Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
3A
Kelompok 1
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perilaku marah merupakan salah satu jenis perilaku yang dianggap sebagai
perilaku dasar dan bersifat survival. Semua orang dari semua budaya
mempunyai perilaku marah, marah yang berlebihan dapat memperburuk
kesehatan. Kemarahan merupakan puncak kegagalan seseorang dalam
mengawal emosi, berbagai peristiwa hidup akan menciptakan berbagai emosi
dalam diri seseorang yang kadang-kadang membuat perilaku marah tidak
menentu dan bisa menimbulkan musibah pada kehidupan seseorang baik secara
psikis maupun fisik. Secara fisik perilaku marah dan mudah tersinggung dapat
menyebabkan masalah kesehatan diantara imsomnia, melemahnya sistem imun,
diabetes, hipertensi serta jantung. Marah pada kasus yang lebih parah terutama
pada penderita hipertensi, dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah
hingga kematian mendadak (Gemilang, 2013; Aditya, 2013) Data dari
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH) menyebutkan angka
kematian penderita hipertensi di Indonesia mencapai 56 juta jiwa terhitung dari
tahun 2000-2013. Diketahui bahwa faktor kematian paling tinggi adalah
hipertensi, karena menyebabkan kematian pada sekitar 7 juta penduduk
Indonesia
Menurut Triantoro (2012) bahaya marah dijelaskan oleh para ahli psikologi
antara lain dapat dilihat dari tiga perspektif. Pertama, bahaya fisiologis dari
aspek medis menurut para ahli, marah dan kekecewaan akan mempengaruhi
kesehatan seseorang. Hal ini dibuktikan penelitian oleh Muller dalam Triantoro
(2012) tentang hubungan antara tekanan psikososial dan infrak jantung,
sejumlah 300 dari 331 (90,6%) pasien yang mengikuti penelitian tersebut
terbukti secara klinis memiliki perasaan marah. Menurut penelitian tersebut, 6
dari 7 (85%) penderita depresi yang meninggal dalam waktu 6 bulan setelah
serangan infrak juga menyimpan perasaan marah. Demikian juga dengan 13 dari
14 pasien yang meninggal 12 bulan setelah mengalami infrak. Apabila marah
disimpan terlalu lama dapat menimbulkan penurunan kesehatan yang cukup
siknifikan. Dayer (dalam Triantoro, 2012) menyatakan bahwa pada faal manusia,
amarah dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, bisul, bintik-bintik merah pada
kulit, jantung berdebar, sukar tidur, letih, diabetes dan sakit jantung. Kedua
disamping melemahkan jasmani, marah juga berimplikasi negatif dari segi
psikologis. Marah akan menciptakan berbagai akibat psikologis yang
membahayakan. Setelah sadar diri atau tenang kembali, biasanya seseorang yang
telah sadar dari kemarahan akan dipenuhi oleh rasa penyesalan terhadap tingkah
lakunya yang tidak terkendali. Rasa penyesalan ini kadang-kadang sangat
mendalam sehingga menyebabkan pengutukan terhadap diri sendiri, hingga
depresi atau rasa bersalah yang menghantui untuk waktu yang lama. Ketiga
marah pada seseorang dapat mengakibatkan biaya sosial yang sangat mahal
baginya. Watak pemarah menyebabkan hubungan disharmonis, seperti putusnya
hubungan dengan orang yang dicintai, putusnya persahabatan, kehilangan
pekerjaan bahkan sampai penganiayaan dan pembunuhan karena ujung dari
kasus marah. Adapun perbedaan emosi marah dengan perilaku marah menurut
Hardiyani (2010), emosi marah adalah perasaan intens yang ditujukan kepada
seseorang atau sesuatu, yang disebabkan oleh benci, jijik, sakit hati, takut,
frustasi. Sedangkan perilaku marah adalah ekspresi emosional yang terjadi pada
seseorang akibat sejumlah situasi yang merangsang yang minumbulkan
sikap/perilaku beringas, mengamuk, menyerang, benci, jengkel, dan kesal hati
terhadap diri sendiri dan orang lain
BAB II
KONSEP DASAR MARAH
A. DEFINISI
B. PENYEBAB MARAH
1. Frustasi
Sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan
yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa
terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu
dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan
sekitarnya misalnya dengan kekerasan
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
b. Faktor Budaya
Budaya tertutup dan membatas secara diam dan kontrol sosial yang
tidak pasti terhadap prilaku kekerasan akan menciptakan seolah-
olah prilaku kekerasan diterima.
c. Faktor Psikologis
d. Faktor Biologis
Kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan
ketidakkeseimbangan membran transmitter turut berespon terhadap
terjadinya prilaku kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Kemarahan bisa bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dari
orang lain, kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik)
keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri yang kurang, dapat
menjadi penyebab prilaku kekerasan. Faktor yang berkaitan dengan
marah antara lain :
a. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
b. Mengatakan dengan jelas (assertivines)
c. Memberontak (acting out)
d. Kekerasan atau amuk (violence)
D. GEJALA MARAH
Kemarahan memiliki gejala atau symtomp yang bisa dilihat secara
inderawi. Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang
menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa.
Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam
keadaan marah diantaranya adalah:
1. Emosi
Secara emosi, ketika marah orang akan merasa tidak adekuat untuk
mengendalikan emosinya, merasa tidak aman, merasa terganggu dan
kadang-kadang terselip juga rasa dendam dan jengkel. Secara umum,
orang marah akan diidentikkan dengan Mudah tersinggung , tidak sabar,
frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan
kontrol diri.
2. Intelektual
Secara intelektual, perasaan marah memunculkan kehendak untuk
mendominasi, bawel, mengeluarkan kata-kata yang sarkastik
cenderung untuk memperdebatkan dan meremehkan.
3. Fisik
Secara fisik, kemarahan seringkali ditunjukkan dengan muka yang
memerah, pandangan yang tajam, nafas pendek dan terengah-engah dan
seringkalimengeluarkan banyak keringat. Tanda dan gejala yang lain
adalah ada kesakitan secara fisik dan tekanan darah yang meningkat.
Secara umum dapat dilihat adalah Tekanan darah meningkat, denyut
nadi dan pernapasan meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat,
mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang konstipasi,
refleks tendon tinggi.
4. Spiritual
Secara spiritual, ketika orang marah dia merasa sebagai orang yang
penuh dengan kekuasaan dan kebenaran diri. namun, dia juga merasa
ada keraguan. Secara moral, kemarahan adalah sesuatu yang tak
bermoral sehingga menghambat kreativitas.
5. Sosial
Emosi kemarahan selalu berhubungan secara interpersonal. Artinya,
kemarahan berimplikasi langsung dalam hubungan sosial seseorang.
umumnya, kemarahan membuat orang menarik diri, mengasingkan diri
dari orang lain, menolak kehadiran orang lain. yang lebih parah adalah
ketika kemarahan membawa kepada kekerasan dan penyerangan
(agresi) terhadap orang lain. selain itu, kemarahan juga mengubah sikap
dan perilaku seseorang menjadi Agresif pasif, menarik diri,
bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada suara keras dan kasar.
E. MACAM-MACAM MARAH
Menurut Syamsu Yusuf (2003) emosi individu dapat dikelompokkan ke
dalam dua bagian yaitu:
1. Emosi sensoris
Emosi sensoris yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar
terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan
lapar
2. Emosi psikis.. Emosi psikis yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan
kejiwaan, seperti : perasaan intelektual, yang berhubungan dengan
ruang lingkup kebenaran perasaan sosial, yaitu perasaan yang terkait
dengan hubungan dengan orang lain, baik yang bersifat perorangan
maupun kelompok
F. TUJUAN
Menurut Setyoadi, dkk (2011) beberapa mekanisme koping dengan
menggunakan terapi kognitif adalah sebagai berikut:
G. MANFAAT
1. Memahami akar kemarahan, bagaimana diri menjadi marah, dan
menghentikan kebiasaan marah.
2. Memahami siklus kemarahan dan mencegah eskalasi marah.
3. Mengurangi kemarahan dengan menggunakan berbagai strategi
pencegahan.
4. Memaksimalkan efektivitas komunikasi positif dengan orang lain tanpa
terlalu emosional atau membuat orang lain marah.
5. Menggunakan teknik perilaku kognitif untuk mengelola respons
emosional diri terhadap berbagai peristiwa kehidupan.
6. Menanggapi konflik dengan menggunakan kecerdasan emosional.
7. Bereaksi terhadap konfrontasi dengan cepat dan menjaga keseimbangan
emosional diri.
8. Menguasai energi tenang dan tidak terpengaruh oleh kekacauan dari luar
diri.
9. Memberikan maaf pada diri sendiri dan orang lain.
H. PROSES PELAKSANAAN
Sesi 1 : Pemahaman Dasar Tentang Energi Kemarahan
1. Definisi marah.
2. Mengapa marah.
3. Baik dan buruk dari kemarahan.
4. Mitos tentang kemarahan.
Sesi 2 : Memahami Siklus Agresi Marah
1. Siklus agresi.
2. Tanda-tanda kemarahan dan menanggapi kemarahan dengan
pikiran positif.
Sesi 3 : Mengontrol Kemarahan
1. Berpikir positif dan berhenti marah.
2. Teknik mental dan fisik untuk membantu mengelola emosi baik.
3. Cara meningkatkan kualitas emosional baik. Berpikir positif dan
berhenti marah.
4. Teknik mental dan fisik untuk membantu mengelola emosi baik.
5. Cara meningkatkan kualitas emosional baik.
Sesi 4 : Komunikasi Asertif
1. Sikap tegas dalam komunikasi.
2. Menyajikan pandangan sistematis dan tegas.
3. Ketegasan yang berbeda dari perilaku agresif atau pasif.
4. Komunikasi asertif membantu untuk mengontrol keseimbangan
emosional.
5. Menarik emosi positif untuk memberikan makna sejati dan
mendapatkan hasil. Sikap tegas dalam komunikasi.
6. Menyajikan pandangan sistematis dan tegas.
7. Ketegasan yang berbeda dari perilaku agresif atau pasif.
8. Komunikasi asertif membantu untuk mengontrol keseimbangan
emosional.
9. Menarik emosi positif untuk memberikan makna sejati dan
mendapatkan hasil.
Sesi 5 : Terapi Perilaku Kognitif
1. Teknik berbicara dengan diri sendiri.
2. Teknik visualisasi untuk mencegah marah.
3. Bersikap rasional dan cerdas emosi.
4. Membangun keyakinan untuk memperkuat hubungan dengan
orang lain.
5. Teknik berbicara dengan diri sendiri.
6. Teknik visualisasi untuk mencegah marah.
7. Bersikap rasional dan cerdas emosi.
8. Membangun keyakinan untuk memperkuat hubungan dengan
orang lain.
Sesi 6, 7, 8 : Menanggapi Konflik, Mengungkapkan Hasil dan Membuat
Buku Harian
1. Cara menangani konflik emosional.
2. Menjadi tegas dalam sikap baik yang penuh tanggung jawab.
Sesi 9 : Suport system
5. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Membuat kontrak dengan pasien
2) Mempersiapkan alat dan tempat yang kondusif
b. Orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada pasien
b) Perkenalkan nama dan nama panggilan terapis (pakai papan
nama)
c) Menanyakan nama dan panggilan pasien
2) Evaluasi/Validasi
a) Menanyakan perasaan klien pada saat ini
b) Menanyakan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi
perasaannya
3) Kontrak
a) Menjelaskan tujuan sesi terapi, yaitu meningkatkan
kemampuan pasien mengenal pikiran otomatis dan hal yang
mendasari pemikiran tersebut
b) Menjelaskan peraturan terapi : klien berhadapan dengan
terapis dari awal sampai selesai.
c) Tahap kerja
1) Terapis mengidentifikasi masalah what, where, when,
who.
2) Diskusikan sumber masalah.
3) Diskusikan pikiran dan perasaan serta yang menyebabkan
hal tersebut timbul.
4) Catat pikiran otomatis, perawat mengklasifikasikan dalam
distorsi kognitif.
5) Mendiskusikan baik dan buruknya kemarahan
6) Mendiskusikan mitos mitos tentang kemarahan
7) Memberikan pujian terhadap keberhasilan pasien.
c. Tahap terminasi
1) Evaluasi
a) Terapi menanyakan perasaan klien setelah menjalani terapi.
b) Terapis memberikan pujian yang sesuai
2) Tindak lanjut
a) Menganjurkan pada pasien untuk mengidentifikasi pikiran
yang belum didiskusikan
b) Positif thinking terhadap diri sendiri
3) Kontrak akan datang
a) Menyepakati topic yang akan datang
b) Menyepakati waktu dan tempat
6. Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
1) Ekspresi pasien pada saat terapi
2) Evaluasi dilakukan terhadap pencapaian tujuan terapi
b. Dokumentasi
1) Terapis mendokumentasikan pencapaian hasil terapi yang
dilakukan
2) Dokumentasikan rencana klien sesuai dengan yang telah
dirumuskan.
Sesi 2 : Memahami Siklus Agresi Marah
1. Tujuan
a. Pasien mampu mengungkapkan pikiran otomatis pada perawat
b. Pasien mengetahui tanda-tanda kemarahan
c. Pasien mengetahui bagaimana menanggapi kemarahan
2. Setting
Pasien dan terapis dalam suatu ruangan yang tenang dan nyaman.
3. Alat
a. Diri perawat dan kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara
terapeutik.
b. Tempat duduk, alat tulis dan kertas
4. Metode
a. Sharing
b. Diskusi dan tanya jawab
5. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Membuat kontrak dengan pasien
2) Mempersiapkan alat dan tempat yang kondusif
b. Orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada pasien
b) Perkenalkan nama dan nama panggilan terapis (pakai
papan nama)
c) Menanyakan nama dan panggilan pasien
2) Evaluasi/Validasi
a) Menanyakan perasaan klien pada saat ini
b) Menanyakan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi
perasaannya
3) Kontrak
a) Menjelaskan tujuan sesi terapi, yaitu meningkatkan
kemampuan pasien mengenal hal yang mendasari
pemikiran tersebut
b) Mejelaskan lama kegiatan yaitu 45 menit
c) Menjelaskan peraturan terapi : klien berhadapan dengan
terapis dari awal sampai selesai.
4) Tahap kerja
Diskusikan :
a) Siklus marah
b) Tanda–tanda kemarahan dan bagaimana menanggapi
kemarahan dengan pikiran positif
c) Beri respon terhadap pernyataan pasien
d) Anjurkan pasien menuliskan pernyataannya
5) Tahap terminasi
a) Evaluasi
i. Terapi menanyakan perasaan klien setelah menjalani
terapi.
ii. Terapis memberikan pujian yang sesuai
b) Tindak lanjut
i. Menganjurkan pada pasien untuk mengidentifikasi
pikiran yang belum didiskusikan
ii. Positif thinking terhadap diri sendiri
c) Kontrak akan datang
i. Menyepakati topic yang akan datang
ii. Menyepakati waktu dan tempat
6. Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
1) Ekspresi pasien pada saat terapi
2) Evaluasi dilakukan terhadap pencapaian tujuan terapi
b. Dokumentasi
1) Terapis mendokumentasikan pencapaian hasil terapi yang
dilakukan
2) Dokumentasikan rencana klien sesuai dengan yang telah
dirumuskan.
Sesi 3 : Mengontrol Kemarahan
1. Tujuan
a. Pasien mampu mengungkapkan pikiran otomatis pada perawat
b. Pasien mampu berfikiran positif
c. Pasien mampu mengelola kemarahan dengan baik
2. Setting
Pasien dan terapis dalam suatu ruangan yang tenang dan nyaman.
3. Alat
a. Diri perawat dan kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara
terapeutik.
b. Tempat duduk, alat tulis dan kertas
4. Metode
a. Sharing
b. Diskusi dan tanya jawab
5. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Membuat kontrak dengan pasien
2) Mempersiapkan alat dan tempat kondusif
b. Orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada pasien
b) Perkenalkan nama dan nama panggilan terapis (pakai
papan nama)
c) Menanyakan nama dan panggilan pasien
2) Evaluasi/Validasi
a) Menanyakan perasaan klien pada saat ini
b) Menanyakan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi
perasaannya
3) Kontrak
a) Menjelaskan tujuan sesi terapi, yaitu meningkatkan
kemampuan pasien mengenal hal yang mendasari
pemikiran tersebut
b) Mejelaskan lama kegiatan yaitu 45 menit
c) Menjelaskan peraturan terapi : klien berhadapan dengan
terapis dari awal sampai selesai.
4) Tahap kerja
Diskusikan tentang:
a) Berfikir positif dan berhenti marah
b) Teknik mental dan fisik untuk mengelola emosi
c) Cara meningkatan kualitas emosional baik
d) Beri respon terhadap pernyataan pasien
e) Beri reinforcement positif
f) Motivasi klien berlatih untuk meningkatkan kualitas
emosional
5) Tahap terminasi
a) Evaluasi
i. Terapi menanyakan perasaan klien setelah menjalani
terapi.
ii. Terapis memberikan pujian yang sesuai
b) Tindak lanjut
i. Menganjurkan pada pasien untuk mengidentifikasi
pikiran yang belum didiskusikan
ii. Positif thinking terhadap diri sendiri
c) Kontrak akan datang
i. Menyepakati topic yang akan datang
ii. Menyepakati waktu dan tempat
6. Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
1) Ekspresi pasien pada saat terapi
2) Evaluasi dilakukan terhadap pencapaian tujuan terapi
b. Dokumentasi
1) Terapis mendokumentasikan pencapaian hasil terapi yang
dilakukan
2) Dokumentasikan rencana klien sesuai dengan yang telah
dirumuskan.
Sesi 4 : Komunikasi Asertif
1. Tujuan
a. Pasien mampu mengungkapkan pikiran otomatis pada perawat
b. Meningkatkan komunikasi perawat dengan pasien
c. Meningkatkan sikap tegas dalam komunikasi
2. Setting
Pasien dan terapis dalam suatu ruangan yang tenang dan nyaman.
3. Alat
a. Diri perawat dan kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara
terapeutik.
b. Tempat duduk, alat tulis dan kertas
4. Metode
a. Sharing
b. Diskusi dan tanya jawab
5. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Membuat kontrak dengan pasien
2) Mempersiapkan alat dan tempat yang kondusif
b. Orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada pasien
b) Perkenalkan nama dan nama panggilan terapis (pakai
papan nama)
c) Menanyakan nama dan panggilan pasien
2) Evaluasi/Validasi
a) Menanyakan perasaan klien pada saat ini
b) Menanyakan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi
perasaannya
3) Kontrak
a) Menjelaskan tujuan sesi terapi, yaitu meningkatkan
kemampuan pasien mengenal hal yang mendasari
pemikiran tersebut
b) Mejelaskan lama kegiatan yaitu 45 menit
c) Menjelaskan peraturan terapi: klien berhadapan dengan
terapis dari awal sampai selesai.
4) Tahap kerja
a) Mendiskusikan tentang sikap tegas dalam komunikasi
b) Anjurkan pasien untuk menuliskan pikiran
c) Anjurkan pasien untuk melakukannya
d) Beri pujian posifit
5) Tahap terminasi
a) Evaluasi
i. Terapi menanyakan perasaan klien setelah menjalani
terapi.
ii. Terapis memberikan pujian yang sesuai
b) Tindak lanjut
i. Menganjurkan pada pasien untuk mengidentifikasi
pikiran yang belum didiskusikan
ii. Positif thinking terhadap diri sendiri
c) Kontrak akan datang
i. Menyepakati topic yang akan datang
ii. Menyepakati waktu dan tempat
6. Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
1) Ekspresi pasien pada saat terapi
2) Evaluasi dilakukan terhadap pencapaian tujuan terapi
b. Dokumentasi
1) Terapis mendokumentasikan pencapaian hasil terapi yang
dilakukan
2) Dokumentasikan rencana klien sesuai dengan yang telah
dirumuskan.
Sesi 5 : Terapi Perilaku Kognitif
1. Tujuan
a. Pasien mampu mengungkapkan pikiran otomatis pada perawat
b. Meningkatkan komunikasi perawat dengan pasien
c. Membangun keyakinan untuk memperkuat hubungan dengan
orang lain.
2. Setting
Pasien dan terapis dalam suatu ruangan yang tenang dan nyaman.
3. Alat
a. Diri perawat dan kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara
terapeutik.
b. Tempat duduk, alat tulis dan kertas
4. Metode
a. Sharing
b. Diskusi dan tanya jawab
5. Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Membuat kontrak dengan pasien
2) Mempersiapkan alat dan tempat yang kondusif
b. Orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada pasien
b) Perkenalkan nama dan nama panggilan terapis (pakai
papan nama)
c) Menanyakan nama dan panggilan pasien
2) Evaluasi/Validasi
a) Menanyakan perasaan klien pada saat ini
b) Menanyakan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi
perasaannya
3) Kontrak
a) Menjelaskan tujuan sesi terapi, yaitu meningkatkan
kemampuan pasien mengenal hal yang mendasari
pemikiran tersebut
b) Mejelaskan lama kegiatan yaitu 45 menit
c) Menjelaskan peraturan terapi : klien berhadapan dengan
terapis dari awal sampai selesai.
4) Tahap kerja
a) Tanyakan masalah baru dan respon penyelesaiannya
b) Diskusikan teknik berbicara dengan diri sendiri
c) Diskusikan teknik visualisasi untuk mencegah marah
d) Diskusikan tentang bersikap rasional dan cerdas
menanggapi emosi
e) Diskusikan tentang membangun keyakinan untuk
memperkuat hubungan dengan orang lain
f) Beri penguatan positif
5) Tahap terminasi
a) Evaluasi
i. Terapi menanyakan perasaan klien setelah menjalani
terapi.
ii. Terapis memberikan pujian yang sesuai
b) Tindak lanjut
i. Menganjurkan pada pasien untuk mengidentifikasi
pikiran yang belum didiskusikan
ii. Positif thinking terhadap diri sendiri
c) Kontrak akan datang
i. Menyepakati topic yang akan datang
ii. Menyepakati waktu dan tempat
6. Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
1) Ekspresi pasien pada saat terapi
2) Evaluasi dilakukan terhadap pencapaian tujuan terapi
b. Dokumentasi
1) Terapis mendokumentasikan pencapaian hasil terapi yang
dilakukan
2) Dokumentasikan rencana klien sesuai dengan yang telah
dirumuskan.
Tn.D berusia 80th tinggal di daerah S satu rumah bersama anak tertuanya
yang sudah menikah namun belum memiliki anak, istrinya telah meniggal beberapa
tahun yang lalu, saat ini Tn.D sudah tidak bekerja hanya dirumah duduk dan
merawat ayam peliharaannya dan terkadang Tn.D merasa kesepian karena anak nya
kerap kali pergi bekerja. Tn D mempunyai riwayat Hipertensi sejak 40 tahun lalu,
dan rutin mengkonsumsi obat penurun Tekanan darah. Tekanan darah terakhir Tn.D
seminggu yang lalu yaitu, 140/90 mmHg. Anak dari Tn.D mengatakan dulu ayah
nya tidak pernah keberatan saat ditinggal dirumah sendiri karena sudah ada ayam
kesayangannya yang selalu menemaninya, namun akhir-akhir ini sang ayah sering
marah-marah ketika ditinggal sendirian dirumah walaupun hanya sebentar dan
mengatakan “ kenapa tidak pulang-pulang, lama banget perginya?”, padalah jam
kerja anak Tn.D sekarang sudah tidak sepadat dulu lagi, dan Tn.D kerap marah-
marah serta mengumpat tanpa sebab hanya karna masalah sepele, seperti misalnya
Anak Tn.D lupa menaruh barang milik Tn.D, beliau akan melampiaskan marahnya
dengan siapa saja sambil teriak- teriak. Tn.D juga kerap ngomel jika ketika ia tidur
mendengar suara orang ngorok.
Ketika Tn.D dinasehati oleh anaknya untuk sabar dan tidak sering marah-
marah karena dapat mempengaruhi tekanan darah, sang ayah malah kembali marah
dan mengumpat kepada anaknya, bahwa anaknya sudah tidak sayang kepada
dirinya karena dirinya sudah tidak berguna lagi.
PELAKSANAAN
1. Sesi 1 : Pemahaman Dasar Tentang Energi Kemarahan
2. Sesi 2 : Memahami Siklus Agresi Marah.
3. Sesi 3 : Mengontrol Kemarahan
4. Sesi 4 : Komunikasi Asertif
5. Sesi 5 : Terapi Perilaku Kognitif
6. Sesi 6, 7, 8 : Menanggapi Konflik, Mengungkapkan Hasil dan Membuat Buku
Harian
7. Sesi 9 : Suport system
B. PERCAKAPAN
A : PERAWAT
B : PASIEN