You are on page 1of 13

ANALISA CEKUNGAN SEDIMEN

Para ahli sedimentologi mempelajari batuan sedimen untuk mengetahui sejarah geologi dan potensi
ekonomi dari batuan tersebut. Untuk itu, diperlukan studi yang bersifat terpadu dari berbagai cabang
ilmu geologi, termasuk di dalamnya sedimentologi, stratigrafi, dan tektonik. Dengan demikian dapat
diketahui secara menyeluruh batuan sedimen yang mengisi suatu cekungan sehingga dapat
dipergunakan sebagai bahan untuk menginterpretasi sejarah geologi dan membuat evalusasi potensi
ekonominya (Boggs, 1995; 2001). Studi terpadu seperti ini dikenal dengan sebutan analisa cekungan
sedimen (basin analysis).

Pada perkembangan teori geosinklin, sebagian para ahli geologi berpikir bahwa batuan sedimen yang
umumnya diendapkan di laut dangkal pada suatu geosinklin, dan terus mengalami subsiden. Sejalan
dengan berkembangnya teori tektonik lempeng pada awal 1960an, pendapat itu mulai tersisih. Saat ini
para ahli geologi menemukan berbagai jenis cekungan dengan berbagai mekanisme pembentukannya.
Secara umum, titik berat perhatian pada analisa cekungan sedimen adalah pada tektonik global
pembentukan cekungan dan berbagai proses yang mengontrolnya (termasuk perubahan muka laut,
pasokan sedimen, dan penurunan cekungan).

Cekungan sedimen adalah suatu daerah rendahan, yang terbentuk oleh proses tektonik, dimana
sedimen terendapkan. Dengan demikian cekungan sedimen merupakan depresi sehingga sedimen
terjebak di dalamnya. Depresi ini terbentuk oleh suatu proses nendatan (subsidence) dari permukaan
bagian atas suatu kerak. Berbagai penyebab yang menghasilkan nendatan, di antaranya adalah:
penipisan kerak, penebalan mantel litosper, pembebanan batuan sedimen dan gunungapi, pembebanan
tektonik, pembebanan subkerak, aliran atenosper dan penambahan berat kerak. Dickinson (1993) dan
Ingersol dan Busby (1995) yang disarikan oleh Boggs (2001) memberikan kemungkinan mekanisme
nendatan kerak sebagai tertera dalam Tabel.

KLASIFIKASI CEKUNGAN SEDIMEN

Pembentukan cekungan sedimen erat hubungannya dengan gerakan kerak dan proses tektonik yang
dialami lempeng. Ingersol dan Busby (1995) menunjukkan bahwa cekungan sedimen dapat terbentuk
dalam 4 (empat) tataan tektonik: divergen, intraplate, konvergen dan transform). Menurut Dickinson,
1974 dan Miall, 1999; klasifikasi cekungan sedimen dapat berdasarkan pada:

tipe dari kerak dimana cekungan berada,

posisi cekungan terhadap tepi lempeng,

untuk cekungan yang berada dekat dengan tepi lempeng, tipe interaksi lempeng yang terjadi selama
sedimentasi,

Waktu pembentukan dan basin fill terhadap tektonik yang berlangsung,

Bentuk cekungan.

Selley (1988) memberikan klasifikasi cekungan sedimen secara sederhana seperti dalam Tabel. , sedang
Boggs (2001) membagi cekungan sedimen lebih rinci dan lebih komplit.

Mekanisme penendatan disariakan dari Dickinson (1993 dan Ingersol dan Busby (1995)

Penipisan kerak (crustal thinning):

Perenggangan, erosi selama pengangkatan, dan penarikan akibat magmatisme

Penebalan mantel litosper (mantle-lithospheric thickening):

Pendinginan litosper yang diikuti penghentian perenggangan atau pemanasan akibat peleburan
adiabatik atau naiknya lelehan astenosper

Pembebanan batuan sedimen dan gunungapi (sedimentary and volcanic loading):

Kompensasi isostatik lokal dari kerak dan perenggangan litosper regional, tergantung kegetasan litosper,
selama sedimentasi dan kegiatan gunungapi

Pembenan tektonik (tectonic loading):

Kompensasi isostatik lokal dari kerak dan perenggangan litosper regional, tergantung kegetasan
dibawah litosper, selama pensesaran naik (overthrusting) dan/atau tarikan (underpulling)
Pembenan subkerak (subcrustal loading):

kelenturan litosper selama underthrusting dari litosper padat

Aliran astenosper (asthenospheric flow):

pengaruh dinamik aliran astenosper, umumnya karena penunjaman litosper

Penambahan berat kerak (crustal densification):

Peningkatan berat jenis kerak akibat perubahan tekanan/ temperatur dan/atau pengalihan tempat
kerak berberat-jenis tinggi ke kerak berberat-jenis rendah

Klasifikasi cekungan sedimen (Selley, 1988)

PROSES PENYEBAB

TERBENTUKNYA

TIPE CEKUNGAN

TATAAN TEKTONIK LEMPENG

Crustal sag

Cekungan intrakraton

Intra-plate collapse

Puntir (tension)

Epicratonic downward

Rift

Tepian lempeng pasif (passive plate margin)

Sea-floor spreading
Tekanan (compression)

Palung (trench)

Busur depan (fore-arc)

Busur belakang (back-arc)

Subduksi (tepian lempeng aktif)

Wrenching

Strike-slip

Gerakan mendatar lempeng

Klasifikasi cekungan menurut Boggs (2001)

TATAAN TECTONIK

TIPE CEKUNGAN

Divergen

Rift: terrestrial rift valleys; proto-oceanic rift valleys

Antar-lempeng

Cekungan beralaskan kerak benua/peralihan: cekungan intrakraton, paparan benua, sembulan benua
(continental rises) dan undak, pematang benua.
Cekungan beralaskan kerak samodra: cekungan samodra aktif, kepulauan samodra, dataran tinggi dan
bukit aseismik (aseismic rigde and plateau)

Konvergen

Cekungan akibat subduksi: palung, cekungan lereng palung, cekungan busur depan, cekungan intra-
busur, cekungan busur belakang.

Cekungan akibat tabrakan: cekungan retroac forels, peripheral foreland basin, cekungan punggung babi
(piggyback basin), broken forland

Tranform

Cekungan akibat sesar mendatar: cekungan transextensional, transpressional, transrotaional

Hybrid

Cekungan akibat berbagai sebab: cekungan-cekungan intracontinental wrench, aulacogen, impactogen,


successor

Buku ini tidak membahas secara rinci semua jenis cekungan sedimen, akan tetapi beberapa cekungan
yang dianggap penting di Indonesia akan dibahas secara singkat di bawah ini (sebagian besar disarikan
dari Boggs, 2001).

Cekungan Intrakraton (Intracratonic Basin)

Cekungan intrakraton umumnya cukup besar terletak di tengah suatu benua yang jauh dari tepian
lempeng. Subsiden pada cekungan jenis ini umumnya disebabkan oleh penebalan mantel-litosfir dan
bembebanan oleh batuan sedimen atau gunungapi (Boggs, 2001). Beberapa cekungan intrakraton ini
diisi oleh endapan klastika laut, karbonat, atau sedimen evaporit yang diendapkan mulai dari laut
epikontinental sampai darat. Cekungan tua jenis ini di antaranya adalah Cekungan Amadeus dan
Carpentaria di Australia, Cekungan Parana di Amerika Latin, dan Cekungan Paris di Perancis. Sedangkan
contoh cekungan modern jenis ini adalah Cekungan Chad di Afrika.
Renggang (Rift)

Cekungan akibat perenggangan ini umumnya sempit tetapi memanjang, dibatasi oleh lembah patahan.
Ukuran berkisar dari beberapa km sampai sangat lebar seperti pada Sistem Renggangan Afrika Timur,
dimana mempunyai lebar 30-40 km dan panjang hampir 300 km. Cekungan ini dapat terbentuk oleh
berbagai tataan tektonik, namun yang paling umum oleh divergen. Perenggangan lempeng benua
seperti antara Amerika Utara dan Eropa terjadi pada Trias menghasilkan Punggungan Tengah Atlantik
(Mid-Atlantic Ridge). Sistem renggangan pada Afrika Timur merupakan contoh sistem renggangan
modern.

Aulakogen (Aulacogen)

Aulakogen adalah jenis khusus dari renggangan yang menyudut besar terhadap tepian benua, dimana
umumnya dianggap sebagai renggangan tetapi gagal dan kemudian diaktifkan kembali selama tektonik
konvergen. Palung yang sempit tapi panjang dapat menggapai sampai kraton benua dengan sudut besar
dari lajur sesar. Sedimen yang mengisi cekungan jenis ini dapat berupa sedimen darat (misalnya kipas
aluvium), endapan paparan, dan endapan yang lebih dalam seperti endapan turbit. Contoh aulakogen di
antaranya Renggangan Reelfoot yang berumur Paleozoik dimana Sungai Misisipi mengalir dan Palung
Benue yang berumur Kapur dimana Sungai Niger membelahnya.

Cekungan tepian benua

Cekungan tepian benua dicirikan oleh kehadiran baji yang sangat besar dari sedimen yang ke arah laut
dibatasi oleh lereng landai dari benua dan sembulan. Ketidakterusan struktur dijumpai di bawah sistem
ini, antara kerak benua normal dan kerak peralihan. Sedimen terendapkan pada sistem ini: pada
paparan berupa pasir neritik dangkal, lumpur, kabonat dan endapan evaporasi; pada lerengan terdiri
atas lumpur hemipelagik; dan pada sembulan benua berupa endapan turbit. Cekungan renggangan (rift
basin) dapat berhubungan dengan cekungan tepian benua. Contoh yang baik dari cekungan jenis ini
adalah pantai Amerika dan bagian selatan-timur Kanada (Cekungan Blake Plateau, Palung Lembah
Baltimor, Cekungan George Bank dan Cekungan Nova Scotian) yang terbentuk pada akhir Trias- awal
Jura oleh renggangan dan terpisahnya Pangea. Beberapa cekungan itu terpisahkan dari laut membentuk
lapisan tebal dari endapan klastik arkosik dan endapan lakustrin; berselingan dengan batuan gunungapi
basa. Cekungan yang lain berhubungan dengan laut, membentuk sedimen yang berkisar dari endapan
evaporit sampai delta, turbit, dan serpih hitam.

Cekungan berhubungan dengan subduksi

Subduksi ditunjukkan dengan aktifnya tepian benus yang mana umumnya dicirikan oleh adanya palung
laut dalam, busur gunungapi aktif, rumpang parit-busur (arc-trench gap) yang memisahkan ke duanya.
Tataan subduksi terjadi lebih banyak pada tepian benua dibandingkan pada besur samodra.

Sedimen terendapkan pada sistem subduksi ini lebih dikuasai oleh endapan silisiklastik yang umumnya
berupa batuan gunungapi berasal dari busur gunungapi. Endapan ini dapat berupa pasir dan lumpur
yang terendapkan pada paparan, lumpur dan endapan turbit terendapkan dalam air yang lebih dapam
pada lereng, cekungan, dan parit. Sedimen pada parit dapat berupa endapan terigen yang terangkut
oleh arus turbit dari daratan, bersamaan dengan sedimen dari lempeng samodra yang tersubduksikan.
Ini umumnya membentuk kompleks akrasi. Batuan campuraduk (melange) dapat terbentuk pada daerah
akrasi ini, yang dicirikan oleh percampuran dari batuan berbagai jenis yang tertanam pada masa dasar
yang mengkilap (sheared matrix).

Contoh yang baik dari sistem subduksi ini adalah subduksi Sumatra, Jepang, Peru, Chili dan Amerika
Tengah. Contoh cekungan busur muka purba di antaranya adalah cekungan busur muka Great Valley,
Kalifornia; Midland Valley, Inggris dan Coastal range, Taiwan. Contoh cekungan busur belakang di
antaranya terjadi pada Jura Akhir – Awal Kapur terbentuk di belakang Busur Andean di Chili selatan.

Cekungan berhubungan patahan mendatar/transform

Patahan yang dapat membentuk cekungan ini adalah patahan mendatar yang menoreh dalam kerak
sampai membatasai dua lempeng yang berbeda (transform fault) dan patahan yang terbatas dalam
suatu lempeng dan hanya menoreh bagian atas kerak (Sylvester, 1988). Cekungan yang berhubungan
dengan patahan mendatar regional terbentuk sepanjang punggung pemekaran, sepanjang batas
patahan antar lempeng, pada tepian benua dan daratan dalam lempeng benua. Gerakan sepanjang
patahan mendatar regional dapat membentuk berbagai cekungan nendatar (pull-apart basin). Cekungan
yang dibentuk karena patahan mendatar umumnya kecil, garis tengahnya hanya beberapa puluh
kilometer, walaupun ada beberapa yang sampai 50 km. Karena patahan mendatar terbentuk pada
berbagai tataan geologi, cekungan ini dapat diisi sedimen laut maupun darat. Ketebalan sedimen
cenderung sangat tebal, karena kecepatan sedimentasi yang tinggi yang dihasilkan oleh erosi dari
daerah sekitarnya yang berelevasi tinggi, dan boleh jadi ditandai dengan banyaknya perubahan fasies
secara lokal. Di Indonesia Cekungan jenis ini banyak terdapat sepanjang Patahan Sumatra.

TEKNIK ANALISA CEKUNGAN

Sedimen yang mengisi suatu cekungan merupakan faktor yang sangat penting untuk dipelajari dalam
analisa cekungan sedimen yang bersangkutan. Sedimen tersebut dipelajari bagaimana proses
terbentuknya, sifat batuan dan aspek ekonominya. Proses pembentukan sedimen meliputi pelapukan,
erosi, transportasi dan pengendapan, sifat-sifat fisik, kimia dan biologi batuan; lingkungan pengendapan,
dan posisi stratigrafi. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengendapan dan sifat sedimen
adalah:

litologi batuan induk, akan sangat mempengaruhi komposisi sedimen yang berasal dari batuan tersebut;

topografi dan iklim dimana batuan induk berada, mempengaruhi kecepatan denudasi yang
menghasilkan sedimen yang kemudian diendapkan dalam cekungan;

kecepatan penurunan cekungan bersamaan dengan kecepatan kenaikan/penurunan muka laut; dan

ukuran dan bentuk dari cekungan.

Analisa cekungan merupakan hasil interpretasi yang berdasarkan pada proses sedimentasi, stratigrafi,
fasies dan sistem pengendapan, peleoseanografi, paleogeografi, iklim purba, analisa muka laut, dan
petrografi/mineralogi (Klein, 1995; Boggs, 2001). Penelitian sedimentologi dan analisa cekungan
sekarang ini ditikberatkan pada analisa fasies sedimen, siklus subsiden, perubahan muka laut, pola
sirkulasi air laut, iklim purba, dan sejarah kehidupan.

Model pengendapan semakin meningkat digunakan untuk mengetahui lebih baik tentang pengisian
cekungan dan pengaruh berbagai parameter pengisian cekungan seperti pasokan sedimen, besar butir,
kecepatan penurunan cekungan, dan perubahan muka laut.
Sebagai bahan untuk analisa cekungan, dibutuhkan berbagai data, mulai data dari singkapan sampai
data bawah permukaan. Data tersebut termasuk data hasil pemboran dalam, studi polarisasi magnetik
dan eksplorasi geofisika. Pembahasan berikut ini secara singkat akan diketengahkan teknik analisa
cekungan yang umum dilakukan.

Penampang Stratigrafi

Data lengkap dan akurat tentang sedimen dari singkapan maupun inti bor, baik ketebalan maupun
litologi setiap himpunan sedimen, merupakan hal yang sangat penting untuk interpretasi sejarah bumi.
Untuk menghimpun data tersebut diperlukan pengukuran dan pemerian secara teliti dan akurat pada
singkapan dan/atau inti bor. Kegiatan menghimpun data ini jamak disebut pembuatan penampang
stratigrafi terukur, yang meliputi pemerian litologi, sufat-sifat perlapisan, dan kenampakan lainnya dari
batuan. Pemakaian teknik tertentu dalam melakukan pengukuran penampang stratigrafi sangat
tergantung pada kegunaan hasil pengukuran dan keadaan singkapan diukur di alam. Kottlowski (1965)
menunjukkan beberapa cara dan peralatan untuk melakukan pembuatan penampang stratigrafi.

Sejumlah penampang stratigrafi dapat dipakai dalam pembuatan penampang melintang stratigrafi yang
sangat bermanfaat dalam korelasi stratigrafi, interpretasi struktur dan perubahan fasies yang boleh jadi
diikuti oleh perubahan dari lingkungan dan arti ekonomis. Penampang melintang digambarkan segai
ilustrasi yang menggambarkan keadaan lokal dari suatu cekungan, sering pula disiapkan dalam rangka
pembuatan peta fasies, atau bahkan menggambarkan runtunan stratigrafi seluruh cekungan. Pada
umumnya penampang stratigrafi menggambarkan dua demensi dari litologi dan/atau ciri struktur dari
suatu unit stratigrafi atau unit yang memotong suatu wilayah geografi.

Diagram Pagar

Informasi stratigrafi dapat pula disajikan dalam diagram pagar yang menggambarkan pandangan tiga
dimensi stratigrafi dari suatu daerah atau wilayah tertentu. Dengan cara ini hubungan antar satuan
stratigrafi dapat dilihat dengan jelas. Sayangnya, bagian pagar depan akan menutup sebagian
belakangnya; sehingga menyulitkan pembuat untuk menyuguhkan gambar yang baik dan jelas.

Peta Struktur

Untuk menggambarkan bentuk dan orientasi cekungan serta geometri pengisian cekungan diperlukan
peta struktur. Pada dasarnya, kontur pada peta ini adalah kumpulan titik-titik yang mempunyai elevasi
sama dari bagian atas atau bawah suatu datum tertentu. Struktur lokal seperti antiklin dan sinklin dapat
dengan mudah dikenali pada peta jenis ini. Peta struktur ini sangat berguna dalam eksplorasi baik
hidrokarbon maupun mineral dan batubara. Dasar cekungan dapat digambarkan dengan peta ini,
apabila menggunakan datum bagian bawah lapisan tertua pengisi cekungan yang bersangkutan. Dengan
begitu topografi purba dapat diinterpretasi dengan mudah.

Peta Isopak

Peta isopak adalah suatu peta yang konturnya menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketebalan
sama dari suatu lapisan atau satuan batuan. Ketebalan suatu satuan batuan tergantung dari kecepatan
pasokan sedimen dan ruang yang tersedia pada cekungan. Ruang pada cekungan merupakan fungsi dari
geometri cekungan dan kecepatan subsiden cekungan. Bagian yang menebal secara abnormal
merupakan pusat pengendapan, sebaliknya yang menipis abnormal adalah daerah yang sebelum
pengendapan merupakan tinggian atau sudah lebih banyak tererosi setelah pengendapan. Dengan peta
jenis ini dapat digambarkan keadaan cekungan sebelum dan selama pengendapan, sehingga apabila
dilakukan analisa peta isopak untuk setiap satuan pada cekungan dimana mereka diendapkan, akan
mendapatkan informasi perubahan struktur cekungan dari waktu ke waktu.

Peta Paleogeologi

Peta paleogeologi adalah peta yang menggambarkan kondisi geologi tertentu di bawah atau di atas
suatu unit tertentu. Sebagai contoh, kita dapat mengupas semua satuan batuan mulai dari unit
stratigrafi tertentu untuk melihat satuan batuan di bawah unit stratigrafi tertentu tersebut. Kemudian
kita gambarkan peta geologi di atas alas satauan batuan tersebut. Peta semacam ini disebut peta
superkrop (supercrop map). Dengan yang cara sama, satuan batuan di atas suatu formasi atau tubuh
batuan tertentu dapat pula digambarkan. Peta superkrop umumnya dibuat pada batas ketidakselarasan,
tetapi dapat pula dibuat pada suatu satuan batuan yang mempunyai ciri tertentu. Manfaat peta jenis ini
adalah untuk interpretasi pola aliran purba, pola pengisian cekungan, pergeseran garis pantai,
penimbunan secara gradual dari paleotopografi.

Peta Litofasies

Peta fasies menggambarkan vareasi sifat litologi atau biolofi dari satuan stratigrafi tertentu (Boggs,
2001). Peta fasies yang umum dipakai adalah peta litofasies dimana menyajikan beberapa aspek
komposisi dan tekstur batuan. Peta litofasies yang umum dipakai adalah:

a. peta perbandingan klastik (clastic-ratio map) dan

b. peta litofasies tiga komponen.


Peta perbadingan klastik menunjukkan kontur dari perbandingan klastik yang sebanding. Sedangkan
perbandingan klastik adalah perbandingan dari jumlah kumulatif ketebalan endapan klastik dan jumlah
kumulatif endapan non-klastik, sebagai contoh:

(konglomerat + batupasir + serpih)

------------------------------------------

(batugamping + dolomit + evaporit + batubara)

Peta jenis ini sangat bermafaat untuk melihat hubungan litologi dengan tepi cekungan dimana sedimen
tersebut diendapkan. Tentu saja bagian yang nilai perbandingan klastiknya relatif tinggi menunjukan
bagian tersebut dekat dengan asal batuan atau sangat mungkin tepi cekungan. Sedangkan bagian yang
nilai perbandingan klastiknya rendah menunjukkan bagian tersebut relatif jauh dari tepi cekungan.
Dengan peta ini juga dapat diketahui arah tranportasi sedimen secara regional dalam cekungan itu.

Peta litofasies tiga komponen menyajikan rata-rata atau pola kelimpahan relatif dalam suatu satuan
stratigrafi dari tiga komponen litofasies (Boggs, 2001).

Analisa Arus Purba

Analisa arus purba adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengetahui arah aliran dari arus purba
pembawa sedimen ke dalam suatu cekungan pengendapan (Boggs, 2001). Tentu saja, dengan teknik ini
akan diketahui juga arah kemiringan lereng purba baik lokal maupun secara regional dan sekaligus asal
dari sedimen yang terendapkan.

Analisa arus purba dapat dilakukan dengan mempelajari secara mendalam dari berbagai struktur
sedimen, seperti silang siur, alur sungai, dan ripple mark. Geometri dan kecenderungan dari suatu unit
batuan sering dapat membantu untuk interpretasi lingkungan pengendapan dan arah arus purba.
Orientasi dari kepingan batuan berbutir besar (seperti kerakal dan brangkal), ketebalan lapisan, vareasi
litologi dalam suatu lapisan dapat dipakai untuk interpretasi arah arus purba dan lokasi asal atau sumber
batuan.

Studi Provenan (Asalmuasal) Batuan


Komposisi dari suatu batuan sedimen klastika yang mengisi suatu cekungan sangat dipengaruhi oleh
komosisi batuan sumbernya. Komposisi itu tentu saja juga dipengaruhi oleh pelapukan dan iklim daerah
yang bersangkutan. Studi provenan meliputi: (a) Komposisi litologi dari asal batuan, (b) tataan tektonik
dari daerah asal batuan, dan (c) iklim, topografi, dan kemiringan daerah asal batuan (Boggs, 2001).

dikarenakan pada lokasi itu terjadi proses regresi oleh suplai sedimen yang terbawa oleh aliran sungai,
kemudian terendapkan dan terakumulasi pada daerah itu sehingga mengalami kemajuan pada garis
pantai yang menuju kearah lautan. Terumbuh karang pada wilayah Back reef tersebut lebih berpotensi
terkena sedimentasi yang tinggi dan untuk mengetahui penyebaran satuan batuan pada daerah telitian.

mengapa bisa terdapat batugamping pada daerah tersebut dikarenakan pada lokasi itu terjadi proses
regresi oleh suplai sedimen yang terbawa oleh aliran sungai, kemudian terendapkan dan terakumulasi
pada daerah itu sehingga mengalami kemajuan pada garis pantai yang menuju kearah lautan. Terumbuh
karang pada wilayah Back reef tersebut lebih berpotensi terkena sedimentasi yang tinggi. Studi litofasies
batu gamping menggunakan metode pengamatan secara langsung pada daerah teliti, pengambilan
sampel, analisa petrografi serta deskripsi litologi fasies berdasarkan klasifikasi (Dunham 1962) dan
(Embri & Klovan 1971) secara megaskopis.
http://geologicalmelankolia.blogspot.com/2017/03/batuan-karbonat-genesa-fasies-dan.html

http://neededthing.blogspot.com/2016/08/batuan-sedimen-karbonat.html

You might also like