You are on page 1of 46

PRESENTASI KASUS

Anak Perempuan Usia 2 Tahun 3 Bulan dengan Speech Delayed

Disusun Oleh:
Yosefina G99172064 / A8
Zahra Afifah Hanum G99172162 / B21

Pembimbing:
Dra. Suci Murti Karini, M. Si

KEPANITERAAN KLINIK/ BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr. Moewardi.
Presentasi kasus dengan judul :

Anak Perempuan Usia 2 Tahun 3 Bulan dengan Speech Delayed

Hari, tanggal : 4 Februari 2019

Oleh:
Sonia G99172064 / A6
Zahra Afifah Hanum G99171071 / A2

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Presentasi Kasus

Dra. Suci Murti Karini, M. Si

1
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Y
Usia : 2 tahun 3 bulan
Tanggal Lahir : 21 Agustus 2015
Berat Badan : 11 kg
Tinggi Badan : 84 cm
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Karangpandan, Karanganyar
Tanggal Pemeriksaan : 27 Februari 2019
Nomor Rekam Medis : 01 45 xx xx

B. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap ibu pasien saat sedang
kontrol ke Poli Anak RSUD Dr Moewardi

1. Keluhan Utama
Keterlambatan bahasa
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli anak endokrinologi RSUD Dr Moewardi untuk
melakukan kontrol rutin. Ibu pasien merasa perkembangan anaknya saat ini
terlambat dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Pasien belum dapat
mengucapkan satu kata dengan penuh. Pasien saat ini baru dapat menyebutkan satu
silabel yaitu ‘yah’, ‘mas’ dan ‘mam’.
Dalam kegiatan sehari-harinya, pasien hanya memberikan isyarat dengan
menunjuk dan menangis apabila menginginkan sesuatu, dikarenakan belum dapat
mengutarakan maksud dari keinginan pasien. Pasien sudah bisa tersenyum, tertawa,
berteriak dan berespons terhadap orang-orang disekitarnya.
Ibu pasien juga mengaku bahwa pasien baru mulai bisa berjalan sejak usia 1
tahun 10 bulan tanpa pegangan. Untuk kegiatan makan dan minum, pasien juga
masih memerlukan bantuan orang tua dan saudaranya. Pasien sudah dapat
menggenggam sendok namun belum dapat menyuapi dirinya sendiri.

2
Sebelumnya Ibu pasien juga sudah konsultasi dengan bidan di Puskesmas dan
telah diberikan edukasi untuk tetap memberikan stimulasi dan latihan berbicara
terhadap pasien. Namun menurut Ibu pasien, belum terdapat perkembangan yang
signifikan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat rawat inap di RS disangkal
 Riwayat kejang disangkal
 Riwayat asma, alergi, penyakit jantung disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga dan Faktor Lingkungan
 Riwayat keluarga :
Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat batuk lama, asma, alergi, penyakit jantung disangkal
 Riwayat lingkungan :
Riwayat kontak dengan hewan disangkal
Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat batuk lama dan sakit campak di lingkungan sekitar disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai pegawai swasta dan ibu pasien merupakan seorang ibu
rumah tangga. Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan dua kakak lelakinya.
Lingkungan rumah bersih, lantai rumah dari keramik, pencahayaan dan ventilasi
cukup, sumber air minum berasal dari PAM. Kesan sosial ekonomi cukup.
6. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Status ibu G3P3A0, usia ibu saat hamil adalah 45 tahun. Ibu rutin kontrol
selama masa kehamilan di bidan dan menerima vitamin dan suplemen. Riwayat
penyakit saat kehamilan disangkal. Kesan kehamilan normal.
Pasien lahir normal, cukup bulan, dan berat lahir 3300 gram, panjang badan
49 cm, langsung menangis kuat, tidak biru, gerak aktif, tidak kuning. Kesan lahir
normal.
7. Riwayat Imunisasi
0 bulan : Hep B
1 bulan : BCG, Polio 1 `
2 bulan : DPT-HB-Hib 1, Polio 2

3
3 bulan : DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan : DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan : Campak
18 bulan : Campak
Kesan imunisasi lengkap sesuai jadwal Kemenkes 2000.
8. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan : BB = 11 kg, PB 84 cm
Perkembangan : Pasien dapat tengkurap pada usia 5 bulan
Pasien dapat duduk pada usia 9 bulan
Pasien dapat merangkak pada usia 1 tahun
Pasien dapat berjalan usia 1 tahun 10 bulan
9. Riwayat Nutrisi
Pasien minum ASI hingga usia 2 tahun. Pasien mulai MPASI pada usia 6 bulan
dengan menu bubur bayi kemasan, nasi, sayur, dan buah-buahan yang dilunakkan.
Pasien makan 3 kali sehari dengan lauk bervariasi dan sedikit sayur. Pasien jarang
jajan di pinggir jalan. Kesan kuantitas dan kualitas nutrisi adekuat.
10. Pohon Keluarga

Keterangan:
Laki-laki Perempuan Pasien

4
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang, kesadaran composmentis (E4V5M6)
2. Tanda vital
Suhu : 37,4oC
Denyut nadi : 118 x/menit
Saturasi O2 : 99%
Frekuensi pernapasan : 23 x/menit
3. Kepala
Mesocephal, LK 48,5 ( -2SD < LK < 0 SD), facies dismorfik (+)
4. Mata
Pupil isokor 2mm/2mm, hipertelorisme (+), sklera ikterik (-/-), konjungtiva
anemis (-/-), refleks cahaya (+/+), oedem palpebra (-), mata cekung (-), air mata
kesan cukup.
5. Telinga
Sekret (-), tidak ada nyeri telinga
6. Hidung
NCH (-/-), sekret (-), Flat nasal bridge (-)
7. Mulut
Mukosa bibir basah, tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), detritus(-), gusi berdarah
(-)
8. Leher
Pembesaran KGB (-)
9. Thorax
Simetris kanan dan kiri, retraksi (-)
10. Cor
Inspeksi : iktus cordis tak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi Jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)
11. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba simetris kanan dan kiri

5
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+), suara tambahan (-/-), RBH (-/-)
12. Abdomen :
Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak alih (-)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri (-)
13. Ekstremitas
Akral dingin (-/-), ADP teraba kuat, CRT < 2 detik
14. Status gizi
Perhitungan Status Gizi
TB/U : TB/U = - 2 SD < Z score < 0 SD (normoheight)
BB/U : BB/U = -2 SD < Z score < 0 SD (normoweight)
BB/TB : BB/TB = -2 < Z score < 0 SD (gizi baik)
Kesan gizi baik, normoheight, normoweight

D. DENVER DEVELOPMENTAL SCREEENING TEST


Pasien berusia 2 tahun 2 bulan. Hasil tes perkembangan Denver, yaitu:
a. Personal sosial pasien mengalami keterlambatan setara dengan usia 12,5
bulan; pasien mampu menirukan kegiatan.
b. Motorik halus pasien sesuai usia; pasien mampu menyusun menara dari 8
kubus.
c. Bahasa pasien mengalami keterlambatan setara dengan usia 8 bulan;
pasien baru bisa mengoceh.
d. Motorik kasar pasien sesuai usia ; pasien mampu meloncat jauh.
Pada pasien didapatkan keterlambatan dalam aspek personal sosial dan
bahasa.

E. RESUME
Pasien merupakan pasien poli endokrinologi anak dengan Down Syndrome.
Pasien memeriksakan diri di poli endokrinologi anak dengan kecurigaan
hipotiroidisme kongenital. Ibu pasien mengeluh anak sampai sekarang belum bisa
bicara.

6
Dari hasil pemeriksaan Denver dengan formulis Denver II, dalam aspek
personal sosial pasien mengalami keterlambatan setara dengan usia 12,5 bulan.
Pasien mampu menirukan kegiatan. Pasien belum mampu untuk mintum dengan
cangkir, membantu di rumah, maupun menggunakan sendok/garpu. Dalam aspek
motoric halus pasien sesuai usia. Pasien mampu menyusun Menara dari 8 kubus.
Pasien mengalami keterlambatan dalam aspek Bahasa setara dengan usia 8 bulan.
Pasien hanya bisa mengoceh tidak jelas namun belum bisa menyebutkan kata.
Pasien menyebutkan “Mam” apabila pasien ingin makan, namun pasien belum
dapat menyebutkan papa/mama secara spesifik. Dalam aspek motorik kasar, pada
pasien tidak diapatkan keterlambatan. Aspek motoric kasar pasien setara usia 2
tahun 9 bulan. Anak sudah dapat meloncat jauh selebar kertas yang lebarnya 22
cm.
Ibu pasien sudah sering membawa anaknya ke puskesmas, namun hanya
diberikan saran untuk dilatih sendiri di rumah. Ibu pasien sudah melatih sendiri
anaknya, memberi banyak vitamin, suplemen dan susu formula, namun sampai
saat ini belum ada perkembangan.
Saat ini, berat badan pasien 6,4 kg dan panjang badan 67 cm. Riwayat
kehamilan dan kelahiran pasien normal. Riwayat imunisasi dasar lengkap. Sampai
saat ini, anak masih diberi ASI. Nafsu makan pasien buruk, hanya mau minum
ASI dengan tambahan sedikit susu formula. Dalam sehari, pasien hanya makan
nasi dan lauk pauk sebanyak 1x dengan porsi sedikit.
Pasien memiliki riwayat TB anak dan baru kali ini dirawat di RSDM
dengan keluhan sulit makan. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan di
tubuh pasien. Status gizi pasien menunjukkan gizi buruk, underweight, dan
stunted. Hasil tes perkembangan Denver didapatkan personal sosial mengalami
keterlambatan setara dengan usia 12,5 bulan, adaptif-motorik halus mengalami
keterlambatan setara dengan usia 15,5 bulan. Pada kemampuan bahasa mengalami
keterlambatan setara dengan anak usia 6 bulan, dan motorik kasar mengalami
keterlambatan setara dengan usia 7,5 bulan.

V. ASSESSMENT

1. Down Syndrome
2. Keterlambatan dalam aspek personal social setara usia 12,5 bulan.

7
3. Keterlambatan perkembangan bahasa setara usia 8 bulan
4. Gizi baik

VI. PENATALAKSANAAN

1. Edukasi orangtua pasien tentang penyakitnya


2. Oromotor stimulation
3. Terapi wicara
4. Terapi okupasi

VII. PLANNING

1. Konsultasi ke bagian Rehabilitasi Medik


2. Konsultasi ke bagian THT dan mata
3. Pelacakan kelainan jantung
4. Kontrol poli endokrinologi anak dan poli tumbuh kembang

VIII.PROGNOSIS

Ad vitam : bonam
Ad sanam : malam
Ad fungsionam : dubia

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DOWN SYNDROME
1. Definisi

Sindrom Down (SD) adalah kelainan genetik yang paling sering


ditemukan dan berhubungan dengan retardasi mental. Kelainan yang
terjadi disebabkan oleh adanya kelebihan materi genetik kromosom 21.
Karakteristik fisis anak dengan SD cukup jelas sehingga para tenaga
kesehatan yang mengadakan kontak awal dengan neonatus, termasuk
dokter ahli kebidanan dan kandungan, perawat kamar bersalin, dan dokter
umum, dapat mengenali kelainan ini dengan relatif mudah. Anak dengan
SD memiliki berbagai masalah kesehatan dan tumbuh kembang yang tak
jarang cukup kompleks, maka skrining pra dan pasca natal, intervensi dini,
dan pemantauan tumbuh kembang yang terus-menerus perlu dilakukan
agar anak dengan SD dapat memiliki kualitas hidup yang lebih baik.

Sindrom Down berkaitan dengan retardasi mental, kelainan kongenital


terutama jantung, dan disfungsi/ penyakit pada beberapa organ tubuh.3
Derajat retardasi mental bervariasi, mulai dari retardasi mental ringan
(IQ:50-70) hingga sedang (IQ:35-49), dan kadang (jarang) ditemukan
retardasi mental berat (IQ: 20-34).4,5 Derajat retardasi mental pada anak
SD adalah ringan dan sedang.

Sindrom Down dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Translokasi adalah suatu keadaan dimana tambahan kromosom


21 melepaskan diri pada saat pembelahan sel dan menempel
pada kromosom yang lainnya. Kromosom 21 ini dapat
menempel dengan kromosom 13, 14, 15, dan 22. Ini terjadi
sekitar 3-4% dari seluruh penderita sindrom Down. Dibeberapa
kasus, translokasi sindrom Down ini dapat diturunkan dari orang
tua kepada anaknya. Gejala yang ditimbulkan dari translokasi
ini hampir sama dengan gejala yang ditimbulkan oleh trisomi
21.

9
2. Mosaik adalah bentuk kelainan yang paling jarang terjadi,
dimana hanya beberapa sel saja yang memiliki kelebihan
kromosom 21 (trisomi 21). Bayi yang lahir dengan sindrom
Down mosaik akan memiliki gambaran klinis dan masalah
kesehatan yang lebih ringan dibandingkan bayi yang lahir
dengan sindrom Down trisomi 21 klasik dan translokasi.
Trisomi 21 mosaik hanya mengenai sekitar 2-4% dari penderita
sindrom Down.

3. Trisomi 21 klasik adalah bentuk kelainan yang paling sering


terjadi pada penderita sindrom Down, dimana terdapat
tambahan kromosom pada kromosom 21. Angka kejadian
trisomi 21 klasik ini sekitar 94% dari semua penderita sindrom
Down.

2. Etiologi

Sindrom Down biasanya disebabkan karena kegagalan dalam


pembelahan sel atau disebut nondisjunction. Tidak diketahui mengapa
hal ini dapat terjadi. Namun, diketahui bahwa kegagalan dalam
pembelahan sel ini terjadi pada saat pembuahan dan tidak berkaitan
dengan apa yang dilakukan ibu selama kehamilan.

Pada sindrom Down, trisomi 21 dapat terjadi tidak hanya pada


saat meiosis pada waktu pembentukan gamet, tetapi juga dapat terjadi
saat mitosis awal dalam perkembangan zigot. Oosit primer yang
perkembangannya terhenti pada saat profase meiosis I tidak berubah
pada tahap tersebut sampai terjadi ovulasi. Diantara waktu tersebut,
oosit mengalami nondisjunction. Pada sindrom Down, pada meiosis I
menghasilkan ovum yang mengandung 21 autosom dan apabila dibuahi
oleh spermatozoa normal, yang membawa autosom 21, maka terbentuk
zigot trisomi 21. Nondisjunction ini dapat disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu:

1. Adanya virus/infeksi

2. Radiasi

10
3. Penuaan sel telur. Dimana peningkatan usia ibu berpengaruh
terhadap kualitas sel telur. Sel telur akan menjadi kurang baik dan
pada saat terjadi pembuahan oleh spermatozoa, sel telur akan
mengalami kesalahan dalam pembelahan.

4. Gangguan fungsi tiroid. Dibeberapa penelitian ditemukan adanya


hipotiroid pada anak dengan sindrom Down termasuk hipotiroid
primer dan transien, pituitary-hypothalamic hypothyroidism,
defisiensi thyroxin-binding globulin (TBG) dan kronik limfositik
tiroiditis. Selain itu, ditemukan pula adanya autoimun tiroid pada
anak dengan usia lebih dari 8 tahun yang menderita sindrom Down.

5. Umur ibu. Wanita dengan usia lebih dari 35 tahun lebih berisiko
melahirkan bayi dengan sindrom Down dibandingkan dengan ibu
usia muda (kurang dari 35 tahun). Angka kejadian sindrom Down
dengan usia ibu 35 tahun, sebesar 1 dalam 400 kelahiran.
Sedangkan ibu dengan umur kurang dari 30 tahun, sebesar kurang
dari 1 dalam 1000 kelahiran. Perubahan endokrin, seperti
meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar
hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiol sistemik,
perubahan konsentrasi reseptor hormon, dan hormon LH
(Luteinizing Hormone) dan FSH (Follicular Stimulating Hormone)
yang secara tiba-tiba meningkat pada saat sebelum dan selama
menopause, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
nondisjunction.

3. Gambaran Klinis
Beberapa individu memiliki sebagian besar gambaran klinis
dibawah ini, sementara lainnya hanya menunjukkan beberapa gambaran
klinis saja. Gambaran klinis penderita sindrom Down, yaitu mata sipit
dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds), mulut
yang mengecil dengan lidah besar sehingga tampak menonjol keluar
(macroglossia), bentuk kepala yang relatif lebih kecil dibandingkan
dengan orang normal (microchephaly), rajah telapak tangan yang
melintang lurus/horizontal (simian crease), penurunan tonus otot
(hypotonia), jembatan hidung datar (depressed nasal bridge), bertubuh

11
pendek, gangguan pendengaran, dagu yang lebih kecil (micrognatia), dan
gigi lebih kecil dari normal (microdontia).

Tabel 2.1 Prevalensi gangguan kesehatan pada anak dengan sindrom Down.
Masalah Kesehatan Prevalensi (%)
Kelainan jantung bawaan 44-58
Gangguan penglihatan 38-80
Gangguan pendengaran 38-78
Obstructive sleep apnoea syndrome 57
Wheezing airway disorders 30-36
Kelainan gastrointestinal bawaan 4-10
Coeliac disease 5-7
Obesitas 30-35
Transient myeloproliferative disorder 10
Gangguan tiroid 28-40
Atlanto-axial instability 10-30
Anomali traktus urinarius 3.2
Masalah kulit 1.9-39.2
Masalah kebiasaan 18-38

4. Tatalaksana
Anak dengan sindrom down (SD) memiliki kelainan bawaan
multipel dan mengalami retardasi mental. Kelainan bawaan menyebabkan
gangguan pada kesehatan dan pertumbuhan anak SD. Dibutuhkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berkala oleh tenaga medis
profesional, untuk memantau dan menjaga kesehatannya. Selain
pemeliharaan kesehatan, anak SD perlu diberi latihan dan terapi dini agar
mampu melakukan pekerjaan sehari-hari dan dapat beradaptasi dengan
lingkungannya. Oleh sebab itu, dibutuhkan bantuan keluarga, teman, dan
masyarakat untuk mendukung perkembangan mental anak SD. Perlu
kerjasama yang baik dari berbagai pihak demi tercapainya kondisi
kesehatan, pertumbuhan, dan perkembangan yang baik pada anak dengan
SD.
Program Intervensi Dini

Program intervensi dini adalah program sistematis yang berisi


terapi, latihan, dan aktivitas yang dirancang untuk menangani

12
keterlambatan perkembangan dan meminimalkan dampak negatif
keterlambatan itu sendiri yang dialami anak dengan SD atau cacat lain.
Program intervernsi dini umumnya terdiri dari terapi bicara dan bahasa,
terapi fisis, dan terapi okupasi.

II. SPEECH DELAY


1. Berbicara dan berbahasa pada anak

Komunikasi merupakan suatu cara yang digunakan oleh manusia


untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam bentuk bahasa.
Komunikasi tersebut terjadi secara verbal maupun nonverbal, yaitu dengan
tulisan, bacaan dan tanda atau symbol. Berbahasa itu sendiri merupakan
proses yang kompleks dan tidak terjadi begitu saja. Setiap individu
berkomunika lewat bahasa memerlukan proses yang berkembang dalam
tahap-tahap usianya.
Berbahasa dan berbicara pada anak adalah dua hal yang berbeda.
Hurlock (1978) mendefinisikan bahasa adalah seluruh sarana untuk
berkomunikasi dengan menyimbolkan pikiran dan perasaan yang
disampaikan kepada orang lain, dapat melalui tulisan, bicara, bahaya isyarat
ekspresi muka, dan lain sebagainya. Sedangkan bicara adalah salah satu
bentuk bahasa yang menggunakan kata-kata dan artikulasi dalam
penyampaian maksudnya. Bicara adalah alat komunikasi yang paling penting
dan luar penggunaannya.Dalam berbicara banyak keterampilan yang
dilibatkan, diantaranya keterampilan mental motoric dimana anak belajar
mengeluarkan berbagai macam suara dan mengaitkan bentuk suara tersebut
terhadap sebuah benda. Berbicara yang baik adalah, ketika anak dapat
mengaitkan kata yang dia ucapkan dengan benda yang benar dan ketika anak
melafalkan kata-kata tersebut orang lain tau maknanya. Ketika belajar
berbicara, anak akan melewati beberapa proses. Proses yang pertama belajar
mengucapkan kata, diikuti proses membangun kosa kata, dan terakhir
membangun kalimat.
Ada enam hal penting yang mempengaruhi anak ketika belajar berbicara;
a) Kesiapan fisik untuk berbicara. Ketika anak lahir secara fisik belum mampu
langsung berbicara karena kecilnya saluran bicara, datarnya langit-langit
mulut dan terlalu besarnya lidah untuk berbicara. Sebelum semua kemampuan

13
ini berkembang dan matang, syaraf dan mekanisme anak tidak akan dapat
menghasilkan suara atau bunyi yang dibutuhkan.
b) Kesiapan mental untuk berbicara. Kesiapan anak untuk berbicara tergantung
kematangan otak yang biasanya matang pada saat anak berusia 12 – 18 bulan.
c) Adanya model yang baik untuk ditiru. Model amat penting karena anak akan
belajar pelafalan kata dan kemudia akan dikembangkan dan ditiru
penggunaannya. Tidak ada model yang baik tentu dsaja akan menyulitkan
anak dan hasil bicara anak akan menjadi kurang maksimal.
d) Kesempatan untuk berpraktek. Tidak adanya kesempatan anak untuk
mempraktekan bahasa akan membuat anak marah dan frustasi yang kemudian
juga berpengaruh pada faktor yang kelima, motivasi.
e) Motivasi. Anak akan termotivasi untuk menggunakan bahasa ketika anak
tidak memerlukan bahasa untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
f) Bimbingan. Bimbingan agar anak dapat berbicara dengan baik dapat
dilakukan dengan cara menyediakan model yang baik, menggunakan kata-
kata yang diucapkan secara perlahan-lahan agar anak mudah memahami dan
yang terakhir memberi penguatan dengan cara mengkoreksi kesalahan bicara
anak.

2. Anatomi dan proses berbahasa


Pusat bahasa terletak pada hemisfer dominan otak. Pengguna tangan kanan
memiliki hemisfer dominan di sisi kiri, sedangkan pengguna tangan kiri adalah
sebaliknya. Disisi lain, hemisfer non-dominan turut berperan dalam membentuk
komunikasi yang efektif terutama untuk memahami apa yang dikatakan oleh
orang lain.
Berikut ini adalah bagian dari otak yang berperan penting dalam proses bahasa
yaitu:
Korteks
- Korteks auditori
Korteks auditori primer (AI; area 41) terdapat pada girus temporalis
transversal, memanjang hingga fissure lateralis. Girus ini terletak pada
bagian atas dari girus temporalis superior. Area ini dikelilingi oleh area
auditori asesorius (AII; area 42). Area inilah yang berperan dalam
interpretasi bunyi. Pada hemisfer dominan, korteks yang mengelilingi

14
korteks auditori (area 22) berperan untuk memahami bahasa. Area inilah
yang dinamakan area Wernicke.
- Korteks visual
Korteks visual primer (VI; area 17) yang juga disebut sebagai korteks
striata, mengelilingi sulkus kalkarina. Area ini memiliki lapisan granuler
dengan neuron yang padat, disebut sebagai kolumna okuler dominan.
Makula, bagian paling sensitif dari retina, direpresentasikan pada ujung
posterior lobus oksipital. Bagian atas dari pandangan diproyeksikan pada
bagian bawah korteks striata. Area kortikal yang mengelilingi korteks
visual primer disebut sebagai area visual asesorius (V2. V3; area 18 dan
19), yang berguna untuk mengenali bentuk. Terdapat aspek tambahan pada
fungsi visual yang direpresentasikan pada region lain korteks yang
berdekatan seperti V4 untuk pengenalan warna, serta V5 untuk pengenalan
gerakan.
- Korteks motorik
Korteks motorik primer (MI; area 4) teletak pada girus precentralis.
Daerah inilah lokasi mayoritas traktus kortikospinalis, banyak serat
kortikobulbar, terutama yang mengatur nervus kranialis motorik. Bagian
otak inilah yang berperan dalam pergerakan otot-otot seperti otot wajah,
rahang, dan lidah yang penting saat berkomunikasi.

2. Pusat bahasa

15
Gambar 1. Area Broca dan Wernicke
- Area Broca
Terletak di dasar korteks motorik. Area ini berperan dalam mengatur pola
artikulasi dari bahasa serta mengatur korteks motorik ketika kita hendak
berbicara. Area Broca juga berperan dalam pembentukan kata-kata serta
kalimat.
- Area Wernicke
Terletak dekat bagian posterior korteks auditori. Area inilah yang
diperlukan untuk memahami kata serta pemilihan kata ketika membentuk
kalimat. Area Wernicke dan Area Broca terhubung oleh bundel serabut
saraf yang disebut Fasciculus Arcuatus. Seperti Corpus Callosum, serabut
saraf ini memungkinkan kedua struktur ini untuk saling berbagi informasi.
Pusat bahasa yang terakhir adalah girus angularis. Area ini terletak
diantara area Wernicke dan korteks visual, yang mengubah stimulus visual
menjadi stimulus auditori dan sebaliknya, sehingga memungkinkan kita
untuk mencocokan kata yang diucapkan dengan benda yang mau
dideskripsikan. Kemampuan ini sangat penting dalam kapasitas manusia
untuk membaca dan menulis.

Secara singkat, proses pembentukan suatu kata verbal adalah sebagai berikut

Area Wernicke  Fasciculus Arcuatus  Area Broca  Korteks Motorik

Untuk menyebut sebuah kata, awalnya seseorang akan memilih kata-kata yang
tersimpan pada otak. Proses dalam mengakses inilah yang mengaktivasikan area
Wernicke, termasuk mengidentifikasikan arti dari kata tersebut, bagaimana cara
menyebut kata tersebut, dan seterusnya. Informasi fonetik dari kata tersebut
(bagaimana cara menyebutnya) akan dikirimkan ke area Broca melewati
fasciculus arcuatus. Area Broca akan menentukan kombinasi dari otot artikulasi
manakah yang diperlukan untuk memproduksi setiap suara pada kata, serta
mengirimkan signal ke korteks motorik untuk menggerakan otot tersebut.

16
1. Proses Membaca
Proses membaca melibatkan struktur pada otak yaitu:

Korteks Visual  Girus Angularis  Area Wernicke

Untuk membaca sebuah kata, pertama-tama stimulus harus ditangkap ke korteks


visual lewat mata. Girus angularis akan mengkaitkan stimulus berupa bacaan ke
kata-kata yang tersimpan pada otak, dan mengirimkan informasi tentang kata
tersebut ke area Wernicke. Area Wernicke akhirnya menginterpretasi hasil
tersebut dan memberikan arti dari kata yang dibaca.

2. Proses Pengulangan Kata


Proses pengulangan kata melibatkan struktur pada urutan berikut:

Korteks Auditori  Area Wernicke  Area Broca  Korteks Motorik

Stimulus akan dibawa ke korteks auditori lewat telinga. Area Wernicke diaktivasi
ketika kata yang didengar sesuai dengan kata yang sudah tersimpan di otak.
Setelah itu, area Wernicke akan menginterpretasikan arti dari kata tersebut dan
mengirimkan informasi fonetik akan kata tersebut ke area Broca, yang akhirnya
memberi perintah korteks motoric untuk menggerakan otot-otot artikulasi.

3. Perkembangan Kemampuan Berbahasa


Kemampuan Berbahasa Reseptif
Perkembangan bahasa melibatkan interaksi kompleks antara faktor
biologis dan lingkungan. Anak pada umumnya memiliki kemampuan dasar
yang diperlukan untuk mempelajari bahasa yaitu kapasitas mendengarkan
bunyi, mengenal pembicaraan, serta lebih memilih suara manusia
dibandingkan dengan lainnya. Proses pembentukan suara pada anak akan akan
menjadi dasar dari komunikasi oral dan persepsi akan suara ini akan menjadi
lebih spesifik dan efisien 1 tahun setelah anak tersebut lahir.
Pada usia 6 bulan, anak akan belajar untuk mengenali namanya sendiri,
sehingga anak tersebut akan merespon apabila dipanggil oleh orang lain.

17
Pada usia 8 bulan, anak mulai mengenal sebuah kata lewat pecahan
suku kata. Kapasitas ini sangat penting sebagai awal mula dari pengenalan
suatu kata, pengertian, serta produksi dari kata tersebut.
Pada usia 9 bulan, anak akan mulai mengenal kata spesifik yang
menjadi bagian dari rutinitas seperti “daa daa”. Sejak tahap inilah
pembentukan kata baru akan meningkat secara pesat, sehingga pada usia 15
bulan anak tersebut akan mengenali 150-200 kata. Tipikal anak-anak akan
mulai mengerti lebih banyak kata terlebih dahulu sebelum bisa
mengekspresikannya pada awal mula proses pembentukan bahasa.
Kemampuan Berbahasa Ekspresif
Perkembangan berbahasa awalnya dimulai dari pembentukan suara
vocal pada bulan-bulan pertama setelah dilahirkan (cooing) dan pembentukan
suara konsonan-vokal (babbling) pada bulan ke 6. Pembentukan sebuah kata
dimulai pada bulan ke 9-15, dan akhirnya menggabungkan beberapa kata
untuk berkomunikasi terjadi pada bulan ke 18-24. Pada usia 3 tahun, anak
sudah harus membentuk kalimat dari 3 kata yang berhubungan, dengan kata-
kata baru mencapai 1000 kata. Pada masa ini anak masih ditemukan kesulitan
dalam menyebut kata yang memiliki huruf /r/, /l/, /z/ dan pada usia 4 tahun
akhirnya anak tersebut dapat berbicara dalam kalimat, mengemukakan
pengalamannya, serta terlibat dalam percakapan.
Selain berbicara, anak juga membentuk gestur komunikasi seperti
menunjuk, memperlihatkan, dan memberikan sesuatu yang muncul pada usia
9 bulan.
Hal yang perlu dimiliki seorang anak dalam menggembangkan skill ini
adalah:
 Konsentrasi : dapat melakukan sesuatu tanpa terganggu oleh hal
sekitar.
 Pre-language skills : gestures, facial expressions, imitation, eye
contact
 Social skills : kemampuan untuk ingin berkomunikasi dengan
lingkungan sekitar
 Play skills : kemampuan untuk melkukan aktivitas yang dimotivasi
dengan sendirinya

18
Berbicara merupakan suatu manifestasi dari berbahasa yang berupa
penggunaan suara, sistem pernafasan, laring, dan sistem oral yang berperan
dalam menghasilkan suatu suara.
Pada umumnya perkembangan anak pada setiap anak berbeda beda,
ada yang terlambat dan ada yang berkembang sesuai dengan umurnya, ada
kemungkinan anak yang terlambat dalam perkembangannya, tabel dibawah
berikut menjelaskan gambaran prkembangan anak pada umumnya dan
warning sign pada setiap batasan umur.
Berikut ini adalah tabel milestone kemampuan berbahasa reseptif dan
ekspresif yang dicapai oleh anak:
Usia Reseptif Ekspresif
- Dapat menyadari adanya
suara
- Memiliki kecenderungan
untuk mendengar suara
orang tua
Lahir sampai 3 - Dapat menangis
- Menyadari adanya suara
bulan - Menirukan suara
dengan menggerakkan
mata atau kepala
- Berkedip atau menangis
bila mendengar suara
yang keras
- Dapat melokalisasi suara
- Memberi respon pada
perubahan emosi atau - Dapat menyebutkan
nada satu suku kata (/p/, /b/,
3 – 6 bulan
- Menikmati mainan yang /d/, /m/)
dapat menghasilkan suara
- Memberi respon ketika
nama disebut
- Dapat melihat ke anggota - Dapat menyebutkan
6 – 9 bulan keluarga yang namanya satu rangkaian suku kata
disebut dengan intonasi

19
- Mengerti kata-kata dan - Menggunakan “mama”
nama dari sebuah gambar dan “papa” dengan tidak
- Mengerti konsep dasar spesifik
seperti “tidak”, “iya”,
“selamat tinggal”
- Dapat mengerti isyarat
- Menyebutkan “mama”
verbal sehari-hari
dan “papa” dengan
(misalnya “cilukba”)
spesifik
- Dapat mengerti arti kata
- Menunjuk dengan jari
9 – 12 bulan untuk beberapa benda
telunjuk
yang umum
- Menggunakan gestur
- Melihat ketika namanya
untuk berkomunikasi
dipanggil
- Menggunakan 1-2 kata
- Memahami  70 kata
- Dapat mengikuti 1
langkah arahan
- Dapat menganggukkan - Dapat menganggukkan
kepala sesuai keadaan kepada sesuai keadaan
12 – 15 bulan
- Dapat menunjuk bagian - Dapat menggunakan 3-
tubuh yang disebutkan 6 kata
- Dapat menyerap berbagai
kosakata dengan cepat
- Mengulang kata-kata
- Dapat mengerti “saya” - Berkata “tidak”
dan “kamu” - Menggunakan 5-50 kata
- Dapat menunjuk benda - Menggunakan kata-kata
15 – 18 bulan
atau gambar untuk meminta sesuatu
- Mengerti nama-nama yang diinginkan
benda yang umum - Mempelajari kata-kata
baru setiap minggunya
- Dapat mengikuti 2 - “Ledakan” bahasa
18 – 24 bulan
langkah arahan dimana anak dapat

20
- Dapat mengerti cerita mempelajari kata-kata
sederhana yang baru setiap hari
dibacakan - Dapat menggunakan
kalimat dengan 2 kata
- Mengerti sekitar 200
kosakata
- Kemampuan berbahasa
 50%
- Mengerti “kamu”, “saya”,
- Pengulangan kata dan
“milik saya”
kalimat berkurang
- Mengerti beberapa kata
- Menggunakan kalimat
yang menggambarkan
24 – 30 bulan dengan 2-3 kata
posisi (“di atas”, “di
- Menanyakan
bawah”, “di samping”)
pertanyaan sederhana
- Mengidentifikasi benda
- Ikut bernyanyi
berdasarkan fungsinya
- Dapat menjawab
- Dapat mengikuti 2-3
pertanyaan
langkah arahan
- Dapat membantu
- Mengerti benda atau
menceritakan cerita
gambar umum yang
sederhana
ditunjuk
30 – 36 bulan - Memiliki 900-1000
- Dapat menunjuk
kosakata
beberapa aktivitas dalam
- Menggunakan kalimat
gambar
dengan 3-5 kata
- Mengidentifikasi
- Kemampuan berbahasa
berbagai warna
 75%
- Mendengarkan cerita
- Menggunakan kalimat
yang lebih banyak atau
dengan 5-6 kata
percakapan yang lebih
36 – 48 bulan - Dapat menyebutkan
panjang
nama, usia dan jenis
- Dapat menunjuk benda
kelamin
sesuai kategori

21
- Mengerti konsep dari - Menceritakan
ukuran dan jumlah pengalaman
- Mengerti kalimat yang - Kemampuan berbahasa
menujukkan masa lampau mencapai 100%
- Menggunakan kalimat
kompleks dan detail
- Menggunakan kalimat
masa lampau dan masa
48 – 60 bulan
depan
- Menceritakan cerita
panjang dan bertahan
pada topik tertentu

Tabel 1. Milestone sesuai usia dalam berbahasa reseptif dan ekspresif

4. Speech Language Delay


Kemampuan berbicara dan berbahasa merupakan kegiatan yang
dinamis dan juga berfungsi sebagai indikator yang baik untuk meninjau
perkembangan anak Anak-anak yang mengalami gangguan speech language
delays memiliki kesulitan dalam mengungkapkan atau mengekspresikan
keinginannya. Permasalahan yang sering dihadapi orang tua adalah
mengatakan bahwa anaknya terihat dapat mengerti perkataannya namun
kesulitan dalam berbicara. Kebanyakan anak yang memiliki kesulitan dalam
berbicara atau mengungkapkan keinginannya pada akhirnya dapat mengikuti
ketertinggalannya, namun pada anak yang terus menerus kesulitan dalam hal
ini dapat didiagnosis sebagai speech language delays yang dapat disebabkan
oleh banyak hal seperti gangguan pendengaran gangguan oral, gangguan
mental dan lain sebagainya. Pada dasarnya 75% pengetahuan di masa kanak-
kanak didapatkan melalui pendengaran. Kemampuan anak dalam belajar
berbicara didapatkan melalu pendengaran. Untuk dapat berbicara, anak harus
bisa mendengarkan dengan baik, dan kemudian mengikuti suara yang dia
dengar. Ada beberapa hal yang perlu diketehaui terkait dengan speech
language delays yaitu :

22
 Mayoritas laki-laki
 Dapat diturunkan dari orang tua yang memiliki gangguan berbicara
 Gangguan fungsi oral dan gangguan makan pada anak sering ditemukan
 Interaksi orang tua dengan anak kurang
 Perubahan perilaku pada anak
 Anak-anak meggunakan komunikasi non verbal lebih sering

Etiologi
1. Spesifik
a. Spesific Language Impairment

Keterlambatan dalam menguasai kemampuan berbahasa tanpa adanya


ketulian pada anak. Hal ini mengenai 7-8% anak pada umumnya. Untuk
penyebab hal ini maih tidak diketahui namun ada kaitan yang kuat dengan
kelainan genetik berdasarkan penelitian terdapat mutasi dari gen di
kromosom 6 yang disebut KIAA0319, anak yang mengalami SLI biasanya
memiliki kerabat yang memiliki keluhan yang sama sehingg penting untuk
klinisi menanyakan mengenai riwayat keluarga.
Pada anak dengan SLI biasanya akan berbicara dengan sendirinya
namun bila dibandingkan dengan anak lain, anak dengan SLI akan
mengalami keterlambatan. Untuk mendiagnosis anak dengan SLI dapat
dilakukan anamnesis kepada orang tua, biasanya orang yang sadar pertama
kali adalah orang tua atau guru sehingga menanyakan mengenai
bagaimana anak tersebut disekolah menjadi penting. Untuk tatalaksana
biasanya anak akan diberikan pelajaran khusus atau disarankan untuk
memberikan perhatian lebih pada anak oleh orang tua sehingga anak akan
lebih terstimulus dalam mencoba mengucapkan kata.
Berikut ini adalah tabel yang memuat Indikator Resiko (Paul, 2007),

23
24
b. Global Development Delay

yang dimaksud dengan dengan hal ini adalah gangguan menyeluruh dalam
perkembangan anak yang memperngaruhi berbagai aspek. Pada dasarnya
kemampuan tumbuh kembang anak dapat di prediksi sesuai umur pada
umumnya, bila dikatakan mengalami kemunduran dalam tumbuh
kembang ini bila tumbuh kembang anak terlambat dari umur yang
seharusnya. Seorang anak dikatakan mengalami GDD apabila tidak
mencapai 2 hal dalam bidang dibawah ini :
 Motor skills : gross motor skill seperti duduk dan berguling, fine
motor skill sperti mengambil barang.
 Speech and language : babbling, meniru kata, mengenali suara.
 Cognitive skill : kemampuan belajar, memproses informasi,
mengingat hal.
 Social and emotional skill : berinteraksi dengan orang lain

c. Articulation or Phonological Disorder

Artikulasi merupakan kemampuan dalam mengucapkan huruf


konsonan dan huruf vokal hal ini dapat diakibatkan karena kelemahan
pada otot-otot yang memproduksi suara. Fonologikal merupakan
kemampuan dalam menyusun kata sehingga kata tersebut dapat memiliki
kesinambungan dan dapat dimengerti. Ganguan artikulasi menyebabkan
anak kesulitan memproduksi suara, atau dapat terjadi kesalahan dalam
memproduksi suara. Sedangkan gangguan fonologikal adalah gangguan
dari pola produksi suara, biasanya anak kesulitan menghasilkan suara yang
dibentuk di bagian belakang mulut seperti huruf “K”.
Sebagian besar gangguan suara bicara tidak diketahui
penyebabnya. Kelainan suara bicara dapat disebabkan oleh masalah fisik
seperti; gangguan perkembangan (autism), gangguan genetic (Down
Syndrome), tuli, sakit, atau gangguan neurologi (cerebral palsy). Anak
yang mengalami infeksi telinga berulang ketika kecil beresiko mengalami
gangguan suara bicara jika infeksi telinga disertai dengan penurunan
pendengaran.

25
Gangguan artikulasi meiputi masalah membuat suara. Suara bisa
diganti, dihilangkan, ditambahkan atau dirubah. Kesalahan ini dapat
membuat orang sulit untuk memahami. Anak sering membuat kesalahan
dalam berbicara. Misalnya mereka membuat huruf “w” untuk suara “r”
(misalnya “wabbit” untuk “rabbit”) atau mungkin menghilangkan kata
seperti “nana” untuk “banana”. Anak mungkin memiliki gangguan
artikulasi jika kesalahan ini terus ada sampai melewati usia yang
diharapkan. Aksen atau logat perlu diperhatikan dalam hal ini.
Gangguan proses fonologi melibatkan kesalahan pola suara.
Misalnya, mengganti suara yang dibuat dibagian belakang mulut seperti
“k” dan “g” dengan kata di depan mulut seperti “t” dan “d” (misalnya
mangatakan “tup” untuk “cup” atau “das” untuk “gas”). Aturan lain dari
bicara adalah beberapa konsonan mulai dengan dua konsonan, seperti
broken atau spoon. Ketika anak tidak mengikuti aturan ini dan hanya
mengucapkan satu kata (“boken” untuk “broken” atau “poon” untuk
“spoon”), ini membuat pendengar menjadi lebih sulit untuk mengerti.
Sementara itu, umumnya anak-anak menghilangkan salah satu kata dalam
belajar bicara, namun tidak diharapkan didapati ada anak yang lebih tua.
Jika anak terus menunjukan penurunan klaster tersebut, ia mungkin
memiliki gangguan proses fonologis.
Dalam mendiagnosis diperlukan kemampuan khusus dalam
membedakan kedua gangguan tersebut, dan memeriksa meknisme cavum
oral dan memastikan apakah fungsi oral dalam batas normal. Dan
memastikan hal ini bukanlah aksen dari anak tersebut
Penanganan gangguan ini adalah dengan menunjukan bagaimana
mengucapkan kata-kata dengan benar, belajar mengenali mana suara yang
benar dan salah, dan berlatih berbicara dalam kata-kata yang berbeda.
Penanganan proses fonologi melibatkan mengajar aturan berbicara kepada
individu untuk membantu mereka mengucapkan kata-lata dengan benar.

d. Fluency Disorder (Stuttering)


Gagap mempengaruhi kelancaran berbicara. Ini dimulai sejak
masa kanak-kanak dan dalam beberapa kasus berlangsung seumur hidup.
Kelainan ini dikarateristikan dengan gangguan dalam produksi suara

26
bicara, kelainan ini juga disebut “disfluencies”. Umumnya orang
menghasilkan ketidaklancaran dari waktu ke waktu. Misalnya, beberapa
kata diucapkan berulang dan lainnya diawali dengan “um” atau “uh”.
Disfluencies bukan merupakan masalah, namun, hal ini dapat
mengganggu komunikasi jika seseorang mengucapkannya terlalu banyak.
Penyebab pasti gagap tidak diketahui. Penelitian terbaru
mengemukakan bahwa genetic memainkan peran dalam kelainan ini. Pada
beberapa orang peristiwa hidup dianggap memicu gangguan kefasihan ini.
Antara usia 2-5 tahun anak belajar banyak aturan tata bahasa Saat mulai
belajar berbicara satu atau dua kata kelainan ini tidak kita jumpai. Namun,
bila sudah dilanjutkan pada kalimat yang lebih panjang anak mungkin
mengalami kesulitan dan ketidaklancaran dalam bicara. Setelah itu, faktor
lain dapat menyebabkan anak menjadi semakin mengalami
ketidaklancaran berbicara. Misalnya, anak yang mudah frustasi mungkin
lebih cenderung untuk mengencangkan atau menegangkan otot bicara dan
kegagapan terjadi. Tekanan dapat meningkatkan lamanya ketidaklancaran
ini. Respon pendengaran untuk orang yang gagap (menggoda) dapat
memperburuk keadaan ini. Reaksi orang yang gagap berbeda-beda
terhadap respon pendengar terhadap dirinya. Adanya yang meresponnya
secara minimal, ada yang merespon hal tersebut yang membuatnya
menjadi malu dan cemas, hal ini dapat memperburuk keadaanya.
Sebagian besar kasus, gagap memiliki dampak dalam beberapa
aktifitas harian. Aktifitas spesifik yang menjadi tantangan berbeda setiap
individu. Bagi sebagian orang, kesulitan berkomunikasi hanya terjadi
selama aktivitas tertentu, misalnya, berbicara di telepeon atau di kelompok
besar. Orang dengan keadaan ini sangat memikirkan bagaimana reaksi
orang terhadap keadaanya, sehingga kadang mereka menyembunyikan
ketikdaklancaran bicara mereka, berpura-pura lupa apa yang ingin
dibicarakan, atau berhenti untuk berbicara, dan kadang mereka tidak
dilibatkan dalam kegiatan karena gagap.
Ditandai dengan dua hal primer dan sekunder. Perilaku primer
termasuk pengulangan suara, suku kata, atau seluruh kata, perpanjangan
dalam penyebutan satu kata. Untuk perilaku sekunder termasuk
didalamnya adalah gangguan periaku seperi kontak mata berkurang,

27
berkedip berlebihan. Hal ini sering disalahartikan dengan normal
disfluensi yang hilang seiring berjalanya waktu. Pada beberapa orang
keadaan ini dapat menyebabkan seseorang menjadi dangat tegang ketika
berbicara, atau kehabisan kata-kata untuk bicara. Perbicaraannya bisa saja
berhenti tiba-tiba atau diblokir.
Identifikasi gagap pada idividu mungkn terlihat seperti hal yang
mudah. Ketidak lancaran sering menonjol dan mengganggu komunikasi
seseorang. Pendengar biasanya dapat mendeteksi seseorang gagap.
Beberapa karateristik bicara tergagap tidak mudah dideteksi oleh
pendengar, sehingga butuh evaluasi dari SLP. Selama evaluasi, SLP akan
mencatat jumlah dan jenis ketidaklancaran yang dihasilkan seseorang
dalam berbagai situasi. Selain itu perlu diperhatikan usia dan riwayat
kehidupan orang tesebur. Selain itu perlu ditentukan sejauh mana hal ini
mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan aktivitas dan
berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari.
Pada anak-anak perlu dipresiksi juga apakah hal ini akan berlanjut.
Evaluasi dilakukan dengan serangkaian test, observasi, dan wawancara
yang dirancang untuk memperkirakan resiko anak untuk terus gagap.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah riwayat kegagapan dalam
keluarga, gagap berlanjut selama 6 bulan atau lebih, adanya gangguan
bicara atau bahasa lainnya dan ketakutan atau kekhawatiran mengenai
gagap Tidak ada faktor tunggal yang digunakan untuk memprediksikan
apakah kegagapan akan berlanjut. Kombinasi dari faktor-faktor ini dapat
membantu. Dampak dari kegagapan ini dalam kemampuan komunikasi
dan partisipasi harus dievaluasi juga. Informasi dari evaluasi yang
dilakukan digunakan untuk mengembangkan program terapi spesifik,
dirancang untuk: membantu orang berbicara lebih lancar, berkomunikasi
lebih efektif dan berpartisipasi lebih dalam aktifitas kehidupan.
Sebagian besar program terapi untuk orang dengan kegagapan
adalah “perilaku”. Ini dirancang untuk mengajarkan kemampuan spesifik
perorang atau perilaku yang meningkatkan komunikasi oral. Mereka harus
diajarkan untuk mengontrol dan atau memonitor rata-rata yang mereka
ucapkan. Sebagai tambahan, orang dapat belajar untuk mulai
mengucapkan kata-kata dengan sedikit lebih lambat dan mengurangi

28
ketegangan fisik. Mereka juga dapat belajar untuk mengontrol atau
memantau nafas mereka. Ketika belajar untuk mengendalikan laju bicara,
orang sering mulai dengan berlatih secara halus, berbicara fasih dengan
laju yang jauh lebih lambat dari bicara pada umumnya, menggunakan
frase dan kalimat yang pendek. Seiringi berjalannya waktu, orang akan
berbicara secara halus namun lebih cepat, dalam kalimat, dan dalam situasi
yang lebih menantang sampai bicara menjadi lebih baik dan alami.

e. Selective Mutism
Selective mutism (elective mutism) sering terjadi pada masa kanak-
kanak. Anak-anak dengan kondisi ini tidak berbicara pada situasi tertentu,
seperti di sekolah, tapi berbicara di waktu lainnya, seperti rumah atau
dengan teman. Kelainan ini biasanya mulai sebelum usia 5 tahun.
Biasanya disadari saan anak mulai bersekolah. Anak dengan kelainan ini
memiliki atau mengalami gangguan kecemasan, masalah batin mengenai
diri atau harga diri, dan masalah bicara, bahasa dan pendengaran.
Berdasarkan DSM-5 anak dengan gangguan ini jarang, kurang dari 1%.
Gejalanya sebagai berikut;
- Gagal secara konsisten untuk berbicara dalam kondisi sosial yang
spesifik dan mampu berbicara dalam kondisi yang berbeda.
- Tidak ikut berbicara dalam sekolah atau tempat kerja, atau dengan
komunikasi sosial
- Berlangsung setidaknya 1 bulan (tidak berbatas pada bulan pertama
sekolah)
- Gagal untuk berbicara, tidak berhubungan dengan pengetahuan atau
kenyamanan,dengan bahasa lisan dalam situasi sosial.
- Tidak berhubungan dengan gangguan komunikasi (misalnya gagap).
Tidak terjadi secara eksklusif selama gangguan spectrum autism,
skisofrenia, atau gangguan psikotik lainnya).
Anak dengan selective mutism juga dapat menunjukan; gangguan
cemas (fobia sosial), rasa malu yang berlebihan, takut malu secara sosial,
dan isolasi sosial serta penarikan diri.
Anak dengan kondisi ini perlu dibawa ke SLP, serta dokter
pediatric atan psikiatrik maupun psikolog. Dalam mendiagnosis perlu

29
ditanyakan riwayat latar belakanya, riwayat belajarnya, skrining
pendengaran, penilaian motoric oral, wawancara orang tua atau pengasuh,
dan evaluasi bicara dan bahasa.
Intervensi diberikan sesuai dengan kebutuhan anak dan orang tua.
Program terapi perilaku meliputi;
- Stimulus fanding: melibatkan anak dalam situasi yang rileks dengan
seseorang yang mereka dapat bicara dengan bebas, kemudian libatkan
orang baru dalam ruangan
- Shaping: menggunakan pendekatan terstruktur untuk memperkuat
semua upaya anak untuk berkomunikasi (misalnya gerakan
mengucapkan atau berbisik) sampai bicara terdengar tercapai.
- Self-modeling technique: membiarkan anak menonton video dirinya
melakukan perilaku yang diinginkan (misalnya berkomunikasi secara
efektif di rumah) untuk memfasilitasi rasa percaya diri dan terbaw
aperilakunya ke dalam kelas.
Jika ada masalah biacara dan bahasa maka yang dilakukan adalah:
menargetkan masalah yang membuat perilaku bisu memburuk,
menggunakan kegiatan bermain peran untuk membantu anak memperoleh
rasa percaya diri untuk berbicara pada pendengar yang berbeda dan
bervariasi serta membantu anak yang tidak dapat berbicara karena merasa
suara mereka lucu.

f. Childhood Apraxia of Speech (CAS)


CAS meliputi apraxia bicara dengan penyebab neurologi umum
(stroke intrauterine, infeksi, trauma kepala), itu dapat terjadi sebagai tanda
primer atau sekunder untuk anak dengan gangguan neurobehavioral yang
kompleks (misalnya genetic, metabolic) atau itu tidak berhubungan
dengan gangguan neurologi umum atau gangguan neurobehavioral yang
kompleks. CAS adalah gangguan fungsi motorik berbicara, anak dengan
CAS akan kesulitan dalam mengucapkan suara, suku kata dan kata kata
namun hal ini tidak terdapat kelemahan otot atau paralisis dari otot, hanya
terjadi kesalahan pada otak dalam merencanakan pergerakan dari organ
berbicara, yang khas dalam kelainan ini adalah anak mengerti apa yang

30
ingin dia bicarakan namun kesulitan dalam mengordinasikan gerakan
organ berbicara
Tanda dan gejala pada setiap anak berbeda, gejala yang dituliskan
dibawah ini tidak semuanya dialami oleh anak, sehingga penting untuk
mengetahui permasalahan yang ada
Pada anak kecil :
 Tidak cooing or babbling
 Terlambat mengucapkan kata pertama
 Kesulitan dalam mengucapkan kononan dan huruf vokal
 Kesulitan dalam menggabungkan dua suara
 Mengganti suara yang sulit menjadi lebih mudah
 Kesulitan makan
Pada anak yang lebih tua :
 mengeluarkan suara yang eror
 dapat mengerti bahasa lebih dari yang dia bisa ucapkan
 kesulitan mengimitasi suara
 kesulitan mengucapkan frase yang panjang
 sulit dimengerti oleh orang lain.
Masalah lain yang berpotensi;
 Perkembangan bahasa yang terlambat
 Masalah bahasa ekspresif
 Kesulitan dalam gerakan atau koordinasi motoric halus
 Hipersensitif atau hiposensitif di mulut mereka
 Punya masalah ketika belajar membaca, mengucapkan, dan
menulis.
Cara mendiagnosis adalah terlebih dahulu harus menyingkirkan
adanya ketulian pada anak dengan melakukan pemeriksaan ke audiologis.
Selanjutnya dilakukan penilaian kemampuan motoric oral, melodi suara,
dan perkembangan suara bicara.
Penelitian menunjukan bahwa anak dengan CAS memiliki
keberhasilan terapi yang tinggi bila terapi sering diterima (3 – 5 kali per
minggu) dan terapi yang intensif. Anak yang sendiri saat terapi melakukan

31
lebih baik dibandingkan bila dalam grup. Ketika sudah ada kemajuan,
terapi kurangi durasinya, dan terapi grup menjadi alternative yang baik.
Fokus intervensi dari CAS adalah dalam meningkatkan pengurutan
rencana dan koordinasi dari gerakan otot untuk menghasilkan suara.
Desain pelatihan terisolasi untuk menguatkan otot oral tidak membantu
dalam berbicara. CAS merupakan gangguan koordinasi bicara, bukan
kekuatan. Untuk meningkatkan kemampuan bicara, anak harus
mempraktekan cara bicara. Namun, mendapatkan umpan balik dari
sejumlah alat indra, seperti menyentuh dan melihat (misalnya melihat
dirinya di cermin) sebaik umpan balik pendengaran, ini sering membantu.
Dengan umpan balik multi sensorik ini, anak dapat lebih dengan siapa
mengulang suku kata, kata-kata, kalimat, dan ucapan yang lebih panjang
untuk meningkatkan koordinasi otot dan pengurutan untuk berbicara.

32
Disartria adalah gangguan bicara motoric. Ini merupakan dampak
dari gangguan gerakan otot yang digunakan untuk memproduksi suara,
meliputi bibir, lidah, pita suara, dan atau diafragma. Tipe dan beratnya
disartria bergantung pada area sistem saraf mana yang mempengaruhi.
Disartria disebabkan oleh kerusakan pada otak Ini dapat terjadi
saat lahir, seperti pada cerebral palsy, distrofi muscular, atau mungkin,
atau pada kehidupan selanjutnya yang berhubungan dengan banyak
kondisi yang berbeda yang melibatkan sistem saraf, seperti; stroke,
kerusakan otak, tumor, penyakit Parkinson, penyakit Lou Gehrig’s atau
sclerosis amiotrofik lateral (ALS), penyakit Huntington, dan sclerosis
multiple. Tidak ada data yang mengemukakan insiden disartria pada
pupopulasi umum karena berbagai macam penyebab.
Berikut ini adalah tabel mengenai tipe disartria.

33
Diagnosis disartria atau kelainan bicara dan bahasa biasanya
dilakukan oleh speech-language pathologist (SLP). SLP atau dokter dapat
mengevaluasi orang dengan kesulitan bicara dan menentukan sifat dan
tingkat keparahan masalah. Evaluasi yang dilakukan adalah melihat
pergerakan bibir, lidah dan wajah, serta bantuan nafas untuk bicara dan
kualitas suara. Penilaian juga akan mencakup pemeriksaan proksi suara
dalam konteks yang bervariasi.
Terapi bergantung pada penyebab, tipe dan beratnya gejala. SLP
akan bekerja secara individu untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi. Beberapa tujuan yang mungkin untuk terapi adalah;
- Memperlambat kecepatan bicara
- Meningkatkan bantuan nafas sehingga dapat berbicara lebih keras
- Memperkuat otot
- Meningkatkan gerakan lidah dan bibir
- Meningkatkan produksi suara bicara sehingga berbicara menjadi lebih
jelas
- Mengajar pengasuh, anggota keluarga, dan guru strategi untuk
komunikasi yang lebih baik dengan orang yang disartria
- Dalam kasus yang berat, belajar menggunakan alternative komunikasi
yang baik (misalnya, gerakan sederhana, papan alphabet, atau
peralatan elektronik berbasis komputer).
Saran untuk orang disartria:
- Memperkenalkan topik dengan kata atau frasa yang singkat sebelum
mulai berbicara dalam kalimat yang lebih lengkap.
- Pastikan pendengar memahami anda.
- Berbicara perlahan dan keras, dan sering berhenti

34
- Cobalah untuk membatasi percakapan ketika anda merasa lelah untuk
berbicara. Saat lelah, pembicaraan anda sulit untuk dipahami.
- Jika anda menjadi frustasu, cobalah dengan metode lain, seperti
menunjuk atau isyarat, untuk menyampaikan pesan anda, atau
beristirahat dan cobalah lagi nanti.

Saran untuk pendengar;


- Kurangi gangguan dan kebisingan.
- Perhatikan orang yang berbicara.
- Biarkan mereka tahun jika anda sulit memahami mereka.
- Ulangi hanya bagian yang anda mengerti sehingga mereka tidak
mengulang seluruh pesan.
- Jika anda tetap tidak mengerti.. tanyakan pertanyaan ya atau tidak, atau
mintalah mereka menulis pesan untuk anda.

2. Pervasive
a. Autism Spectrum Disorder
Autisme adalah disabilitas perkembangan.(kecacatan). Kelainan
ini disebabkan oleh beberapa hal; masalah genetic atau sindrom, infeksi
berat yang mempengaruhi otak, atau terpapar toksin atau penyakit selama
kehamilan.
Anak dengan autism atau ASD, memiliki masalah sosial,
komunikasi dan bahasa. Mereka juga memiliki masalah pola perilaku yang
terbatas dan berulang-ulang, ketertarikan, atau aktivitas, seperti
membolak-balikan barang, echolalia, atau mencium atau menyentuh objek
secara berlebihan. Autisme dapat ringan dan berat. Semua anak dengan
autism tidak memiliki masalah yang sama. Mereka dapat memiliki
kemampuan sosial dan komunikasi dan perilaku umumnya sebagai
berikut;

Kemampuan Sosial Kemampuan Perilaku secara umum


Komunikasi
Kesulitan untuk: Masalah dalam: -Bermasalah dalam
mengubah aktivitasnya

35
-Memberikan fokus -Mengerti atau -Menepuk tangan,
dengan orang lain menggunakan gesture, diam, berputar atau
mengenai sebuah objek seperti menunjuk, menatap
atau pengalaman melambai, atau -Gelisah oleh suara
bersama untuk berbagi menunjukan barang tertentu
-Bermain dengan sesame pada orang -Menyukai sedikit jenis
atau bertukar mainan -Mengikuti petunjuk makanan
-Mengerti perasaan -Mengerti dan -Memiliki keterbatadan
-Membuat dan menggunakan kata-kata dan ketertarikan yang
mempertahankan teman -Melakukan percakapan tidak biasa: berbicata
-Belajar membaca atau hanya pada 1 topik atau
menulis. Atau mungkin hanya belihat ke 1
dia dapat membaca benda
namun tidak mengerti
arti (hiperleksia)

Dapat juga:
-Mengulang kata yang
baru didengar atau kata
yang didengar beberapa
hari atau minggu
sebelumnya (Echolalia)
-Berbicara dengan
sedikit ekspresi atau
menggunakan suara
nyanyian
-Menggunakan amukan
untuk mengatakan apa
yang diinginkan

Tidak ada pengobatan khusus autism. Dalam beberapa kasus,


medikasi dan restriksi diet dapat membantu mengontrol gejala. Intervensi
sebaiknya diberikan saat anak masih kecil. Intervensi awal dan program
presekolah sangat penting. Yang harus dievaluasi SLP harus lengkap

36
meliputi kemampuan sosial, komunikasi, bahasa dan perilaku. Terapi
dapat meliputi kombinasi pendekatan tradisional berbicara dan bahasa,
AAC, dan intervensi perilaku. Evaluasi pendengaran juga harus dilakukan.

b. Rett Syndrom
Sindrom Rett terjadi akibat kelainan genetik yang mempengaruhi
cara otak berkembang. Sindrom ini terjadi secara eksklusif pada anak
perempuan. Sindrom Rett mengakibatkan gejala mirip dengan autisme.
Banyak bayi dengan sindrom Rett berkembang secara normal pada
awalnya, tetapi perkembangannya sering terhambat pada saat mencapai
usia 18 bulan. Seiring waktu, anak-anak dengan sindrom Rett fungsi
motorik untuk menggunakan tangan, berbicara, berjalan, mengunyah dan
bahkan bernapas mereka tidak normal.
Sindrom Rett adalah gangguan perkembangan saraf dari substansia
grisea otak yang mempengaruhi perempuan lebih sering daripada laki-
laki. Fitur klinis termasuk tangan kecil dan kaki dan perlambatan laju
pertumbuhan kepala (termasuk microcephaly di beberapa). gerakan
tangan berulang, seperti meremas-remas dan / atau berulang kali
meletakkan tangan ke dalam mulut, juga mencatat. Orang dengan sindrom
Rett rentan terhadap gangguan pencernaan dan sampai 80% mengalami
kejang. Mereka biasanya tidak memiliki kemampuan verbal, dan sekitar
50% dari individu yang terkena tidak dapat berjalan . Scoliosis , kegagalan
pertumbuhan, dan sembelit sangat merupakan masalah umum yang
terjadi.
Gejala Sindrom Rett bervariasi dari anak ke anak. Beberapa bayi
menunjukkan tanda-tanda dari gangguan sejak lahir tanpa periode
perkembangan normal. Penderita lain memiliki gejala lebih ringan dan
dapat mempertahankan kemampuan untuk berbicara. Beberapa anak
bahkan mengalami kejang-kejang
Diagnosis RS klasik mengharuskan pasien memenuhi karakteristik
yang diperlukan, mendukung, dan eksklusif tertentu. Karena heterogenitas
sindrom, contoh atipikal atau varian dari penyakit ini dapat terjadi;
Kriteria utama dan mendukung untuk ini juga telah dirumuskan.

37
Sindrom Rett klasik Kriteria yang diperlukan untuk diagnosis RS
klasik adalah sebagai berikut:
- Prenatal ternyata normal dan periode perinatal
- Pengembangan tampaknya normal melalui setidaknya 5-6 bulan
pertama kehidupan
- Lingkar kepala normal saat lahir
- Perlambatan pertumbuhan kepala (umur, 3 bulan sampai 3 tahun)
- Hilangnya keterampilan yang diperoleh (umur, 3 bulan sampai 3
tahun), termasuk keterampilan yang dipelajari tujuan tangan, diperoleh
celoteh atau kata-kata belajar, dan kemampuan komunikatif
- Penampilan defisiensi mental yang jelas
- Penampilan berturut-turut dari stereotypies tangan intens, termasuk
meremas-remas tangan atau meremas; mencuci tangan, menepuk, atau
menggosok; dan mengucapkan tangan atau lidah menarik
- Kelainan gaya berjalan di antara gadis-gadis penyandang, termasuk
kiprah apraxia, dyspraxia, atau keduanya, serta dendeng ataksia
trunkal, dyspraxia tubuh, atau keduanya
- Diagnosis tentatif sampai individu tersebut berusia 2-5 tahun.

Kriteria pendukung untuk diagnosis RS klasik adalah sebagai berikut:

- Bernapas disfungsi, termasuk apnea periodik selama terjaga,


hiperventilasi berselang, nafas-memegang mantra, dan pengusiran
paksa udara atau air liur
- Kembung atau ditandai menelan udara
- Elektroensefalografik (EEG) kelainan, termasuk latar belakang lambat
bangun dan perlambatan berirama intermiten (3-5 Hz) dan pelepasan
epileptiform, dengan atau tanpa kejang klinis
- Epilepsi (berbagai bentuk kejang)
- Tanda-tanda Spastic, pengecilan otot kemudian, atau ciri-ciri distonik
- Gangguan vasomotor perifer
- Scoliosis neurogenic
- Kaki kecil dan dingin Hypotrophic
- Retardasi pertumbuhan

38
Pengobatan Sindrom Rett memerlukan pendekatan lintas disiplin,
termasuk perawatan medis yang teratur; fisik, okupasi dan terapi wicara,
dan akademis, sosial dan pelayanan kejuruan. Kebutuhan untuk tingkat
perawatan dan dukungan tidak berakhir sebagai anak-anak menjadi lebih
tua dan biasanya diperlukan sepanjang hidup. Pengobatan yang dapat
membantu anak-anak dan orang dewasa dengan Sindrom Rett meliputi:
terapi fisik dan wicara, konsultasi, dukungan gizi, obat-obatan dan
pemantauan jangka panjang.

Terapi fisik dan wicara meliputi;

 Terapi fisik dan penggunaan kawat gigi atau gips dapat membantu
anak-anak yang menderita scoliosis. Dalam beberapa kasus, terapi
fisik juga dapat membantu mempertahankan berjalan, keseimbangan
dan fleksibilitas, sementara terapi okupasi dapat memperbaiki
penggunaan tangan. Terapi wicara dapat membantu meningkatkan
kehidupan anak dengan mengajarkan cara-cara berkomunikasi
nonverbal.
 Terapi yang menunjang perbaikkan ambulasi, keseimbangan, dan
penggunaan tangan sangat penting.
 Splints tangan dan perangkat lain yang menurunkan stereotypies
tangan dapat membuat enderita RS lebih fokus dan dapat menurunkan
perilaku agitasi dan merugikan diri sendiri.
 Orthoses pergelangan kaki dan terapi fisik mungkin bermanfaat dalam
mengobati kaki berjalan yang dihasilkan dari nada kabel tumit
meningkat.
Musik, hidroterapi, hippotherapy (yaitu, menunggang kuda), dan pijat
kadang-kadang membantu. Kebutuhan lainnya termasuk dukungan
psikososial bagi keluarga dan penciptaan dan pelaksanaan rencana
pendidikan yang sesuai dengan sekolah. Orang tua mungkin
memerlukan bantuan dalam mengakses sumber daya masyarakat
untuk item (misalnya, kursi roda atau landai) dan layanan yang
memungkinkan perawatan di rumah pasien RS.

39
3. Condition
a. Hearing Impairment
Pada anak-anak, infeksi merupakan hal yag paing sering terjadi.
Sebagai contoh yaitu otitis media. Merupakan peradangan yang terjadi di
telinga tengah ditandai dengan penumpukan cairan yang seharusnya tidak
ada pada telinga tengah. Hal ini sering terjadi pada anak karena pada anak
anak tuba eustachois letaknya lebih horizontal dan lebih pendek dibanding
orang dewasa sehingga infeksi lebih mudah masuk ketelinga tengah.
Pada anak dengan kronik otitis media sering mengganggu proses
perkembangan dan kemampuan berbicara anak. Namun bila infeksi dapat
teratasi maka kemampuan berbicara anak akan berkembang dengan pesat.
Berdasarkan penelitian yang ada anak yang mengalami kemunduran
berbicara tanpa adanya riwayat otitis media memiliki resiko yang lebih
besara dalam kemampuan berbicara. Bila terdapat anak-anak yang
memiliki kriteria diatas makan disarankan untuk melakukan pemeriksaan
pendengaran.

b. Prematurity

Pada bayi yang lahir prematur akan mengalami keterlambatan


dalam mengikuti standar perkembangan anak yangterdapat di dalam tabel.
Penyebab khusus berkaitan antara permasalahan periode pre atau perinatal
dengan gangguan bicara dan bahasa juga telah dibuktikan. Infeksi selama
kehamilan, imaturitas dan berat badan lahir rendah dilaporkan mempunyai
efek negatif pada perkembangan bicara dan bahasa.
Bax Stevenson dan Menyuk menemukan perbedaan yang tidak
bermakna sejumlah kejadian antara imaturitas dan berat badan lahir
rendah anak Sebaliknya Byers-Brown dan kawan-kawan melaporkan
secara bermakna tentang keterlambatan proses pengeluaran suara dalam
bicara pada bayi prematur.
Weindrich menemukan adanya faktor-faktor yang berhubungan
dengan prematuritas yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak,
seperti berat badan lahir, Apgar score, lama perawatan di rumah sakit, bayi
yang iritatif, dan kondisi saat keluar rumah sakit.50

40
c. Socioeconomic Factors
Kurangnya stimulus yang diberikan didala keluarga dapat
berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak dalam berbicara, tingkat
pendidikan orang tua yang rendah juga berpengaruh dalam pemberian
materi untuk membantu tumbuh kembang anak

5. Pemerikaan Penunjang
Untuk pemeriksaan penunjang biasanya jarang dipakai kecuali ada
beberapa kecurgiaan tertentu terhadap suatu penyakit. Bila klinisi mencurigai
adanya kelainan pada sistem pendengaran maka pemeriksaan audiometri
akan dilakukan, dan apabila terdapat kecurgiaan terhadap fungsi motorik
organ untuk berbicara seperti kelemahan otot bisa dilakukan pemeriksaan
EMG.
Beberapa pemeriksaan penunjang meliputi:
o BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) merupakan cara pengukuran
evoked potensial (aktivitas listrik yang dihasilkan saraf VIII, pusat-pusat neural
dan traktus di dalam batang otak) sebagai respon terhadap stimulus auditorik.
o Pemeriksaan audiometric
Pemeriksaan audiometrik diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil dan
untuk anak-anak yang ketajaman pendengarannya tampak terganggu. Ada 4
kategori pengukuran dengan audiometrik:
a. Audiometrik tingkah laku
Audiometrik tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan
dengan melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi. Respon yang
diberikan dapat berupa menoleh ke arah sumber bunyi atau mencari sumber
bunyi. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang atu kedap suara dan
menggunakan mainan yang berfrekuensi tinggi. Penilaian dilakukan terhadap
respon yang diperlihatkan anak.
b. Audiometrik bermain
Audiometrik bermain, merupakna pemeriksaan pada anak yang dilakukan
sambil bermain, misalnya anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada
tempat tertentu bila dia mendengar bunyi. Dapat dimulai pada usia 3-4 tahun

41
bila anak cukup kooperatif.
c. Audiometrik bicara
Audiometrik bicara. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam
silabus pada daftar yang disebut: phonetically balance word LBT (PB List).
Anak diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape
recorder. Pada tes ini dilihat apakah anak dapat membedakan bunyi s, r, n, c,
h, ch. Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan anak dalam
berbicara sehari-hari dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar (hearing
aid).
d. Audiometrik objektif biasanya memerlukan teknologi khusus.
- CT scan kepala untuk mengetahui struktur jaringan otak, sehingga
didapatkan gambaran area otak yanga abnormal.
- Timpanometri digunakan untuk mengukur kelenturan membrane timpani
dan system osikuler.
Selain tes audiometrik, bisa juga digunakan tes intelegensi. Paling dikenal
yaitu skala Wechsler, yang menyajikan 3 skor intelegen, yaitu IQ verbal, IQ
performance, IQ gabungan:
- Skala intelegensi Wechsler untuk anak III: penyelesaian susunan gambar. Tes
ini terdiri dari satu set gambar-gambar objek yang umum, seperti gambar
pemandangan. Salah satu bagian yang penting dihilangkan dan anak diminta
untuk mengidentifikasinya. Respon dinilai sebagai salah atau benar.
- Skala intelegensi Wechsler utuk anak III: mendesain balok, anak diberikan
pola bangunan dua dimensi dan kemudian diminta untuk membuat replikanya
menggunakan kubus dua warna. Respon dinilai sebagai salah atau benar.

6. Dampak Gangguan Berbahasa pada Anak


Dampak dari gangguan berbahasa sangat bergantung dari penyebabnya.
Sebanyak 50%-80% anak dengan keterlambatan berbicara akan memperoleh
kemampuan berbahasa pada masa prasekolahnya dan prognosis akan semakin
membaik bila anak tersebut tidak memiliki gangguan kepribadian dan
gangguan mood. Disamping itu, anak yang mengalami gangguan berbahasa
akibat dari kerusakan otak atau struktural lainnya memiliki dampak yang lebih
buruk, dimana gangguan berbahasa akan bersifat jangka panjang.

42
Selain itu, dampak yang ditimbulkan juga dipengaruhi oleh onset
terjadinya gangguan berbahasa. Banyak anak dengan gangguan berbahasa
yang menetap pada masa prasekolah juga memiliki gangguan belajar pada
kedepannya nanti, termasuk kesulitan untuk belajar membaca yang disebut
disleksia. Disleksia merupakan sindroma kesulitan membaca, yang disertai
dengan gangguan berbicara dan berbahasa, serta kesulitan untuk
membedakan kiri-kanan. Anak dengan disleksia mulai terlihat pada usia 7
tahun ketika anak tersebut belajar di sekolah dasar dimana anak tersebut
sangat lamban dalam membaca, memiliki kemampuan pengertian yang
kurang, serta memiliki kemampuan yang sangat buruk dalam mengeja kata.
Anak dengan gangguan disleksia ini juga akhirnya menghindari membaca
dan menulis, sehingga sering kali dapat timbul rasa cemas dan malu akibat
kegagalannya. Ketika anak tersebut tumbuh dewasa, sulitnya untuk mengerti
dan menggunakan bahasa dapat menyebabkan gangguan pada interaksi sosial
dan kemandirian. Selain itu, pada orang dewasa yang memiliki gangguan
berbahasa sejak kecil juga dapat muncul gangguan psikis lainnya seperti
depresi, kecemasan, emosional, dan gangguan kepribadian.

7. Intervensi pada Anak dengan Gangguan Berbahasa


a) Terapi
Tujuan utama dari terapi adalah agar anak tersebut memiliki strategi
untuk mengerti apa yang diucapkan oleh orang lain, juga memiliki perilaku
komunikatif yang baik. Selain dari anak tersebut, orangtua juga perlu
diberikan edukasi agar tetap memberi semangat pada kemampuan
komunikasi dari anak tersebut. Terapi yang umumnya digunakan dalam
gangguan berbahasa adalah terapi berbicara, dan terapi ini memiliki prognosis
yang baik terutama pada gangguan berbahasa ekspresif. Penelitian
menyatakan bahwa terapi yang dilaksanakan lebih dari 8 minggu lebih baik
daripada yang dilaksanakan kurang dari 8 minggu.

b) Konseling keluarga
Apabila anak tersebut belum mencapai milestone yang tepat pada
bahasa dan berbicara, ada perlunya untuk tidak memberikan diagnosis pasti
terlebih dahulu hingga evaluasi menyeluruh telah diselesaikan. Orangtua

43
dapat diberikan konseling bahwa, apabila anak tersebut telah didiagnosis, ada
tenaga professional yang akan membantu anak tersebut dan memberikan hasil
yang positif. Apabila anak tersebut memiliki gangguan perkembangan dan
kepribadian, gangguan tersebut dapat menetap, ataupun dapat membaik
seiring dengan kemampuan komunikasi anak tersebut meningkat. Orangtua
pasien harus terus diberikan follow up dan kilas balik akan apapun terapi yang
diberikan pada pasien dan perkembangannya dibandingkan dengan
pertemuan yang lalu, bukan hanya membandingkan dengan anak-anak seusia
pasien.

44
Daftar Pustaka

Committee on Genetics American Academy of Pediatrics. Health supervision for


children with Down syndrome. Pediatrics 2001; 107;2:442-9.

Cohen WI. Down syndrome. Dalam: Maria BL, Gilliam JE, Darby CP, penyunting.
Current management in child neurology. Edisi ke-3. London: BC Decker Inc;
2005. h. 297-303.

Hartanto F, Selina H, H Z, Fitra S. Pengaruh Perkembangan Bahasa Terhadap


Perkembangan Kognitif Anak Usia 1-3 Tahun. RS Kariadi Semarang
[Internet]. 2011;12. Available from: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/12-6-
4.pdf

Kaderavek JN. Language Disorders in Children: Fundamental Concepts of Assessment


and Intervention. 2nd ed. Boston: Pearson; 2014. 464 p.

Kawanto, F. H., & Soedjatmiko, S. (2017). Pemantauan Tumbuh Kembang Anak


dengan Sindrom Down. Sari Pediatri, 9(3), 185.
https://doi.org/10.14238/sp9.3.2007.185-90

Mr M. Speech and language delay in children. Am Fam Physician. 2011


May;83(10):1183–8.

Ranuh IGNG, editor. Buku Ajar Tumbuh Kembang anak dan Remaja. Edisi I. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2002.

Van Cleve SN, Cohen WI. Part 1: Clinical practice guidelines with Down syndrome
from birth to 12 years. J Pediatric Health Care 2006; 20:47-54.

45

You might also like