You are on page 1of 43

A.

Judul Percobaan : Rekristalisasi dan Pembuatan Aspirin


B. Hari / Tanggal Percobaan : Selasa, 12 Maret 2019, 07.30 WIB
C. Selesai Percobaan : Selasa, 12 Maret 2019, 12.00 WIB
D. Tujuan Percobaan :
1. Melakukan rekristalisasi dengan baik
2. Menentukan pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi
3. Menghilangkan pengotor melalui rekristalisasi
4. Melakukan pembuatan aspirin dengan cara asetilasi terhadap gugus
fenol
5. Melakukan rekristalisasi aspirin hasil sintesis dengan baik
E. Dasar Teori
1. Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat
yang banyak digunakan. Rekristalisasi dilakukan dengan cara
melarutkan zat padat dengan menggunakan pelarut yang sesuai
kemudian larutan tersebut dikristalkan kembali. Rekristalisasi
menggunakan prinsip dimana zat dapat larut dalam suatu pelarut
tertentu pada saat dipanaskan. Karena konsentrasitotal zat dan
pengotor biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan,
bila dingin, maka konsentrasi zat dan pengotor yang rendah tetapi
dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan
mengendap (Arsyad, 2001).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara yang paling efektif
untuk memurnikan zat-zat organik dalam bentuk padat. Oleh karena
itu teknik ini secara rutin digunakan untuk pemurnian senyawa hasil
sintesis atau hasil kolasi dari bahan alami, sebelum dianalisa lebih
lanjut, misalnya dengan cara spektrofotometri (UV, IR, NMR dan
MS) (Hidajati, 2017).
Sebagai metoda pemurnian padatan, rekristalisasi memiliki
sejarah yang panjang seperti destilasi. Walaupun beberapa metoda
yang lebih rumit telah dikenalkan, rekristalisasi adalah metoda yang

1
paling penting untuk pemurnian sebab kemudahannya (tidak perlu alat
khusus) dan karena keefektifannya (Syukri, 1999).
Metoda ini sederhana, material padatan ini terlarut dalam pelarut
yang cocok pada suhu tinggi (pada atau dekat titik didih pelarutnya)
untuk mendapatkan jumlah larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika
larutan panas perlahan didinginkan, kristal akan mengendap karena
kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan
bahwa kotoran tidak akan mengkristal karena konsentrasinya dalam
larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh (McKee, 1997).
Pemurnian senyawa organik padat dapat dilakukan dengan
rekristalisasi dengan pelarutyang didasarkan pada prinsip kelarutan.
Zat-zat yang direkristalisasi dilarutkan dalam pelarut pada suhu
tinggi, dihilangkan pengotornya, disaring untuk menghilangkan residu
yang tak larut dan didinginkan. Kristal yang terbentuk kemudian
disaring pada tekanan rendah, dicuci dan dikeringkan (McKee, 1997).
Zat pada umumnya mempunyai titik lebur yang tajam
(rentangan suhunya kecil), sedangkan pada amorf akan melunak dan
kemudian melebur dalam rentangan suhu yang besar. Suatu zat
mempunyai bentuk kristal tertentu. Isomorfik adalah keadaan di mana
dua zat yangmempunyai struktur kristal yang sama, contohnya NaF
dengan MgO, K2SO4 dengan K2ScO4 dan Cr2O3 dengan Fe2O3. Zat
isomorfik tidak selalu dapat mengkristal bersama secara homogen.
Hal itu berarti tidak mungkin satu partikel menggantikan kedudukan
partikel lain. Suatu zat yang mempunyai dua kristal atau lebih disebut
polimorfik (banyak bentuk). Kemudahan suatu endapan dapat disaring
dan dicuci tergantung sebagian besar pada struktur morfologi
endapan, yaitu pada bentuk dan ukuran kristal-kristalnya. Makin besar
kristal-kristal yang terbentuk selama berlangsungnya pengendapan,
makin mudah mereka dapat disaring. Bentuk kristal juga penting.
Struktur yang sederhana, seperti kubus, octahedron, atau jarum –
jarum, sangat menguntungkan, karena mudah dicuci setelah disaring.
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung

2
terutama pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti
(nukleasi) dan laju pertumbuhan Kristal (Syukri, 1999).
Pemilihan pelarut merupakan hal yang penting dalam
rekristalisasi. Beberapa persyaratan suatu pelarut dapat dipakai dengan
proses rekristalisasi antara lain, memberikan perbedaan daya larut
yang cukup besar antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotor,
tidak meninggalkan zat pengotor pada kristal, mudah dipisahkan dari
kristal, bersifat inert (tidak mudah bereaksi dengan kristal) (Shevla,
1989).
Pembentukan endapan pada proses rekristalisasi juga hampir sa
ma dengan proses kristalisasi yaitu reaksi pengendapan. Endapan
merupakan zat yang memisah dari satu fase padat dan keluar ke dalam
larutannya. Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh
dengan zatyang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan merupakan
konsentrasi molal dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung dari
suhu, tekanan, konsentrasi bahan lain yang terkandung dalam larutan
dan komposisi pelarutnya. Kesimpulannya proses kristalisasi dan
rekristalisasi saling berhubungan satu dengan yang lain (Arsyad,
2001).
Walaupun rekristalisasi adalah metoda yang sangat sederhana,
dalam prakteknya bukan berarti mudah dilakukan. Adapun saran–
saran yang dibutuhkan untuk melakukan metoda kristalisasi adalah
sebagai berikut (Fessenden, 1982):
1. Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki
ketergantungan yang besar pada suhu. Misalnya, ketergantungan
pada suhu NaCl hamper dapat diabaikan. Jadi pemurnian NaCl
dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan.
2. Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan
pendinginan karena mungkin terbentuk super jenuh. Dalam kasus
semacam ini penambahan Kristal bibit, mungkin akan efektif. Bila
tak ada Kristal bibit, menggaruk dinding mungkin akan berguna.

3
3. Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut,
penggunaan pelarut non polar lebih disarankan. Namun, pelarut
non polar cenderung merupakan pelarut yang buruk untuk senyawa
polar.
4. Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan.
Namun sekali lagi pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya
non polar. Jadi, pemilihan pelarut biasanya bukan masalah
sederhana.
Terdapat lima tahap yang dilakukan pada proses rekristalisasi
pada umumnya, yaitu (Hidajati, 2017):
1. Memilih pelarut yang cocok Pelarut yang umum digunakan jika
diurutkan sesuai dengan kenaikan kepolarannya adalah petroleum
eter (n-heksana), toluene, kloroform, aseton, etil asetat, etanol,
metanol dan air. Pelarut yang cocok untuk merekristalisasi suatu
sampel zat tertentu adalah pelarut yang dapat melarutkan secara
baik zat tersebut dalam keadaan panas, tetapi sedikit melarutkan
dalam keadaan dingin. Biasanya senyawa yang dalam keadaan
polar direkristalisasi dalam pelarut yang kurang polar dan
sebaliknya. Kombinasi dua pelarut kadang-kadang digunakan
dalam rekristalisasi, misalnya kloroform-metanol, heksana-aseton,
metanol air dan lain-lain.
2. Melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit mungkin Zat
yang akan dilarutkan hendaknya dilarutkan dalam pelarut panas
dengan volume sedikit mungkin, sehingga diperkirakan tepat
sekitar titik jenuhnya. Jikalarutkan terlalu encer, uapkan pelarutnya
sehingga tepat jenuh. Apabila digunakan kombinasi dua pelarut
mula-mula zat itu dilarutkan dalam pelarut yang baik dalam
keadaan panas sampai larut, kemudian ditambahkan pelarut yang
kurang baik tetes demi tetes sampai timbul kekeruhan. Tambahkan
beberapa tetes pelarut yang baik agar kekeruhannya hilang,
kemudian baru disaring.

4
3. Penyaringan larutan dalam keadaan panas Penyaring larutan dalam
keadaan panas dimaksudkan untuk memisahkan zat-zat pengotor
yang tidak larut atau tersuspensi dalam larutan, seperti debu pasir
dan lain-lain. Agar penyaringan berjalan cepat biasanya digunakan
corong Buchner. Jika larutannya mengandung zat warna pengotor
maka sebelum disaring ditambahkan sedikit (± 2% berat) arang
aktif untuk mengadsorbsi zat warna tersebut. Penambahan arang
aktif tidak boleh terlalu banyak karena dapat mengadsorbsi
senyawa yang dimurnikan.
4. Pendinginan filtrat Filtrat didinginkan pada suhu kamar sampai
terbentuk Kristal. Kadang-ka-dang pendinginan ini dilakukan
dalam air es. Penambahan umpan (seed) yang berupa Kristal murni
ke dalam larutan atau penggoresan dinding wa-dah dengan batang
pengaduk dapat mempercepat rekristalisasi.
5. Penyaringan dan pendinginan Kristal Apabila proses kristalisasi
telah berlangsung sempurna, kristal yang diperoleh perlu disaring
dengan cepat menggunakan corong buchner. Keringkan kristal
yang diperoleh alam eksikator. Aspirin (asetosal) adalah suatu ester
dari asam asetat dengan asam salisilat (asam o-hidroksi benzoat).
Oleh karena itu senyawa ini dapat dibuat dengan mereaksikan asam
salisilat dengan asam asetat anhidrida menggunakan asam sulfat
pekat sebagai katalisator.
Cara memilih larutan yang cocok untuk Rekristalisasi : (Arsyad,
2001).
1. Pelarut yang dipilih sebaiknya hanya melarutkan zat – zat yang
akan dimurnikan dalam keadaan panas, sedangkan pengotornya
tidak larut dalam pelarut tersebut.
2. Pelarut yang digunakan sebaiknya memiliki titik didih rendah agar
dapat mempermudah pengeringan kristal.
3. Pelarut yang digunakan harus inert, tidak bereaksi dengan zat yang
akan dimurnikan).

5
Adapun syarat dari proses rekristalisasi, yaitu : (Arsyad, 2001).
1. Perbedaan kelarutan cukup jauh.
2. Suhu kelarutan tidak terlalu tinggi.
3. Antara zat terlarut dan pelarut diusahakan tidak bereaksi, karena
jika bereaksi masing masing komponen tidak dapat dipisahkan..
4. Menggunakan pelarut non-polar.
2. Asam Salisilat
Asam salisilat merupakan turunan dari senyawa aldehid.
Senyawa ini juga biasa disebut o-hidroksibensaldehid, o-formilfenol
atau 2-formilfenol. Senyawa ini stabil, mudah terbakar dan tidak
cocok dengan basa kuat, pereduksi kuat, asam kuat, dan pengoksidasi
kuat (Austin, 1984).
Turunan yang terpenting dari asam salisilat ini adalah asam
asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin.
Berbeda dengan asam salisilat, asam asetil salisilat memiliki efek
analgesik, antipiretik dan anti inflamasi yang lebih besar jika
dibandingkan dengan asam salisilat. Penggunaan obat ini sangat luas
di masyarakat dan digolongkan ke dalam obat bebas. Selain sebagai
prototip, obat ini juga digunakan sebagai standar dalam menilai efek
obat sejenis. Asam salisilat merupakan kelompok senyawa obat yang
telah dipergunakan secara luas karena memiliki efek sebagai
analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Turunan asam salisilat yang
paling umum digunakan adalah asam asetil salisilat (asetosal).
Asetosal sering digunakan untuk mengurangi sakit kepala, inflamasi,
nyeri sendi, juga beberapa pengobatan serangan jantung dan stroke
pada orang tua (Fadeyi, dkk., 2004).
Asam salisilat dan turunannya termasuk dalam golongan obat
antiinflamasi non steroid (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs =
NSAIDs). Obat-obatan NSAIDs bekerja dengan cara menghambat
enzim siklooksigenase (COX) sehingga menyebabkan konversi asam
arakidonat menjadi prostaglandin terganggu. Selain COX, 5-
lipoksigenase (5-LO) merupakan salah satu enzim penting yang

6
terlibat dalam proses metabolisme asam arakidonat. Derivat hidrazon
memiliki karakter farmakoforik untuk menghambat COX dan tipe
hidrazon merupakan dual inhibitor terhadap enzim COX dan 5-LO.
Oleh karena itu senyawa ini dipelajari sebagai agen analgesik dan
antiinflamasi yang lebih poten dibandingkan NSAIDs (Wilmana &
Gan, 2007).
3. Asam Asetat Anhidrida
Anhidrida asam asetat, (Nama IUPAC: etanoil etanoat) dan
disingkat sebagai Ac2O, adalah salah satu anhidrida asam paling
sederhana. Rumus kimianya adalah (CH3CO)2O. Anhidrida asetat
dihasilkan melalui reaksi kondensasi asam asetat, sesuai persamaan
reaksi :

(Fadeyi, dkk., 2004).


25% asam asetat dunia digunakan untuk proses ini (Greener Industry).
Selain itu, anhidrida asetat juga dihasilkan melalui reaksi asetil klorida
dengan natrium asetat.
H3C-COCl + H3C-COONa → NaCl + H3C-CO-O-CO-CH3
Senyawa ini merupakan reagen penting dalam sintesis organik.
Senyawa ini tidak berwarna, dan berbau cuka karena reaksinya dengan
kelembapan di udara membentuk asam asetat (Fadeyi, dkk., 2004).
Anhidrida asetat mengalami hidrolisis dengan pelan pada suhu
kamar, membentuk asam asetat. Ini adalah kebalikan dari reaksi
kondensasi pembentukan anhidrida asetat (Austin, 1984).
(CH3CO)2O + H2O → 2CH3COOH
Selain itu, senyawa ini juga bereaksi dengan alkohol membentuk
sebuah ester dan asam asetat. Contohnya reaksi dengan etanol
membentuk etil asetat dan asam asetat (Austin, 1984).
(CH3CO)2O + CH3CH2OH → CH3COOCH2CH3 + CH3COOH

7
Anhidrida asetat merupakan senyawa korosif, iritan, dan mudah
terbakar. Untuk memadamkan api yang disebabkan anhidrida asetat
jangan menggunakan air, karena sifatnya yang reaktif terhadap air.
Karbon dioksida adalah pemadam yang disarankan (Austin, 1984).
4. Aspirin
Asam asetil salisilat mempunyai nama sinonim asetosal, asam
salisilat asetat dan yang paling terkenal adalah aspirin ( brandname
produk dari Bayern). Serbuk atau Kristal asam asetil salisilat dari
tidak berwarna sampai berwarna putih. Asam asetil salisilat stabil
dalam udara kering tapi terdegradasi perlahan jika terkena uap air
menjadi asam asetat dan asam salisilat. Aspirin mempunyai densitas
1.40 g/cm³,titik lebur 135 °C (275 °F),titik didih140 °C (284 °F)
(decomposes), dan kelarutan dalam air 3 mg/mL (20°C) .
Aspirin atau asam asetil salisilat adalah sejenis obat turunan dari
salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik, antipiretik,
dan anti-inflamasi (peradangan). Aspirin juga memiliki efek
antikoagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo
lama untuk mencegah serangan jantung.

Gambar 1. Reaksi sintesis asam asetil salisilat

Aspirin dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan


anhidrida asam asetat menggunakan katalis H3PO4/H2SO4 sebagai zat
penghidrasi. Asam salisilat adalah asam bifungsional yang
mengandung dua gugus –OH dan –COOH. Karenanya asam salisilat
ini dapat mengalami dua jenis reaksi yang berbeda yaitu reaksi asam
dan basa. Reaksi dengan anhidrida asam asetat akan menghasilkan

8
aspirin, Sedangkan reaksi dengan methanol akan menghasilkan metil
salisilat (Fadeyi, dkk., 2004).
Rumus Molekul Aspirin

Aspirin ( asam asetil salisilat) yang merupakan salah satu


turunan dari fenol monohidris ialah fenol dengan satu gugus hidroksil
yang berikatan dengan inti aromatisnya. Fenol tidak dapat didestilasi
dalam air secara memuaskan. Oleh karena itu, asetilasi berlangsung
baik pada anhidrida asam asetat dengan adanya penambahan sedikit
asam mineral yang berfungsi sebagai katalis (Austin, 1984).

Aspirin digunakan sebagai analgesik untuk nyeri dari berbagai


penyebab (sakit kepala, nyeri tubuh, arthritis, dismenore, neuralgia,
gout, dan sebagainya), dan untuk kondisi demam, Aspirin juga
berguna dalam mengobati penyakit rematik, dan sebagai anti-platelet
(untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan darah) dalam
arteri koroner (jantung) dan di dalam vena pada kaki dan panggul.
Ada juga artikel yang ditulis dalam literatur medis mendalilkan
penurunan kejadian kanker usus besar di antara mereka yang secara
teratur mengonsumsi Aspirin pada dosis tertentu. Saat ini banyak
dokter dan pasien yang menggunakan Aspirin dosis rendah (baby
Aspirin atau Aspirin berdosis 81 mg) setiap hari untuk mengurangi
kemungkinan mendapatkan serangan jantung dan stroke melalui aksi
anti-plateletnya (pengencer darah dan mencegah pembekuan darah)
(Austin, 1984).

9
Aspirin juga telah digunakan untuk mengatasi anak-anak yang
mengalami Sindrom Bartter, dan juga dalam meningkatkan penutupan
Patent Ductus Arteriosus (PDA), hubungan abnormal antara aorta
(arteri utama terhubung ke jantung) dan arteri pulmonalis (untuk paru-
paru) pada bayi baru lahir. Jika PDA tidak menutup secara normal,
operasi mungkin diperlukan untuk menutupnya (menutup dengan cara
menjahit) sebelum anak memasuki usia sekolah (Austin, 1984).

5. Laju Reaksi
a. Definisi laju reaksi
Reaksi kimia merupakan proses perubahan zat-zat pereaksi
menjadi produk. Pada waktu reaksi berlangsung, jumlah zat
pereaksi akan semakin berkurang sedangkan jumlah produk
bertambah. Laju didefinisikan sebagai laju pengurangan
konsentrasi molar salah satu pereaksi atau laju pertambahan
konsentrasi molar salah satu produk dalam satu-satuan waktu
(Keenan,1999).

Laju reaksi dirumuskan sebagai berikut:

Reaksi : R P

−ΔR
𝑉=
ΔT

Atau :

+Δ[P]
𝑉=
ΔT

Dengan :

R = Pereaksi (reaktan)
P = Produk
V = Laju Reaksi
t = Waktu Reaksi
Δ[R] = Perubahan Konsentrasi Molar Pereaksi

10
Δ[P] = Perubahan Konsentrasi Molar Produk

ΔT = pereaksi dalam satu satuan waktu.

Konsentrasi molar menyatakan jumlah mol zat dalam tiap


liter ruangan atau larutan.

n × mol
𝐶=
V×L

jadi, satuan laju reaksi adalah mol L-1 per detik (mol L-1 det-1) atau
M det-1.

Untuk reaksi :

2N2O3 (g) 4NO2 (g) + O2 (g)

Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju pengurangan konsentrasi


molar N2O5 atau laju pertambahan konsentrasi molar NO2 atau laju
pertambahan konsentrasi molar O2 (Keenan,1999).

v N2O5 = Δ [ N2O5 ] M.det-1

v NO2 = Δ [ NO2 ] M.det-1

v O2 = Δ [ O2 ] M.det-1

Sesuai dengan perbandingan koefisien reaksinya, laju


pembentukkan O2 adalah setengah dari laju penguraian N2O5 atau
seperempat dari laju pembentukan NO2. oleh karena itu dapat
ditulis (Keenan,1999).

½ v N2O5 = ¼ v NO2 = v O2

b. Menentukan Laju Reaksi


Laju reaksi dapat ditentukan melalui percobaan yaitu
dengan mengukur konsentrasi salah pereaksi atau salah satu
produk. Dengan selang waktu tertentu selama reaksi berlangsung
untuk reaksi yang berlangsung lambat, hal itu dapat dilakukan

11
dengan mengeluarkan sampel dari campran reaksi lalu
menganalisisnya. Misalnya reaksi hidrolisis etil asetat berikut in :

CH3COOC2H5 + H2O CH3COOH + C2H5OH

Etil asetat Asam asetat etanol

Reaksi itu berlangsung lambat sehingga konsentrasi asma asetat


yang terbentuk dengan mudah dapat ditentukan dengan
menggunakan suatu larutan basah (Keenan,1999).

Cara yang lebih umum ialah menggunakan suatu alat yang


dapat menunjukkan secara kontinyu salah satu perubahan fisis yang
menyertai reaksi, misalnya untuk reaksi yang membebaskan gas,
alat dirancang agar dapat mencatat volume gas yang terbentuk ;
untuk reaksi yang diserati perubahan warna, alat dirancang agar
dapat mengukur perubahan itensitas warna, untuk reaksi gas yang
disertai perubahan jumlah mol, alat dirancang agar dapat mengukur
perubahan tekanan gas (Keenan,1999).

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi


Laju suatu reaksi dapat dipengaruhi oleh berbagai factor,
yaitu konsentrasi, luas permukaan sentuhan, suhu dan katalisator,
juga tekanan gas (Respah, 1989).

1) Konsentrasi
Jika konsentrasi suatu zat semakin besar maka laju
reaksinya semakin besar pula dan sebaliknya jika konsentrasi
semakin kecil maka laju reaksi makin kecil pula. Untuk
beberapa reaksi, laju reaksi dapt dinyatakan dengan persamaan
matematika yang dikenal dengan hukum laju reaksi atau
persamaa laju reaksi. Pangkat-pangkat dalam laju reaksi
dinamakan orde reaksi. Menentukan tingkat reaksi atau orde
reaksi dari suatu reaksi kimia pada prinsipnya menentukan

12
seberapa besar pengaruh perubahan konsetrasi pereaksi terhadap
laju reaksinya (Respah, 1989).

Suatu larutan dengan konsentrsi besar (pekat)


mengandung partikel yang lebih rapat jika dibandingkan dengan
larutan yang berkonsentrasi kecil (encer), sehingga lebih mudah
dan lebih sering bertumbukan. Itulah sebabnya, makin besar
konsentrasi suatu larutan makin besar pula laju reaksinya
(Respah, 1989).

2) Luas Permukaan sentuh


Reaksi dapat berlangsung jika zat-zat pereaksi harus
bercampur atau bersentuhan. Reaksi yang berlangsung dalam
sistem homogen sangat berbeda denagn reaksi yang berlangsung
dalam sistem heterogen. Pada reaksi yang homogen
campurannya zatnya berlangsung seluruhnya, hal ini dapat
mempercepat berlangsungnya suatu reaksi, karena molekul-
molekul itu dapat bersentuhan satu sama lainnya. Dala sistem
heterogen, reaksi hanya berlangsung pada bidang-bidang
perbatasan dan pada bidang-bidang yang bersentuhan dari kedua
fase (Respah, 1989).

Reaksi kimia dapat berlangsung jika molekul-molekul,


atom-atom, atau ion-ion dari zat-zat yang bereaksi berlebih
dahulu bertumbukan. Makin halus suatu zat. Maka makin luas
permukaannya, makin banyak pula kemungkinan bereaksi dan
makin cepat reaksi itu berlangsung (Respah, 1989).

Contoh reaksi yang heterogen adalah reaksi antara pualam


dengan larutan asam klorida. Reaksi serbuk pualam dengan HCl
2M berlangsung lebih cepat daripada reaksi keping pualam
dengan HCl 2M. hal itu karena untuk masa yang sama, serbuk
mempunya permukaan yang lebih besar daripada keeping.
Partikel bagian dalam kepingan harus ‘menunggu’ sebelum

13
bagian luar habis bereaksi, sedangkan partikel serbuk banyak
yang bertumbukan pada waktu yang bersamaan (Respah, 1989).

3) Suhu
Kecepatan reaksi meningkat dengan naiknya suhu.
Biasanya kenaikan suhu sebesar 100C akan menyebabkan
kenaikan laju reaksi sebesar 2 atau 3 kali. Kenaikan laju reaksi
ini dapat diterangkan dari gerak molekulnya, molekul-molekul
dari zat kimia selalu bergerak, karena itu kemungkinan tabrakan
antar molekul selalu ada. Enegi yang diperlukan untuk
menghasilkan tabrakan ang efektif atau untuk menghasilkan
suatu reaksi disebut energi pengaktifan kinetik. Kecepatan
reaksi-reaksi dalam suatu sistem homogen pada suatu
temperature yang tetap berbanding langsung dengan
konsentrasi-konsentrasi zat yang bersenyawa. Sedangkan tiap-
tiap konsentrasi tersebut dipangkatkan dengan pangkat yang
sama dengan koefisien zat itu dalam perssamaan reaksi yang
bersangkutan misalnya: (Respah, 1989).

A X+Y

v = K1 . [A]

2A Y+Z

v = K2 . [A]2

A + 3B X+Y+Z

V = K1. [A] . [B]3

hukum – hukum ini dapat ditetapkan bedasarkan teori kinetic


yaitu dalam sistem yang homogen molekul – molekul itu
senantiasa bergerak dengan kecepatan tinggi dengan arah acak
sehingga terjadi tumbukkan antara molekul yang satu dengan
yang lainnya (Respah, 1989).

14
Berdasarkan data eksperimen, laju reaksi akan menjadi
dua kali untuk setiap kenaikan suhu 10oC.

2 × ΔT × 𝑉°
𝐶=
10

Dengan :
V = laju reaksi yang baru
Vo = laju reaksi semula
ΔT = kenaikan suhu
4) Katalis
Katalis adalah zat yang mempercepat reaksi, tetapi
dianggap tidak ikut bereaksi. Katalis mempercepat reaksi
dengan cara menurunkan harga energi pengaktifan (Ea). Contoh
: reaksi – reaksi metabolisme dalam tubuh dikatalis oleh
berbagai jenis enzim (Respah, 1989).
5) Tekanan Gas
jika tekanan gas diperbesar, maka volume gas itu
diperkecil, sehingga letak partikel makin berdekatan dan makin
mudah bertumbukkan. Jadi, makin besar tekanan gas maka
makin cepat reaksinya (Respah, 1989).

Persamaan laju reaksi menyatakan hubungan konsentrasi


pereaksi dengan laju reaksi. Pangkat konsentrasi disebut orde
atau tingkat atau pangkat reaksi, sedangkan jumlah pangkat
konsentrasi pereaksi disebut orde total. Factor K dalam factor
suhu adalah tetapan jenis reaksi dan mempunyai nilai tertentu
untuk setiap jenis reaksi (Respah, 1989).

6. Asetilasi
Asetilasi merupakan proses penggantian atom H pada gugus -
OH atau -NH3 oleh gugus asetil. Zat pengasetelasi yang umum ialah
anhidra asetat, asetil klorida, dan ketena <mulyono.Reaksi asetilasi ini
merupakan reaksi yang setimbang. Reaksi asetilasi sama dengan

15
reaksi esterifikasi, yaitu reaksi antara alkohol dan asam sehingga
dihasilkan suatu ester dan air (Respah, 1989).
Ester merupakan turunan asam karboksilat yang gugus – OH
dari karboksilnya diganti dengan gugus – OR dari alkohol. Ester dapat
dibuat dari asam dengan alkohol, atau dari anhidrida asam denga
alcohol.Suatu ester asam karboksilat merupakan suatu senyawa yang
mengandung gugus -CO2R dengan R dapat berbentuk alkil maupun
aril.Alkohol dengan asam karboksilat dan turunan asam karboksilat
membentuk ester asam karboksilat.Reaksi ini disebut reaksi
esterifikasi (Fessenden & Fessenden, 1986).
7. Kepolaran
a) Senyawa Polar
Senyawa polar adalah senyawa yang terbentuk akibat adanya
suatu ikatan antar elektron pada unsur-unsurnya. Hal ini terjadi
karena unsur yang berikatan tersebut mempunyai nilai
keelektronegatifitas yang berbeda (Priyatna,2001).
Ciri-ciri senyawa polar:
1. Dapat larut dalam air dan pelarut lain.
2. Memiliki kutub positif (+) dan kutub negatif (-), akibat tidak
meratanya distribusi elektron
3. Memiliki pasangan elektron bebas ( bila bentuk molekul
diketahui ) atau memiliki perbedaan keelektronegatifan.
Contoh : alkohol, HCl, PCl3, H2O, N2O5.
b) Senyawa Non Polar
Senyawa non polar adalah senyawa yang terbentuk akibat
adanya suatu ikatan antar elektron pada unsur-unsur yang
membentuknya. Hal ini terjadi karena unsur yang berikatan
mempunyai nilai elektronegatifitas yang sama/hampir sama
(Priyatna,2001).

Ciri-ciri senyawa non polar:


1. Tidak larut dalam air dan pelarut polar lain

16
2. Tidak memiliki kutub positif (+) dan kutub negatif (–), akibat
meratanya distribusi elektron
3. Tidak memiliki pasangan elektron bebas ( bila bentuk molekul
diketahui ) atau keelektronegatifannya sama.
Contoh : Cl2, PCl5, H2, N2.
c) Perbedaan Senyawa Polar dan Non Polar
 Senyawa polar
a) Dapat larut dalam air
b) Memiliki pasangan elekton bebas ( bentuk tidak simetris)
c) Berakhir ganjil, kecuali BX3 dan PX5
Contoh : NH3, PCl3, H2O, HCl, HBr
 Senyawa non polar
a) Tidak dapat larut dalam air
b) Tidak memiliki pasangan elektron bebas (bentuk simetris )
c) Berakhir genap
Contoh : F2, Br2, O2, H

17
F. Alat dan Bahan
1. Alat – Alat
a. Erlenmeyer 2 buah
b. Pengaduk gelas 1 buah
c. Corong Buchner 1 buah
d. Pipet tetes 7 buah
e. Pembakar spiritus 1 buah
f. Termometer 1 buah
g. Gelas Kimia 500 mL 1 buah
h. Kaki tiga dan kasa 1 set
i. Gelas ukur 10 mL 1 buah
j. Gelas ukur 50 mL 1 buah
k. Melting block 1 set
l. Pipa kapiler 1 buah
m. Tabung reaksi 2 buah
2. Bahan
a. Asam salisilat 5 gram
b. Aquadest 100mL
c. Norit secukupnya
d. Asam asetat anhidrida 5 mL
e. Asam sulfat pekat 3 tetes
f. Etanol 96% 7,5 mL
g. Larutan FeCl3 2 tetes

18
G. Alur Percobaan
1. Rekristalisasi

1 gram asam salisilat

1. Dimasukkan dalam erlenmeyer 125 ml


2. Ditambahkan 5 ml aquades
3. Dipanaskan diatas spiritus sampai pelarut
mulai mendidih sambil diguncang
4. Ditambahkan aquades sambil diguncang
hingga kristal tepat larut
5. Dihitung volume air yang dilarutkan
6. Ditambahkan beberapa tetes air sehingga
larutan benar – benar homogen (apabila
larutannya berwarna, ditambahkan norit
1-2% berat asam salisilat, didihkan
beberapa saat)
7. Disaring dalam keadaan panas
menggunakan corong bucher yang
dilengkapi dengan labu hidap

Filtrat Residu

1. Dipanaskan sampai jernih


2. Didinginkan pada suhu kamar sampai
terbentuk kristal (jika sulit terbentuk,
didinginkan dalam air es)
3. Disaring dengan corong bucher

Filtrat Residu

 Dikeringkan dengan desikator


 Ditimbang beratnya
 Dibandingkan titik lelehnya
dengan mula - mula

Massa 1 titik leleh

19
2. Pembuatan Aspirin

2,5 gram asam salisilat

1. Dimasukkan dalam erlenmeyer 125 ml


2. Ditambahkan 3,75 gram asam asetat anhidrat
3. Ditambahkan 3 tetes asam sulfat pekat
4. Diaduk sampai homogen
5. Dipanaskan dalam penangas air (suhu 50◦C - 60◦C) sambil diaduk
perlahan selama 5 menit
6. Didinginkan pada suhu kamar (25◦C)
7. Ditambahkan 37,5 ml air
8. Disaring endapan yang terbentuk degan penyaring bucher

Filtrat Residu
1. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 ml
2. Ditambahkan 7,5 ml etanol 96% dan 25 ml air
3. Dipanaskan diatas pembakar spiritus sampai pelarut
mendidih sambil diguncang
4. Ditambahkan air setiap kali diguncang sampai kristal
tepat larut
5. Dihitung volume air yang diperlukan
6. Ditambahkan beberapa tetes air sehingga larutan
benar – benar homogen
7. Disaring dalam keadaan panasmenggunakan corong
bucher yang dilengkapi batu hisap

Filtrat Residu

1. Dipanaskan di erlenmeyer lalu dipindahkan ke gelas kimia sampai jernih


2. Didinginkan pada suhu kamar sampai terbentuk kristal
3. Disaring dengan corong bucher

Filtrat Residu

1. Dikeringkan dengan desikator


2. Ditimbang beratnya
1. Dibandingkan titik lelehnya dengan mula –
mula
2. Diuji kemurnian aspirin dengan larutan
FeCl3
Massa 1 titik leleh

20
H. Hasil Pengamatan
No. Hasil Pengamatan
Prosedur Percobaan Dugaan/Reaksi kesimpulan
Perc. Sebelum Sesudah
1. Rekristralisasi  Asam salisilat  Asam salisilat +  Rekristalisasi 1gram
serbuk berwarna aquades tidak larut asam salisilat
1 gram asam salisilat
putih  Dipanaskan dengan
menghasilkan 0,5gram
1. Dimasukkan dalam erlenmeyer 125  Aquades tidak oenambahan 22ml air
ml berwarna kristal asam salisilat
2. Ditambahkan 5 ml aquades  Residu (setelah
 FeCl3 (s) +H2O
3. Dipanaskan diatas spiritus sampai
larutan
disaring) berupa  Kristal asam salisilat
pelarut mulai mendidih sambil berwarna kuning
kristal tidak berwarna diuji dengan FeCl3
diguncang
4. Ditambahkan aquades sambil  Filtrat larutan tidak dihasilkan warna ungu
diguncang hingga kristal tepat larut berwarna
5. Dihitung volume air yang dilarutkan
 Didinginkan (aq)
6. Ditambahkan beberapa tetes air
sehingga larutan benar – benar terbentuk endapan
homogen (apabila larutannya  Dipanaskan endapan
berwarna, ditambahkan norit 1-2% larut menjadi larutan
berat asam salisilat, didihkan
beberapa saat) tidak berwarna
7. Disaring dalam keadaan panas  Didinginkan (aq) + FeCl
menggunakan corong bucher yang terbentuk keristal
dilengkapi dengan labu hisap 3-
putih
 Disaring
menghasilkan residu
berupa kristal
Filtrat Residu berwarna putih +
3+ + -
 Dikeringkan didalam Fe + 6H + 6Cl
desikator dan

21
No. Hasil Pengamatan
Prosedur Percobaan Dugaan/Reaksi kesimpulan
Perc. Sebelum Sesudah
ditimbang diperoleh  Titik leleh asam salisilat
berat: 0,5gram adalah antara 158oC dan
 Rendemen: 50% 161oC (Ditjen POM, 1979)
Filtrat  Titih leleh: 159oC
 Titik leleh asam
1. Dipanaskan sampai
salisilat pa adalah
jernih
2. Didinginkan pada suhu 158 oC
kamar sampai terbentuk
kristal (jika sulit
terbentuk, didinginkan
dalam air es)
3. Disaring dengan corong
bucher

Filtrat Residu

3. Dikeringkan
dengan
desikator
4. Ditimbang
beratnya
5. Dibandingkan
titik lelehnya

Massa 1 titik leleh

22
Hasil Pengamatan
No Prosedur Percobaan Dugaan/Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
2 Pembuatan Aspirin  Serbuk asam  Asam salisilat  Berdasarkan
2,5 gram asam salisilat salisilat + Asam asetat percobaan
anhidrat +
1. Dimasukan dalam Erlenmeyer bewarna putih spirin dapat
bewarna putih
2. Ditambahkan 3,75 gram asam asetat anhidrat  Larutan asam keruh(terdapat dihasilkan
3. Ditambahkan 3 tetes asam sulfat pekat asetat anhidrat endapan) dengan
 Asam salisilat
4. Diaduk anhidrat tidak mereaksikan
+ Asam asetat H2SO4
5. Dipanaskan dalam penangas air ( suhu 50°C- bewarna anhidrat + asam salisilat
60°C) sambil diaduk perlahan selama 5  H2SO4 pekat larutan H2SO4 dengan asam
pekat bewarna
menit tidak bewarna asetat
putih +
6. Didinginkan pada suhu kamar (25°C)  Aquades tidak keruh(terdapat anhidrat
7. Ditambahkan 37,5 mL aquades bewarna endapan)  Massa aspirin
 Dipanaskan
8. Disaring endapan menggunakan penyaring  Etanol 96% 0,846 gram
dalam
Buncher tidak bewarna dengan
penangas suhu
 Tidak bereaksi
 Larutan FeCl3 50°C-60°C rendemen
tidak homogen dengan FeCl3 28,49%
bewarna
Filtrat Residu  Didiamkan  Secara teori titik
kuning  Titik leleh
sampai pada
suhu kamar lelehnya adalah aspirin
25°C 141°C - 144°C sebesar

23
 Ditambah (Ditjen POM, 1979) 142°C
aquades 37,5  Aspirin
ml terdapat
direaksikan
endaapn putih
 Disaring, dengan FeCl3
1. Dimasukan dalam Erlenmeyer
residu bewarna
2. Ditambahkan 7,5 ml etanol 96% bewarna putih
ungu.
dan 25 ml aquades  Residu
bewarna putih
3. Dipanaskan sampai mendidih
+ etanol 96%
sambil diguncang +aquades
4. Ditambahkan air sambil terdapat
digungcang sampai endapan putih
 Dipanaskan
homogen(dihitung tetesnya)
sampai
5. Disaring dalam keadaan panas homogen
menggunakan corong Buncher larutan tidak
bewarna
 Disaring,
Filtrat Residu filtrat terdapat
endapan putih
 Dipanaskan
hingga
homogen
 Didiamkan
dalam suhu

24
kamar sampai
terbentuk
8. Dipanaskan hingga larut kristal
 Disaring,
9. Didinginkan dalam suhu kamar sampai
dikeringkan
terbentuk kristal selama 1 hari
10. Disaring menggunakan corong  Aspirin
bewarna putih
Buncher
 Massa aspirin:
0,846 gram
Filtrat Residu  Titik leleh
142°C
4. Dikeringkan menggunakan  Diuji dengan
desikator FeCl3 bewarna
ungu
5. Ditimbang massa
6. Diukur titik lelehnya
7. Diuji kemurnian aspirin
menggunakan FeCl3

Massa dan Titik Leleh

25
I. Analisis dan Pembahasan
1. Rekristalisasi
Percobaan ini bertujuan untuk melakukan rekristalisasi dengan
baik, menentukan pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi, dan
menghilangkan pengotor melalui rekristalisasi. Rekristalisasi adalah
teknik pemurnian suatu zat padat dari pengotornya dengan cara
mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut
yang sesuai. Prinsip proses ini mengacu pada perbedaan kelarutan
antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampurnya.
Untuk memurnikan asam salisilat dari pengotor-pengotornya, maka
perlu dilakukan suatu rekristalisasi terhadap kristal atau padatan asam
salisilat. Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah
menimbang 1 gram asam salisilat menggunakan neraca lengan
(O’haus). Asam salisilat berupa kristal berwarna putih. Kemudian, 1
gram asam salisilat dimasukkan kedalam erlenmeyer 125 mL dan
ditambah dengan 5 mL aquades, dan tujuan memakai pelarut aquades
karena titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik didih zat terlarut
sehingga pelarut lebih cepat menguap dan mempermudah asam
salisilat terbentuk. Setelah ditambahkan aquades, didapatkan hasil
bahwa asam salisilat sukar larut dalam aquades. Fungsi penambahan
aquades adalah untuk melarutkan asam salisilat. Aquades merupakan
pelarut yang bersifat polar. Asam salisilat bersifat polar dan non polar.
Disebut polar karena terdapat gugus OH di dalamnya, dan non polar
karena terdapat cincin benzena. Sehingga dalam hal ini aquades akan
berinteraksi dengan asam salisilat membentuk ikatan hidrogen
sehingga asam salisilat dapat larut, namun, untuk dapat melarutkan
dengan baik asam salisilat dengan aquades perlu dilakukan
pemanasan. Tetapi kelarutannya tidak sempurna karena asam salisilat
juga bersifat non polar.
Setelah itu, campuran dalam erlenmeyer tersebut dipanaskan
menggunakan kompor listrik. Fungsi dari penggunaan kompor listrik
yaitu agar pemanasan berjalan dengan cepat dan senyawa lebih mudah

26
larut, karena dengan pemanasan dapat mempercepat laju reaksi asam
salisilat dengan aquades sehingga tumbukan antar partikel lebih
banyak dengan pemanasan. Saat pemanasan, erlenmeyer terus
diguncangkan dan ditambahkan aquades sebanyak 22 mL untuk
melarutkan larutan yang masih terdapat endapan sampai menjadi
homogen.
Setelah larutan homogen, maka selanjutnya dilakukan proses
penyaringan dengan menggunakan penyaring buchner yang dilengkapi
dengan labu hisap yang terhubung dengan alat pompa vakum. Karena
corong buchner lebih mempercepat penyaringan dan dalam
penyaringannya mempercepat pengeringan dari residu itu sendiri.
Sehingga didapatkan residu berwarna putih dan filtrat berupa larutan
jernih tidak berwarna. Dalam hal ini residu merupakan zat pengotor,
sedangkan filtrat merupakan larutan asam salisilat. Penyaringan
dilakukan dalam keadaan masih panas yang bertujuan untuk
memisahkan pengotor asam salisilat yang tidak larut atau tersuspensi
dalam larutan, sehingga dari proses penyaringan pertama diambil
filtratnya yang berisi asam salisilat, lebih murni daripada semula
karena, terbebas dari pengotornya yang tidak larut dalam pelarut.
Pengotor asam salisilat yang ikut larut saat pemanasan dapat
dipisahkan dengan pendinginan. Filtrat yang dihasilkan setelah
penyaringan ada dua kemungkinan, yaitu filtrat yang berwarna atau
filtrat yang tidak berwarna, maka hanya perlu ditambah air sampai
larutan benar-benar homogen. Dalam percobaan ini, filtrat yang
dihasilkan adalah tidak berwarna, sehingga tidak perlu ditambhakan
norit. Filtrat yang diperoleh setelah proses penyaringan tadi masih
terdapat endapan berwarna putih, sehingga filtrat tersebut dipanaskan
kembali hingga larutan homogen, kemudian di dinginkan pada suhu
kamar hingga terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk inilah
merupakan kristal murni dari senyawa asam salisilat.
Selanjutnya, dilakukan penyaringan menggunakan corong
buchner. Sebelum melakukan penyaringan menggunakan corong

27
buchner, terlebih dahulu ditimbang massa dari kertas saring yang
digunakan. Kertas saring yang digunakan memiliki massa sebesar 0,2
gram. Setelah dilakukan penyaringan, diperoleh residu berupa kristal
asam salisilat yang berwarna putih berbentuk butiran sedangkan secara
teori berbentuk menyerupai jarum yang dikarenakan terdapat pengotor
yang masih ada dan waktu pemanasan masih belum benar-benar
homogen dan filtrat yang tidak berwarna. Filtrat ini merupakan larutan
asam salisilat. Kristal yang telah terbentuk kemudian diletakkan
kedalam desikator dan ditunggu hingga ± satu hari. Tujuan
dimasukkan kedalam desikator selama ± satu hari adalah untuk
memperoleh hasil kristal yang terbebas dari air atau pelarut. Prinsip
kerja desikator adalah sebagai alat untuk mengeringkan suatu zat.
Silica gel yang terdapat dalam desikator akan menyerap air yang
masih bercampur dengan suatu zat sehingga zat tersebut dapat
terbebas dari air. Kristal yang telah dimasukkan ke dalam desikator
selama satu hari selanjutnya ditimbang massanya. Berdasarkan hasil
pengukuran massa yang telah dilakukan, diperoleh berat kristal asam
salisilat sebesar 0,7 gram. Dengan melakukan perhitungan
pengurangan berat dikurangi dengan berat kertas saring, maka
didapatkan massa kristal asam salisilat sebesar 0,5 gram. Sehingga,
dengan melakukan perhitungan rendemen, diperoleh rendemen asam
salisilat sebesar 50%. Setelah itu, dilakukan uji titik leleh pada kristal
asam salisilat. Pengujian titik leleh dilakuakan dengan cara
memasukkan kristal asam salisilat kedalam pipa kapiler. Kemudian,
dimasukkan pipa kapiler kedalam melting block dari besi dikarenakan
mempermudah penghantaran panas untuk melelehkan sautu bahan
yang sebelumnya telah dipasang termometer. Selanjutnya, dinyalakan
kompor listrik dan diamati kenaikan suhu pada termometer hingga
kristal asam salisilat meleleh. Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan, diperoleh hasil titik leleh asam salisilat adalah 159℃.
Menurut teori, titik leleh asam salisilat antara 158℃ - 161℃ (Ditjen
POM, 1979). Kemungkinan hal ini terjadi karena dalam aspirin yang

28
dihasilkan masih terdapat asam salisilat yang belum bereaksi
sempurna. Selain itu, kemungkinan masih adanya pengotor dalam
kristal juga mempengaruhi besarnya titik leleh.

2. Pembuatan Aspirin
Percobaan pembuatan aspirin bertujuan untuk melakukan
pembuatan aspirin dengan cara asetilasi terhadap gugus fenol, dan
melakukan rekristalisasi aspirin hasil sintesis dengan baik. Langkah
pertama yang dilakukan adalah menimbang asam salisilat sebanyak
2,5 gram. Asam salisilat berupa kristal berwarna putih. Kemudian, 2,5
gram asam salisilat dimasukkan kedalam erlenmeyer. Selanjutnya,
ditambahkan 3,75 gram asam asetat anhididra. Asam asetat anhidrida
berupa cairan tidak berwarna dan berbau menyengat. Penambahan ini
menghasilkan campuran yang berbau menyengat, namun asam salisilat
tidak larut, penambahan asam asetat anhidrida adalah untuk
pembentukan asam salisilat menjadi aspirin, asam asetat anhidrida jika
terkena air akan terhidrolisis, sehingga dalam hal ini asam asetat
berperan sebagai asam penghidrasi. Kemudian, ditambahkan 3 tetes
H2SO4 pekat tidak berwarna. Penambahan H2SO4 pekat dilakukan
didalam lemari asam. Setelah penambahan H2SO4 pekat terbentuk
larutan keruh berwarna putih. Reaksi yang terjadi adalah reaksi
eksoterm, karena setelah penambahan H2SO4 pekat larutan menjadi
panas. Penambahan H2SO4 pekat berfungsi sebagai katalisator. H2SO4
sebagai katalisator memungkinkan reaksi lebih cepat dengan
menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih
rendah untuk H pada gugus hidroksi diganti dengan asetil.

29
Reaksi yang terjadi dalam pembuatan aspirin adalah sebagai berikut:

Selanjutnya, erlenmeyer yang berisi campuran tadi dimasukkan


kedalam penangas air bersuhu 50℃ – 60℃ selama 5 menit sambil
diaduk menggunakan spatula. Pemanasan pada suhu 50℃ – 60℃
bertujuan untuk mempercepat reaksi antara asam salisilat dengan asam
asetat karena keduanya bereaksi dengan baik pada suhu ini. Pada suhu
50℃ – 60℃ merupakan suhu optimum segingga akan dihasilkan
produk aspirin yang paling banyak. Jika dilakukan pemanasan
dibawah suhu 50℃, maka aspirin tidak akan terbentuk, sedangkan jika
dilakukan pada suhu di atas 60℃ maka kristal aspirin akan larut dan
rusak, sehingga aspirin yang dihasilkan akan menjadi lebih sedikit.
Selanjutnya, campuran dalam erlenmeyer didinginkan pada suhu
kamar (25oC – 30oC) sehingga larutan menjadi mengental. Lalu,
ditambahkan 3,75 mL aquades. Setelah penambahan aquades,
terbentuk larutan dengan endapan berwarna putih. Penambahan
aquades juga bertujuan agar saat pendinginan akan terbentuk kristal,
karena ketika suhu dingin molekul-molekul aspirin dalam larutan akan
bergerak melambat dan pada akhirnya terkumpul membentuk
endapan. Endapan yang terbentuk berupa asam asetil salisilat (aspirin).
Gugus asetil (CH3COO-) berasal dari asam asetat anhidrida,
sedangkan gugus R-nya berasal dari asam salisilat. Setelah itu,
campuran disaring menggunakan corong buchner yang dilengkapi
labu penghisap (untuk mempercepat penyaringan) dan kertas saring
yang memiliki massa 0,5 gram. Hasil yang diperoleh setelah dilakukan
penyaringan adalah filtrat yang tidak berwarna dan residu berwarna

30
putih. Hasil samping dari reaksi asam salisilat dan asam asetat
anhidrida yaitu asam asetat akan terhidrasi membentuk anhidrida asam
asetat. Anhidrida asam asetat ini akan kembali bereaksi dengan asam
salisilat membentuk aspirin dan dengan hasil samping berupa asam
asetat. Sehingga reaksi akan berhenti setelah asam salisilat habis
bereaksi dengan asam sulfat pekat. Sehingga, dalam hal ini, filtrat
yang tidak berwarna merupakan larutan asam asetat, sedangkan residu
yang berwarna putih adalah aspirin. Aspirin yang diperoleh belum
murni, karena masih tercampur oleh zat pengotor (CH3OOH). Oleh
karena itu, perlu dilakukan pemurnian aspirin dengan cara
rekristalisasi, sehingga CH3COOH akan menguap karena CH3COOH
mempunyai titik didih yang lebih rendah daripada titik didih aspirin
sehingga akan diperoleh aspirin murni. Rekristalisasi ini dilakukan
dengan menambahkan 7,5 mL etanol 96% dan 25 mL aquades. Etanol
96% berupa larutan tidak berwarna. Aquades juga tidak berwarna.
Setelah penambahan 7,5 mL etanol 96% dan 25 mL aquades,
dihasilkan larutan berwarna putih. Etanol merupakan pelarut yang
baik untuk zat organik, sehingga dengan ditambahkannya etanol akan
menyebabkan zat pengotor (CH3COOH) larut dalam etanol sehingga
aspirin yang dihasilkan terbebas dari zat pengotor tersebut, sedangkan
penambahan aquades adalah untuk memisahkan pengotor dengan
aspirin yang sifatnya semi polar sehingga pengotor yang sifat polar
ikut larut dengan aquades.
Selanjutnya, campuran tersebut dipanaskan dengan kompor
listrik sambil dikocok perlahan, penmanasan bertujuan untuk
mempercepat laju reaksi. Setelah itu, campuran tersebut disaring
menggunakan corong Buchner menghasilkan residu berwarna putih
dan filtrat tidak berwarna namun ada endapan putih. Dalam hal ini,
filtrat merupakan aspirin sedangkan residu adalah zat pengotor.
Setelah itu, filtrat dididihkan hingga endapan larut. Kemudian,
didinginkan pada suhu kamar hingga terbentuk kristal. Karena ketika
suhu dingin, molekul-molekul aspirin dalam larutan akan bergerak

31
melambat dan pada akhirnya terkumpul membentuk endapan melalui
proses nukleasi. Setelah terbentuk kristal, dilakukan penyaringan
menggunakan penyaring Buchner yang dilengkapi dengan labu hisap,
dan kertas saring. Filtrat yang dihasilkan yaitu larutan tak berwarna
dan residunya berupa kristal putih. Kristal aspirin yang telah terbentuk
kemudian dimasukkan kedalam desikator dan ditunggu hingga ± satu
hari. Tujuan dimasukkan kedalam desikator selama ± satu hari adalah
untuk memperoleh hasil kristal yang murni karena terbebas dari air.
Prinsip kerja desikator adalah sebagai alat untuk mengeringkan kristal
aspirin. Silica gel yang terdapat dalam desikator akan menyerap air
yang masih bercampur dengan kristal aspirin sehingga aspirin dapat
terbebas dari air.
Aspirin yang telah dimasukkan kedalam desikator selama tiga
hari selanjutnya ditimbang massanya. Berdasarkan hasil pengukuran
massa yang telah dilakukan, diperoleh berat aspirin sebesar 1,346
gram. Nilai rendemen dapat dihitung menggunakan persamaan :
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑝𝑖𝑟𝑖𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛
%𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝑥 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑝𝑖𝑟𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
Pada percobaan ini diperoleh massa aspirin sebanyak 0,846
gram setelah pengurangan dengan massa kertas saring. Sehingga
rendemen aspirin yang didapatkan dari percobaan ini adalah 25,97%.
Setelah itu, dilakukan uji titik leleh pada aspirin. Pengujian titik
leleh dilakukan dengan cara memasukkan kristal aspirin kedalam pipa
kapiler. Kemudian, dimasukkan pipa kapiler kedalam melting block
yang sebelumnya telah dipasang termometer. Selanjutnya, dinyalakan
kompor listrik dan diamati kenaikan suhu pada termometer hingga
kristal aspirin meleleh. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan,
diperoleh hasil titik leleh aspirin adalah 142℃. Menurut teori, titik
leleh aspirin adalah 141℃ - 144℃ (Ditjen POM, 1979). Hasil
menunjukkan bahwa titik leleh yang diperoleh melalui percobaan
sesuai dengan titik leleh aspirin secara teori.

32
Uji kemurnian aspirin dengan FeCl3 dilakukan karena FeCl3
senyawa yang bereaksi dengan pengotor yang ada dan tidak bereaksi
dengan aspirin sehingga menggunakan FeCl3 untuk kemurnian aspirin,
dan apabila hasil aspirin tersebut murni, maka aspirin tidak akan
bereaksi dengan FeCl3 dan berwarna kuning, yang memiliki reaksi
sebagai berikut:

Padahal setelah dilakukan uji identifikasi kemurnian aspirin


menggunakan FeCl3 membentuk kompleks berwarna ungu yang
berarti tidak murni atau bisa dibilang masih terdapat sisa – sisa asam
salisilat di dalamnya, sesuai dengan reaksi berikut ini:

. Langkah yang dilakukan untuk pengujian aspirin dengan FeCl3


adalah memasukkan beberapa kristal aspirin kedalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan dengan 5 tetes larutan FeCl3. Kristal aspirin
berwarna putih, sedangkan larutan FeCl3 berwarna kuning. Setelah
penambahan FeCl3 kedalam tabung reaksi yang berisi kristal aspirin,
maka didapatkan hasil larutan berwarna ungu. Terbentuknya larutan
berwarna ungu menandakan bahwa FeCl3 bereaksi dengan asam
salisilat yang masih tertinggal pada aspirin. Sehingga, didapatkan hasil
bahwa aspirin yang dihasilkan dalam percobaan ini tidak murni.

33
J. Kesimpulan
1. Rekristalisasi jika dilakukan dengan baik dapat menghilangkan zat – zat
pengotor pada suatu senyawa sehingga didapatkan senyawa yang murni.
2. Pelarut yang baik untuk rekristalisasi adalah aquades karena titik didih
pelarut harus lebih rendah dari titik didih zat terlarut sehingga pelarut lebih
cepat menguap dan mempermudah asam salisilat terbentuk.
3. Hasil yang diperoleh dalam percobaan pembuatan aspirin setelah
pengujian untuk pemurnian dengan FeCl3 diperoleh larutan berwarna ungu
dan titik leleh 142°C, yang sesuai dengan dasar teoritis yaitu antara 141°C
- 144°C dengan rendemen aspirin yang diperoleh sebesar 25,97%.
4. Pembuatan aspirin dilakukan dengan asetilasi, yang mereaksikan asam
salisilat dan asam asetat anhidrat dengan H2SO4 sebagai katalisator dan
hidrator.
5. Pelarut yang digunakan dengan baik dapat larut dalam suhu tinggi pada
rekristalisasi adalah air suling dan dapat menghilangkan kotoran dalam
suatu senyawa untuk mendapatkan senyawa murni.

34
K. Daftar Pustaka
Almasirad, A., dkk. 2005. Synthesis and Analgesic Activity of N-
arylhydrazone Derivatives of Mefenamic Acid. J. Pharm. Pharmaecut.
Sci. 419-425.
Arsyad, M.. Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta :
Gramedia.
Austin, George T. 1984. Shreve’s Shemical Process Industries5th Edition.
Singapore : McGraw-Hill Book Company.
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope
Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Fadeyi, O.O., dkk. 2004. Antipyretic, Analgesic, Anti-inflammatory and
Cytotoxic Effects of Four Derivatives of Salicylic Acid and Anthranilic
Acid in Mice and Rats. African Journal of Biotechnology. 426-431.
Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S. 1982. Kimia Organik jilid 2. Jakarta :
Erlangga.
Hidajati, Nurul, dkk. 2017. Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Surabaya :
Jurusan Kimia FMIPA UNESA.
Keenan, Kleinfelter, Wood A. 1999. Kimia Untuk Universitas. Edisi VI. Jilid1.
Jakarta:E rlangga.

McKee, J dan Zanger, M. 1997. Essentials of Organic Chemistry : Small Scale


Laboratory Experimental. Dubuqe, USA : WCB Publishers.
Priyatna, Amien. 2001. Kimia. Jogjakarta : Teknokimia
Respah. 1989. Dasar – dasar Ilmu Kimia. Jakarta: Rineka Cipta

Svehla, G. 1989. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan


Semimmakro. Jakarta : PT. Kalman Media Pusaka.
Syukri. 1999. Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta : UI Press.
Wilmana, P.F. dan Gan, S.G. 2007. Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti
Inflamasi Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Jakarta: Gaya
Baru.

35
L. Lampiran
1. Jawaban Pertanyaan
1. Rekristalisasi
a. Terangkan prinsip dasar rekristalisasi !
Prinsip dasar dari rekristalisasi ialah perbedaan kelarutan antara zat yang
dimurnikan dengan zat pencemarnya. Dengan kata lain yaitu memisahkan
kristal dari pengotornya dengan menggunakan pelarut yang sesuai.
b. Sebutkan urutan kerja yang harus dilakukan dalam pekerjaan rekristalisasi!
1. Pemilihan pelarut yang tepat.
2. Melarutkan senyawa kedalam pelarut panas sedikit mungkin.
3. Menyaring larutan dalam keadaan panas untuk menghilangkan
pengotor yang tidak larut.
4. Mendinginkan filtrat.
5. Menyaring dan mengeringkan kristal.
c. Sifat-sifat apakah yang harus dipunyai oleh suatu pelarut agar dapat
digunakan untuk mengkristalisasi suatu senyawa organik tertentu ?
Sifat-sifat yang harus dipunyai pelarut agar dapat digunakan yaitu pelarut
yang dapat melarutkan secara baik zat tersebut dalam keadaan panas,
tetapi sedikit melarutkan dalam keadaan dingin. Biasanya senyawa yang
dalam keadaan polar di rekristalisasi dalam pelarut yang kurang polar dan
sebaliknya.
d. Sebutkan paling sedikit dua alasan mengapa penyaringan dengan labu isap
(Buchner) lebih disukai dalam memisahkan kristal dari induk lindinya !
Alasan menggunakan corong buchner lebih disukai yaitu: Adapun fungsi
dari penyaringan dengan corong Buchner yang dilengkapi dengan vacum
evaporator atau pompa vakum adalah untuk menyaring suatu larutan pada
senyawa tertentu hingga didapatkan hasil yang maksimal, cepat dan
akurat. Dan prinsip kerja yang digunakan dalam penyaringan ini yaitu
dengan meminimalisir suatu tekanan didalam sistem, sehingga tekanan
diluar sistem (lingkungan) menjadi lebih besar
e. Hitung persentase perolehan senyawa hasil rekristalisasi yang anda
lakukan!

36
Diketahui :
massa Asam Salisilat = 1 gram
massa molar Asam salisilat = 138,12 gram/mol
massa kristal = 0,8952 gram

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
Rendemen asam salisilat = × 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
0,912 𝑔𝑟𝑎𝑚
= × 100%
1 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 91,2 %
2. Pembuatan Aspirin

a. Tulis reaksi pembuatan aspirin secara lengkap !

b. Apakah yang disebut asetilasi dan apakah fungsi asam suflat ?


Asetilasi adalah proses masuknya radikal asetil ke dalam molekul
senyawa organik yang mengandung gugus –OH, dimana kita harus
mereaksikan antara asam salisilat dan asam asetat dengan
menggunakan asam sulfat pekat sebagai katalisator.
c. Apakah fungsi FeCl3 dalam reaksi tersebut dan jelaskan
bagaimana membuktikan terbentuknya aspirin ?
FeCl3 berfungsi untuk menguji reaksi pengompleksan. FeCl3
digunakan untuk menguji kemurnian hasil kristal yang didapat.
Jika hasil kristal yang dihasilkan merupakan aspirin yang murni
maka setelah ditetesi larutan FeCl3 akan berwarna kuning.
Sedangkan jika tidak terbentuk aspiran maka setelah ditetesi
larutan FeCl3 akan berwarna ungu.

37
d. Hitung rendeman hasil percobaan yang diperoleh !
1. Rekristalisasi

Diketahui :
massa Asam Salisilat = 1 gram
massa molar Asam salisilat = 138,12 gram/mol
massa kristal = 0,8952 gram

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
Rendemen asam salisilat = × 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
0,912 𝑔𝑟𝑎𝑚
= × 100%
1 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 91,2 %

2. Pembuatan Aspirin
C7H6O3 (s) + (CH3CO)2O (aq)  C9H8O4 (s) + CH3COOH (aq)
Asam salisilat asam asetat anhidrat aspirin asam asetat
Diketahui :
Massa C7H6O3 = 2,5 gram
Massa molar C7H6O3 = 138,12 gram/mol
Massa molar aspirin = 180 gram/mol

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
Mol asam salisilat = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
2,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 138,12 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚𝑜𝑙

= 0,0181

C7H6O3 (s) + (CH3CO)2O (aq)  C9H8O4 (s) +


CH3COOH (aq)
m 0,0181
r 0,0181 0,0181
s 0,0181
𝑔𝑟𝑎𝑚
massa aspirin = 0,0181 𝑚𝑜𝑙 × 180 =
𝑚𝑜𝑙

3,258 𝑔𝑟𝑎𝑚 (teori)

38
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛
rendemen = × 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
0,928 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 3,258 𝑔𝑟𝑎𝑚 × 100%

= 28,49 %

2. Dokumentasi

No. Alur kerja Foto Keterangan

1. Menyiapkan alat Alat yang


dan bahan digunakan untuk
praktikum
rekristalisasi dan
pembuatan aspirin

2 Dipanaskan diatas Larutan menjadi


kompor sampai homogen
pelarut mulai
mendidih sambil
diguncang + air

3 Disaring Terdapat filtrat dan


menggunakan residu
corong bucher
yang dilengkapi
batu hisap

4 Penimbangan Massa kertas


kertas saring saring yaitu 0,2548
gram

39
5 Penyaringan Didapatkan kristal
dengan corong asam salisilat yang
bucher dengan akan di desikator
kertas saring ang
sudah ditimbang

6 Penimbangan berat Massa asam


setelah di desikator salisilat setelah
didesikator adalah

7 Dipanaskan dalam suhu dijaga agar


penangas air suhu tidak melebihi
(50-600C) 600C

8 Disaring endapan Terdapat endapan


yang terbentuk dan filtrat
dengan penyaring
bucher

9 Larutan Larutan berwarna


dipanaskan dalam jernih
penangas sambil di
goyang sampai
larutan berwarna
jernih

40
10 Larutan Pada Erlenmeyer
dibersihkan dari tidak terdapat
Erlenmeyer ke residu
corong bucher

11 Penimbangan Diperoleh massa


kertas saring yang kertas saring yaitu
akan digunakan 0,2543 gram
untuk aspirin

12 Penimbangan Massa aspirin yang


massa aspirin yang diperoleh yaitu
telah di keringkan 0,846 gram
dalam desikator

13 Aspirin yang Kristal aspirin


diperoleh yang dihasilkan

14 Diuji kemurnian Diperoleh hasil


aspirin dengan berwarna ungu
massa 0,005 gram
dengan larutan
Ferri Klorida

41
15 Diuji kemurnian Laruta yang
aspirin dengan dihasikan berwarna
massa 0,846 gram ungu
dengan larutan
Ferri Klorida

3. Perhitungan

Rekristalisasi
Masa mula-mula = 1 gram
Massa Kristal = 0,5 gram
Ditanya = rendemen. . . . . ?
Rendemen = (massa kristal / massa mula-mula) x 100 %
= 0,5/1 x 100 %
= 50 %

Pembuatan Aspirin
pasam asetat anhidrida = 1,08 g/cm3
p = m/v
m = 3,75 cm3 x 1,08 g/cm3
m = 4,05 gram
Massa asam salisilat = 2,5 gram
Mr asam salisilat = 138,12 gram/mol
Mol asam salisilat = 0,0181 mol
Massa asam asetat anhidrida = 3,75 mL
Mr CH3COOH anhiridam = 102 g/mol
Mol asam asetat = 0,0397 mol
C7H6O3. + C4H6O3. C9H8O4 + C2H4O2
M 0,0181 0,0367 - -
R 0,0181 0,0181 0,0181 0,0181
S - 0,0186. 0,0181 0,0181

Mol aspirin = 0,0181 mol


Massa aspirin teoritis = mol aspirin x Mr Aspirin
= 0,0181 mol x 180 g/mol
= 3,258 gram
Massa aspirin hasil percobaan = 1,1 - 2,54
=0,846 gram

42
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑝𝑖𝑟𝑖𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛
%𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝑥 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑝𝑖𝑟𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
%𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 0,0846/3.258 x 100% = 25,97%

43

You might also like