti azas atau dasar. Dan masih menurut
dia (bilamana diperlukan) gagasan mengenai rumusan
Pancasila ini dapat diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila),
yaitu:
1. Sosionasionalisme, yaitu Nasionalisme dan
Internasionalisme
2. Sosiodemokrasi, yaitu Demokrasi dengan
Kesejahteraan Rakyat
3. Ketuhanan Yang Maha Esa
Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut
bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai
"Ekasila" (Satu Sila), yaitu merupakan sila: “Gotong-
Royong”, ini adalah merupakan upaya dari Soekarno
dalam menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai
rumusan dasar negara Republik Indonesia yang
dibawakannya tersebut adalah berada dalam kerangka
"satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan
lainnya. Soekarno dalam pidatonya juga menyampaikan
bahwa: ‘Kita hendak mendirikan suatu Negara ‘semua
buat semua’, bukan buat satu orang, bukan buat satu
8
golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan
yang kaya-miskin, tetapi ‘semua buat semua’ ”. Masa
persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan
sebutan “Detik-Detik Lahirnya Pancasila” dan tanggal 1
Juni ditetapkan sekaligus diperingati sebagai hari
lahirnya Pancasila.
Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa
persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu BPUPKI mengalami
masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu
bulan lebih.

2. Piagam Jakarta
Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu
panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia
Sembilan" dengan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bertugas untuk
mengolah usul dari konsep para anggota BPUPKI mengenai dasar
negara Republik Indonesia.

Naskah Asli "Piagam


Jakarta" atau "Jakarta
Charter" yang dihasilkan
oleh "Panitia Sembilan" pada
tanggal 22 Juni 1945

9
Sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama,
masih belum ditemukan titik temu kesepakatan dalam perumusan
dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, sehingga
dibentuklah "Panitia Sembilan" tersebut di atas guna menggodok
berbagai masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang telah
dikemukakan oleh para anggota BPUPKI itu dan juga usulan-usulan
dari anggota BPUPKI yang lainnya mengenai rumusan dasar negara
Indonesia. Adapun susunan keanggotaan dari "Panitia Sembilan" ini
adalah sebagai berikut :
1. Ir. Soekarno (ketua)
2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
4. Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (anggota)
5. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota)
6. Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
7. Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota)
8. Haji Agus Salim (anggota)
9. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
Sesudah melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4
orang dari kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari
kaum keagamaan (pihak "Islam") yang terjadi di rumah Soekarno
yang beralamat di Jalan Pegangsaan Timur no. 56 Jakarta, maka
pada tanggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali bertemu dan
menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang
kemudian dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter",
yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement
Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir.
Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya
kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan
tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta"
itu. Dalam detik-detik yang menentukan menjelang pengesahan
10
Piagam Jakarta, Ir. Soekarno selaku Ketua Panitia Sembilan dengan
gigih meyakinkan seluruh anggota sidang BPUPKI untuk menerima
rumusan Piagam Jakarta sebagai Gentlement Agreement bangsa
Indonesia. Naskah “Piagam Jakarta” yang ditulis dengan
menggunakan ejaan Republik ditandatangani oleh seluruh anggota
“Panitia Sembilan”. Menurut dokumen tersebut, dasar negara
Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan,
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rancangan itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam
masa persidangan BPUPKI yang kedua, yang diselenggarakan
mulai tanggal 10 Juli 1945.
Di antara dua masa persidangan resmi BPUPKI itu,
berlangsung pula persidangan tak resmi yang dihadiri 38 orang
anggota BPUPKI yang diadakan di kantor besar Jawa Hokokai.
Persidangan tak resmi ini dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang
membahas mengenai rancangan "Pembukaan (bahasa Belanda:
"Preambule") Undang-Undang Dasar 1945", yang kemudian
dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPKI yang
kedua (10 Juli-17 Juli 1945).

11
3. Sidang Resmi Kedua

Persidangan resmi BPUPKI yang kedua pada tanggal 10 Juli-17


Juli 1945

Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak


tanggal 10 Juli 1945 hingga tanggal 17 Juli 1945. Agenda sidang
BPUPKI kali ini membahas tentang wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan
Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara,
serta pendidikan dan pengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang
kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil.
Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah:
1. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir.
Soekarno)
2. Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno
Tjokrosoejoso)
3. Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs.
Mohammad Hatta).
Pada tanggal 10 Juli 45 ini merumuskan wilayah negara
Indonesia apabila sudah merdeka nanti, dan terdapat tiga usulan
mengenai wilayah negara yaitu :
1. Bekas jajahan Hindia Belanda (Sabang - Merauke).
2. Bekas jajahan Hindia Belanda + Kalimantan Utara + Irian
Timur + Timur Portugis.
12
3. Bekas jajahan Hindia Belanda + Semenanjung Melayu +
Irian.
Dari ketiga usulan itu, diambil usulkan yang pertama, yakni wilayah
bekas jajahan Hindia Belanda dari Sabang sampai Merauke. Karena
kondisi Indonesia saat itu yang sedang dijajah Jepang, apalagi
dengan adanya pihak Sekutu yang mulai datang ke Indonesia,
sehingga Indonesia tidak memungkinkan untuk menguasai daerah
lain selain wilayah dari Sabang sampai Merauke.
Pada tanggal 11 Juli 1945, diadakan sidang panitia Perancang
Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno, yang
membahas dan membentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang
tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar,
yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut :
1. Prof. Mr. Dr. Soepomo (ketua panitia kecil)
2. Mr. KRMT Wongsonegoro (anggota)
3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
4. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
5. Mr. Raden Panji Singgih (anggota)
6. Haji Agus Salim (anggota)
7. Dr. Soekiman Wirjosandjojo (anggota)
Kemudian muncul perdebatan lagi di kalangan anggota
BPUPKI mengenai bentuk negara Indonesia kelak apabila Indonesia
merdeka. Terdapat tiga bentuk negara yang diusulkan, yaitu :
1. Kerajaan
2. Kesultanan
3. Republik
Dari ketiga usulan itu, anggota BPUPKI mengambil kesepakatan
bahwa bentuk negara Indonesia kelak setelah merdeka adalah
Negara Republik.
Pada tanggal 13 Juli 1945, dalam sidang panitia Perancang
Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas
hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus
merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7
13
orang tersebut. Hasil kerjanya panitia tersebut kemudian
disempurnakan lagi kaidah kebahasaannya oleh Panitia Penghalus
Bahasa yang terdiri atas Husein Jayadiningrat, H. Agus Salim, dan
Mr. Supomo.
Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima
laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan
oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut
membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di
dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu :
1. Pernyataan tentang Indonesia Merdeka
2. Pembukaan Undang-Undang Dasar
3. Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian
dinamakan sebagai "Undang-Undang Dasar 1945", yang isinya
meliputi :
 Wilayah negara Indonesia adalah sama dengan bekas

wilayah Hindia-Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya,


Borneo Utara (sekarang adalah wilayah Sabah dan wilayah
Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei
Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang adalah
wilayah negara Timor Leste), dan pulau-pulau di sekitarnya,
 Bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan,

 Bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik,

 Bendera nasional Indonesia adalah Sang Saka Merah Putih,

 Bahasa nasional Indonesia adalah Bahasa Indonesia.

Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru


rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama
"Piagam Jakarta", sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir
seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta".
Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang
BPUPKI. Pada tanggal 15 dan 16 Juli 1945 diadakan sidang untuk
menyusun UUD berdasarkan hasil kerja Panitia Perancang Undang-
Undang Dasar. Dan pada tanggal 17 Juli 1945 dilaporkan hasil kerja
14
penyusunan UUD secara keseluruhan dan hasilnya diterima dalam
sidang pleno BPUPKI.

D. Akhir Masa BPUPKI


Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan karena
dianggap telah dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, yaitu
menyusun rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia
Merdeka, dan sebagai gantinya dibentuklah "Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia" (PPKI) atau yang dalam bahasa Jepang:
Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
i. BPUPKI dibentuk oleh Jepang untuk mempersiapkan hal-hal
penting lainnya yang terkait dengan masalah tata pemerintahan
guna mendirikan suatu negara Indonesia merdeka.
ii. Ada 3 tokoh yang mengemukakan tentang dasar negara, salah
satunya ialah Ir. Soekarno yang mengemukakan tentang
Pancasila.
iii. Piagam Jakarta dibentuk oleh Panitia 9 pada tanggal 22 Juni
1945.
iv. BPUPKI dibubarkan karena dianggap telah dapat
menyelesaikan tugasnya dengan baik, yaitu menyusun
rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia
Merdeka.

B. Saran
Dasar negara telah dibentuk oleh BPUPKI dengan melewati
berbagai persidangan dan berbagai perdebatan dari berbagai tokoh.
Dari sini kita bisa mengambil nilai bahwa sebagai generasi muda
kita tidak sepatutnya meremehkan apa yang telah mati-matian
diperjuangkan dan dibentuk oleh tokoh-tokoh Indonesia yang
terdahulu.

16

You might also like