You are on page 1of 53

TERAPI KOGNITIF PADA LANSIA DENGAN MARAH

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Mata Ajar: Suyamto, S.Kep., MPH.

Disusun Oleh:

3A

Kelompok 1

Ahyatun Nisa (2720162812) Baharrudin Fauzan (2720162817)

Ardina Ade P. (2720162813) Bekti Suhartimah (2720162818)

Arifi Dwi Nugroho (2720162814) Biwidya Noor M. (2720162819)

Ayu Gilang R. (2720162815) Bolan Kunthi W. (2720162820)

Ayu Nur Indah Sari (2720162816) Dara Anggun M. (2720162821)

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perilaku marah merupakan salah satu jenis perilaku yang dianggap sebagai
perilaku dasar dan bersifat survival. Semua orang dari semua budaya
mempunyai perilaku marah, marah yang berlebihan dapat memperburuk
kesehatan. Kemarahan merupakan puncak kegagalan seseorang dalam
mengawal emosi, berbagai peristiwa hidup akan menciptakan berbagai emosi
dalam diri seseorang yang kadang-kadang membuat perilaku marah tidak
menentu dan bisa menimbulkan musibah pada kehidupan seseorang baik secara
psikis maupun fisik. Secara fisik perilaku marah dan mudah tersinggung dapat
menyebabkan masalah kesehatan diantara imsomnia, melemahnya sistem imun,
diabetes, hipertensi serta jantung. Marah pada kasus yang lebih parah terutama
pada penderita hipertensi, dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah
hingga kematian mendadak (Gemilang, 2013; Aditya, 2013) Data dari
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH) menyebutkan angka
kematian penderita hipertensi di Indonesia mencapai 56 juta jiwa terhitung dari
tahun 2000-2013. Diketahui bahwa faktor kematian paling tinggi adalah
hipertensi, karena menyebabkan kematian pada sekitar 7 juta penduduk
Indonesia
Menurut Triantoro (2012) bahaya marah dijelaskan oleh para ahli psikologi
antara lain dapat dilihat dari tiga perspektif. Pertama, bahaya fisiologis dari
aspek medis menurut para ahli, marah dan kekecewaan akan mempengaruhi
kesehatan seseorang. Hal ini dibuktikan penelitian oleh Muller dalam Triantoro
(2012) tentang hubungan antara tekanan psikososial dan infrak jantung,
sejumlah 300 dari 331 (90,6%) pasien yang mengikuti penelitian tersebut
terbukti secara klinis memiliki perasaan marah. Menurut penelitian tersebut, 6
dari 7 (85%) penderita depresi yang meninggal dalam waktu 6 bulan setelah
serangan infrak juga menyimpan perasaan marah. Demikian juga dengan 13 dari
14 pasien yang meninggal 12 bulan setelah mengalami infrak. Apabila marah
disimpan terlalu lama dapat menimbulkan penurunan kesehatan yang cukup
siknifikan. Dayer (dalam Triantoro, 2012) menyatakan bahwa pada faal manusia,
amarah dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, bisul, bintik-bintik merah pada
kulit, jantung berdebar, sukar tidur, letih, diabetes dan sakit jantung. Kedua
disamping melemahkan jasmani, marah juga berimplikasi negatif dari segi
psikologis. Marah akan menciptakan berbagai akibat psikologis yang
membahayakan. Setelah sadar diri atau tenang kembali, biasanya seseorang yang
telah sadar dari kemarahan akan dipenuhi oleh rasa penyesalan terhadap tingkah
lakunya yang tidak terkendali. Rasa penyesalan ini kadang-kadang sangat
mendalam sehingga menyebabkan pengutukan terhadap diri sendiri, hingga
depresi atau rasa bersalah yang menghantui untuk waktu yang lama. Ketiga
marah pada seseorang dapat mengakibatkan biaya sosial yang sangat mahal
baginya. Watak pemarah menyebabkan hubungan disharmonis, seperti putusnya
hubungan dengan orang yang dicintai, putusnya persahabatan, kehilangan
pekerjaan bahkan sampai penganiayaan dan pembunuhan karena ujung dari
kasus marah. Adapun perbedaan emosi marah dengan perilaku marah menurut
Hardiyani (2010), emosi marah adalah perasaan intens yang ditujukan kepada
seseorang atau sesuatu, yang disebabkan oleh benci, jijik, sakit hati, takut,
frustasi. Sedangkan perilaku marah adalah ekspresi emosional yang terjadi pada
seseorang akibat sejumlah situasi yang merangsang yang minumbulkan
sikap/perilaku beringas, mengamuk, menyerang, benci, jengkel, dan kesal hati
terhadap diri sendiri dan orang lain
BAB II
KONSEP DASAR MARAH

A. DEFINISI

Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon


terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan
sebagai ancaman. Sedangkan menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan penyakit jiwa, 1996 : “Marah adalah
pengalaman emosi yang kuat dari individu dimana hasil/tujuan yang harus
dicapai terhambat”.

Menurut Thomas 1995, kemarahan diartikan sebagai respon


emosional yang tidak nyaman dan kuat sebagai tanggapan atas provokasi
yang tidak diinginkan dan tidak sesuai dengan nilai seseorang, kepercayaan,
atau hukum tertentu. pandangan umum menyatakan marah berkaitan erat
dengan agresi, melukai dan merusak.

Thomas (1993), menyatakan bahwa kemarahan adalah sebuah


situasi yang tidak nyaman, emosi yang menyedihkan bagi sebagian besar
orang, seringkali tercampur dengan kecemasan dan rasa bersalah. Perasaan
marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikan
oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan
maladaptif.

B. PENYEBAB MARAH

Kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak,


cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri,
kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi. Penyebabnya
antara lain :

1. Frustasi
Sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan
yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa
terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu
dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan
sekitarnya misalnya dengan kekerasan

2. Hilangnya Harga Diri

Pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk


dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut
mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas
tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.

C. FAKTOR PRESDISPOSISI DAN FAKTOR PRESIPITASI

1. Faktor Predisposisi

a. Faktor Perkembangan

Hambatan perkembangan dan menganggu hubungan intrapersonal


yang dapat meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir
dengan ganguan persepsi, klien mungkin menekan perasaan
sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.

b. Faktor Budaya

Budaya tertutup dan membatas secara diam dan kontrol sosial yang
tidak pasti terhadap prilaku kekerasan akan menciptakan seolah-
olah prilaku kekerasan diterima.

c. Faktor Psikologis

Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian


dapat timbul agresif atau amuk, masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan, yaitu ditolak atau dihina dan dianiaya.

d. Faktor Biologis
Kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan
ketidakkeseimbangan membran transmitter turut berespon terhadap
terjadinya prilaku kekerasan.

2. Faktor Presipitasi
Kemarahan bisa bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dari
orang lain, kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik)
keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri yang kurang, dapat
menjadi penyebab prilaku kekerasan. Faktor yang berkaitan dengan
marah antara lain :
a. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
b. Mengatakan dengan jelas (assertivines)
c. Memberontak (acting out)
d. Kekerasan atau amuk (violence)

D. GEJALA MARAH
Kemarahan memiliki gejala atau symtomp yang bisa dilihat secara
inderawi. Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang
menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa.
Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam
keadaan marah diantaranya adalah:
1. Emosi
Secara emosi, ketika marah orang akan merasa tidak adekuat untuk
mengendalikan emosinya, merasa tidak aman, merasa terganggu dan
kadang-kadang terselip juga rasa dendam dan jengkel. Secara umum,
orang marah akan diidentikkan dengan Mudah tersinggung , tidak sabar,
frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan
kontrol diri.
2. Intelektual
Secara intelektual, perasaan marah memunculkan kehendak untuk
mendominasi, bawel, mengeluarkan kata-kata yang sarkastik
cenderung untuk memperdebatkan dan meremehkan.
3. Fisik
Secara fisik, kemarahan seringkali ditunjukkan dengan muka yang
memerah, pandangan yang tajam, nafas pendek dan terengah-engah dan
seringkalimengeluarkan banyak keringat. Tanda dan gejala yang lain
adalah ada kesakitan secara fisik dan tekanan darah yang meningkat.
Secara umum dapat dilihat adalah Tekanan darah meningkat, denyut
nadi dan pernapasan meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat,
mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang konstipasi,
refleks tendon tinggi.
4. Spiritual
Secara spiritual, ketika orang marah dia merasa sebagai orang yang
penuh dengan kekuasaan dan kebenaran diri. namun, dia juga merasa
ada keraguan. Secara moral, kemarahan adalah sesuatu yang tak
bermoral sehingga menghambat kreativitas.
5. Sosial
Emosi kemarahan selalu berhubungan secara interpersonal. Artinya,
kemarahan berimplikasi langsung dalam hubungan sosial seseorang.
umumnya, kemarahan membuat orang menarik diri, mengasingkan diri
dari orang lain, menolak kehadiran orang lain. yang lebih parah adalah
ketika kemarahan membawa kepada kekerasan dan penyerangan
(agresi) terhadap orang lain. selain itu, kemarahan juga mengubah sikap
dan perilaku seseorang menjadi Agresif pasif, menarik diri,
bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada suara keras dan kasar.

E. MACAM-MACAM MARAH
Menurut Syamsu Yusuf (2003) emosi individu dapat dikelompokkan ke
dalam dua bagian yaitu:
1. Emosi sensoris
Emosi sensoris yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar
terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan
lapar
2. Emosi psikis.. Emosi psikis yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan
kejiwaan, seperti : perasaan intelektual, yang berhubungan dengan
ruang lingkup kebenaran perasaan sosial, yaitu perasaan yang terkait
dengan hubungan dengan orang lain, baik yang bersifat perorangan
maupun kelompok

F. TUJUAN
Menurut Setyoadi, dkk (2011) beberapa mekanisme koping dengan
menggunakan terapi kognitif adalah sebagai berikut:

1. Membantu klien dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan menentang


keakuratan kognisi negatif klien. Selain itu, juga untuk memperkuat
persepsi yang lebih akurat dan mendorong perilaku yang dirancang untuk
mengatasi gejala depresi. Dalam beberapa penelitian, terapi ini sama
efektifnya dengan terapi depresan.
2. Menjadikan atau melibatkan klien subjek terhadap uji realitas.
3. Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu klien
mengubah cara berpikir atau mengembangkan pola piker yang rasional.
4. Membentuk kembali pikiran individu dengan menyangkal asumsi yang
maladaptive, pikiran yang mengannggu secara otomatis, serta proses
pikir tidak logis yang dibesar-besarkan. Berfokus pada pikiran individu
yang menentukan sifat fungsionalnya.
5. Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan. Tanda dan
gejala depresi dihilangkan melalui usaha yang sistematis yaitu mengubah
cara berpikir maladaptive dan otomatis. Dasar pendekatannya adalah
suatu asumsi bahwa kepercayaan-kepercayaan yang mengalami distorsi
tentang diri sendiri, dunia, dan masa depan yang dapat menyebabkan
depresi. Klien menyadari kesalahan cara berpikirnya. Kemudian klien
harus belajar cara merespon kesalahan tersebut dengan cara yang lebih
adaptif. Dengan perspektif kognitif, klien dilatih untuk mengenal dan
menghilangkan pikiran-pikiran dan harapan-harapan negatif. Cara lain
adalah dengan membantun klien mengidentifikasi kondisi negatif,
mencari alternatif, membuat skema yang sudah ada menjadi lebih
fleksibel, dan mencari kognisi perilaku baru yang lebih adaptif.
6. Membantu menargetkan proses berpikir serta perilaku yang
menyebabkan dan mempertahankan panik atau kecemasan. Dilakukan
dengan cara penyuluhan klien, restrukrisasi jognitif, pernapasan rileksasi
terkendali, umpan balik biologis, mempertanyakan bukti, memeriksa
alternative, dan reframing.
7. Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu perilaku
gangguan obsesif kompulsif dan selanjutnya mencegah responsnya.
Misalnya dengan cara pelimpahan atau pencegahan respons,
mengidentifikasi, dan merestrukturisasi distorsi kognitif melalui
psikoedukasi.
8. Membantu individu mempelajari respons rileksasi, membentuk hirarki
situasi fobia, dan kemudian secara bertahap dihadapkan pada situasinya
sambil tetap mempertahankan respons rileksasi misalnya dengan cara
desensitisasi sistematis. Restrukturisasi kognitif bertujuan untuk
mengubah persepsi klien terhadap situasi yang ditakutinya.
9. Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang berhasil
bertahan hidup dan bukan sebagai korban, misalnya dengan cara
restrukturisasi kognitif.
10. Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi system
keyakinan yang salah.
11. Membantu mengubah pemikiran individu dan menggunakan latihan
praktik untuk meningkatkan aktivitas sosialnnya.
12. Membentuk kembali perilaku dengan mengubah pesan-pesan internal.

G. MANFAAT
1. Memahami akar kemarahan, bagaimana diri menjadi marah, dan
menghentikan kebiasaan marah.
2. Memahami siklus kemarahan dan mencegah eskalasi marah.
3. Mengurangi kemarahan dengan menggunakan berbagai strategi
pencegahan.
4. Memaksimalkan efektivitas komunikasi positif dengan orang lain tanpa
terlalu emosional atau membuat orang lain marah.
5. Menggunakan teknik perilaku kognitif untuk mengelola respons
emosional diri terhadap berbagai peristiwa kehidupan.
6. Menanggapi konflik dengan menggunakan kecerdasan emosional.
7. Bereaksi terhadap konfrontasi dengan cepat dan menjaga keseimbangan
emosional diri.
8. Menguasai energi tenang dan tidak terpengaruh oleh kekacauan dari luar
diri.
9. Memberikan maaf pada diri sendiri dan orang lain.

H. PROSES PELAKSANAAN
Sesi 1 : Pemahaman Dasar Tentang Energi Kemarahan
1. Definisi marah.
2. Mengapa marah.
3. Baik dan buruk dari kemarahan.
4. Mitos tentang kemarahan.
Sesi 2 : Memahami Siklus Agresi Marah
1. Siklus agresi.
2. Tanda-tanda kemarahan dan menanggapi kemarahan dengan
pikiran positif.
Sesi 3 : Mengontrol Kemarahan
1. Berpikir positif dan berhenti marah.
2. Teknik mental dan fisik untuk membantu mengelola emosi baik.
3. Cara meningkatkan kualitas emosional baik. Berpikir positif dan
berhenti marah.
4. Teknik mental dan fisik untuk membantu mengelola emosi baik.
5. Cara meningkatkan kualitas emosional baik.
Sesi 4 : Komunikasi Asertif
1. Sikap tegas dalam komunikasi.
2. Menyajikan pandangan sistematis dan tegas.
3. Ketegasan yang berbeda dari perilaku agresif atau pasif.
4. Komunikasi asertif membantu untuk mengontrol keseimbangan
emosional.
5. Menarik emosi positif untuk memberikan makna sejati dan
mendapatkan hasil. Sikap tegas dalam komunikasi.
6. Menyajikan pandangan sistematis dan tegas.
7. Ketegasan yang berbeda dari perilaku agresif atau pasif.
8. Komunikasi asertif membantu untuk mengontrol keseimbangan
emosional.
9. Menarik emosi positif untuk memberikan makna sejati dan
mendapatkan hasil.
Sesi 5 : Terapi Perilaku Kognitif
1. Teknik berbicara dengan diri sendiri.
2. Teknik visualisasi untuk mencegah marah.
3. Bersikap rasional dan cerdas emosi.
4. Membangun keyakinan untuk memperkuat hubungan dengan
orang lain.
5. Teknik berbicara dengan diri sendiri.
6. Teknik visualisasi untuk mencegah marah.
7. Bersikap rasional dan cerdas emosi.
8. Membangun keyakinan untuk memperkuat hubungan dengan
orang lain.
Sesi 6, 7, 8 : Menanggapi Konflik, Mengungkapkan Hasil dan Membuat
Buku Harian
1. Cara menangani konflik emosional.
2. Menjadi tegas dalam sikap baik yang penuh tanggung jawab.
Sesi 9 : Suport system

I. PETUNJUK PELAKSANAAN TERAPI KOGNITIF


Sesi 1 : Pemahaman Dasar Tentang Energi Kemarahan
1. Tujuan
Pasien mampu mengungkapkan pikiran otomatis pada perawat
2. Setting
Pasien dan terapis dalam suatu ruangan yang tenang dan nyaman.
3. Alat
a. Diri perawat dan kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara
terapeutik.
b. Tempat duduk, alat tulis dan kertas
4. Metode
a. Sharing
b. Diskusi dan tanya jawab

5. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Membuat kontrak dengan pasien
2) Mempersiapkan alat dan tempat yang kondusif
b. Orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada pasien
b) Perkenalkan nama dan nama panggilan terapis (pakai papan
nama)
c) Menanyakan nama dan panggilan pasien
2) Evaluasi/Validasi
a) Menanyakan perasaan klien pada saat ini
b) Menanyakan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi
perasaannya
3) Kontrak
a) Menjelaskan tujuan sesi terapi, yaitu meningkatkan
kemampuan pasien mengenal pikiran otomatis dan hal yang
mendasari pemikiran tersebut
b) Menjelaskan peraturan terapi : klien berhadapan dengan
terapis dari awal sampai selesai.
c) Tahap kerja
1) Terapis mengidentifikasi masalah what, where, when,
who.
2) Diskusikan sumber masalah.
3) Diskusikan pikiran dan perasaan serta yang menyebabkan
hal tersebut timbul.
4) Catat pikiran otomatis, perawat mengklasifikasikan dalam
distorsi kognitif.
5) Mendiskusikan baik dan buruknya kemarahan
6) Mendiskusikan mitos mitos tentang kemarahan
7) Memberikan pujian terhadap keberhasilan pasien.
c. Tahap terminasi
1) Evaluasi
a) Terapi menanyakan perasaan klien setelah menjalani terapi.
b) Terapis memberikan pujian yang sesuai
2) Tindak lanjut
a) Menganjurkan pada pasien untuk mengidentifikasi pikiran
yang belum didiskusikan
b) Positif thinking terhadap diri sendiri
3) Kontrak akan datang
a) Menyepakati topic yang akan datang
b) Menyepakati waktu dan tempat
6. Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
1) Ekspresi pasien pada saat terapi
2) Evaluasi dilakukan terhadap pencapaian tujuan terapi
b. Dokumentasi
1) Terapis mendokumentasikan pencapaian hasil terapi yang
dilakukan
2) Dokumentasikan rencana klien sesuai dengan yang telah
dirumuskan.
Sesi 2 : Memahami Siklus Agresi Marah
1. Tujuan
a. Pasien mampu mengungkapkan pikiran otomatis pada perawat
b. Pasien mengetahui tanda-tanda kemarahan
c. Pasien mengetahui bagaimana menanggapi kemarahan
2. Setting
Pasien dan terapis dalam suatu ruangan yang tenang dan nyaman.
3. Alat
a. Diri perawat dan kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara
terapeutik.
b. Tempat duduk, alat tulis dan kertas
4. Metode
a. Sharing
b. Diskusi dan tanya jawab
5. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Membuat kontrak dengan pasien
2) Mempersiapkan alat dan tempat yang kondusif
b. Orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada pasien
b) Perkenalkan nama dan nama panggilan terapis (pakai
papan nama)
c) Menanyakan nama dan panggilan pasien
2) Evaluasi/Validasi
a) Menanyakan perasaan klien pada saat ini
b) Menanyakan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi
perasaannya
3) Kontrak
a) Menjelaskan tujuan sesi terapi, yaitu meningkatkan
kemampuan pasien mengenal hal yang mendasari
pemikiran tersebut
b) Mejelaskan lama kegiatan yaitu 45 menit
c) Menjelaskan peraturan terapi : klien berhadapan dengan
terapis dari awal sampai selesai.
4) Tahap kerja
Diskusikan :
a) Siklus marah
b) Tanda–tanda kemarahan dan bagaimana menanggapi
kemarahan dengan pikiran positif
c) Beri respon terhadap pernyataan pasien
d) Anjurkan pasien menuliskan pernyataannya
5) Tahap terminasi
a) Evaluasi
i. Terapi menanyakan perasaan klien setelah menjalani
terapi.
ii. Terapis memberikan pujian yang sesuai
b) Tindak lanjut
i. Menganjurkan pada pasien untuk mengidentifikasi
pikiran yang belum didiskusikan
ii. Positif thinking terhadap diri sendiri
c) Kontrak akan datang
i. Menyepakati topic yang akan datang
ii. Menyepakati waktu dan tempat
6. Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
1) Ekspresi pasien pada saat terapi
2) Evaluasi dilakukan terhadap pencapaian tujuan terapi
b. Dokumentasi
1) Terapis mendokumentasikan pencapaian hasil terapi yang
dilakukan
2) Dokumentasikan rencana klien sesuai dengan yang telah
dirumuskan.
Sesi 3 : Mengontrol Kemarahan
1. Tujuan
a. Pasien mampu mengungkapkan pikiran otomatis pada perawat
b. Pasien mampu berfikiran positif
c. Pasien mampu mengelola kemarahan dengan baik
2. Setting
Pasien dan terapis dalam suatu ruangan yang tenang dan nyaman.
3. Alat
a. Diri perawat dan kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara
terapeutik.
b. Tempat duduk, alat tulis dan kertas
4. Metode
a. Sharing
b. Diskusi dan tanya jawab
5. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Membuat kontrak dengan pasien
2) Mempersiapkan alat dan tempat kondusif
b. Orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada pasien
b) Perkenalkan nama dan nama panggilan terapis (pakai
papan nama)
c) Menanyakan nama dan panggilan pasien
2) Evaluasi/Validasi
a) Menanyakan perasaan klien pada saat ini
b) Menanyakan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi
perasaannya
3) Kontrak
a) Menjelaskan tujuan sesi terapi, yaitu meningkatkan
kemampuan pasien mengenal hal yang mendasari
pemikiran tersebut
b) Mejelaskan lama kegiatan yaitu 45 menit
c) Menjelaskan peraturan terapi : klien berhadapan dengan
terapis dari awal sampai selesai.
4) Tahap kerja
Diskusikan tentang:
a) Berfikir positif dan berhenti marah
b) Teknik mental dan fisik untuk mengelola emosi
c) Cara meningkatan kualitas emosional baik
d) Beri respon terhadap pernyataan pasien
e) Beri reinforcement positif
f) Motivasi klien berlatih untuk meningkatkan kualitas
emosional
5) Tahap terminasi
a) Evaluasi
i. Terapi menanyakan perasaan klien setelah menjalani
terapi.
ii. Terapis memberikan pujian yang sesuai
b) Tindak lanjut
i. Menganjurkan pada pasien untuk mengidentifikasi
pikiran yang belum didiskusikan
ii. Positif thinking terhadap diri sendiri
c) Kontrak akan datang
i. Menyepakati topic yang akan datang
ii. Menyepakati waktu dan tempat
6. Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
1) Ekspresi pasien pada saat terapi
2) Evaluasi dilakukan terhadap pencapaian tujuan terapi
b. Dokumentasi
1) Terapis mendokumentasikan pencapaian hasil terapi yang
dilakukan
2) Dokumentasikan rencana klien sesuai dengan yang telah
dirumuskan.
Sesi 4 : Komunikasi Asertif
1. Tujuan
a. Pasien mampu mengungkapkan pikiran otomatis pada perawat
b. Meningkatkan komunikasi perawat dengan pasien
c. Meningkatkan sikap tegas dalam komunikasi
2. Setting
Pasien dan terapis dalam suatu ruangan yang tenang dan nyaman.
3. Alat
a. Diri perawat dan kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara
terapeutik.
b. Tempat duduk, alat tulis dan kertas
4. Metode
a. Sharing
b. Diskusi dan tanya jawab
5. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Membuat kontrak dengan pasien
2) Mempersiapkan alat dan tempat yang kondusif
b. Orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada pasien
b) Perkenalkan nama dan nama panggilan terapis (pakai
papan nama)
c) Menanyakan nama dan panggilan pasien
2) Evaluasi/Validasi
a) Menanyakan perasaan klien pada saat ini
b) Menanyakan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi
perasaannya
3) Kontrak
a) Menjelaskan tujuan sesi terapi, yaitu meningkatkan
kemampuan pasien mengenal hal yang mendasari
pemikiran tersebut
b) Mejelaskan lama kegiatan yaitu 45 menit
c) Menjelaskan peraturan terapi: klien berhadapan dengan
terapis dari awal sampai selesai.
4) Tahap kerja
a) Mendiskusikan tentang sikap tegas dalam komunikasi
b) Anjurkan pasien untuk menuliskan pikiran
c) Anjurkan pasien untuk melakukannya
d) Beri pujian posifit
5) Tahap terminasi
a) Evaluasi
i. Terapi menanyakan perasaan klien setelah menjalani
terapi.
ii. Terapis memberikan pujian yang sesuai
b) Tindak lanjut
i. Menganjurkan pada pasien untuk mengidentifikasi
pikiran yang belum didiskusikan
ii. Positif thinking terhadap diri sendiri
c) Kontrak akan datang
i. Menyepakati topic yang akan datang
ii. Menyepakati waktu dan tempat
6. Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
1) Ekspresi pasien pada saat terapi
2) Evaluasi dilakukan terhadap pencapaian tujuan terapi
b. Dokumentasi
1) Terapis mendokumentasikan pencapaian hasil terapi yang
dilakukan
2) Dokumentasikan rencana klien sesuai dengan yang telah
dirumuskan.
Sesi 5 : Terapi Perilaku Kognitif
1. Tujuan
a. Pasien mampu mengungkapkan pikiran otomatis pada perawat
b. Meningkatkan komunikasi perawat dengan pasien
c. Membangun keyakinan untuk memperkuat hubungan dengan
orang lain.
2. Setting
Pasien dan terapis dalam suatu ruangan yang tenang dan nyaman.
3. Alat
a. Diri perawat dan kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara
terapeutik.
b. Tempat duduk, alat tulis dan kertas
4. Metode
a. Sharing
b. Diskusi dan tanya jawab
5. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Membuat kontrak dengan pasien
2) Mempersiapkan alat dan tempat yang kondusif
b. Orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada pasien
b) Perkenalkan nama dan nama panggilan terapis (pakai
papan nama)
c) Menanyakan nama dan panggilan pasien
2) Evaluasi/Validasi
a) Menanyakan perasaan klien pada saat ini
b) Menanyakan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi
perasaannya
3) Kontrak
a) Menjelaskan tujuan sesi terapi, yaitu meningkatkan
kemampuan pasien mengenal hal yang mendasari
pemikiran tersebut
b) Mejelaskan lama kegiatan yaitu 45 menit
c) Menjelaskan peraturan terapi : klien berhadapan dengan
terapis dari awal sampai selesai.
4) Tahap kerja
a) Tanyakan masalah baru dan respon penyelesaiannya
b) Diskusikan teknik berbicara dengan diri sendiri
c) Diskusikan teknik visualisasi untuk mencegah marah
d) Diskusikan tentang bersikap rasional dan cerdas
menanggapi emosi
e) Diskusikan tentang membangun keyakinan untuk
memperkuat hubungan dengan orang lain
f) Beri penguatan positif
5) Tahap terminasi
a) Evaluasi
i. Terapi menanyakan perasaan klien setelah menjalani
terapi.
ii. Terapis memberikan pujian yang sesuai
b) Tindak lanjut
i. Menganjurkan pada pasien untuk mengidentifikasi
pikiran yang belum didiskusikan
ii. Positif thinking terhadap diri sendiri
c) Kontrak akan datang
i. Menyepakati topic yang akan datang
ii. Menyepakati waktu dan tempat
6. Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
1) Ekspresi pasien pada saat terapi
2) Evaluasi dilakukan terhadap pencapaian tujuan terapi
b. Dokumentasi
1) Terapis mendokumentasikan pencapaian hasil terapi yang
dilakukan
2) Dokumentasikan rencana klien sesuai dengan yang telah
dirumuskan.

Sesi 6,7,8 : Menanggapi konflik, mengungkapkan hasil da membuat


buku harian
1. Tujuan
a. Pasien mampu mengungkapkan pikiran otomatis pada perawat
b. Meningkatkan kemampuan pasien mengungkapkan hasil
2. Setting
Pasien dan terapis dalam suatu ruangan yang tenang dan nyaman.
3. Alat
a. Diri perawat dan kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara
terapeutik.
b. Tempat duduk, alat tulis dan kertas
4. Metode
a. Sharing
b. Diskusi dan tanya jawab
5. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Membuat kontrak dengan pasien
2) Mempersiapkan alat dan tempat yang kondusif
b. Orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada pasien
b) Perkenalkan nama dan nama panggilan terapis (pakai
papan nama)
c) Menanyakan nama dan panggilan pasien
2) Evaluasi/Validasi
a) Menanyakan perasaan klien pada saat ini
b) Menanyakan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi
perasaannya
3) Kontrak
a) Menjelaskan tujuan sesi terapi, yaitu meningkatkan
kemampuan pasien mengenal hal yang mendasari
pemikiran tersebut
b) Mejelaskan lama kegiatan yaitu 45 menit
c) Menjelaskan peraturan terapi : klien berhadapan dengan
terapis dari awal sampai selesai.
4) Tahap kerja
a) Diskusikan cara menangani konflik
b) Diskusikan bagaimana bersikap tegas dan penuh tanggung
jawab
c) Tanyakan apakah dapat menyelesaikan masalah
d) Tanyakan hambatan yang dialami
e) Beri persepsi perawat
f) Anjurkan untuk mengatasi sesuai kemampuan
g) Mengungkapkan hasil yang diperoleh
h) Membuat buku harian setiap timbul pikiran negatif dan
tanggapan rasionalnya atau membaca catatan pikiran
otomatis dan tanggapan rasional yang telah dibuat saat
timbul pikiran negatif
i) Beri reinforcement positif
5) Tahap terminasi
a) Evaluasi
i. Terapi menanyakan perasaan klien setelah menjalani
terapi.
ii. Terapis memberikan pujian yang sesuai
b) Tindak lanjut
i. Menganjurkan pada pasien untuk mengidentifikasi
pikiran yang belum didiskusikan
ii. Positif thinking terhadap diri sendiri
c) Kontrak akan datang
i. Menyepakati topic yang akan datang
ii. Menyepakati waktu dan tempat
6. Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
1) Ekspresi pasien pada saat terapi
2) Evaluasi dilakukan terhadap pencapaian tujuan terapi
b. Dokumentasi
1) Terapis mendokumentasikan pencapaian hasil terapi yang
dilakukan
2) Dokumentasikan rencana klien sesuai dengan yang telah
dirumuskan.
Sesi 9 : Support System
1. Tujuan
a. Meningkatkan komunikasi perawat dengan pasien
b. Pasien mendapat support system
c. Keluarga dapat menjadi support system bagi pasien.
2. Setting
Pasien, keluarga dan terapis dalam suatu ruangan yang tenang dan nyaman
3. Alat
a. Diri perawat dan kemampuan menggunakan diri secara terapeutik
dengan berkomunikasi secara terapeutik.
b. Tempat duduk, alat tulis dan kertas.
4. Metode
Diskusi dan tanya jawab.
5. Langkah Kegiatan
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan pasien
b) Mempersiapkan alat dan tempat yang kondusif
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada pasien dan keluarga
b) Evaluasi/validasi
b. Menanyakan perasaan klien dan keluarga pada saat ini
c. Menanyakan apa sudah dilakukan untuk mengatasi perasaannya
c) Kontrak
d. Menjelaskan tujuan terapi, yaitu meningkatkan
kemampuan mengenalikan marah pasien.
e. Menjelaskan lama kegiatan yaitu 10 menit.
f. Menjelaskan peraturan terapi yaitu : pasien duduk dengan terapis
berhadapan dari awal sampai selesai.
3) Tahap Kerja
a) Jelaskan pada keluarga tentang terapi marah
b) Libatkan keluarga
c) Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang telah dimiliki pasien
d) Anjurkan keluarga untuk siap mendengarkan dan mendengarkan masalah
pasien
e) Beri reinforcement positif
4) Tahap Terminasi
a) Evaluasi
i. Terapi menanyakan perasaan klien dan keluarga setelah setelah
menjalani terapi.
ii. Terapis memberikan pujian yang sesuai.
b) Tindak Lanjut
i. Menganjurkan pada keluarga untuk dapat menerima dan merawat
pasien dirumah.
ii. Menganjurkan untuk melaksanakan jadwal kegiatan yang telah
dibuat bersama pasien.
c) Kontrak akan datang
1. Membuat kesepakatan dengan keluarga untuk dapat menjadi support
system bagi pasien
2. Menyepakati waktu dan tempat
d) Evaluasi dan Dokumentasi
1. Evaluasi
a. Ekspresi pasien pada saat terapi.
b. Evaluasi dilakukan terhadap pencapaian tujuan terapi.
2. Dokumentasi
a. Terapis mendokumentasikan pencapaian hasil terapi yang dilakukan
b. Dokumentasikan rencana klien sesuai dengan yang telah
dirumuskan.
BAB III
MATERI TERAPI MARAH

1. MATERI TERAPI MARAH


Sesi 1 : Pemahaman Dasar Tentang Energi Kemarahan
1. Marah
Marah adalah suatu emosi yang terentan melalui iritabilitas sampai
agresifitas yang dialami oleh semua orang. Bisanya, kemarahan adalah reaksi
terhadap stimulus yang tidak menyenangkan atau terancam (Widjaya Kusuma
dalam Yosep, 2007:113).
Stuart dan Sundeen juga menyatakan bahwa marah adalah perasaan jengkel
yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai
ancaman.
2. Penyebab marah
2) Hipertiroidisme
Produksi hormone tiroid menyebabkan mudah gelisah, tidak konsentrasi ,
mudah marah dan ingin berteriak keppada orang lain.
3) Obat kolesterol
Efek amping obat kolesterol yaitu Statin adalah mudah marah.
4) Diabetes
Merupakan penyakit yang menyebabkan serotonin dalam otak berkurang
disebabkan oleh kadar gula darah yang tidak seimbang dalam darah. Hal ini
menyebabkan seseorang mudah panic dan juga mudah marah serta agresif.
5) Depresi
Depresi memicu psikologis menjadi labil , oleh karena itu amarah masih
muncul.
6) Autism
Autism memicu emosi seseorang tidak terkontrol sehingga sulit
berkomunikasi dan bersosialisasi.
7) Alzheimer
Merupakan penyakit yang bias menimbulkan kepikunan pada seseorang.
Dalam hal ini bias menimbulkan kemarahan saat menghadapi situasi asing
yang di hadapinya.
8) Obat tidur
Obat tidur menyebabkan lambatnya fungsi otak . dengan pengurangan
beberapa fungsi , obat tidur ini bias menambah kemarahan seseorang.
3. Baik dan buruk marah
a. Positif
1) Memotivasi orang-orang untuk lebih percaya diri dan optimis.
Dengan kita marah maka tentu orang yang menjadi subjek dari
mengapa kita marah ini dan tempat kita mengeluarkan rasa marah kita,
akan lebih mengerti penyebab mengapa kita marah dan berusaha untuk
tidak mengulanginya lagi. Hal ini tentu membuat mereka lebih percaya
diri dan optimis jika menghadapi situasi yang serupa dan menanganinya
dalam cara yang dapat diterima kita.
2) Mengurangi stres dan kegelisahan
Walaupun secara prakteknya kita tidak akan merasakan hal ini, malah
kita mungkin akan merasakan rasa stres karena marah, ternyata studi
menunjukkan bahwa dengan marah maka ternyata itu mengurangi
tingkat stres kita dan mengurangi rasa sakit dari marah tersebut. Tentu
saja yang dibicarakan di sini bukan kemarahan yang dihasilkan karena
kita menyimpannya dalam-dalam dan telah menumpuk.
3) Memberikan efek positif dalam hubungan interpersonal
Menunjukkan rasa marah kita dalam sebuah perilaku yang masih
dapat diterima (bukan dengan 'meledak-ledak') ternyata dapat
memberikan efek positif dalam hubungan interpersonal. Pernahkan Anda
melihat bahwa setelah dua orang teman bertengkar dan begitu baikan,
mereka terlihat lebih dekat? Ini disebabkan karena kemarahan tersebut
membuat kita mengerti satu sama lainnya.
b. Negatif
1) Kemarahan dapat menyebabkan stres dan ketidakbahagiaan
Orang yang marah mungkin memiliki kecenderungan lebih stres dan
jauh dari rasa bahagia dibandingkan dengan orang lain. Dari stres akibat
rasa marah, hal tersebut dapat menimbulkan tekanan darah tinggi,
tekanan mental dan emosi yang semakin tidak terkendali.
2) Kemarahan diketahui menyebabkan tekanan darah tinggi
Saat marah, sebenarnya seketika tekanan darah meningkat dan irama
napas menjadi cepat. Pada beberapa kasus, tekanan darah tinggi dapat
menyebabkan sakit kepala mendadak.
3) Kemarahan dapat membuat agan rentan terhadap peradangan dan
nyeri otot
Dalam ilmu kedokteran, pelepasan hormon yang disebut kortisol
selama kemarahan diketahui menyebabkan otot untuk melenturkan dan
menerima serangan energi dalam beberapa detik. Segingga pada
akhirnya, pelepasan berulang Kortisol memiliki efek negatif seperti
membuat tubuh rentan terhadap nyeri otot dalam jangka panjang.
4) Cepat letih
Ekspresi kemarahan tentu membutuhkan energi. Dalam proses itu,
hormon stres akan meningkat dan pada akhirnya akan menguras habis
energi tubuh.
5) Kesulitan untuk tidur
Pikiran negatif yang menguasai otak pastinya akan membuat si
pemarah sulit untuk mendapatkan tidur yang berkualitas. Kerugian ini
akan menyebabkan seseorang untuk lebih mudah terserang sakit kepala.
6) Kemarahan dapat melemahkan kekebalan tubuh
Mungkin sering mendengar bahwa pikiran yang sehat adalah hati yang
sehat. Kondisi mental seseorang memiliki dampak besar pada tingkat
kekebalan tubuh.
7) Kemarahan dapat menyebabkan isolasi social
Selain efek samping medis, salah satu efek samping penting dari
kemarahan bisa menjadi isolasi sosial. Tidak ada yang suka berada di
sekitar marah, orang murung dan temperamental. Setelah agan mulai
memiliki reputasi sebagai orang yang marah, kemungkinan orang
menjauhkan diri dari agan.
8) Detak jantung yang lebih cepat
Orang yang sering marah dilaporkan juga memiliki detak jantung
yang lebih cepat. Meski pasien tidak menunjukkan tanda-tanda cemas,
sebenarnya tubuh mereka menunjukkan tanda-tanda ketakutan dan stres,
seperti peningkatan hormon kortisol dan berkeringat.
9) Meningkatkan hormon stress
Ketika seseorang marah, maka salah satu bagian syaraf yakni
hypotalamic pituitary menjadi hiperaktif. Bagian hormon inilah yang
kemudian melepaskan hormon stres yang disbeut kortisol. Semakin
banyak kortisol dikeluarkan, tekanan darah pun meningkat.
10) Stroke
Stroke otak terjadi ketika satu atau lebih pembuluh darah di otak
pecah. Hal ini dapat terjadi ketika kemarahan membuat tekanan darah
agan naik sangat tinggi. Stroke otak dapat membunuh agan atau
melumpuhkan agan seketika.
11) Sakit kepala
Ketika agan marah, pembuluh darah di otak akan berdenyut liar. Hal
ini dapat memicu rasa sakit di kepala. Cobalah untuk tenang segera, jika
agan merasa nyeri di kepala agan karena dipicu oleh perasaan marah.
12) Masalah pernapasan
Marah juga dapat menyebabkan gangguan pernapasan seperti asma.
Seseorang akan merasa sulit bernapas ketika ia marah. Kemarahan juga
dapat memicu serangan asma dan membuat napas seseorang terengah-
engah.
13) Sering sakit
Tahukah agan jika kita sering marah sistem imun kita akan menurun.
Nah, jika sistem imun kita menurun otomatis penyakit pun akan lebih
mudah menyerang kita.
14) Serangan cemas
Hal yang satu ini tentu bukan rahasia lagi. Akibat marah yang kita
alami, dapat membuat perasaan cemas yang tak jelas terhadap berbagai
hal. Kita pun akan menjadi lebih sensitif.
15) Depresi
Hal yang satu ini tentu bukan rahasia lagi. Akibat marah yang kita
alami, dapat membuat perasaan cemas yang tak jelas terhadap berbagai
hal. Kita pun akan menjadi lebih sensitif.
16) Gangguan pencernaan
Hal yang satu ini tentu bukan rahasia lagi. Akibat marah yang kita
alami, dapat membuat perasaan cemas yang tak jelas terhadap berbagai
hal. Kita pun akan menjadi lebih sensitif.

Sesi 2 : Memahami Siklus Agresi Marah


1. Siklus agresi (Cit Queensland Health 2013)
Ada pun enam fase tersebut diantaranya:
a. Triggering ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi. Pemicu
yang biasa muncul berupa provokasi, respon terhadap kegagalan,
komunikasi yang buruk, situasi yang menyebabkan frustasi dan lain
sebagainya.
b. Escalation phase merupakan fase dimana suasana hati klien mulai semakin
tidak karuan. Kemarahan klien meningkat dan tujuan utama petugas
kesehatan pada fase ini adalah untuk menurunkan kemarahan dan
kecemasan klien. Diagnosis Nanda untuk fase ini adalah risk for other
violence (resiko terjadinya tindak kekerasan yang lainnya). Klien dengan
gangguan psikiatrik memiliki pemicu dari perilaku agresif yang lebih
variatif seperti halusinasi dan lain sebagainya.
c. Crisis poin terjadi jika penanganan fase 1 dan 2 gagal. Diagnosis dalam
Nanda tidak dijelaskan secara rinci untuk fase ini namun ICNP menjelaskan
satu diagnosis berupa violence (kekerasan) atau Aggressive behaviour
actual (perilaku agresif aktual). Terkadang untuk mengurangi kerusakan,
penggunaan restraint sangat diperlukan.
d. Setting phase adalah fase klien telah melepaskan energi marahnya. Pada saat
ini, klien masih memiliki potensi untuk kembali mengulangi fase 3. Pada
fase ini, restraint boleh dilepas. Diagnosis berdasarkan Nanda 2007
disebutkan risk for other directed violence (resiko terjadinya kekerasan lain)
e. Post crisis depression merupakan fase dimana klien mengalami kecemasan,
depresi dan berfokus pada kemarahan dan kelelahan. Diagnosis Nanda 2007
yang muncul adalah knowledge deficit (kurang pengetahuan).
f. Return to normal functioning, klien telah kembali pada keseimbangan
normal. Pasien sudah mulai tenang dan cukup baik untuk melatih
kemampuan kognitif, fisik dan emosi.
2. Tanda-tanda marah:
a. Secara Fisik
Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keluar keringat dan
tekanan darah meningkat.
b. Secara Emosional
Merasa terganggu, menentang, jengkel,dendam, meremehkan, dan
merasa kuat
c. Secara Social
Perilaku keras, ejekan atau humor yang tidak konsruktif, penolakan atau
menarik diri.
d. Kognitif
Mendominasi, bawel, cerewet, sarkasme, berdebat dan meremehkan.
e. Secara Spiritual
Ingin menang sendiri, tidak bermoral dan atau kreatifitas terhambat.
3. Menanggapi marah dengan pikiran positif
a. Berhenti
Begitu Anda merasakan diri Anda mulai menimbun kemarahan,
berhentilah sejenak dan atur nafas Anda. Ketahui bahwa Anda sudah mulai
marah. Tanda-tanda kemarahan sendiri sangatlah mudah ditemukan, otot
mulai menegang, muka panas, tangan mulai 'gatal', nafas pendek, suara
meninggi.
b. Berfikir
Bayangkan konsekuensi dari jika Anda marah, baik untuk diri Anda,
maupun untuk subjek atau orang yang menjadi penyebab mengapa Anda
marah. Sebagai contoh, Anda dapat berpikir seperti jika saya marah maka
saya sendiri yang akan malu, saya akan menyakiti orang ini, dan seterusnya.
c. Tanya
Tanyakan diri Anda apa yang menjadi penyebab mengapa Anda marah,
apakah situasi tersebut membutuhkan Anda marah? Apakah Anda marah
karena situasi lalu? Fokuskan diri Anda untuk mengetahui apakah
kemarahan Anda masih tepat, kemudian cari tahu bagaimana penyebab
kemarahan Anda dapat dipenuhi.
d. Keluarkan
Tanyakan juga diri Anda bagaimana Anda dapat mengurangi kemarahan
itu. Beberapa cara terbaiknya adalah berjalan-jalan, mandi, mendengarkan
musik, tidur, menelepon teman, olahraga, meditasi. Tidak apa-apa jika
memang membutuhkan waktu beberapa jam atau beberapa hari untuk
mengurangi kemarahan Anda.
Yang penting di sini adalah agar Anda dapat kembali ke situasi dimana
Anda dapat tenang dan dapat berkomunikasi dalam sebuah perilaku yang
baik. Begitu Anda siap 'menceramahi' orang yang menjadi penyebab
kemarahan Anda, perhaluslah. Daripada mengatakan 'Kamu', lebih katakan
'Saya' ("Saya tidak suka orang yang ..." daripada "Kamu itu ..."). Ingatlah
juga untuk mendengarkan alasan orang tersebut, agar komunikasi tidak satu
arah.
Sesi 3 :Mengontrol Kemarahan
1. Berfikir positif dan berhenti marah
a. Bersyukur
b. Pilih teman-teman yang mensuport
c. Ambil tanggung jawab
d. Ubah tidak bisa menjadi bisa
e. Berbuat baik
f. Lihat sisi baiknya
g. Istirahat
h. Tentukan tujuan
i. Tertawa
2. Teknik mental dan fisik untuk membantu mengelola emosi baik
a. Pahami makna kelenturan emosional
Kuat lentur secara mental dan emosional berarti mampu beradaptasi
dengan berbagai kondisi seperti stres, trauma, kesulitan, atau tragedi.
Kelenturan bukanlah sesuatu yang dimiliki sejak lahir, melainkan proses
yang dapat dipelajari siapa saja, dan daat ditemukan dalam diri orang biasa.
b. Pelajari tentang penataan emosional
Belajar menata emosi adalah bagian lain yang penting untuk menjadi
kuat secara mental dan emosional.
c. Identifikasi area spesifikyang ingin dirubah
Cari tahu bagaimana cara mengubah setiap kesulitan menjadi suatu
tujuan.
d. Akui kekuatan anda
e. Pikirkan kembali tentang pengalaman masa lalu
f. Pastikan apakah anda memiliki ketergantungan yang memerlukan
perawatan
g. Pertimbangkan untuk bicara dengan terapis
3. Cara meningkatkan kualitas emosional baik
a. Mengenal emosi diri
Anda dapat bertanya pada hati anda yang terdalam seperti apakah
perasaan anda sesungguhnya. Apakah anda merupakan tipikal seorang
pemarah, pemberani, penakut, pencemas, peragu, atau pemalu dan
sebagainya. Anda dapat mengetahui pada saat apa dan bagaimana anda
marah, takut, gelisah, gembira, bersemangat dan sebagainya. Dengan
harapan bahwa setelah mengenal emosi diri, maka akan segera muncul
kesadaran diri bahwa anda sedang mengalami sedih, senang, takut, ataupun
cemas.
b. Mengelola / mengekspresikan emosi
c. Memotivasi diri
Memotivasi diri dapat menumbuhkan semangat, percaya diri, ketekunan
dan ketahanan mental.
d. Mengenal emosi orang lain
Melatih tanggap terhadap lawan bicara
e. Membina hubungan

Sesi 4 : Komunikasi Asertif


1. Sikap tegas dalam komunikasi
a. Jaga jarak, jangan menyentuh, jangan memotong pembicaraan,
memahami kemarahannya, memberi solusi, jika sudah berhenti marah
segera ambil alih pembicaraan
b. Mengetahui penyebab kemarahnnya dan menunjukkan kemauan untuk
berbicara dan mendengarkan pasien
c. Menanyakan pertanyaan yang sifatnya terbuka
d. Tidak mengganggu atau mengancam pasien atau keluarganya dengan
cara apapun
e. Tidak menyetujui atau menjanjikan sesuatu yang tidak dapat ditepati
f. Membantu pasien merasa bahwa mereka mempunyai berbagai pilihan
g. Jangan membicarakan orang yang marah atau agresif tanpa
sepengetahaun mereka karena mereka dapat menganggapnya sebagai
tindakan yang mengancam mereka
h. Coba untuk tidak tersinggung atau terlibat terlalu dalam secara emosional
i. Menjaga jarak yang aman jika pasien mulai menunjukkan tanda-tanda
agresif
2. Ketegasan yang berbeda dari perilaku agresif atau pasif
a. Memahami pikiran, emosi, dan apa yag dimaksudkan oleh orang lain.
b. Menangkap dan mengolah informasi
c. Menggunakan berbagai cara yang dapat digunakan untuk memulai
komunikasi atau interaksi dengan orang lain, memeliharanya,dan
mengakhiri-nya dengan cara yang positif.
d. Memahami konsekuensi dari sebuah tindakan sosial, baik bagi diri
sendiri maupun bagi orang lain atau tujuan tindakan tersebut.
e. Membuat penilaian moral
3. Komunikasi asertif membantu untuk mengontrol keseimbangan
emosional
a. Evaluasi terhadap hak-hak pribadi
b. Mengemukakaan problem dan konsekuensinya kepada orang yang
terlibat dalam konflik
c. Mengekspresikan perasaan tentang situasi tertentu
d. Mengemukakan apa yang menjadi permintaan

Sesi 5 : Terapi Perilaku Kognitif


1. Berbicara kepada diri sendiri
Ini adalah satu cara memotivasi diri yang sangat ampuh jika Anda mau
mencoba dan melatih diri. Dalam prakteknya sendiri, ada beberapa aturan
sederhana yang bisa Anda gunakan untuk mendapatkan manfaat besar dari cara
ini.
a. Ajukan Pertanyaan Positif
Kita akan selalu mendapat jawaban atas semua pertanyaan yang kita
ajukan ke diri sendiri. Seasing atau seaneh apapun pertanyaan yang Anda
ajukan, pikiran akan memberikan jawaban jujur kepada Anda. “Tidak tahu”
adalah jawaban jujur dan polos yang diberikan oleh pikiran.
Misalnya, jika Anda merasa lelah, pertanyaan apa yang sering Anda
ajukan kepada diri Anda sendiri? “Mengapa saya merasa lelah?” Pikiran
Anda akan memberikan jawaban seperti, “Ia ne, kamu semalam kan
tidurnya lama. Bangunnya harus cepat karena harus meeting sama bos.
Wajarlah kamu merasa lelah.”
b. Lihatlah Sisi Positifnya
Pekerjaan Anda yang menumpuk membuat Anda merasa tidak
termotivasi, membuat Anda tidak bersemangat mengerjakannya dan Anda
jusru menyalahkan orang lain karena masalah yang ada saat ini.
Disinilah dibutuhkan kesadaran yang kuat untuk bisa membimbing
pikiran bisa terus berjalan pada jalur yang benar dan terbebas dari perasaan
down tersebut. Pikiran bawah sadar Anda mungkin akan berkilah bahwa
inilah saat yang tepat untuk melakukan hal lain yang lebih menyenangkan
dan menantang.Dengan berbicara kepada diri sendiri, besar kemungkinan
Anda bisa memotivasi diri sendiri. Caranya dengan melihat ke sisi positif
atas masalah yang Anda hadapi. Cepat atau lambat, pikiran bawah sadar
Anda akan mengikuti permintaan Anda.
c. Jangan Menyalahkan Diri Sendiri
Hal yang kurang bijak dan sangat perlu untuk dihindari adalah
menyalahkan diri sendiri karena menganggap sebagai sumber masalah atas
apa yang terjadi.Dengan menyalahkan diri sendiri, mustahil Anda bisa
memotivasi diri sendiri. Ini justru membuat Anda merasa down dan
melakukan satu tindakan karena merasa bersalah. Dengan menerima diri
sendirilah akan memudahkan Anda berkomunikasi kepada diri Anda
sendiri.Dengan begitu, pikiran Anda merasa lebih nyaman dan mau
mendengarkan apa yang Anda minta. Jika Anda bisa membujuknya, ia bisa
bekerja sama dengan Anda untuk kebaikan diri Anda bersama.
d. Paksa Sedikit Tubuh Anda
Pikiran bisa memberikan solusi kepada kita untuk mengatasi masalah
yang ada. Saat Anda mendapatkan jawaban yang benar-benar bisa memicu
motivasi Anda, seringkali tubuh masih berada pada kondisi yang kurang fit.
Tubuh masih merasa lelah dan masih merasakan efek dari perasaan down
tersebut.Tapi dengan mempertahakan perasaan semangat tersebut, tubuh
bisa menyesuaikan diri dengan emosi yang ada saat itu.
e. Berpura-Puralah
Tubuh dan pikiran saling terkait dan saling mempengaruhi. Saat tubuh
merasa lelah, maka pikiran juga akan memberikan respon yang sama.
Begitu juga sebaliknya, saat pikiran merasa yang dilakukan tidak penting,
bosan, tidak suka maka tubuh yang tadinya masih segar cepat atau lambat
akan merasa lelah dan capek juga.Kalaupun Anda sangat merasa berat atau
malas memikirkan sesuatu yang semangat, Anda bisa berpura-pura merasa
bersemangat dengan mengerakkan tubuh Anda. Misalnya berjalan,
tersenyum, tertawa serta melakukan hal-hal yang menujukkan Anda sangat
bergairah.
2. Teknik visualisasi untuk mencegah marah
a. Ketika anda marah jangan mengatakan apa-apa.
b. Acuhkan terhadap orang-orang yang berusaha membuat kita marah.
c. Gunakan alasan untuk menghentikan kemarahan.
d. Nilai perdamaian jauh lebih tinggi dibanding rasa marah.
e. Tarik nafas dalam-dalam.
f. Tersenyum.
3. Bersikap rasional dan cerdas menanggapi emosi
Berdasarkan pendapat Goleman (dalam Mutadin, 2002:1) membagi
kecerdasan emosional dalam beberapa kemampuan atau aspek yaitu:
a. Mengenali Emosi Diri yakni kesadaran diri dalam mengenali perasaan
sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional.
Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke
waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri.
b. Mengelola Emosi. Mengelola emosi berarti menangani perasaan agar
perasaan dapat terungkap dengan tepat, hal ini merupakan kecakapan
yang sangat bergantung pada kesadaran diri.
c. Memotivasi Diri. Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat
ditelusuri melalui hal-hal sebagai berikut, cara mengendalikan dorongan
hati, derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja
seseorang, kekuatan berfikir positif, optimisme, dan keadaan flow
(mengikuti aliran), yaitu keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya
tercurah ke dalam apa yang sedang terjadi, pekerjaannya hanya terfokus
pada satu objek
4. Membangun keyakinan untuk memperkuat hubungan dengan orang
lain:
a. Integritas
Integritas pribadi merupakan jaminan terutama untuk dipercayai orang
lain. Jika kita kehilangan integritas, maka kita pun sulit meraih kepercayaan
dari orang lain. Kejujuran selalu lebih berharga daripada kemunafikan yang
paling memikat sekalipun. Orang akan menaruh respek pada sebuah
kejujuran. Dan kita akan merasa sangat lega dan langgeng jika diterima dan
dipercayai sebagaimana adanya kita.
b. Kebajikan
Kebajikan itu hakiki. Jika kita memiliki sumbernya, maka kebajikan
takkan habis-habisnya. Seumpama benih yang hidup, jika ditanam ia akan
menumbuhkan kepercayaan.Kebajikan ditunjukkan melalui keteladanan
hidup dan perbuatan baik. Tanpa kebajikan, siapa yang akan mempercayai
kita ?
c. Waktu
Pepatah mengatakan, waktu adalah penguji terbaik. Melewati kurun
waktu, suatu hubungan akan semakin teruji. Kepercayaan dibangun seumur
hidup, jadi pertahankanlah seumur hidup.
d. Pertanggungjawaban
Banyak orang ingin dipercaya, namun merasa takut dengan
pertanggungjawaban. Mengapa? Karena mereka tidak menjadi diri sendiri
apa adanya. Padahal integritas dan pertanggungjawaban bagaikan koin
dengan dua sisi. Sekali kita berintegritas, otomatis kita pasti dapat memberi
pertanggungjawaban.
e. Bukti
Bukti adalah konfirmasi dari sebuah kepercayaan. Apakah kita dapat
membuktikan kompetensi yang dimiliki? Janji-janji yang ditepati? Ucapan
dan tindakan yang selaras? Konfirmasi yang positif akan membangun dan
semakin memperkuat sebuah kepercayaan.

Sesi 6, 7, 8: Menanggapi konflik, mengungkapkan hasil da membuat buku


harian
1. Cara menangani konflik emosional
a. Berdampingan secara damai
b. Berkompromi
c. Pemecahan masalah
2. Menjadi tegas dalam sikap baikyang penuh dengan tanggung jawab
a. Berusahalah memahami cara berkomunikasi yang tegas
b. Pelajari apa saja ciri-ciri dari kominikasi yang tegas
c. Pelajari apa saja ciri-ciri komunikasi nonverbal yang tegas
d. Pelajari apa saja pikiran yang terkait dengan komunikasi yang tegas
e. Berusahalah untuk mengerti apa komunikasi yang agresif
f. Berusahalah untuk mengerti seperti apa komunikasi yang pasif
g. Kenalilah pengaruh anda
h. Jangan menyalahkan diri sendiri karena gaya komunikasi
3. Mencegah penularan emosional konflik
a. Tidak menghasut orang yang sedang di ajak berbagi pendapat
b. Tidak provokator
BAB IV
KASUS DAN ROLEPLAY
TERAPI MARAH PADA LANSIA

Tn.D berusia 80th tinggal di daerah S satu rumah bersama anak tertuanya
yang sudah menikah namun belum memiliki anak, istrinya telah meniggal beberapa
tahun yang lalu, saat ini Tn.D sudah tidak bekerja hanya dirumah duduk dan
merawat ayam peliharaannya dan terkadang Tn.D merasa kesepian karena anak nya
kerap kali pergi bekerja. Tn D mempunyai riwayat Hipertensi sejak 40 tahun lalu,
dan rutin mengkonsumsi obat penurun Tekanan darah. Tekanan darah terakhir Tn.D
seminggu yang lalu yaitu, 140/90 mmHg. Anak dari Tn.D mengatakan dulu ayah
nya tidak pernah keberatan saat ditinggal dirumah sendiri karena sudah ada ayam
kesayangannya yang selalu menemaninya, namun akhir-akhir ini sang ayah sering
marah-marah ketika ditinggal sendirian dirumah walaupun hanya sebentar dan
mengatakan “ kenapa tidak pulang-pulang, lama banget perginya?”, padalah jam
kerja anak Tn.D sekarang sudah tidak sepadat dulu lagi, dan Tn.D kerap marah-
marah serta mengumpat tanpa sebab hanya karna masalah sepele, seperti misalnya
Anak Tn.D lupa menaruh barang milik Tn.D, beliau akan melampiaskan marahnya
dengan siapa saja sambil teriak- teriak. Tn.D juga kerap ngomel jika ketika ia tidur
mendengar suara orang ngorok.
Ketika Tn.D dinasehati oleh anaknya untuk sabar dan tidak sering marah-
marah karena dapat mempengaruhi tekanan darah, sang ayah malah kembali marah
dan mengumpat kepada anaknya, bahwa anaknya sudah tidak sayang kepada
dirinya karena dirinya sudah tidak berguna lagi.

PELAKSANAAN
1. Sesi 1 : Pemahaman Dasar Tentang Energi Kemarahan
2. Sesi 2 : Memahami Siklus Agresi Marah.
3. Sesi 3 : Mengontrol Kemarahan
4. Sesi 4 : Komunikasi Asertif
5. Sesi 5 : Terapi Perilaku Kognitif
6. Sesi 6, 7, 8 : Menanggapi Konflik, Mengungkapkan Hasil dan Membuat Buku
Harian
7. Sesi 9 : Suport system

B. PERCAKAPAN
A : PERAWAT
B : PASIEN

Sesi 1 : Pemahaman Dasar Tentang Energi Kemarahan


A : Selamat pagi mbah, perkenalkan saya perawat Devi ,nama simbah siapa
nggih? Terus sukannya dipanggil apa ?
B : Aku mbah mangun sentono, celuk wae mbah mangun
A : Oh iya mbah, gimana perasaan mbah sekarang ?
B : Seneng, banyak temennya, tapi kadang suka jengkel
A : Jengkel kenapa mbah ?
B : Gak tau pokoknya jengkel
A : Terus kalau jengkel simbah ngapain ?
B : Teriak-teriak
A : Oh iya, mbah sekarang kita akan melakukan terapi untuk mengendalikan
kenapa mbah itu kadang suka marah–marah, tujuannya biar besok simbah
kalau ada rasa jengkel bisa mengatasi marahnya simbah dengan tidak
merepotkan orang lain .
B : Oh iya sus
A : Nanti diterapi mbah duduk disini sama saya sampai selesaiya, kalau mau
kemana-mana nanti izin dulu, kita tidak lama kok sekitar 45 menit saja.
nanti mbah tolong mengikuti instruksi saya
B : Oh ya
A : Sekarang kita mulai ya mbah, saya mau tanya, marah itu apa sih mbah?
B : Marah itu ya marah
A : Oh iya, trus kalau mbah marah itu penyebabnya apa ?
B : Itu kadang kalau mau tidur saya suka denger ada yang ngorok jadi berisik,
kadang juga marah sama temen soalnya gak sepaham
A : Oh begitu, marah itu memang ada baiknya ya mbah, bisa menghilangkan
stress dan bisa lebih mendekatkan pertemanan, tapi mbah marah itu juga
tidak baik, coba mbah bisa sebutkan apa aja yang gak baiknya?
B : Marah itu bikin darah tinggian, terus kadang susah tidur,
A : Nah itu tadi salah satunya, marah itu nanti juga bisa buat nyeri di otot-otot,
terus detak jantung cepet atau gampang deg-degan, terus gampang stress,
sakit kepala, nafas juga bisaber masalah, depresi, cemas, sering sakit
sakitan bahkan bisa sampai stroke lho mbah
B : Oh begitu, wah bahaya banget ya sus ya
A : Iya mbah, makanya simbah jangan suka marah-marah ya?
B : Iya sus
A : Nah sekarang gimana perasaan mbah?
B : Sekarang saya lebih tau seneng bisa ngobrol sama suster
A : Iya mbah, mbah juga sudah kelihatan sumringah sekarang
B : Iya sus
A : Nah sekarang sudah selesai, besok kita ngobrol lagi ya mbah, tempatnya
disini saja ya.
B : Iya sus
A : Sekarang mbah bisa istirahat lagi atau ngobrol sama temen-temennya.
B : Iya sus, makasihya
A : Iya sama–sama mbah

Sesi 2 : Memahami Siklus Agresi Marah.


A : Selamat pagi mbah, bagaimana perasaan mbah hari ini ?
B : Selamat pagi, hari ini saya senang sus
A : Baik kalau begitu sesuai dengan kontrak kita kemarin kita akan mengobrol
untuk melanjutkan sesi berikutnya, apakah mbah sudah siap ?
B : Sudah sus
A : Ouh ya mbah, kalau begitu sekarang kita akan membahas tentang siklus
agresi / siklus marah. Bagaimana kemarin sudah paham tentang marah
belum mbah ?
B : Saya sudah paham sus.
A : Bagus mbah, nah sekarang saya akan menjelaskan tentang siklus agresi,
siklus agresi itu di bagi 6. Yaitu triggering itu pemicu munculnya marah,
escalation phase itu suasana hati mulai semakin tidak karuan ini merupakan
fase meningkatnya kemarahan, crisis poin penanganan fase 1 dan 2 gagal
dan ini memicu kekerasan, setting phase ini fase dimana marah mulai di
lepaskan, post crisis depression fase ini merupakan dimana kecemasan,
depresi mulai muncul namun kekerasan sudah tidak terjadi, retrun to normal
kembali pada keseimbangan normal sudah mulai tenang dan cukup baik.
Bagaimana mbah ada yang mau di tanyakan ?
B : Bagaimana sus bila tidak bisa menahan marah ?
A : Nah apabila kita tidak bisa menahan marah sebaiknya kita berfikir positif
caranya berheti, berhenti itu saat kita marah berhenti sejenak dan atur nafas.
Kedua berfikir, berfikir seperti jika saya marah maka saya sendiri yang akan
malu, saya akan menyakiti orang lain. Begitu mbah bagaimana?
B : Ouh ya sus. Terus apa sus tanda – tanda marah itu ?
A : Tanda – tanda marah itu muka merah, merasa terganggu, jengkel, menarik
diri, bawel, ingin menang sendiri. Nah itu buk bagaimana sudah jelas dan
ada yang mau ditanyakan mbah ?
B : Tidak sus, saya sudah paham sus
A : Baiklah kalau begitu sampai disini dulu ngobrolnya besok dilanjut untuk
sesi berikutnya tempatnya disini lagi ya mbah ? selamat pagi mbah
B : Iya sus, selamat pagi sus

Sesi 3 : Mengontrol Kemarahan


A : Selamat siang mbah
B : Selamat siang juga sus.
A : Bagaimana perasaan mbah sekarang? apakah ada yang ingin ibu ceritakan
kepada saya?
B : Untuk sementara ini tidak ada apa-apa sus
A : Simbah bagaimana kalau sekarang kita ngobrol-ngobrol disini, apakah
simbah mau?
B : Iya sus saya bersedia
A : Nanti kita membutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk ngobrol
ngobrolnya, apa bisa kita mulai sekarang?
B : Iya bisa sus
A : Apakah simbah sudah tau cara mengontrol marah?
B : Belum tau sus
A : Oh ya mbah, pada kesempatan ini saya akan sedikit menjelaskan
bagaimana cara mengontrol marah. Pertama berfikir positif dan berhenti
marah dengan cara bersyukur, pilih teman-teman yang mensuport,
bertanggung jawab. Yang kedua dengan teknik mental dan fisik untuk
membantu mengelola emosi dengan baik. Ada berbagai cara diantaranya
paham makna kelenturan emosional, belajar menata emosi,
mengindentifikasi area spesifik yang ingin dirubah tadi. Terakhir adalah
dengan cara meningkatkan kualitas emosional baik, dengan cara
mengenali emosi diri sendiri, mengelola/mengekspresikan emosi,
memotivasi diri sendiri, mengenal emosi orang lain serta membina
hubungan baik dengna orang sekitarnya. Apakah simbah sudah paham?
B : Iya saya sudah paham sus, nanti jika ada pertanyaan akan saya tanyakan.
A : Baik kalau begitu mbah, bagaimana perasaan simbah setelah mengobrol
dengan saya?
B : Saya senang sus, jadi ada yang menemani saya
A : Iya mbah saya juga senang, kalau begitu ngobrol-ngobrolnya sampai di
sini dulu. Besok kita ketemu lagi di sini dengan jam yang sama. Oke
mbah?
B : Oke sus
A : Kalau begitu simbah bisa beristirahat kembali
B : Iya sus terimakasih
A : Iya mbah sama-sama
Sesi 4 : Komunikasi Asertif
A : Selamat pagi mbah, kita ketemu lagi sesuai dengan kesepakatan kita saat
pertemuan kemarin. Nah sekarang gimana kabarnya mbah?
B : Iya sus, saya senang bisa bertemu dengan suster lagi. Alhamdulillah baik
sus.
A : Alhamdulillah, sekarang kita akan melakukan terapi pada tahap yang ke3
ya mbah. Kita akan membahas tentang cara berkomunikasi.
B : Oke sus
A : Kira-kira kita membutuhkan waktu sekitar 15-20 menit ya mbah?
B : Iya sus, lebih juga tidak apa-apa
A : Baik mbah kalau begitu kita mulai ya mbah. Mbah tau tidak sikap tegas
kita dalam berkomunikasi itu bagaimana?
B : Belum sus, sikap tegas dalam berkomunikasi itu bagaimana sus?
A : Sikap tegas kita dalam berkomunikasi itu seperti kita jangan memotong
pembicaraan, tiidak mengganggu lawan bicara saat dia sedang berbicara,
dan tidak menyetujui atau menjanjikan sesuatu yang tidak dapat ditepati.
Seperti itu mbah, jadi kita harus saling menghormati saat sedang berbicara.
B : Nahhh kalau bicaranya keras-keras itu bagaimana sus?
A : Itu tidak boleh mbah, nanti lawan bicara kita bisa takut.
B : Ohh iya sus
A : Terus mbah, ketegasan yang berbeda dari perilaku agresif atau pasif juga
ada mbah. Misalnya memahami pikiran, emosi, dan apa yag dimaksudkan
oleh orang lain. Menangkap dan mengolah informasi, Menggunakan
berbagai cara yang dapat digunakan untuk memulai komunikasi atau
interaksi dengan orang lain, memeliharanya, dan mengakhiri-nya dengan
cara yang positif. Jadi jangan memberikan kesan yang tidak
menyenangkan yang bisa membuat orang lain tersinggung atau takut.
B : Oww begitu ya sus, jadi saya kalau berbicara tidak boleh teriak-teriak ya
sus?
A : Iya mbah, biar yang mbah ajak berbicara tidak takut. Mbah juga bisa
mengontrol emosi, dengan cara mengevaluasi diri, lalu mengemukaan
masalah atau menyelesaikan konflik dengan cara yang baik, dan
mengekspresikan perasaan tentang situasi tertentu dengan baik. Seperti itu
mbah..
B : Saya itu mudah terpancing marah sus, jadi mudah marah.
A : Simbah sekarang sudah belajar banyak tentang cara mengatasi marah, jadi
simbah bisa mempraktikkannya, gitu yam bah?
B : Iya sus, mulai sekarang saya mau belajar tidak teriak-teriak dan tidak
mudah marah.
A : Sipp bagus mbah. Nah sekarang bagaimana perasaan simbah?
B : Alhamdulillah sekarang sudah tidak sering marah-marah
A : Iya mbah, kalau begitu pertemuan kita hari ini sudah selesai. Kita
lanjutkan minggu depan dengan topik yang berbeda di tempat ini ya
mbah?
B : Iya sus terimakasih
A : Sama-sama mbah, sekarang simbah bisa istirahat
B : Iya sus

Sesi 5 : Terapi Perilaku Kognitif


A : Selamat pagi mbah, kita ketemu lagi sesuai dengan kesepakatan kita saat
Pertemuan kemarin. Nah sekarang gimana kabarnya mbah?
B : Iya sus, saya senang bisa bertemu dengan suster lagi. Alhamdulillah baik
sus.
A : Alhamdulillah, sekarang kita akan melakukan terapi pada tahap yang ke 5
ya mbah. Kita akan membahas tentang cara mengatasi ketika simbah
sedang marah .
B : Oke sus
A : Kira-kira kita membutuhkan waktu sekitar 10-25 menit ya mbah?
B : Iya sus, lebih juga tidak apa-apa
A : Baik mbah kalau begitu kita mulai ya mbah.
Kemarin kan kita sudah membahas tentang sikap tegas dalam
berkomunikasi, sekarang kita belajar cara mengendalikan saat simbah
sudah mulai marah ya mbah?
B : Iya sus, bagaimana caranya?
A : Caranya dengan teknik bicara dengan diri sendiri dan mengontrol emosi
ketika sudah mulai marah
B : Nahhh kalau begitu gimana tehniknya sus?
A : Saat sudah mulai marah simbah itu berfikir dalam hati, perasaan orang
yang simbah marah-marahin itu bagaimana ? kira-kira bagaimana mbah ?
B : Ohh iya ya sus pasti sedih dan jengkel ya sus.
A : Naahhh, kalau begitu sekarang saat simbah akan marah sebaiknya simbah
memikirkan perasaan orang yang simbah marahin sehingga simbah bisa
mengontrol emosi.
B : Oww begitu ya sus, jadi kalau saya mau marah, saya harus bisa
mengontrol emosi ya sus?
A : Iya mbah, biar yang mbah ajak berbicara tidak sedih dan jengkel. Mbah
juga bisa mengontrol emosi, dengan cara mengevaluasi diri, lalu
mengemukaan masalah atau menyelesaikan konflik dengan cara yang baik,
dan mengekspresikan perasaan tentang situasi tertentu dengan baik. Seperti
itu mbah..
B : Saya itu mudah terpancing marah sus, jadi mudah marah.
A : Simbah sekarang sudah belajar banyak tentang cara mengatasi marah, jadi
simbah bisa mempraktikkannya, gitu yam bah?
B : Iya sus, mulai sekarang saya mau belajar mengontrol emosi dan tidak
mudah marah.
A : Sipp bagus mbah. Nah sekarang bagaimana perasaan simbah?
B : Alhamdulillah sekarang sudah tidak sering marah-marah
A : Iya mbah, kalau begitu pertemuan kita hari ini sudah selesai. Kita
lanjutkan minggu depan dengan topik yang berbeda di tempat ini yam
bah?
B : Iya sus terimakasih
A : Sama-sama mbah, sekarang simbah bisa istirahat
B : Iya sus
Sesi 6, 7, 8 : Menanggapi Konflik, Mengungkapkan Hasil dan Membuat
Buku Harian
A : Selamat pagi mbah?
B : Pagi,
A : Pripun kabare?
B : Baik sus,
A : Oh, nggih. Gimana bu perasaannya hari ini?
B : Saya tuh sedang marah sus sama anak saya, masa saya di bilang beseran
terus ga pernah di kasih makan sama anak saya. Padahal dulu waktu kecil
dia saya yang merawat sampai dia sebesar ini.
A : Nggih, tapi simbah tidak merasa beseran kan? Tadi ibu sudah makan
belum?
B : Sudah sus, habis satu piring
A : Nggih, sekarang saya mau mengajarkan simbah untuk membuat buku
catatan harian, jadi setiap simbah melakukan sesuatu simbah tulis di buku
tersebut. simbah habis makan, habis mandi atau habis ngapain simbah tulis
di buku itu agar anak simbah nya bisa tahu, jadi ga di bilang beseran lagi
atau lupa ngasih makan. Saderenge ngertos boten mbah penjelasan saya?
B : Nggih sus, saya paham.
A : Berarti mulai dari sekarang simbah harus melakukan apa yg saya jelasin
tadi nggih?
B : Nggih. sus.
A : Ada yang ingin ditanyakan lagi mbah?
B : Nanti kalau saya tidak mengerti saya tanya langsung sama mba nya aja
A : Baik kalau begitu, jadi setiap simbah terlintas pikiran negatif simbah
langsung buka bukunya ya mbah ? Tulis sesuai dengan yang ingin simbah
tulis saja, tidak
harus semua kegiatan ibu tulis di buku tersebut.
B : Iya sus,
A : Baik mbah, jika tidak ada yang ingin ditanyakan lagi saya permisi untuk
kembali keruangan dulu dan simbah bisa melakukan aktivitas kembali,
selamat pagi.
B : Iya mba, selamat pagi

Sesi 9 : Suport system


Perawat : selamat pagi…kakek, dan ibu
keluarga : selamat pagi sus
Pasien : (hanya tersenyum)
Perawat : perkenalkan saya suster A, nama kakek siapa?
Pasien : nama saya Kakek A sus
Perawat : nama ibu siapa?
Keluarga : saya bpak Andi sus saya anak dari kakek D
Perawat : oh begitu baiklah ibu dan kakek,,, saya akan memperkenalkan diri
dulu nama saya suster A. Pada pagi hari ini kita akan berbincang-
bincang dengan nenek dan ibu, dimana tujunnya : 1. untuk
meningkatkan komunikasi perawat dengan pasien, 2. Supaya kakek
nantinya mendapat support, 3 serta keluarga dapat menjadi support
system bagi pasien.
Pasien dan keluarga : (sambil tersenyum dan melihat perawat)
Perawat : Disini kita akan berbincang-bincang dengan kakek D dan Ibu Ani
selama 45 menit kedepan dengan aturan selama 45 menit kita saling
berhadapan ya dari awal biacar sampai akhir
Pasien dan keluarga : iya sus
Perawat : Kakek saya disini akan memberikan system terapi yang
memberikan support dalam menyelesaikan masalah. Saya mau
bertaya apa yang dilakukan kakek saat marah? Misalnya : saat marah
kakek lalu Tarik nafas dalam dan tidak jadi marah? Atau bagimana?
Pasien : semenjak di tinggal nenek, saya merasa frustasi dan sering marah-marah.
Perawat : baiklah bu saya akan bicara langsung ke nenek ya bu
Keluarga : ya sus boleh silahkan!
Perawat : kakek D bagaimana perasaan kakek pagi ini?
Pasien : saya merasa sedih sus
Perawat : jika saya boleh tau frustasi karena apa kek?
Pasien : istri saya baru saja meninggal sus
Perawat : saya turut berduka ya kek atas apa yang telah menimpa keluarga
kakek!
Pasien : terimakasih sus!!
Perawat : umur kakek berapa?
Pasien : umur saya 80 tahun sus!!
Perawat : wahhhh kakek panjang umur ya sudah umur 80 tahun tetapi masih
kelihatan sehat. (sambil memegang tangn si nenek)
Pasien : (Menunduk dan tersenyum)
Perawat : jika saya boleh tau jika kakek sedang frustasi seperti sekarang apa
yang kakek lakukan untuk menyikapinya?
Pasien : saya selalu merawat ayam-ayam saya sus dan melakukan hal positif
lainnya.
Perawat : oh seperti itu kek!!
Perawat : baiklah bapak sedikit saran dari saya jika kakek sedang ada
masalah ibu selalu mendampinginya, memberikan support terhadap kakek,
kakek bisa bertahan sejauh ini hanya karena dari dukungan keluarga, jadi
bapak dan keluarga harus memberikan perhatian yang lebih sekarang sama
kakek, karena dulu kan kakek masih mendapat perhatian dari nenek tetapi
nenek sekarang sudah tidak ada. Jadi disinilah peran keluarga untuk memberi
support pada nenek ya bu!
Keluarga : ya sus terimakasih atas sarannya
Perawat : sama-sama ibu!!
Pasien : terimakasih sus sudah mau memperhatikan saya dan memberi saran
Perawat : sama–sama kek.
Bapak Andi Nah sekarang kita sudah selesai berbincang-
bincangnya, besok rabu tanggal 20-03-2019 jam 10:00 di tempat
ini kita akan bertemu lagi untuk mambahas tentang Kemampuan
kaluarga untuk dapat menjadi support system bagi pasien.
Keluarga : oh baiklah suster
Perawat : kalau begitu saya permisi selamat pagi kakek D dan Bapak Andi
DAFTAR PUSTAKA

Gunarsa, Singgih D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.


Setyoadi, dkk. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien
Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika.
Stuart, G.W. (2009). Principle and Practice of Psychiatric Nursing. St Louis:
Mosby.
Thomas, Sandra P. Teaching healthy anger management. Perspectives in Psychiatric
Care37. 2 (Apr-Jun 2001): 41-8.
Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditamam.

You might also like