You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah adanya
sistem keuangan yang berjalan dengan baik, oleh karena itu peranan lembaga keuangan
seperti perbankan menjadi sangat penting dalam sebuah perekonomian. Berdasarkan
pengaruh dari krisis keuangan global yang terjadi, bank syariah adalah lembaga keuangan
yang mampu bertahan dibandingkan dengan bank konvensional yang mengalami dampak
buruk dari krisis global tersebut, sehingga banyak lembaga keuangan yang melirik untuk
menggunakan sistem ekonomi syariah yang diterapkan pada bank syariah. Salah satu
pembiayaan yang ada di bank syariah adalah pembiayaan murabahah, yaitu prinsip jual beli
barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang telah disepakati bersama.
Untuk memudahkan pihak yang melakukan perekonomian maka dibutuhkan sistem
keuangan yang dapat memudahkan pihak pihak yang akan memakainya, maka keberadaan
ilmu akutansi sangat membantu, akuntansi secara umum mempunyai fungsi untuk
memberikan informasi khususnya yang bersifat keuangan sebagai bahan dasar dalam
pengambilan keputusan oleh pihak-pihak tertentu yang membutuhkannya. Oleh karena itu
laporan keuangan yang akan dijadikan sebagai alat informasi tersebut harus sesuai dengan
standar laporan keuangan yang tidak terlepas dari cara pandang masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian akutansi murabahah ?
2. Kententuan dalam akutansi murabahah ?
3. Standar akutansi murabahah dalam PSAK No. 102 ?
4. Perlakuan akutansi murabahah ?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan
ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan
barang tersebut kepada pembeli.
Dengan kata lain murabahah merupakan akad jual beli atas suatu barang, dengan
harga yang disepakati antara penjual dan pembeli, setelah sebelumnya penjual menyebutkan
dengan sebenarnya harga perolehan atas barang tersebut dan besarnya keuntungan yang
diperolehnya. Aset Murabahah adalah aset yang diperoleh dengan tujuan untuk dijual
kembali dengan menggunakan akad murabahah.
Dasar syariah akutansi murabahah :
1. Al – Quran
“Hai orang orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan (mengambil) harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan sukarela diantaramu...” (QS 4:29)

2. Al Hadis
Rasulullah SAW bersabda, “ada tiga hal yang mengandung keberkahan: jual beli secara
tangguh, muqaradhah (Mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah tangga bukan untuk dijual”.(HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).

Ada dua jenis murabahah, yaitu:


a. Murabahah dengan pesanan (murabahah to the purchase order)
Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari
pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli
untuk membeli barang yang dipesannya. Kalau bersifat mengikat, berarti pembeli harus
membeli barang yang dipesannya.
Jika aset murabahah yang telah dibeli oleh penjual, dalam murabahah pesanan mengikat,
mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai
tersebut menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai.
Skema Murabahah Pesanan :
1) Melakukan akad murabahah
2) Penjual memesan dan membeli pada supplier/produsen
3) Barang diserahkan dari produsen
4) Barang diserahkan kepada pembeli
5) Pembayaran dilakukan oleh pembeli
b. Murabahah tanpa pesanan (Murabahah jenis ini bersifat tidak mengikat)
Dalam murabahah tanpa pesanan, penjual melakukan pembelian walaupun tidak ada
pemesanan dari pihak pembeli.
Skema Murabahah Tanpa Pesanan :
1) Melakukan akad murabahah
2) Barang diserahkan kepada pembeli
3) Pembayaran dilakukan oleh pembeli
Transaksi murabahah tidak harus dalam bentuk pembayaran tangguh (Kredit),
melainkan dapat juga dalam bentuk tunai setelah menerima barang, ditangguhkan dengan
mencicil setelah menerima barang, ataupun ditangguhkan dengan membayar sekaligus
dikemudian hari (PSAK 102 Paragraf 8).
Pembayaran Murabahah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh :
a. Tunai, Pembeli melakukan pembayaran secara tunai saat aset murabahah diserahkan.
b. Tangguh, Pembayaran tidak dilakukan saat aset murabahah diserahkan, tetapi pembayaran
dilakukan secara angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu, disini akan muncul piutang
murabahah.
Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual, biaya perolehan aset murabahah
harus diberitahukan kepada pembeli. Diskon yang diperoleh penjual atas aset murabahah
sebelum akad murabahah menjadi hak pembeli. Diskon yang diperoleh penjual atas aset
murabahah setelah akad murabahah diberlakukan sesuai akad murabahah yang disepakati dan
jika tidak diatur dalam akad, maka akan menjadi hak penjual.

Penjual dapat meminta uang muka kepada pembeli sebagai komitmen pembelian aset
murabahah sebelum akad disepakati. Uang muka akan menjadi bagian pelunasan piutang
murabahah, jika akad disepakati. Jika akad batal, maka uang muka dikembalikan kepada
pembeli setelah dikurangi riil yang ditanggung oleh penjual. Jika uang muka lebih kecil dari
kerugian, maka penjual dapat meminta tambahan dari pembeli.
Jika pembeli tidak dapat menyelesaikan piutang murabahah, maka penjual dapat
mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan pembeli tidak atau belum mampu melunasi
disebabkan oleh force mejeur.
Penjual boleh memberikan potongan pada saat pelunasan piutang murabahah jika pembeli :
1. Melakukan pelunasan pembelian tepat waktu, atau
2. Melakukan pelunasan pembelian lebih cepat dari waktu yang telah disepakati

Penjual boleh memberikan potongan dari total piutang murabahah yang belum dilunasi jika
pembeli :
1. Melakukan pembayaran cicilan tepat waktu
2. Mengalami penurunan kemampuan pembayaran, atau
3. Meminta potongan dengan alasan yang dapat diterima penjual

Murabahah (al-bai’ bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabahah saja. Murabahah
yang berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut
jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli.
Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin). Dalam
produk ini terjadi jual beli antara pembeli (nasabah) dan penjual (bank). Bank dalam hal ini
membelikan barang yang dibutuhkan nasabah (nasabah yang menentukan spesifikasinya) dan
menjualnya kepada nasabah dengan harga plus keuntungan. Jadi dari produk ini bank
menerima laba atas jual beli. Harga pokoknya sama sama diketahui oleh dua belah pihak.

Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah
selama berlakunya akad. Dalam perbankan murabahah selalu dilakukan dengan cara
pembayaran cicilan (bi tsaman ajil atau muajjal). Dalam transaksi ini barang diserahkan
segera setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh atau cicilan.
Jual beli murabahah walaupun memiliki fleksibelitas dalam hal waktu pembayaran,
dalam praktik perbankan di Indonesia adalah tidak umum menggunakan skema pembayaran
langsung setelah barang diterima oleh pembeli (nasabah). Praktik yang paling banyak
digunakan adalah skema pembayaran dengan mencicil setelah menerima barang. Adapun
praktik dengan pembayaran sekaligus setelah ditangguhkan beberapa lama, diterapkan secara
selektif pada nasabah pembiayaan dengan karakteristik penerimaan pendapatan musiman,
seperti nasabah yang memiliki usaha pemasok barang dengan pembeli yang membayar secara
periodik.
Dalam pelaksanaannya hal yang membedakan murabahah dengan penjualan yang
biasa kita kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa harga pokok
barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang diinginkannya. Pembeli dan penjual dapat
melakukan tawar menawar atas besaran marjin keuntungan sehingga akhirnya diperoleh
kesepakatan. Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat nasabah untuk
membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat
membatalkan pesananya.
Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual) dalam murabahah
pesanan mengikat mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka
penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (bank) dan penjual (bank) akan mengurangi
nilai akad.
Pada proses pembayarannya dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu,
dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga untuk cara pembayaran
yang berbeda bank dapat memberikan potongan apabila nasabah :

a. Mempercepat pembayaran cicilan, atau


b. Melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo

Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual beli sedangkan harga beli harus
diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka potongan itu merupakan hak
nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potogan tersebut
dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.

a. Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain
dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank.
b. Bank dapat meminta kepada nasabah urbun sebagai uang muka pembelian pada saat akad
apabila kedua belah pihak bersepakat.

Urbun menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila murabahah jadi


dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, urbun dikembalikan kepada nasabah setelah
dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil dari
kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan dari nasabah.
Apabila nadabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan yang
diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat membuktikan bahwa nasaah
tidak mampu melunasi. Denda diterapkan bagi nasabah mampu yang menunda pembayaran.
Denda tersebut didasarkan pada pemdekatan ta’zir yaitu untuk membuat nasabah lebih
disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam
akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).

Akutansi Untuk Penjual


Pengukuran saat perolehan diakui sebagai persediaan
1. Jika aset murabahah bersifat mengikat
a. Dinilai sebesar biaya perolehan, dan
b. Jika terjadi penurunan nilai sebelum diserahkan ke nasabah, maka diakui sebagai beban dan
mengurangi nilai aset murabahah
2. Jika aset murabahah bersifat tanpa pesanan atau tidak mengikat
a. Dinilai sebesar biaya perolehan atau nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah, dan
b. Jika nilai realisasi neto lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai
kerugian.
Contoh :
Pada 1 Februari 2016, PT RET Bank Syariah membeli sebuah mobil senilai Rp 300 juta,
karena adanya perjanjian akad murabahah berdasarkan pesanan salah satu nasabahnya.
Pembayaran ke Bank akan dilakukan dengan cicilan sesuai akad.
Jurnal 1.a
Persediaan Rp. 300.000.000
Bank Rp. 300.000.000

Pada 7 Februari 2016, terjadi penurunan nilai atas mobil tersebut karena adanya penurunan
harga atas mobil yang sejenis sebesar Rp 20 juta, sebelum diserahkan kepada pembeli pada
14 Februari 2016.
Jurnal 1.b
Beban penurunan nilai persediaan Rp. 20.000.000
Persediaan Rp. 20.000.000

Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai :


1. Pengurang biaya perolehan aset murabahah, jika terjadi sebelum akad
2. Liabilitas kepada pembeli, jika terjadi setelah akad dan sesuai akad yang disepakati menjadi
hak pembeli
3. Tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad dan sesuai akad yang disepakati
menjadi hak penjual, atau
4. Pendapatan operasional lain, jika terjadi setelah akad dan tidak diperjanjikan dalam akad.

Liabilitas kepada pembeli akan tereleminasi jika :


1. Dilakukakn pembayaran kepada pembeli sejumlah potongan dikurangi biaya pengembalian,
atau
2. Dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembeli sudah tidak dapat dijangkau oleh penjual
Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar biaya perolehan ditambah
keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai
sebesar nilai neto yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian
piutang.

Ad v e r t i s e r

Keuntungan murabahah diakui :


1. Pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara tunai atau secara tangguh yang
tidak melebihi satu tahun, atau
2. Selama periode akad dengan tingkat resiko dan upaya untuk merealisasikan keuntungan
tersebut untuk transaksi tangguh lebih dari satu tahun. Berikut beberapa metodenya :
a. Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah. Metode ini terapan untuk murabahah
tangguh dimana resiko penagihan kas dari piutang murabahah dan bebean pengelolaan
piutang serta penagihannya relatif kecil.
b. Keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang
murabahah. Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh dimana resiko piutang
tidak tertagih relatif lebih besar dan beban untuk mengelola dan menagih piutang tersebut
relatif besar juga.
c. Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. Metode ini terapan untuk
transaksi murabahah tangguh dimana resiko piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan
piutang serta penagihannya cukup besar. Didalam prakteknya jarang dipakai.

B. Ketentuan ketentuan dalam akutansi murabahah


1. Ketentuan Syariah Transaksi Murabahah
Pembolehan penggunaan murabahah didasarkan pada Al-Quran surat Al Baqarah ayat 275
yang menyatakan bahwa Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Ketentuan syar’i terkait transakasi murabahah, digariskan oleh fatwa dewan syariah Nomor
04/DSN-MUI/IV/2000.
2. Rukun Transaksi Murabahah
Rukun trasnsaksi murabahah meliputi transaktor, yaitu adanya pembeli (nasabah) dan
penjual (bank syariah), objek akad murabahah yang didalamnya tekandung barang dan harga,
serta ijab dan qabul berupa pernyataan kehendak masing masing pihak , baik dalam bentuk
ucapan maupun perbuatan.
a. Transaktor (pihak yang bertransaksi) terdiri dari pembeli (nasabah) dan penjual (bank
syariah), transaktor di syaratkan memiliki kompetensi berupa akil baligh dan kemampuan
memilih yang optimal, seperti tidak gila, tidak terpaksa, dan lainnya. Adapun transaksi
dengan anak kecil dapat dilakukan dengan izin dan pantauan dari walinya.
b. Objek murabahah, meliputi barang dan harga barang yang diperjual belikan, barang tersebut
tidak boleh barang yang diharamkan oleh syariah islam.
Objek jual beli harus memenuhi :
1) Barang yang diperjual belikan adalah barang halal
2) Barang yang diperjual belikan harus dapat diambil manfaatnya
3) Barang tersebut dimiliki oleh penjual
4) Barang tersebut dapat diserahkan tanpa tergantung dengan kejadian tertentu dimasa depan.
5) Barang tersebut harus diketahui secara spesifik dan dapat diidentifikasikan oleh pembeli
sehingga tidak ada gharar (ketidakpastian)
6) Barang tersebut dapat diketahui kuantitas dan kualitasnya degan jelas
7) Harga barang tersebut jelas
8) Barang yang diakadkan ada di tangan penjual
c. Ijab dan kabul, merupakan kehendak pihak yang bertransaksi baik itu secara lisan maupun
tertulis, atau secara diam diam. Pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak
pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan
cara-cara komunikasi modern. Apabila jual beli telah dilakukan sesuai dengan ketentuan
syariah maka kepemilikannya, pembayarannya dan pemanfaatan atas barang yang
diperjualbelikan menjadi halal. Demikian sebaliknya. Kalau kita perhatikan, semua ketentuan
syariah diatas tidak ada yang memberatkan. Semuanya masuk akal, memiliki nilai moral yang
tinggi, menghargai hak kepemilikan harta, meniadakan persengketaan yang dapat berakibat
pada permusuhan.

Akad ini bersifat mengikat dan mencantumkan berbagai hal yaitu :


1. Nama notaris serta informasi tentang waktu dan tempat tanda tangan
2. Identitas pihak pertama, bank syariah (biasanya kepala cabang)
3. Identitas pihak kedua, dalam hal ini nasabah yang akan membeli barang dengan didampingi
suami/istri yang bersangkutan sebagai ahli waris
4. Bentuk akad beserta penjelasan akad

d. Pengawasan syariah transaksi murabahah


1. Memastikan barang transaksi tidak diharamkan syariah
2. Memastikan harga jual senilai harga beli plus margin
3. Meneliti akad wakalah dan pembiayaan berdasarkan prinsip murabahah

C. Standar akutansi murabahah dalam PSAK No. 102


PSAK 102 paragraf 5 – 17 mengatakan karakteristik
transaksi Murabahah, diantaranya :
1. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Murabahah berdasarkan
pesanan dimana penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli
2. Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk
membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat, pembeli tidak dapat
membatalkan pesanannya. Apabila asset murabahah yang telah dibeli penjual dalam
pesanan mengikat mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli, maka
penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai akad.
3. Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh. Pembayaran tangguh
adalah pembayaran yang dilakukan tidak pada saat barang diserahkan kepada pembeli, tetapi
pembayarannya dilakukan dalam bentuk angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu.
4. Akad murabahah memperkenakan penawaran harga yang berbeda untuk cara pembayarannya
yang berbeda sebelum akad murabahah dilakukan. Namun jika akad tersebut telah disepakati
maka hanya ada satu harga yang digunakan
5. Harga yang disepakatai dalam murabahah adalah harga jual, sedangkan biaya perolehan harus
diberitahukan. Jika penjual mendapatkan diskon sebelum akad murabahah maka potongan itu
merupakan hak pembeli. Sedangkan diskon yang diterima setelah akad murabahah disepakati
maka sesuai dengan yang diatur dalam akad, dan jika tidak diatur dalam akad maka potongan
tersebut adalah hak penjual.
6. Diskon yang terkait dengan pembelian barang, antara lain meliputi:
a) Diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian barang
b) Diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka pembelian barang

c) Komisi dalam bentuk apapun yang diterima terkait dengan pembelian barang

1. Diskon atas pembelian barang yang diterima setelah akad murabahah disepakati dan
diperlakukan sesuai dengan kesepakatan dalam akad tersebut. Jika akad tidak mengatur maka
diskon tersebut menjadi hak penjual.
2. Penjual dapat meminta pembeli menyediakan agunan atas piutang murabahah antara lain
dalam bentuk barang yang telah dibeli dari penjual.
3. Penjual dapat meminta uang muka kepada pembeli sebagai bukti komitmen pembelian
sebelum akad disepakati. Uang muka menjadi bagian pelunasan piutang murabahah jika
akad murabahah disepakati. Jika akad murabahah batal, uang muka dikembalikan kepada
pembeli setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu
lebih kecil dari kerugian, penjual dapat meminta tambahan dari pembeli.
4. Jika membeli tidak dapat menyelesaikan piutang murabahah, penjual berhak mengenakan
denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa pembeli tidak atau belum mampu melunasi
disebabkan oleh force majeur. Denda didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk
membuat pembeli lebih disiplin terhadap kewajibannya.
5. Penjual boleh memberikan potongan pada saat pelunasan piutang murabahah jika pembeli :
melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah
disepakati.
6. Penjual boleh memberikan potongan dari total piutang murabahah yang belum dilunasi jika
pembeli : melakukan pembayaran cicilan tepat waktu dan atau mengalami penurunan
kemampuan pembayaran.
D. Perlakuan akutansi murabahah
Sedangkan perlakuan akuntansi murabahah adalah sebagai berikut :
1. Pengakuan dan pengukuran urbun ( uang muka ) :
a) Urbun diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima bank pada saat
diterima
b) Jika transaksi murabahah dilaksanakan, maka urbun diakui sebagai pembayaran piutang (
bagian angsuran pembelian )
c) Jika transaksi tidak dilaksanakan, maka urbun dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi
dengan biaya yang telah dikeluarkan bank
d) Pengakuan piutang
Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar nilai perolehan ditambah
keuntungan yang disepakati

2. Pengakuan keuntungan murabahah diakui :


a) Pada periode terjadinya, apabila akad berakhir pada periode laporan keuangan yang sama
b) Selain periode akad secara proporsional, apabila akad melampaui satu periode laporan
keuangan.
c) Pengakuan potongan pelunasan dini diakui dengan menggunakan salah satu metode :
 Pada saat penyelesaian, bank mengurangi piutang murabahah dan keuntungan murabahah
 Setelah penyelesaian, bank terlebih dahulu meminta pelunasan murabahah dari nasabah,
kemudian bank membayar pengakuan potongan kepada nasabah dengan mengurangi
keuntungan murabahah
d) Pengakuan denda diakui sebagai dana kebajikan pada saat diterima
e) Pada akhir periode, piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat
direalisasikan.
f) Pada akhir periode, margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pos lawan
piutang murabahah.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan
dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas akad
jual beli dapat dilakukan secara tunai atau tangguh (ba’i muajjal). Hal yang membedakan
murabahah dengan penjualan yang biasa kita kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu
kepada pembeli berapa harga pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang
diinginkannya. Pertukaran barang dengan barang, terlebih dahulu harus memperhatikan
apakah barang tersebut merupakan barang ribawi atau bukan.
Harga tidak boleh berubah sepanjang akad, kalau terjadi kesulitan barang dapat
dilakukan restrukturisasi dan kalau tidak membayar karena suatu hal yang telah ditentukan
maka tidak akan dikenakan denda. Sedangkan denda yang diperoleh tersebut akan dianggap
sebagai dana kebajikan. Pembayaran uang muaka juga diperbolehkan.
Ada beberapa jenis akad murabahah seluruhnya halal asalkan memenuhi rukun dan
ketentuan syariah. Untuk biaya yang terkait dengan aset murabahah boleh diperhitungkan
sebagai beban asalkan itu adalah biaya langsung, atau biaya tidak langsung yang memberi
nilai tambah pada aset murabahah. Pelaksanaan akuntansi untuk murabahah diatur dalam
PSAK 102.

DAFTAR PUSTAKA

Yaya, Rizal. 2014. Akutansi Perbankan Syariah. Jakarta : Salemba


Nurhayati, Sri. 2000. Akutansi Syariah Indonesia. Jakarta : Salemba
Harahap, Ofyan Syafri. 2004. Akutansi Islam. Jakarta : PT.Bumi Aksara
Rivai, Veithzal. 2008. Islamic Financial Management. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada
Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam (Analisis Fiqih dan Keuangan). Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada

You might also like