You are on page 1of 25

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Edema paru akut adalah akumulasi cairan di intersisial dan alveolus paru yang terjadi secara
mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edema paru kardiak)
atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang
mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran
udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia.

1.2 Patofisiologi

Edema, pada umumnya berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian
dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan sekelilingnya menyebabkan pembengkakan.
Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh darah atau tidak ada cukup protein
dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma.

Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru. Area yang ada diluar
pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut
alveoli. Ini adalah tempat dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan
karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli
normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan
cairan biasanya dijauhkan dari alveoli melalui mekanisme keseimbangan Starling Force pada
pembuluh kapiler, namun, dalam beberapa keadaan, dapat terjadi peningkatan tekanan hidrostatik
kapiler paru, diantaranya adalah :
1. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis
mitral);
2. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri;
3. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteri
pulmonalis.

1
4. Penurunan tekanan onkotik plasma pada hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit
ginjal, hati, atau penyakit nutrisi
5. Peningkatan tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu cepat seperti pada
pneumotorak atau efusi pleura (unilateral);
6. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan
dengan peningkatan volume akhir ekspirasi

Keadaan diatas menyebabkan dinding-dinding aveoli kehilangan integritasnya akibat terlalu


banyak tekanan dalam pembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran darah untuk
menahan cairan dalam plasma. Alveoli selanjutnya akan dipenuhi dengan cairan yang merembes
keluar dari pembuluh darah dalam paru sebagai ganti udara. Permeabilitas dinding aveoli yang
rusak mengakibatkan cairan yang masuk ke aveoli melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam
pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Ini dapat menyebabkan persoalan
pertukaran gas (oksigen dan karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi
darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air di dalam paru” ketika
menggambarkan kondisi ini pada pasien.

1.3 Klasifikasi

Edema paru dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda. Ia dapatdihubungkan dengan
gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema (edema paru kardiak), atau dihubungkan
pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.

Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiak dibagimenjadi 3 kelompok :
1. Peningkatan afterload (Pressure overload) : terjadi beban yang berlebihan terhadap
ventrikel pada saat sistolik. Contohnya ialah hipertensi dan stenosis aorta;

2. Peningkatan preload (Volume overload) : terjadi beban yang berlebihan saat diastolik.
Contohnya ialah insufisiensi mitral, insufisiensi aorta, dan penyakit jantung dengan left-
to-right shunt (ventricular septal defect);

2
3. Gangguan kontraksi otot jantung primer : pada infark miokard akut jaringan otot yang
sehat berkurang, sedangkan pada kardiomiopati kongestif terdapat gangguan kontraksi
otot jantung secara umum.

Penyebab edema paru non kardiak secara patofisiologi dibagi menjadi:


1. Peningkatan permeabilitas kapiler paru (ARDS) : tenggelam, inhalasi bahan kimia,dan
trauma berat;

2. Peningkatan tekanan kapiler paru : pada sindrom vena cava superior, pemberian cairan
berlebih, dan transfusi darah; penurunan tekanan onkotik plasma : sindrom nefrotik dan
malnutrisi

1.4 Gambaran klinis

Gambaran klinis dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto toraks).
Gambaran dapat dibagi 3 stadium :

Stadium 1 ditandai dengan distensi pembuluh kapiler paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada
stadium ini mungkin hanya berupa sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas
menemukan kelainan, kecuali ronki pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang
tertutup pada saat inspirasi

Pada stadium 2 terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah parumenjadi kabur,
demikian pula hilus juga menjadi kabur. Garis-garis yang memanjangdari hilus ke arah perifer
(garis Kerley A), septa interlobularis (garis Kerley B) dangaris-garis yang mirip sarang laba-
laba pada bagian tengah paru (garis Kerley C) menebal. Penumpukan cairan di jaringan
intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas bagian kecil, terutama di daerah basal oleh
karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat
takipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapitakipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairanintersisial diperlambat. Pada
pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.

3
Pada stadium 3 terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadihipoksemia dan
hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuihkemerahan. Kapasitas vital
dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.
Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapatterjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin harusdigunakan
dengan hati-hati.

Gangguan fungsi sistolik dan/atau diastolik ventrikel kiri, stenosis mitral ataukeadaan lain yang
menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri dan kapiler paruyang mendadak tinggi akan
menyebabkan edema paru kardiak dan mempengaruhipemindahan oksigen dalam paru sehingga
tekanan oksigen arteri menjadi berkurang.Di lain pihak rasa seperti tercekik dan berat pada dada
menambah ketakutan penderita sehingga denyut jantung dan tekanan darah meningkat yang menghambat lebih
lanjut pengisian ventrikel kiri. Kegelisahan dan napas yang berat semakin menambah beban

4
jantung yang selanjutnya lebih menurunkan fungsi jantung olehkarena adanya hipoksia. Apabila
lingkaran setan ini tidak segera diputus penderita akan meninggal.

Posisi penderita biasanya lebih enak duduk dan terlihat megap-megap. Terdapatnapas yang cepat,
pernapasan cuping hidung, tarikan otot interkostal dan supraklavikula saat inspirasi yang
menunjukkan tekanan intrapleura yang sangatnegatif saat inspirasi. Penderita sering berpegangan
pada samping tempat tidur atau kursi supaya dapat menggunakan otot pernapasan sekunder dengan
balk. Penderitamengeluarkan banyak keringat dengan kulit yang dingin dan sianotik
menunjukkanisi semenit yang rendah dan peningkatan rangsang simpatik

Auskultasi pada permukaan terdengar ronki basah basal halus yang akhimya keseluruh paru,
apabila keadaan bertambah berat: mungkin terdengar pula wheezing.Auskultasi jantung mungkin
sukar karena suara napas yang ramai, tetapi seringterdengar suara 3 dengan suara pulmonal yang
mengeras(6).

1.5 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Edema paru kardiogenik merupakan gejala yang dramatik kejadian gagal jantung kiri. Hal ini
diakibatkan oleh gangguan pada jalur keluar atrium kiri, peningkatan volume yang berlebihan di
ventrikel kiri, disfungsi diastolic atau sistolik dari ventrikel kiri atau obstruksi pada pada jalur
keluar pada ventrikel kiri. Peningkatan tekanan di atrium kiri dan tekanan baji paru mengawali
terjadinya edema paru kardiogenik tersebut. Akibat akhir yang ditimbulkan adalah keadaan
hipoksia berat. Bersamaan dengan hal tersebut terjadi juga rasa takut pada pasien karena kesulitan
bernafas, yang berakibat peningkatan denyut jantung dan tekanan darah sehingga mengurangi
kemampuan pengisian dari ventrikel kiri. Dengan peningkatan rasa tidak nyaman dan usaha
bernapas yang harus kuat akan menambah beban pada jantung sehingga fungsi kardiak akan
semakin menurun, dan diperberat oleh keadaan hipoksia. Bila kejadian ini tidak diatasi dengan
segera, tingkat mortalitas edema paru kardiogenik masih tinggi.

Manifestasi klinis dapat diketahui dari :

5
1. Anamnesis.

Edema paru kardiak berbeda dari ortopnea dan paroksismal nocturnal dyspnea,
karena kejadiannya yang bisa sangat cepat dan terjadinya hipertensi pada kapiler
paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang menakutkan bagi
pasien karena mereka merasa ketakutan, batu-batuk dan seperti seorang yang akan
tenggelam. Pasien biasnaya dalam posisi duduk agar dapat mempergunakan otot-
otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi, atau sedikit membungkuk ke
depan, sesak hebat, mungkin disertai sianosis, sering berkeringat dingin, batuk
dengan sputum yang berwarna kemerahan (frothy sputum).

2. Pemeriksaan fisik.

Dapat ditemukan frekuensi nafas yang meningkat, dilatasi alae nasi, akan terlihat
retraksi inspirasi pada sela intercostal dan fossa supraklavikula yang menunjukkan
tekanan negative intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inspirasi.
Pemeriksaan pada paru akan terdengar ronki basah kasar setengah lapangan paru
atau lebih, sering disertai wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan
protodiastolik gallop, bunyi jantung II pulmonal mengeras, dan tekanan darah
dapat meningkat.

3. Radiologis.

Pada foto toraks menunjukkan hilus yang melebar dan densitas meningkat disertai
tanda bendungan paru, akibat edema interstisial atau alveolar.

Foto thoraks. Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang
dari vertebral column,dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai
bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-
struktur tulang dari dinding dada.X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema

6
mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang
paru daripada biasanya. Kasus-kasusyang lebih parah dari pulmonary edema dapat
menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan
visualisasi yang minimal dari bidang- bidang paru yang normal. Pemutihan ini
mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia
mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyabab yang mungkin
mendasarinya.

Gambaran Radiologi yang ditemukan:


1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vascular di hilus)
2. Coarakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul
milier)

Gambar 1. Edema Intesrtitial. Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi


pleura, diafragma kanan letak tinggi).

7
Gambar 2. Kardiomegali dan edema paru

Gambar 3: Bat’s Wing Appearrance

8
Gambar 4. Gambaran Radiologi Edema Paru Akut Kardiogenik

4. Laboratorium.

Kelainan pemeriksan laboratorium sesuai dengan penyakit dasar. Uji diagnostic


yang dapat dipergunakan untuk membedakan dengan penyakit lain misalnya asma
bronkial adalah pemeriksaan kadar BNP (brain natriuretic peptide) plasma.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan dapat menyingkirkan penyebab
dyspnea lain seperti asma bronkial akut. Pada kadar BNP plasma yang menengah
atau sedang dan gambaran radiologis yang tidak spesifik, harus dipikirkan
penyebab lain yang dapat mengakibatkan terjadinya gagal jantung tersebut,
misalnya restriksi pada aliran darah di katup mitral yang harus dievaluasi dengan
pemeriksaan penunjang lain seperti ekokardiografi.

5. EKG.

Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemia atau
infark pada infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan krisis
hipertensi gambaran elektrokardiografi biasanya menunjukkan gambaran
hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non-
iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan

9
QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis
stabil dan menghiland dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan non-iskemik ini
belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan yang dikatakan dapat menjadi
penyebab, antara lain: iskemia sub-endokardial yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan akut tonus simpatis kardiak atau
peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolik atau katekolamin.

6. Ekokardiografi.

Gambaran penyebab gagal jantung: kelainan katup, hipertrofi ventrikel


(hipertensi), segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan
umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri. Alat-alat diagnostik
lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari pulmonary
edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau N-
terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yangakan timbul dalam
darah yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan
dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus
(300 atau lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada
sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal
jantung sebagai penyebabnya. Metode-metode yang lebih invasif adakalanya
diperlukan untuk membedakanantara cardiac dan noncardiac pulmonary edema
pada situasi-situasi yang lebih rumit dan kritis. Pulmonary artery catheter (Swan-
Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam
vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui kamar-kamar sisi
kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary
capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-
paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung dalam pembuluh-
pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18
mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema,
Sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-
cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan
interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU) setting.

10
1.6 Diagnosis Banding

a. Diagnosis banding dengan asma bronchial

Kadang-kadang sulit membedakan Edema Paru Kardiogenik dengan Asma


Bronkhiale yang berat, karena pada keduanya terdapat sesak napas yang hebat,
pulsus paradoksus, lebih enak posisi duduk dan wheezing merata yang
menyulitkan auskultasi jantung. Pada Asma Bronkhiale terdapat riwayat serangan
asma yang sama dan biasanya penderita sudah tahu penyakitnya. Selama serangan
akut penderita tidak selalu banyak berkeringat dan hipoksia arterial kalau ada tidak
cukup menimbulkan sianosis. Sebagai tambahan, dada nampak hiperekspansi,
hipersonor dan penggunaan otot pernapasan sekunder nampak nyata. Wheezing
nadanya lebih tinggi dan musikal, suara tambahan lain seperti ronkhi tidak
menonjol. Penderita Edema Paru Kardiogenik sering mengeluarkan banyak
keringat dan sianotik akibat adanya desaturasi darah arteri dan penurunan aliran
darah ke kulit. Perkusi paru sering redup, tidak ada hiperekspansi, pemakaian otot
pernapasan sekunder juga tidak begitu menonjol dan selain wheezing terdengar
ronkhi basah. Gambaran radiologi paru menunjukkan adanya gambaran edema
paru yang membedakan dengan asma bronkhiale. Setelah penderita sembuh,
gambaran edema paru secara radiologi menghilang lebih lambat dibandingkan
penurunan tekanan kapiler pasak paru.

b. Diagnosis banding edema paru kardiogenik dan non kardigenik

Untuk membedakan edema paru kardiogenik dengan edema paru nonkardiogenik


secara pasti ialah dengan mengukur tekanan kapiler pasak paru dengan memasang
kateter Swan-Ganz. Pada penderita dengan tekanan kapiler pasak paru atau
tekanan diastolik arteri pulmonalis melebihi 25 mmHg (atau melebihi 30 mmHg
pada penderita yang sebelumnya terdapat peningkatan kronik tekanan kapiler
paru) dan dengan gambaran klinik edema paru, sangat mengarah pada edema paru
kardiogenik. Berikut dilampirkan tabel untuk membedakan kedua jenis edema :

11
1.5.1 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien dengan edema paru terlebih dahulu kita caripenyakit yang
mendasari terjadinya edema. Karena merupakan faktor yang sangat penting dalam pengobatan,
sehingga perlu diketahui dengan segera penyebabnya. Karena terapi spesifik tidak
selalu dapat diberikan sampai penyebab diketahui, maka pemberian terapi suportif
sangatlah penting. Tujuan umum adalah mempertahankan fungsi fisiologik dan seluler
dasar. Yaitu dengan cara memperbaiki jalan napas, ventilasi yang adekuat, dan
oksigenasi. Pemeriksaan tekanan darah dan semua sistem sirkulasi perlu ditinjau, infus
juga perlu dipasang. Berikut adalah hal yang

1. Posisi ½ duduk.

12
2. Oksigen (40–50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk
(pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥
60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau
tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi
endotrakeal, suction, dan ventilator.

3. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.

4. Diuretik Furosemid 40–80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap
4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.

5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4–0,6 mg tiap 5–10


menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena
mulai dosis 3–5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat
diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1ug/kgBB/menit bila tidak memberi
respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau
sampai tekanan darah sistolik 85–90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan
darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ
vital(10).

6. Morfin sulfat 3–5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg(sebaiknya
dihindari).

7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2–5ug/kgBB/menit


atau Dobutamin 2–10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkanhemodinamik. Dosis
dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.

8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.

9. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil
dengan oksigen.

13
BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta: Rahmat Nurul Yuda Putra


Nama Wahana: RSUD Padang Panjang
Topik: Acute Lung Oedema
Tanggal (kasus): 29 Agustus 2017
Nama Pasien: Tn. S No. RM: 974613
Tanggal Presentasi: 19 September 2017 Nama Pendamping: dr. Dessy Rahmawati
Obyektif Presentasi:
Keilmuan  Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik  Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak  Remaja Dewasa Lansia  Bumil
Deskripsi : Laki - laki usia 62 tahun datang diantar oleh keluarganya dengan keluhan sesak
nafas sejak ± 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Tujuan : Menegakkan diagnosis, penatalaksanaan acute lung oedema.
Bahan bahasan:  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara membahas:  Diskusi  Presentasi dan diskusi  Email  Pos
Data pasien: Nama: Nn. N Nomor Registrasi: 974613
Nama klinik: RSUD Padang Telp: - Tedaftar sejak: 29 Agustus 2017
Panjang
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/gambaran klinis:
- Acute Lung Oedema
- CHF
- Bronkopneumonia
- DM Tipe II
2. Riwayat pengobatan
Tidak ada, kontrol ke paru tidak teratur
3. Riwayat kesehatan
- PPOK, rawatan terakhir tahun 2016
- Riwayat penyakit jantung, hipertensi, diabetes dan penyakit ginjal disangkal

14
4. Riwayat keluarga
Tidak ada.
5. Riwayat pekerjaan
Pasien adalah seorang pensiunan.
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (rumah, lingkungan, pekerjaan)
Riwayat mengonsumsi alkohol (-), riwayat transfusi darah (-), riwayat berbagi jarum suntik (-),
riwayat hub.seks bebas (-)
7. Riwayat imunisasi
Tidak diketahui
8. Lain-lain: -
Daftar Pustaka
1. Braunwauld, Clinical aspect of heart failure; pulmonary edema. In : Braunwauld Heart
Disease. A textbook of cardiovascular medicine. 6th edition. WB Saunders; 7:553, 2001.
2. Stone JH. Pulmonary edema. In: Principle and Practice of Emergency Medicine.
Scwartz GR, Safar P, Stone JH, Storey PB, Wagner DK (eds.) 2nd ed.Philadelphia:
Saunders Co. 944, 1986.
3. ESC. 2012. Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart
Failure 2012. European Heart Journal (2012) 33, 1787–1847
doi:10.1093/eurheartj/ehs104
4. PERKI. 2015. Pedoman tatalaksana gagal jantung 2015

Hasil Pembelajaran
1. Definisi dan Diagnosis Acute Lung Oedema
2. Penatalaksanaan Acute Lung Oedema
3. Edukasi pasien dan keluarga.

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjective
A. Keluhan Utama
Sesak nafas sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit.
B. Riwayat Penyakit Sekarang

15
- Sesak nafas sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit, sudah dirasakan sejak 4 hari yang
lalu .
- Nyeri dada sejak 4 hari sebelum masuk RS, nyeri menjalar ke punggung sebelah
kanan
- Demam sejak 4 hari yang lalu, demam tinggi terus menerus, tidak menggigil, tidak
berkeringat
- BAK dan BAB biasa

C. Riwayat penyakit Dahulu


- Pasien memiliki riwayat PPOK sejak tahun 2016, kontrol tidak teratur
- Riwayat penyakit jantung,hipertensi,diabetes dan penyakit ginjal disangkal

2. Objective
A. Tanda vital
1. Keadaan umum : Buruk
2. Kesadaran : Somnolen
3. Tekanan darah : 170/110 mmHg
4. Nadi : 146 kali/menit, regular, kuat angkat
5. Nafas : 36 kali/menit
6. Suhu : 40,2 °C
B. Status Generalis
1. Kepala : Normosefal, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+
2. Leher : JVP 5+2 cmH2O, KGB tidak membesar
3. Telinga : tidak ditemukan kelainan
4. Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
5. Mulut : mukosa mulut dan bibir basah
6. Tenggorok : tonsil T1-T1 tidak hiperemis
7. Thoraks :
Cor : Bunyi jantung I dan II regular, bising sukar dinilai
Pulmo : Suara nafas vesikuler, Ronkhi +/+ dan wheezing +/+ di kedua
lapangan paru

16
8. Abdomen :
Inspeksi : perut tampak membuncit,vena kolateral(-) caput medusa (-)
Palpasi : hepar teraba dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (+) di epigastrium
Perkusi : Tympani – redup, Asites minimal
Auskultasi : BU + normal
9. Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik

C. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium
Hb: 15.1 gr%
Leukosit : 8.410 ribu/mm3
Trombosit : 202.000 ribu/mm3
Hematokrit : 45%
GDS : 373 mg/dl
Ureum : 54/1.3 mg/dL
Kreatinin : 2.6 mg/dL
Na/K/Cl : 133 /5.2 /104 mEq/L

17
EKG

Kesan : Sinus Tachycardia

18
Foto Thoraks

Kesan : Infiltrat di seluruh lapangan paru

Cardiomegaly

19
3. Assesment

Telah dilaporkan suatu kasus seorang pasien laki-laki umur 63 tahun dengan diagnosis
kerja: Acute Lung Oedema. Dasar diagnosis pada pasien adalah dari anamnesis didapatkan sesak
nafas sejak 4 hari yang lalu dan semakin meningkat sejak 4 jam terakhir, nyeri dada sejak 4 hari
yang lalu dan menjalar ke punggung kanan, demam tinggi sejak 4 hari yang lalu, tidak menggigil
dan tidak berkeringat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nafas 36x/ menit, tekanan
darah 170/110 mmHg, denyut nadi 146 kali per menit, dan suhu tubuh 40,2 °C. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan pada leher JVP 5+2 cmH2O, pada toraks didapatkan ronkhi dan wheezing di
seluruh lapangan paru, pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan rontgen
thorax didapatkan infiltrat pada seluruh lapangan paru dan kesan kardiomegali, sehingga ada
kemungkinan pasien juga menderita Bronkopneumonia. Pada pemeriksaan darah didapatkan
kesan peningkatan gula darah sewaktu 373 mg/dl, sehingga disimpulkan pasien juga menderita
DM tipe 2 tidak terkontrol.

4. Plan
Diagnosis klinis : Acute Lung Oedema

Diagnosis banding : -

Pengobatan :

Tanggal Follow up
29 Agustus 2017 S/ Sesak napas (+), Nyeri dada (+), Nyeri ulu hati (+)
Jam 12.30 O/ KU: buruk
KS: somnolen
TD: 170/110 mmHg
Nadi : 146x/ menit
RR : 36x/ menit
Suhu : 40.2 º C
pulmo: ronkhi +/+, wheezing +/+
A/ Acute Lung Oedema
P/ O2 nasal kanul
Nebu combiven jam 12.30 dan jam 13.00
Injeksi Ranitidin 1 ampul (50 mg)

20
Injeksi Furosemid 2 ampul (40 mg)
Paracetamol infus 1000 mg
29 Agustus 2017 S/ sesak napas (+), Gelisah (+)
Jam 13.15 O/ KU: sedang
KS: cmc
TD: 140/90 mmHg
Nadi : 132x/ menit
RR : 30x/ menit
Suhu : 37º C
pulmo: ronkhi +/-, wheezing +/+
A/ Acute Lung Oedema
P/ Injeksi Nairet 0,45 cc, via SC
29 Agustus 2017 S/ sesak napas (+) berkurang, Gelisah (-)
Jam 13.30 O/ KU: sedang
KS: cmc
TD: 140/90 mmHg
Nadi : 120x/ menit
RR : 26x/ menit
Suhu : 37º C
pulmo: ronkhi +/-, wheezing -/-
A/ Acute Lung Oedema
P/ Konsul dr. Susiyanti Sp. JP-FIHA :
IVFD RL 24 jam perkolf
Ranitidin Inj 2 x 1 ampul IV
Furosemid 2 ampul IV
ISDN tab 5 mg SL
Metilprednisolon inj 125 mg IV
Cek darah rutin, GDS, ureum, kreatinin, elektrolit dan
rontgen thorax PA
Pasang kateter urin
Observesi

29 Agustus 2017 S/ sesak napas (-), Gelisah (-), Demam (-)


Jam 13.45 O/ KU: sedang
KS: cmc
TD: 140/90 mmHg
Nadi : 100x/ menit
RR : 26x/ menit
Suhu : 37º C
pulmo: ronkhi +/-, wheezing -/-

Pemeriksaan penunjang :
Hb: 15.1 gr%
Leukosit : 8.410 ribu/mm3
Trombosit : 202.000 ribu/mm3
Hematokrit : 45%

21
GDS : 373 mg/dl
Ureum : 54/1.3 mg/dL
Kreatinin : 2.6 mg/dL
Na/K/Cl : 133 /5.2 /104 mEq/L

A/ STEMI
Hipertensi
CHF
Bronkopneumonia
DM tipe II
P/ Konsul dr. Susiyanti Sp. JP-FIHA :
Rawat HCU Jantung
IVFD RL 24 jam perkolf
Critical ill insulin
Drip Lasix 2 mg / jam
Loading Clopidogrel 300 mg + Aspilet 160 mg PO
Metilprednisolon inj 2 x 62,5 mg IV
Omeprazole inj 2 x 1 ampul IV
Arixtra inj 1 x 2,5 mg SC
Valsartan tab 1 x 40 mg PO
Spironolactone tab 1 x 25 mg PO
Digoxin tab 1 x 0,125 mg PO
Paracetamol tab 3 x 500 mg PO
Balance cairan – 500 cc; TC : 1000 cc
Konsul spesialis paru untuk bronkopneumonia

29 Agustus 2017 S/ sesak napas (-), Gelisah (-), Demam (-)


Jam 16.30 O/ KU: sedang
KS: cmc
TD: 140/90 mmHg
Nadi : 94x/ menit
RR : 24x/ menit
Suhu : 37º C
pulmo: ronkhi +/-, wheezing -/-
A/ STEMI
Hipertensi
CHF
Bronkopneumonia
PPOK
DM tipe II
P/ Konsul dr. Yenni Muchtar Sp. P :
Rontgen : Kesan BP + PPOK
Terapi :
Azitromisin tab 1 x 500 mg PO
Cefixime tab 2 x 100 mg PO
Nebu Combiven 4x

22
Paracetamol infus bila suhu > 38,5 º C
Terapi lain lanjut

Kosul dr. Susiyanti Sp. JP – FIHA :


Terapi :
Ceftriaxone inj 1 x 2 gr IV
Nairet inj 3 x 0,4 cc SC
Asetilsistein 3 x 200 mg PO
Nebu combiven stop
Terapi lain lanjut

29 Agustus 2017 S/ sesak napas (-), Gelisah (-), Demam (-)


Jam 16.45 O/ KU: sedang
KS: cmc
TD: 140/90 mmHg
Nadi : 93x/ menit
RR : 25x/ menit
Suhu : 37º C
pulmo: ronkhi +/-, wheezing -/-
A/ STEMI
Hipertensi
CHF
DM tipe II
Bronkopneumonia
PPOK
P/ Terapi :
Rawat HCU Jantung
IVFD RL 24 jam perkolf
Critical ill insulin
Drip Lasix 2 mg / jam
Metilprednisolon inj 2 x 62,5 mg IV
Omeprazole inj 2 x 1 ampul IV
Arixtra inj 1 x 2,5 mg SC
Ceftriaxone inj 1 x 2 gr IV
Nairet inj 3 x 0,4 cc SC
Azitromisin tab 1 x 500 mg PO
Asetilsistein 3 x 200 mg PO
Valsartan tab 1 x 40 mg PO
Spironolactone tab 1 x 25 mg PO
Digoxin tab 1 x 0,125 mg PO
Paracetamol tab 3 x 500 mg PO, bila T > 38,5 º C
masukkan paracetamol infus 500 mg
Balance cairan – 500 cc; TC : 1000 cc

23
5. Edukasi
- Menjelaskan pada keluarga pasien bahwa penyakit yang dialami oleh pasien
disebabkan karena adanya kelainan pada jantung dan paru, saat ini pasien dalam
kondisi kritis akibat komplikasi dari penyakit tersebut.
- Menjelaskan pada keluarga pasien bahwa tatalaksana yang dilakukan bertujuan
menghilangkan gejala utama pada penyakit pasien, yaitu sesak. Pasien disarankan
untuk meminum obat seumur hidup dan mengontrol rutin penyakitnya secara berkala
untuk menyakit/meningkatkan kualitas hidup pasien.
- Menjelaskan pada keluarga pasien bahwa selanjutnya pasien akan diawasi secara ketat
di HCU dalam upaya memulihkan kondisi pasien.

24
25

You might also like