Professional Documents
Culture Documents
1. EPIDIDIMITIS
Penatalaksanaan epididimitis meliputi dua hal yaitu penatalaksanaan medis dan
bedah, berupa :
a. Penatalaksanaan Medis
Antibiotik digunakan bila diduga adanya suatu proses infeksi. Antibiotik yang sering
digunakan adalah :
· Fluorokuinolon, namun penggunaannya telah dibatasi karena terbukti resisten terhadap
kuman gonorhoeae
· Sefalosforin (Ceftriaxon)
· Levofloxacin atau ofloxacin untuk mengatasi infeksi klamidia dan digunakan pada
pasien yang alergi penisilin
· Doksisiklin, azithromycin, dan tetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri
non gonokokal lainnya
Penanganan epididimitis lainnya berupa penanganan suportif, seperti :16
· Pengurangan aktivitas
· Skrotum lebih ditinggikan dengan melakukan tirah baring total selama dua sampai tiga
hari untuk mencegah regangan berlebihan pada skrotum.
· Kompres es
· Pemberian analgesik dan NSAID
· Mencegah penggunaan instrumentasi pada urethra
b. Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan di bidang bedah meliputi :4,19
Scrotal exploration
Tindakan ini digunakan bila telah terjadi komplikasi dari epididimitis dan orchitis
seperti abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada testis. Diagnosis tentang
gangguan intrascrotal baru dapat ditegakkan saat dilakukan orchiectomy.
Epididymectomy
Tindakan ini dilaporkan telah berhasi mengurangi nyeri yang disebabkan oleh kronik
epididimitis pada 50% kasus.
Epididymotomy
Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan epididimitis akut supurativa.
2. TORSIO TESTIS
Penatalaksanaan trauma testis dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
Konservatif
Terapi konservatif dilakukan bila hanya terjadi pembengkakan dan nyeri tekan
minimal, atau pada ultrasonografi tidak terbukti terdapat ruptur testis. Terapi
konservatif terdiri dari elevasi skrotum, aplikasi kantong es, dan pemberian antibiotik.
Antibiotik diberikan terutama pada kasus skin avulsion dan luka tusuk pada daerah
skrotum.
Tindakan Bedah
Tindakan bedah yang dilakukan tergantung dari jenis trauma, seperti :
– Trauma tumpul pada skrotum
Eksplorasi skrotum dilakukan untuk menyelamatkan testis, mencegah infeksi,
mengontrol perdarahan, dan mempercepat pemulihan. Bila terjadi ruptur epididimis,
maka tindakan yang dilakukan adalah epididimektomi sedangkan bila terjadi torsio
testis maka tindakan yang dilakukan adalah orchidopexy.
– Trauma tusuk (tembus) pada skrotum
Bila terjadi ruptur total pada pembuluh darah, dapat dilakukan reanastomosis
mikrovaskular, sedangkan bila terjadi trombosis pada funikulus spermatikus, maka
perlu dilakukan mikroreimplantasi.
– Skin avulsion
Pada keadaan ini yang perlu dilakukan pertama kali adalah debridement. Bila hanya
kehilangan sebagian besar, maka tindakan yang perlu dilakukan adalah melakukan
penutupan dengan menjahitkan antar bagian luka dengan benang yang diserap dan
menggunakan jarum yang atraumatik. Bila kulit yang hilang hampir seluruhnya maka
perlu dilakukan skin grafting.
Torsio testis atau terpeluntirnya funikulus spermatikus yang dapat menyebabkan terjadinya
strangulasi dari pembuluh darah, terjadi pada pria yang jaringan di sekitar testisnya tidak
melekat dengan baik ke scrotum. Testis dapat infark dan mengalami atrophy jika tidak
mendapatkan aliran darah lebih dari enam jam.
Etiologi
Torsio testis terjadi bila testis dapat bergerak dengan sangat bebas. Pergerakan yang bebas
tersebut ditemukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Mesorchium yang panjang.
2. Kecenderungan testis untuk berada pada posisi horizontal.
3. Epididimis yang terletak pada salah satu kutub testis.
Selain gerak yang sangat bebas, pergerakan berlebihan pada testis juga dapat menyebabkan
terjadinya torsio testis. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan pergerakan berlebihan itu
antara lain ; perubahan suhu yang mendadak (seperti saat berenang), ketakutan, latihan yang
berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi atau trauma yang mengenai scrotum.
Pada masa janin dan neonatus, lapisan yang menempel pada muskulus dartos masih belum
banyak jaringan penyangganya sehingga testis, epididimis dan tunika vaginalis mudah sekali
bergerak dan memungkinkan untuk terpeluntir pada sumbu funikulus spermatikus.
Terpeluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal.
Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem
penyangga testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada
permukaan anterior dan lateral testis, pada keadaan ini tunika mengelilingi seluruh
permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini
menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis
dan menggantung pada funikulus spermatikus. Keadaan ini dikenal sebagai anomali bell
clapper. Keadaan ini menyebabkan testis mudah mengalami torsio intravaginal.
Gambaran Klinis
Pasien-pasien dengan torsio testis dapat mengalami gejala sebagai berikut :
1. Nyeri hebat yang mendadak pada salah satu testis, dengan atau tanpa faktor
predisposisi
2. Scrotum yang membengkak pada salah satu sisi
3. Mual atau muntah
4. Sakit kepala ringan
Pada awal proses, belum ditemukan pembengkakan pada scrotum. Testis yang infark dapat
menyebabkan perubahan pada scrotum. Scrotum akan sangat nyeri kemerahan dan bengkak.
Pasien sering mengalami kesulitan untuk menemukan posisi yang nyaman.
Selain nyeri pada sisi testis yang mengalami torsio, dapat juga ditemukan nyeri alih di daerah
inguinal atau abdominal. Jika testis yang mengalami torsio merupakan undesendensus testis,
maka gejala yang yang timbul menyerupai hernia strangulata.
Pemeriksaan Fisik
Testis yang mengalami torsio letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis sisi
kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang baru terjadi, dapat diraba adanya lilitan
atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai dengan demam.
Testis kanan dan testis kiri seharusnya sama besar. Pembesaran asimetris, terutama jika
terjadi secara akut, menandakan kemungkinan adanya keadaan patologis di satu testis.
Perubahan warna kulit scrotum, juga dapat menandakan adanya suatu masalah. Hal terakhir
yang perlu diwaspadai yaitu adanya nyeri atau perasaan tidak nyaman pada testis. (6)Reflex
cremaster secara umum hilang pada torsio testis. Tidak adanya reflex kremaster, 100%
sensitif dan 66% spesifik pada torsio testis. Pada beberapa anak laki-laki, reflex kremaster
dapat menurun atau tidak ada sejak awal, dan reflex kremaster masih dapat ditemukan pada
kasus-kasus torsio testis, oleh karena itu, ada atau tidak adanya reflex kremaster tidak bisa
digunakan sebagai satu-satunya acuan mendiagnosis atau menyingkirkan diagnosis torsio
testis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut
scrotum yang lain adalah dengan menggunakan stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler,
dan sintigrafi testis, yang kesemuanya bertujuan untuk menilai aliran darah ke testis.
(2)
Sayangnya, stetoskop Doppler dan ultrasonografi konvensional tidak terlalu bermanfaat
dalam menilai aliran darah ke testis. Penilaian aliran darah testis secara nuklir dapat
membantu, tetapi membutuhkan waktu yang lama sehingga kasus bisa terlambat ditangani.
Ultrasonografi Doppler berwarna merupakan pemeriksaan noninvasif yang keakuratannya
kurang lebih sebanding dengan pemeriksaan nuclear scanning. Ultrasonografi Doppler
berwarna dapat menilai aliran darah, dan dapat membedakan aliran darah intratestikular dan
aliran darah dinding scrotum. Alat ini juga dapat digunakan untuk memeriksa kondisi
patologis lain pada scrotum.
Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urin, dan pemeriksaan
darah tidak menunjukkan adanya inflamasi kecuali pada torsio yang sudah lama dan
mengalami keradangan steril.
Diagnosis
Diagnosis torsio testis dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Secara umum, digambarkan pada bagan Alogaritma dan Clinical Pathway Torsio
Testis / Testicular Torsion;
Diagnosis Banding
1. Epididimitis akut: Penyakit ini secara umum sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri
scrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu, keluarnya nanah dari uretra, adanya
riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan senggama dengan selain isterinya), atau
pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya. Pada pemeriksaan, epididimitis dan
torsio testis, dapat dibedakan dengan Prehn’s sign, yaitu jika testis yang terkena dinaikkan,
pada epididmis akut terkadang nyeri akan berkurang (Prehn’s sign positif), sedangkan
pada torsio testis nyeri tetap ada (Prehn’s sign negative). Pasien epididimitis akut biasanya
berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan adanya
leukosituria dan bakteriuria.
2. Hernia Scrotalis Incaserata: Pada anamnesis didapatkan riwayat benjolan yang dapat
keluar masuk ke dalam scrotum
3. Hidrokel
4. Tumor testis: benjolan dirasa tidak nyeri, kecuali jika terdapat perdarahan.
5. Edema scrotum yang dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya sumbatan
saluran limfe inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-kelainan yang tidak diketahui
sebabnya (idiopatik).
Onset of Cremasteric
Condition symptoms Age Tenderness Urinalysis reflex Treatment
Testicular Surgical
torsion Acute Early puberty Diffuse – + exploration
Epididymi
tis Insidious Adolescence Epididymal +/– + Antibiotic
2. Operatif
Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya untuk mempercepat
proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari lamanya iskemia, oleh karena itu,
waktu sangat penting. Biasanya waktu terbuang untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium,
atau prosedur diagnostik lain yang mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan.
Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu :
1. Untuk memastikan diagnosis torsio testis
2. Melakukan detorsi testis yang torsio
3. Memeriksa apakah testis masih viable
4. Membuang (jika testis sudah nonviable) atau memfiksasi jika testis masih viable
5. Memfiksasi testis kontralateral
Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain disebabkan oleh kecilnya
kemungkinan testis masih viable jika torsio sudah berlangsung lama (>24-48 jam). Sebagian
ahli masih mempertahankan pendapatnya untuk tetap melakukan eksplorasi dengan alasan
medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk membuktikan diagnosis, untuk
menyelamatkan testis (jika masih mungkin), dan untuk melakukan orkidopeksi pada testis
kontralateral.
Saat pembedahan, dilakukan juga tindakan preventif pada testis kontralateral. Hal ini
dilakukan karena testis kontralaeral memiliki kemungkinan torsio di lain waktu.
Jika testis masih viable, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian
disusul pada testis kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan menggunakan benang yang
tidak diserap pada tiga tempat untuk mencegah agar testis tidak terpuntir kembali. Sedangkan
pada testis yang sudah mengalami nekrosis, dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan
kemudian disusul orkidopeksi kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap
berada di scrotum dapat merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi
kemampuan fertilitas di kemudian hari.
Komplikasi
1. Atropi testis
2. Torsio rekuren
3. Wound infection
4. Subfertility
3. Bagaimana cara terjadinya batu struvit?
Gejala Klinis:
- Batu cepat membesar Staghorn stone
- Demam
- Nyeri pinggang
- Disuria
- Polakisuria
- Hematuria
- Badan lemah dan nafsu makan hilang
- pH urine> 7, kultur urine USB /UPB pos.
- FPA : Batu opaq, lamelar dan besar
Penatalaksanaan:
Kultur dan test sensitivitas urine
Belum / tak ada kultur +TS
aminoglikosida
Operasi / PCN / litotripsi / ESWL dilindungi antibiotik ( Kuman tersembunyi di
pori-pori batu )
Antibiotik:
Sesui kultur + sensitivitas
Bisa :
– Golongan quinolon
- Golongan Aminiglikosida ( terbaik)
Tak boleh jangka panjang
Antibiotika 2 minggu kultur + Sensitivitas
Bila (+) antibiotika 2 minggu
kultur + tes sensitivitas
Bila (-) Stop 2 minggu ulang kultur
Mencegah kekambuhan:
o Minum banyak ( minimal 2 liter/24 jam)