You are on page 1of 14

Makalah Agama Islam

Perbankan Syari’ ah

Disusun Oleh
Kelompok 3

Nama Anggota : Pangeran Rafli Pasha


Fahrizal Deni Saputra
Friescha Frecillia
Intan Permatasari
M. Dzaki Arifin
Nandha Andini Putri
Sazkia Dwi Tania
Suci Salsabila
Kelas : XI MIPA 3
Guru Pembimbing : Tina Eryani, S. Pdi

SMA NEGERI 2 PRABUMULIH


Jalan Raya Baturaja KM. 4,5 Kel. Tanjung Raman
Kec. Prabumulih Selatan Kota Prabumulih
Tahun Pelajaran 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah yang Mahakuasa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Makalah Agama Islam yang
berjudul “Perbankan Syariah”. Makalah ini disusun sebagai tugas yang diberikan
oleh guru Agama Islam kepada siswa.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Tina Eryani, S. Pdi selaku
guru pembimbing dalam pembelajaran Agama Islam dan anggota kelompok yang
kooperatif selama kerja kelompok berlangsung.
Dalam makalah ini, penulis seringkali menemui hambatan dan kesulitan.
Namun, penulis telah berusaha menyelesakan makalah ini sebaik mungkin dengan
harapan laporan hasil kegiatan ini dapat menambah informasi dan pengetahuan
para pemabaca.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran sebagai bahan
masukan agar dapat menyempurnakan dan memperbaiki laporan yang akan
dibuat di masa mendatang. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak
yang membacanya.

Prabumulih, 1 Maret 2019


Penulis
Bab I
Pendahuluan

a. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kelima dengan populasi terbesar di dunia
sekaligus negara pertama dengan populasi muslim terbesar di dunia. Faktor
kuantitas ini ternyata belum beriring dengan pengembangan kualitas
individunya terutama pendidikan sebagai sumber daya manusia. Hal ini tentu
akan bertolakbelakang dengan kenyataan bahwa perkembangan teknologi dan
komunikasi pada zaman ini sudah semakin cepat. Hal ini menyadarkan
banyak pihak bahwa membangun sebuah sistem pendidikan ekonomi syariah
menjadi sebuah keniscayaan bagi perkembangan ekonomi syariah ke depan.
Sehingga, ekonomi syariah tidak lagi tenggelam dan mampu terus berkembang
menjadi sebuah sistem yang relevan.
Pada dasarnya perkembangan yang terjadi di bank syariah Indonesia
merupakan satu sarana dalam menyampaikannya kepada masyarakat bahwa suatu
sistem ekonomi Islam merupakan alternatif yang dapat menggantikan sistem
ekonomi konvensional yang lebih mendukung pada kegiatan ekonomi yang baik
dan dapat meninggalkan unsur riba. Karena sistem ini menganut pada prinsip
maqasid syariah yaitu suatu prinsip ekonomi yang mewujudkan kebaikan dan
menghindari keburukan dengan cara memelihara unsur agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta.
Kebanyakan masyarakat tidak terlalu faham tentang praktek riba baik
menurut hukum dasar, jenis riba, ataupun dampaknya dalam kehidupan. Sehingga
masih saja ada yang menggunakan praktek riba dalam kegiatan ekonominya
dengan maksud mengambil keuntungan. Dalam penerapan sistem ekonomi,
masyarakat perlu memperhatikan praktek riba yang digunakan dalam kehidupan
perekonomian. Untuk dapat melaksanakan hal tersebut, maka kita harus
memahami tentang hukum-hukum yang ada di dalamnya.
Dalam Al-Qur’an Allah telah berfirman bahwasannya Allah melarang riba
dan menghalalkan jual beli, yang mana hal tersebut telah dijelaskan dalam Qur’an
Surat Al-Baqarah ayat 275-279 yang artinya:

“ Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan


seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali
(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya.”(QS. Al Baqarah: 275)

“ Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai
Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al
Baqarah: 276)

“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh,


mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi
Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati.” (QS. Al Baqarah: 277)

“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Al
Baqarah: 278)

“ Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al Baqarah: 279)

Dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwasannya Allah telah menegaskan


tentang larangan riba untuk dijadikan tolak ukur dalam mencari keuntungan dalam
kegiatan sosial maupun ekonomi. Allah menyuburkan sedekah dan menghalalkan
jual beli sebagai salah satu jalan untuk memperoleh harta dengan cara yang baik.
Para ulama mendefinisikan tentang riba yaitu sesuatu yang mengalami kelebihan
harta dalam muamalah dengan tidak ada gantinya, sedangkan secara umum
dijelaskan riba yaitu pengambilan tambahan dalam bentuk transaksi jual beli
maupun pinjam meminjam secara bathil atau yang bertentangan dengan prinsip
muamalah dalam Islam. Beberapa alasan yang mendasar tentang praktek
pelarangan riba yaitu:

1. Suatu tata kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang kehilangan


keseimbangan
2. Pengambilan keuntungan yang besar menganut system kapitalis
3. Peralihan fungsi uang dari alat tukar menjadi alat yang bisa menimbulkan
keuntungan

Penjelasan diatas tidak jauh beda dengan hadits-hadits yang membahas tentang
riba, yang artinya:

“ Tinggalkanlah tujuh perkara yang membinasakan, lalu para sahabat bertanya,


‘Apakah itu ya Rasulullah? Beliau menjawab: syirik kepada Allah, sihir,
membunuh jiwa orang yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan
riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri ketika peperangan berkecamuk,
dan menuduh seorang wanita yang baik telah melakukan zina.’” (HR. Abu
Hurairah)

“ Rasulullah saw telah melaknat dan mengutuk orang yang memakan riba
(kreditur) dan orang yang memberi makan orang lain dengan riba (debitur).
Rasulullah juga mengutuk pegawai yang mencatat transaksi riba dan saksi-
saksinya. Nabi saw bersabda, ‘ Mereka semuanya sama’.” (HR. Muslim)

Untuk menghindari perbuatan riba tersebut kelompok 3 akan membahas


tentang “Bank Syari’ah”. Di dalam makalah ini akan dibahsa tentang bank
syari’ah dan cara menjalakan bank tersebut.

b. Rumusan Masalah
1. Apa itu Bank Syari’ah?
2. Bagaimana perbedaan Bank Konvesional dan Bank Syaria’ah?
3. Bagaimna cara Bank Syari’ah bebas dari bunga atau riba?

c. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Bank Syari’ah.
2. Untuk mengetahui perbedaan Bank Konvesional dan Bank Syariah..
3. Untuk menegtahui cara Bank Syari’ah bebas dari bunga ataau riba.

d. Manfaat
Makalah ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan dan
menuntaskan tugas yang diberikan guru.
Bab II
Pembahasan

a. Pengertian Bank Syari’ah


Bank Syariah merupakan lembaga perbankan yang dijalankan dengan
prinsip syariah. Dalam setiap aktivitas usahanya, bank syariah selalu
menggunakan hukum-hukum islam yang tercantum di dalam Al-Qur’an dan
Hadist. Berbeda dengan bank konvensional yang mengandalkan sistem bunga,
bank syariah lebih mengutamakan sistem bagi hasil, sistem sewa, dan sistem jual
beli yang tidak menggunakan sistem riba sama sekali.
Menurut UU No.21 Tahun 2008, perbankan syariah yaitu segala sesuatu
yang berkaitan bank syariah dan unit usaha syariah yang mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, hingga proses pelaksanaan kegiatan usahanya.

b. Perbedaan Bank Syari’ah dan Bank Konvesional


Dari sudut pandang Islam, sistem yang berlaku di Bank Konvensional
adalah riba. Dalam hal ini, riba adalah sebuah sistem yang dilarang dalam Islam
sehingga sistem Bank Konvensional tersebut dianggap tidak sejalan dengan
orientasi Islam dalam hal perbankan.
Berikut ini Tabel Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank
Aspek Bank Syariah
Konvensional
Syariah Islam
Hukum positif yang
berdasarkan Al-
berlaku di
Hukum Qur’an dan Hadist
Indonesia (Perdata
dan fatwa ulama
dan Pidana).
(MUI)
Jenis usaha yang Semua bidang
Investasi
halal saja usaha
Keuntungan (profit
oriented),
Keuntungan (profit
Orientasi kemakmuran, dan
oriented) semata
kebahagian dunia
akhirat
Keuntungan Bagi hasil Dari bunga
Kreditur dan
Hubungan Nasabah dan Bank Kemitraan
debitur
Keberadaan Dewan Pengawas Ada Tidak ada
1. Perbedaan Hukum yang Digunakan
Pada Bank Syariah, semua akad atau transaksi harus sesuai dengan
prinsip syariah Islam, berdasarkan Al-Quran dan Hadist yang telah difatwakan
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hukum yang diberlakukan pada bank
Syariah diantaranya;
Akad al-mudharabah (bagi hasil)
Al-musyarakah (perkongsian)
Al-musaqat (kerja sama tani)
Al-ba’i (bagi hasil)
Al-ijarah (sewa-menyewa)
Al-wakalah (keagenan).
Sedangkan pada Bank Konvensional, semua transaksi dan perjanjian
dibuat dengan dasar hukum-hukum positif yang berlaku di Indonesia. Hukum
yang digunakan adalah Hukum Perdata dan Hukum Pidana.

2. Perbedaan dari Sisi Investasi


Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional dari sisi hukum
selanjutnya akan menghasilkan perbedaan pada sistem yang digunakan, salah
satunya adalah dalam hal investasi.
Pada Bank Syariah, seseorang bisa meminjam dana usaha dari Bank
apabila jenis usaha yang dijalankannya halal dari sudut pandang Islam.
Beberapa usaha tersebut diantaranya, perdagangan, peternakan, pertanian, dan
lain sebagainya.
Sedangkan pada Bank Konvensional, seseorang diperbolehkan
meminjam dana dari bank untuk jenis usaha yang diijinkan atas hukum positif
yang berlaku di Indonesia. Usaha yang dianggap tidak halal tapi bila diakui
hukum positif di Indonesia tetap bisa meminjam dana dari Bank
Konvensional.

3. Perbedaan dari Sisi Orientasi


Seperti yang telah disebutkan pada tabel di atas, Bank Syariah
berorientasi pada profit, kemakmuran, dan kebahagiaan dunia akhirat.
Sedangkan Bank Konvensional lebih cenderung mengutamakan untuk
mendapatkan keuntungan atau profit oriented.

4. Perbedaan Dalam Pembagian Keuntungan


Selanjutnya, perbedaan Bank Syariah dan Bank Umum adalah pada
sistem pembagian keuntungan. Bank Syariah menerapkan sistem pembagian
keuntungan sesuai dengan akad yang telah disepakati sejak awal oleh kedua
belah pihak. Tentu saja Bank Syariah menganilas kemungkinan untung dan
rugi dari usaha yang akan diberikan pembiayaan. Jika usaha tersebut dianggap
tidak menguntungkan maka Bank Syariah akan menolak pengajuan pinjaman
nasabah. Pada Bank Konvesnional menerapkan sistem bunga tetap atau
bungan mengambang pada semua pinjaman kepada nasabahnya. Dengan kata
lain, pihak Bank Konvensional menganggap bahwa usaha yang akan diberikan
pinjaman dana akan selalu untung.
Lebih jelasnya, lihat tabel berikut ini:
No. Bank Syariah (Bagi Hasil) Bank Konvensional (Bunga)
Penentuan bagi hasil dilakukan pada Penentuan besar bunga dibuat sewaktu
1. saat perjanjian dan berdasarkan pada perjanjian tanpa mempertimbangkan untung
untung/ rugi dan rugi
Jumlah nisbah bagi hasil berdasarkan Besar persentase bunga berdasarkan jumlah
2.
jumlah keuntungan yang dicapai uang
Besarnya bagi hasil tergantung hasil Pembayaran bunga berdasarkan perjanjian
3. usaha. Jika usaha merugi, maka tanpa melihat apakah proyek yang
kerugian ditanggung kedua belah pihak dilaksanakan pihak kedua untung atau rugi.
Besar bagi hasil berdasarkan besar Pembayaran bunga tidak meningkat walaupun
4.
keuntungan yang didapatkan jumlah keuntungan jauh lebih besar.
Penerimaan/ pembagian keuntungan
5. Pengambilan/pembayaran bunga adalah halal
adalah halal

5. Hubungan Nasabah dengan Pihak Bank


Hal berikutnya yang menjadi perbedaan antara Bank Syariah dan Bank
Konvensional adalah dilihat dari sisi hubungan bank dengan nasabahnya.
Bank Syariah memperlakukan nasabah mereka layaknya mitra dengan
ikatan perjanjian yang transparan. Itulah alasannya mengapa banyak
nasabah Bank Syariah yang mengaku punya hubungan emosional dengan
pihak bank pemberi fasilitas pembiayaan.
Berbeda halnya dengan Bank Konvensional yang memperlakukan
hubungan mereka dengan nasabah sebagai kreditur dan debitur. Jika
pembayaran kredit oleh debitur lancar, maka pihak bank akan memberikan
keterangan lancar. Namun, jika pembayaran pinjaman macet maka pihak
bank akan menagih, bahkan bisa berujung pada penyitaan aset yang
diagunkan.
Pada perkembangannya, saat ini Bank Konvensional juga telah
berupaya untuk membangun hubungan emosional dengan nasabah mereka.
6. Perbedaan dari Sisi Pengawasan
Pada Bank Syariah, semua transaksi berada dalam pengawasan Dewan
Pengawas yang diantaranya terdiri dari beberapa Ulama dan Ahli Ekonomi
yang mengerti tentang fiqih muamalah.
Sedangkan pada Bank Konvensional tidak ada Dewan Pengawas.
Namun, setiap transaksi yang dilakukan pada Bank Konvensional harus
berdasarkan hukum-hukum positif yang berlaku di Indonesia.

7. Perbedaan Dalam Hal Cicilan dan Promosi


Hal terakhir yang menjadi perbedaan antara Bank Syariah dan Bank
Konvensional adalah dalam hal cicilan dan promosi.
Bank Syariah menerapkan sisitem cicilan dengan besaran tetap
berdasarkan keuntungan bank yang sudah disepakati kedua belah pihak.
Selain itu, isi dari promosi Bank Syariah harus disampaikan dengan jelas
dan transparan. Misalnya promo wisata dari Bank Syariah untuk nasabah
pengguna kartu kredit syariah. Di dalam promosi dijelaskan mengenai
biaya yang harus dan tidak harus diabayarkan oleh nasabah kartu kredit.
Berbeda dengan Bank Konvensional yang punya banyak program
promosi yang tujuannya untuk memikat nasabah mereka. Misalnya
promosi suku bunga tetap atau fixed rate selama periode tertentu, sampai
akhirnya memberlakukan suku bunga berfluktuasi atau floating rate
kepada nasabah.

c. Cara Bank Syariah Berjalan


1. Mudarabah
“Mudarabah” adalah jenis khusus kemitraan di mana salah satu pasangan
memberikan uang kepada orang lain untuk berinvestasi di perusahaan
komersial. Investasi berasal dari mitra pertama yang disebut “rabb-ul-mal”,
sementara pengelolaan dan bekerja adalah tanggung jawab eksklusif yang lain,
yang disebut “mudharib”.
Mudharabah Adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian
bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu
diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai
perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
a. Kontrak mudharabah dalam pelaksanaannya pada Bank Syariah nasabah
bertindak sebagai mudharib yang mendapat pembiayaan usaha atas modal
kontrak mudharabah. Mudharib menerima dukungan dana dari bank, yang
dengan dana tersebut mudharib dapat mulai menjalankan usaha dengan
membelanjakan dalam bentuk barang dagangan untuk dijual kepada
pembeli, dengan tujuan agar memperoleh keuntungan (profit).
b. Filosofi dasar dari mudharabah adalah untuk menyatukan capital dengan
labour (Skill dan enterpreneur) yang selama ini senantiasa terpisah dalam
sistem konvensional. Dalam mudharabah akan tampak jelas sifat dan
semangat kebersamaan dan keadilan, Hal ini terbukti melalui kebersamaan
dalam menanggung resiko kerugian yang dialami proyek dan membagikan
keuntungan pada waktu ekonomi sedang booming. (Perwataatmaja, 1999)
Mudharabah lebih cocok dalam perbankan Islam dibandingkan dengan
syirkah. Syirkah hanya cocok unjtuk bank apabila bank tersebut berfungsi sebagai
bank partisipan yang aktiv dalam menjalankan bisnis. Bagi bank, hal tersebut
tidak praktis dan merupakan tindakan pemborosan, selain melanggar peraturan
perbankan. Mudharabah bukan hanya cocok dengan bak syariah , namun fungsi
pokok perbankan adalah memberikan modal kepada individu atau kelompok yang
ingin berusaha, dan ini adalah mudharabah (rahman 436).

Jenis-jenis Al-Mudharabah

Secara umum, Mudharabah terbagi menjadi dua jenis: Mudharabah muthalaqah


dan mudharabah muqayyadah

 Mudharabah Muthlaqah

Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja


sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak
dibatasi oleh spesikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam pembahasan
fiqh ulama seringkali mencontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukanlah
sesukamu) dari shahibulmaal ke mudharib yang member kekuasaan sangat besar.

 Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted


mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah
muthlaqah, si Mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha,waktu, atau tempat
usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si
Shahibul-maal dalam memasuki jenis usaha.

2. Musyarakah

Musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi) adalah bentuk
umum dari usaha bagi hasil dimana dua orang atau lebih menyumbangkan
pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak.
Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan
dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi Musyarakah dilandasi adanya
keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai asset yang
mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber daya.
Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti mencampur.
Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa arab berasal dari kata
syarika (fi’il madhi), yashruku (fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan
(masdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawar)
Menurut arti asli bahasa arab, syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau
lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya, (An-
Nabhani). Adapun menurut makna syara’, syirkah adalah suatu akad antara 2
pihak atau lebih yang menyetujui untuk melakukan kerja sama dengan tujuan
memperoleh keuntungan. (An-Nabhani).

3. Wadi’ah
Kata wadi’ah berasal dari wada’asy syai-a, yaitu meninggalkan sesuatu.
Sesuatu yang seseorang tinggalkan pada orang lain agar dijaga disebut wadi’ah,
karena dia meninggalkannya pada orang yang sanggup menjaga1. Secara harfiah,
Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang
lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan
kapan saja si penitip menghendakinya.

a. Wadiah Yad Dhamanah - wadiah di mana si penerima titipan dapat


memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan
menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat
kala si pemilik menghendakinya.
b. Wadiah Yad Amanah - wadiah di mana si penerima titipan tidak
bertanggungjawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang
titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan
penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut

4. Qardul Hasana

Qardhul hasan adalah pinjaman tanpa laba (zero-return). Al-qur’an sangat


menganjurkan kaum muslim untuk memberi pinjaman kepada yang
membutuhkan. Peminjam hanya wajib mengembalikan pokok pinjamannya, tetapi
dibolehkan memberi bonus sesuai dengan keridaannya. Peminjam qardh hasan
juga mendapatkan manfaat dari berbagai macam layanan dan keuangan serta
dukungan moral yang diberikan oleh bank. Pinjaman ini sering diberikan kepada
lembaga-lembaga amal untuk mendanai aktivitas mereka. Pengembalian
dilakukan selama suatu periode yang disepakati kedua pihak. Bank boleh
memungut biaya pelayanan, tetapi tanpa dikatikan dengan jumlah atau jangka
waktu pinjaman. Jadi, kelebihan itu semata-mata untuk biaya pelayanan.
Pembiayaan qardh hasan bisa juga menjadi jalan untuk mempererat dan
memfasilitasi hubungan bisnis. (Lewis dan Algaoud, 2001)
Qardhul hasan adalah pinjaman tanpa dikenakan biaya (hanya wajib
membayar sebesar pokok utangnya), pinjaman seperti inilah yang sesuai dengan
ketentuan syariah (tidak dada riba), karena kalau meminjamkan uang maka ia
tidak boleh meminta pengembalian yang lebih besar dari pinjaman yang
diberikan. Namun, si peminjam boleh saja atas kehendaknya sendiri memberikan
kelebihan atas pokok pinjamannya.
Pinjaman qardh bertujuan untuk diberikan pada orang yang membutuhkan
atau tidak memiliki kebutuhan finansial, untuk tujuan sosial atau kemanusiaan.
Cara pelunasan dan waktu pelunasan pinjaman ditetapkan bersama antara pembeli
dan penerima pinjaman.
Biaya administrasi, dalam jumlah yang terbatas, diperkenankan untuk dibebankan
kepada peminjam. Jika peminjam mengalami kerugian bukan karena kelalaiannya
mamankerugian tersebut dapat mengurangi jumlah pinjaman.
Walaupun sifat hutang ini sangat lunak tidak berarti pihak yang berhutang
dapat semuanya sendiri, karena dalam islam hutang yang tidak dibayar akan
menjadi penghalang dia di akhir nanti walaupun ia gugur dalam jihad di medan
perang yang pahalanya sudah dijamin bahkan rasul tidak bersedia mensalatkan
jenazah yang ,masih memiliki hutang.

5. Murabahah

Murabahah berasal dari kata ribhun yang artinya keuntungan. Murabahah


adalah aqad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Margin keuntungan
merupakan selisih harga jual dikurangi harga asal yang merupakan pendapatan
atau keuntungan bagi penjual. Penyerahan barang dalam jual beli murabahah
dilakukan pada saat transaksi, sementara pembayarannya dilakukan secara tunai,
tangguhan dan cicilan. Ibnu Qadamah dalam kitab al-Mughni mendifinisikan
murabahah sebagai jual beli dengan harga pokok dan jumlah keuntungan yang
diketahui. Pada perbankan syari’ah jual beli yang paling sering digunakan adalah
jual beli yang memakai murabahah. Misalnya seseorang membeli barang
kemudian menjual kembali dengan keuntungan tertentu berapa besar keuntungan
tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah tertentu atau dalam bentuk
persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10% atau 20%. Aqad murabahah
ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contract, karena dalam
murabahah ditentukan beberapa required rate of profit-nya (keuntungan yang
ingin di peroleh) .
BAB III

Penutup

3.1 Kesimpulan

Dalam pembahasan makalah ini, kelompok VII dapat menyimpulkan bahwa


muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang meberi manfaat dengan
cara yang ditentukan. Hal yang termasuk muamalah yaitu:

1. Jual beli yaitu penukaran harta atas dasar saling rela. Hukum jual beli adalah
mubah, artinya hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka.

2. Menghindari riba.

Dalam pelaksanaan jual beli juga ada rukun jual beli yaitu:

1. Penjual dan pembeli

2. Uang dan benda yang dibeli

3. Lafaz ijab dan kabul

3.2 Saran
Kita sebagai umat muslim agar memperhatikan hukum muamalah dan tata cara
jual beli yang sah menurut agama islam. Dan kita juga harus memperhatikan riba
yang terkandung didalam hal jual beli tersebut, karena terdapat hadist yang
mengharamkan riba dalam islam

You might also like