You are on page 1of 19

1.

Definisi

Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lain (NAPZA) adalah bahan atau

zat atau obat yang bila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh

terutama otak atau susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan

kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan

(adiksi) serta ketergantungan (dependdensi) terhadap NAPZA.

Istilah NAPZA umumnya digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan

yang menitikberatkan pada upaya penanggulangan dari sudut kesehatan fisik,

psikis, dan sosial. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat

yang bekerja pada otak sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan

pikiran. Ada kata lain yang sering berhubungan dengan NAPZA, yaitu

NARKOBA, yang merupakan singkatan dari Narkotika dan Obat / Berbahaya.

Istilah ini sangat populer di masyarakat termasuk media massa dan aparat penegak

hukum yang sebenarnya mempunyai makna yang sama dengan NAPZA. Ada juga

yang menggunakan istilah “Madat” untuk NAPZA, namun istilah ini tidak

disarankan karena istilah tersebut hanya berkaitan dengan penggunaan jenis

narkotika turunan opium saja.

2. Rentang Respon Gangguan Penyalahgunaan NAPZA

Rentang respon gangguan penyalahgunaan NAPZA berfluktuasi dari

kondisi yang ringan sampai dengan yang berat. Indikator rentang respon ini

berdasarkan perilaku yang ditampakkan oleh pengguna penyalahgunaan NAPZA,

sebagai berikut :
a. Respon adaptif

b. Respon maladaptif

c. Eksperimental, rekreasional, situasional, penyalahgunaan dan ketergantungan

 Eksperimental : kondisi pengguna taraf awal yang disebabkan rasa ingin

tahu dari pengguna, dimana hal ini timbul karena adanya keinginan untuk

mencari pengalaman yang baru dan biasa juga dikenal dengan taraf coba-

coba.

 Rekreasional : penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan

yang lain untuk bersosialisasi. Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi

bersama dengan pengguna zat adiktif lainnya.

 Situasional : penggunaan zat adiktif mempunyai tujuan secara individual

yang sudah menjadi kebutuhan bagi dirinya sendiri. Seringkali

penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri atau mengatasi

masalah yang sedang dihadapinya. Misalnya, individu menggunakan

zattersebut pada saat sedang ada konflik, sedang dalam keadaan stres dan

frustasi.

 Penyalahgunaan : penggunaan zat yang sudah cukup patologis dan sudah

mulai digunakan secara rutin, minimal selama 1 bulan serta sudah terjadi

penyimpangan perilaku yang menganggu fungsi dan peran di lingkungan

sosial seperti dalam pendidikan dan pekerjaan.

 Ketergantungan : penggunaan zat yang sudah berat dan telah terjadi

ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan

adanya toleransi dan sindroma putus obat. Toleransi merupakan suatu


kondisi dari individu yang mengalami peningkatan dosis (jumlah zat)

untuk dapat mencapai tujuan yang biasa diinginkannya. Sedangkan

sindroma putus zat merupakan suatu kondisi dimana individu yang biasa

menggunakan zat adiktif secara rutin, pada dosis tertentu menurunkan

jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai, sehingga

menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan.

3. Jenis NAPZA

a. Heroin

Heroin berupa serbuk putih seperti tepung yang bersifat opioid yang dapat

menekan rasa nyeri dan memiliki sifat depresan (menekan) sistem saraf

pusat.

b. Kokain

Kokain diolah dari pohon Coca yang mempunyai sifat halusinogenik.

c. IIKOw

Putauw merupakan salah satu golongan heroin yang berbentuk bubuk.

d. Ganja

Ganja berisi zat kimia delta-9-tetra hidrokanbiol yang berasal dari daun

Cannabis yang dikeringkan. Ganja dikonsumsi dengan cara dihisap seperti

rokok tetapi ganja dihisap melalui hidung.

e. Shabu-shabu

Shabu-shabu merupakan kristal yang berisi methamphetamine, yang

dikonsumsi dengan menggunakan alat khusus yang disebut dengan Bong

yang kemudian dibakar.


f. Ekstasi

Ekstasi merupakan suatu zat dengan komponen kimiawi methylendioxy

methamphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul, yang mampu

meningkatkan ketahanan seseorang yang biasa disalahgunakan untuk

aktivitas seksual dan aktivitas hiburan di malam hari.

g. Diazepam, Nipam, Megadon

Merupakan jenis obat-obatan yang jika dikonsumsi secara berlebihan dapat

menimbulkan efek halusinogenik.

h. Alkohol

Alkohol merupakan minuman yang berisi produk fermentasi yang

menghasilkan etanol dengan kadar diatas 40% yang mampu menyebabkan

depresi susunan saraf pusat. Penggunaan alkohol dalam dosis tinggi dapat

memicu sirosis hepatik, hepatitis alkoholik maupun gangguan sistem

persarafan

4. Golongan NAPZA

Berdasarkan Undang-Undang RI, NAPZA terbagi menjadi beberapa

golongan yang dibagi menjadi :

a. Narkotika (menurut UU RI nomor 22 tahun 1997 tentang narkotika)

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibedakan ke dalam

golongan-golongan sebagai berikut :


Narkotika Golongan I

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan

tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi untuk

menimbulkan ketergantungan. Contoh : heroin, putauw, kokain, ganja.

Narkotika Golongan II

Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan. Digunakan sebagai pilihan

terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi menimbulkan ketergantungan.

Contoh : morfin, petidine.

Narkotika Golongan III

Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam

terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi

ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : kodein.

b. Psikotropika (menurut UU RI no.5 tahun 1997 tentang psikotropika)

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan

narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf

pusat yang dapat menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan

perilaku. Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut :

Psikotropika Golongan I

Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu

pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat

untuk menimbulkan sindroma ketergantungan. Contoh : ekstasi, shabu-shabu,

Lysergic Acid Dyethylamide (LSD).


Psikotropika Golongan II

Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan dapat digunakan

dalam terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat

untuk menimbulkan sindroma ketergantungan. Contoh : amfetamin, metilfenidat

atau ritalin).

Psikotropika Golongan III

Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan

dalam terapi obat-obatan dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi sedang untuk menimbulkan sindroma ketergantungan. Contoh

: pentobarbital, flunitrazepam.

Psikotropika Golongan IV

Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan sangat luas digunakan

dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi

ringan untuk menimbulkan sindroma ketergantungan. Contoh : diazepam,

bromazepam, fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam (seperti pil

BK, pil Koplo, rohip, dum, MG).

c. Zat Adiktif

Zat adiktif adalah suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat

menimbulkan kecanduan atau ketergantungan.

d. Zat Psikoaktif

Zat psikoaktif adalah golongan zat yang bekerja secara selektif terutama

pada otak, sehingga dapat menimbulkan perubahan pada perilaku, emosi, kognitif,

persepsi dan kesadaran seseorang. Ada 2 jenis psikoaktif, yaitu :

Psikoaktif Bersifat Adiksi


 Golongan Opioida : morfin, heroin (putauw), candu, kodein, petidine.

 Golongan Cannabis : ganja (mariyuana), minyak hassish.

 Golongan Kokain : serbuk kokain dan daun koka.

 Golongan Alkohol : semua minuman yang mengandung ethyl alcohol

seperti brandy, bir, wine, cognac, brem, tuak, anggur orangtua (AO), dan

sebagainya.

 Golongan Sedatif Hipnotik : BK, rohypnol, magadon, dumolid, nipam,

madrax.

 Golongan Methylene Dioxy Ampethamine (MDA) : amphetamine

benzedrine, dexedrine.

 Golongan Methylene Dioxy Meth Ampetahamine (MDMA) : ekstasi.

 Golongan Halusinogen : LSD, meskaloin, mushroom, kecubung.

 Golongan Solven dan inhalansia : aica aibon (glue), aceton, thiner, N2O.

 Nikotin : tembakau.

 Kafein : kopi dan teh.

 Golongan lainnya.

Psikoaktif Bersifat Non Adiksi

 Obat neuroleptika untuk kasus gangguan jiwa psikotik, obat anti depresi.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan, NAPZA dapat

digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu :

1. Golongan Depressan (Downer)

Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional

tubuh. Jenis ini membuat pemakainya merasa tenang, pendiam dan bahkan

membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk

opioida (morfin, heroin/putauw, kodein), sedatif (penenang), hipnotik

(obat tidur), tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.

2. Golongan Stimulan (Upper)

Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan

meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi

aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk ke dalam golongan ini

adalah amphetamine (shabu-shabu, ekstasi), kafein, kokain.

3. Golongan Halusinogen

4. Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang

bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya

pandang yang berbeda, sehingga seluruh perasaan dapat terganggu.

Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis.


5. Penyebab Penyalahgunaan NAPZA

Penyebab penyalahgunaan NAPZA sngat kompleks akibat interaksi

berbagai faktor, yaitu :

a. Faktor Individual

Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai pada saat remaja, sebab

masa remaja merupakan masa transisi dimana seseorang mengalami perubahan

biologi, psikologi maupun sosial yang pesat.

b. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan,

baik sekitar rumah, sekolah, teman sebaya, maupun lingkungan sosial atau

masyarakat.

c. Lingkungan Keluarga

Terdiri dari berbagai kondisi seperti komunikasi antar anggota keluarga

yang kurang baik, hubungan antar anggota keluarga yang kurang harmonis,

kurangnya sosok di keluarga yang menjadi teladan dalam hidupnya, kurangnya

kehidupan beragama, kegiatan masing-masing anggota keluarga yang terlampau

sibuk dan kurangnya perhatian antar sesama anggota keluarga.

d. Lingkungan Sekitar

Faktor lingkungan sekitar yaitu keluarga / sekolah / tempat kerja yang

kurang disiplin, tempat tinggal / sekolah / tempat kerja yang terletak dekat dengan

tempat hiburan, keluarga / sekolah / tempat kerja yang kurang memberi

kesempatan pada masing-masing individu untuk mengembangkan diri secara

kreatif dan positif, dan adanya anggota keluarga / teman sekolah / teman sebaya /

teman kerjanya yang juga pengguna NAPZA.


e. Lingkungan Pergaulan

berteman dengan penyalahguna atau adanya tekanan atau ancaman dari

orang lain.

f. Lingkungan Masyarakat / Sosial : lemahnya penegak hukum, situasi politik,

sosial dan ekonomi yang kurang mendukung.

6. Akibat Penyalahgunaan NAPZA

Beberapa aspek yang timbul sebagai akibat langsung penyalahgunaan

NAPZA antara lain :

a. Secara Fisik

Penggunaan NAPZA akan mengubah metabolisme tubuh seseorang. Hal

ini terlihat dari peningkatan dosis yang semakin lama semakin besar dan gejala

putus obat. Keduanya menyebabkan seseorang untuk berusaha terus menerus

mengkonsumsi NAPZA.

b. Secara Psikis

Berkaitan dengan berubahnya beberapa fungsi mental, seperti rasa

bersalah, malu dan perasaan nyaman yang timbul dari mengkonsumsi NAPZA.

Cara yang kemudian ditempuh untuk beradaptasi dengan perubahan mental itu

adalah dengan mengkonsumsi NAPZA lagi.

c. Secara Sosial

Dampak sosial yang memperkuat pemakaian NAPZA. Proses ini biasanya

diawali dengan perpecahan di dalam kelompok sosial terdekat seperti keluarga,

sehingga muncul konflik dengan orangtua, teman-teman, pihak sekolah atau

pekerjaan. Perasaan dikucilkan oleh pihak-pihak ini kemudian menyebabkan si


penyalahguna bergabung dengan kelompok orang-orang serupa, yaitu para

penyalahguna NAPZA juga.

7. Gejala Klinis Penyalahgunaan NAPZA

a. Perubahan Fisik

Gejala fisik yang terjadi tergantung dari jenis zat yang digunakan, tapi secara

umum dapat digolongkan sebagai berikut :

 Pada saat menggunakan NAPZA ; jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel),

apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif, curiga.

 Bila kelebihan dosis (overdosis) : napas sesak, denyut jantung dan nadi

lambat, kulit teraba dingin, napas lambat atau berhenti, meninggal.

 Bila sedang ketagihan (putus zat / sakau) : mata dan hidung berair,

menguap terus menerus, diare, rasa sakit di seluruh tubuh, takut air

sehingga malas mandi, kejang, kesadaran menurun.

 Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak peduli terhadap

kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat dan keropos, terdapat bekas

suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain (pada para pengguna jarum

suntik).

b. Perubahan Sikap Dan Perilaku

 Prestasi sekolah ataupun kerja menurun, sering tidak mengerjakan tugas-

tugas yang diberikan, membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab.

 Pola tidur berubah, begadang, sulit bangun di pagi hari, mengantuk di

siang hari.
 Sering bepergian sampai larut malam, kadang tidak pulang tanpa memberi

tahu terlebih dahulu.

 Sering mengurung diri, berlama-lama di kamar mandi, menghindar

bertemu dengan anggota keluarga lain di rumah.

 Sering mendapat telepon dan didatangi oleh orang yang tidak dikenal oleh

keluarga, kemudian menghilang.

 Sering berbohong dan meminta banyak uang dengan berbagai alasan yang

tidak jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik

sendiri atau milik keluarga, mencuri, terlibat tindak kekerasan atau

berurusan dengan polisi.

 Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasar, sikap

bermusuhan, tertutup dan penuh rahasia.

8. Komplikasi Dari Penyalahgunaan NAPZA

Komplikasi yang bisa terjadi pada pengguna NAPZA antara lain : infeksi

Human Immunodeficiency Virus (HIV), hepatitis B dan hepatitis C, gastritis,

penyakit kulit dan kelamin, bronchitis dan chirosis hepatis. Masalah kesehatan

yang muncul yaitu depresi sistem pernapasan, depresi pusat pengatur kesadaran,

kecemasan yang sangat berat sampai panik, perilaku agresif, gangguan daya ingat,

gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan kebersihan diri, gangguan

sistem muskuloskeletal misalny nyeri sendi dan otot, serta perilaku mencederai

diri.
9. Tujuan Terapi Dan Rehabilitasi

a. Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA.

Tujuan ini tergolong sangat ideal, namun banyak orang tidak mampu atau

mempunyai motivasi untuk mencapai tujuan ini. Terutama kalau ia baru

menggunakan NAPZA pada fase-fase awal. Pasien tersebut dapat ditolong dengan

meminimasi efek-efek yang langsung atau tidak langsung dari NAPZA. Sebagian

pasien memang telah abstinesia terhadap salah satu NAPZA tetapi kemudian

beralih untuk menggunakan jenis NAPZA yang lain.

b. Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps.

Sasaran utamanya adalah pencegahan relaps. Bila pasien pernah

menggunakan satu kali saja setelah “clean” maka ia disebut “slip”. Bila ia

menyadari kekeliruannya, dan ia memang telah dibekali ketrampilan untuk

mencegah pengulangan penggunaan kembali, pasien akan tetap mencoba bertahan

untuk selalu abstinensia. Pelatihan relapse prevention programe, program terapi

kognitif, opiate antagonist maintenance therapy dengan naltreson merupakan

beberapa alternatif untuk mencegah relaps.

c. Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial.

Dalam kelompok ini, abstinensia bukan merupakan sasaran utama. Terapi

rumatan (maintence) metadon merupakan pilihan untuk mencapai sasaran terapi

golongan
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Fisik Data fisik yang mungkin ditemukan pada klien dengan penggunaaan

NAPZA pada saat pengkajian adalah sebagai berikut : nyeri, gangguan pola tidur,

menurunnya selera makan, konstipasi, diare, perilaku seks melanggar norma,

kemunduran dalam kebersihan diri, potensial komplikasi jantung, hati, infeksi

pada paru-paru, dan sebagainya.

b. Emosional Perasaan gelisah (takut kalau diketahui), tidak percaya diri, curiga

dan tidak berdaya.

c. Sosial Lingkungan sosial yang biasa akrab dengan klien biasanya adalah teman

pengguna zat, anggota keluarga lain pengguna zat, lingkungan sekolah atau

kampus yang digunakan oleh para pengedar.

d. Intelektual Pikiran yang selalu ingin menggunakan zat adikitif, perasaan ragu

untuk berhenti, aktivitas sekolah atau kuliah menurun sampai berhenti, pekerjaan

terhenti.

e. Spiritual Kegiatan keagamaan tidak ada, nilai-nilai kebaikan ditinggalkan

karena perubahan perilaku (tidak jujur, mencuri, mengancam dan lain-lain).

f. Keluarga Ketakutan akan perilaku klien, malu pada masyarakat, penghamburan

dan pengurasan secara ekonomi oleh klien, komunikasi dan pola asuh tidak

efektif, dukungan moril terhadap klien tidak terpenuhi.


2. Diagnosa Keperawatan

Ada beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin dapat timbul pada

klien dengan penyalahgunaan obat, antara lain :

a. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak mampu mengatasi

keinginan menggunakan zat adiktif.

b. Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.

c. Perubahan pemeliharaan kesehatan dan ADL berhubungan dengan efek

penggunaan zat adiktif.

d. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan pola asuh yang salah.

e. Gangguan kesadaran somnolent berhubungan dengan intoksikasi obat sedative

hipnotik.

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa.1. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak mampu

mengatasi keinginan menggunakan zat adiktif.

Tujuan : klien mampu untuk mengatasi keinginan menggunakan zat adiktif

Intervensi :

Individu :

- Identifikasi situasi yang menyebabkan timbulnya sugesti

- Identifikasi perilaku ketika sugesti datang

- Diskusikan cara mengalihkan pikiran dari sugesti yang lebih positif

- Bantu klien mengekspresikan perasaannya

Kelompok :

- Diskusikan pengalaman mengucapkan kata-kata yang mengandung semangat

menghindari zat adiktif


Keluarga :

- Motivasi keluarga untuk membantu klien mampu jujur bila sugestinya dating -

Diskusikan upaya keluarga membantu klien mengurangi sugesti

- Bantu suasana mendukung keakraban di rumah

Diagnosa.2. Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.

Tujuan : klien meningkatkan kegiatan spiritual

Intervensi :

Individu :

- Bantu mengidentifikasi kebutuhan spiritual

- Identifikasi arti keyakinan keagamaan

- Motivasi menjalankan keagamaan

Kelompok :

- Diskusikan nilai-nilai kebaikan

- Lakukan kegiatan ibadah bersama

Keluarga :

- Diskusikan pentingnya kegiatan keagamaan

- Bantu menyiapkan kegiatan keagamaan di rumah

- Motivasi orang tua sebagai contoh untuk kegiatan keagamaan

Diagnosa.3. Perubahan pemeliharaan kesehatan dan ADL berhubungan dengan

efek penggunaan zat adiktif.

Tujuan : klien mampu mengambil keputusan merubah dan memperbaiki gaya

hidupnya
Intervensi :

Individu :

- Identifikasi gaya hidup selama menggunakan zat adiktif - Diskusikan kerugian

gaya hidup pengguna zat adiktif

- Bantu kebiasaan mengontrol penggunaan zat/merokok

- Bantu latihan gaya hidup sehat : makan, mandi dan tidur teratur

Kelompok :

- Diskusikan gaya hidup sehat dan manfaatnya

Keluarga :

- Identifikasi gaya hidup keluarga

- Diskusikan keluarga sebagai model dan tempat berlatih untuk hidup sehat

Diagnosa.4. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan pola asuh yang

salah.

Tujuan : keluarga mampu memberikan kenyamanan pada klien sehingga mampu

berhenti menggunakan zat adiktif

Intervensi :

Kelompok :

- Beri kesempatan untuk mengekspresikan perasaan

- Diskusikan cara menghadapi perilaku klien dan rencana sebelum pulang

- Bantu mencapai kesepakatan tndak lanjut perawatan rehabilitasi mental

Keluarga :

- Identifikasi penerimaan keluarga terhadap masalah

- Bantu menerima masalah


- Identifikasi harapan untuk sembuh total

- Bantu respon keluarga bila klien menggunakan zat adiktif

-Bantu keluarga latihan mengucapkan kata-kata yang menghargai dan mendukung

klien untuk berhenti

Diagnosa.5. Gangguan kesadaran somnolent berhubungan dengan intoksikasi obat

sedative hipnotik.

Tujuan : klien mampu melakukan interaksi dan memberikan respon terhadap

stimulus secara optimal.

Intervensi :

Individu :

- Observasi tanda-tanda vital terutama kesadaran

- Bekerja sama dengan dokter dalam pemberian terapi medis

- Memberikan rasa nyaman dan aman dengan pengaturan posisi

- Menjaga keselamatan diri klien selama kesadaran terganggu

-Observasi keseimbangan cairan

Keluarga :

-Berikan penjelasan tentang pengaruh zat adiktif terhadap kondisi fisik, social dan

emosional klien
Daftar Pustaka

Allen K.M. (1996). Nursing care of the addicted client. Philadelphia : Lippincott.

Morgan. (1991). Segi praktis psikiatri. Jakarta : Bina Rupa Aksara.

Smith, C.M. (1995). Community health nursing : theory and practice.

Philadelphia : W.B. Saunders Company.

Stuart Sundeen (1998). Principles and practice of psychiatric nursing. St Louis :

Mosby Year Book.

The Indonesian Florence Nightingale Foundation. (1999). Kiat penanggulangan

dan penyalahgunaan ketergantungan NAPZA. Jakarta : EGC.

Tom, Kus, Tedi. (1999). Bahaya NAPZA bagi pelajar. Bandung :Yayasan Al-

Ghifari.

You might also like