You are on page 1of 5

BAB III

RESUME DAN ANALISIS KASUS

A. Resume

Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya
pasien merasa kadang-kadang sesak dan tidak menggangu aktifitas, tetapi
dalam beberapa hari terakhir semakin sesak dan mengganggu aktivitas
sehari-hari, Sesak dirasakan terus menerus dan memberat ketika pasien batuk
dan melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluh batuk sejak 2 minggu yang lalu
dengan jumlah dahak yang sedikit dan berwarna putih, tidak ada darah. Pasien
juga mengatakan nyeri dada jika pada saat batuk keras. Keluhan lain adalah
pasien merasa cepat capek (+), lemas (+), demam sejak 3 hari sebelum masuk
Rumah Sakit (+), menggigil (-), nafsu makan menurun (+), sakit kepala
(-),mual (-), muntah (-), NUH (-), keringat malam (-). BAB dan BAK dalam
batas normal. Riwayat Penyakit Dahulu disangkal, riwayat kontak dengan
penderita batuk lama disangkal, riwayat OAT sebelumnya disangkal Riwayat
Diabetes dan Hipetensi (+). Riwayat Penyakit Keluarga disangkal Riwayat
alergi pada pasien disangkal.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan TD: 150/80mmHg, N: 80x/menit, S:
36,5​o​C, P: 24x/menit. Konjungtiva anemis, inspeksi thoraks kanan dan kiri
simetris, palpasi focal fremitus taktil menurun, perkusi terdengar suara redup
sampai pekak pada bagian kanan bawah paru disertai terdengar suara
brokovesikuler sampai bronkial dan disertai ronki basah halus.
Pada pemeriksaan hematologi neutrophil di atas nilai rujukan dan RBC,
dan HCT di bawah nilai rujukan. Pemeriksaan kimia darah didapatkan GDS,
ureum dan creatinine di atas nilai rujukan. Pemeriksaa genexpert negatif (-),
dan pemeriksaan sitology cairan di dapatkan ​Peradangan kronik non

35
36

spesifik​, proses adanya pertumbuhan tumor jinak paru belum dapat


disingkirkan.
Pada pemeriksaan X-ray thoraks di dapatkan keradangan paru
cardiomegaly, curiga efusi pleura bilateral dan pada pemeriksaan USG thoraks
marker didapatkan Efusi pleura bilateral yang telah dilakukan skin making
Penatalaksanaan pasien ini, terdiri dari non-farmakologis dan
farmakologis. Penatalaksanaan non-farmakologis berupa : Bedrest
Penatalaksanaan farmakologis beruapa P2 + Aminofluid 20 tpm, Ceftriakson
2x1 mg Iv, Methylprednisolon 2x1 mg Iv, Acethylcistein 3x1
B. Analisis Kasus

Pada kasus, pasien adalah perempuan 59 tahun kebangsaan Indonesia.


Berdasarkan kepustakaan, Umur terbanyak dengan kejadian efusi pleura pada
infeksi adalah biasa terkena pada anak-anak dan orang tua usia >70 tahun dan
meningkat diatas umur 50 tahun. Di Indonesia infeksi merupkan penyebab
utama efusi pleura, disusul oleh keganasan dengan distribusi terbanyak pada
wanita dari pada pria.
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya
pasien merasa kadang-kadang sesak dan tidak menggangu aktifitas, tetapi
dalam beberapa hari terakhir semakin sesak dan mengganggu aktivitas
sehari-hari, Sesak dirasakan terus menerus dan memberat ketika pasien batuk
dan melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluh batuk sejak 2 minggu yang
lalu dengan jumlah dahak yang sedikit dan berwarna putih, tidak ada darah.
Berdasarkan teori merupakan late symptom dari proses lanjut pneumonia
akibat retriksi dan obstruksi saluran napas serta loss of vascular bed/vascular
thrombosis. Batuk berdahak berdasarkan dengan teori batu berdahak terjadi
karena iritasi bronkus dan selanjutnya akan mengeluarkan dahak. Gejala lain
yaitu demam. Menurut teori demam merupakan salah satu tanda inflamasi.
Demam pada penyakit pneumonia biasanya hilang timbul. Mekanisme demam
sendiri yaitu mikroorganisme yang masuk kedalam jaringan atau darah akan
37

difagositosis oleh leukosit darah/magrofag dan sel mast. Setelah


memfagositosis sel ini akan mengeluarkan IL-1 kedalam cairan tubuh disebut
pirogen andogen. IL-1 menginduksi pembentukan prostaglandin akan
menstimulus hipotalamus sebagai pusat termoregulator untuk meningkatkan
temperature tubuh dan terjadi demam atau panas.
Keluhan lain adalah pasien merasa cepat capek (+), lemas (+), demam
sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit (+),nafsu makan berkurang disertai
penurunan BB. Berdasarkan kepustakaan nafsu makan menurun adanya
gangguan pada reflex vagal yang menyebabkan peningkatan hormone lektin
sehingga pasien merasa selalu kenyang. Penurunan berat badan disebabkan
oleh peningkatan metabolisme pada infeksi pneumonia sehingga terjadi
pemecahan pada cadangan makanan yang ada pada tubuh dikarenakan
kebutuhan sel yang meningkat dan nutrisi yang kurang dari tubuh sehingga
terjadilah penurunan BB.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan palpasi focal fremitus taktil menurun,
perkusi terdengar suara redup sampai pekak pada bagian kanan bawah paru
disertai terdengar suara brokovesikuler sampai bronkial dan disertai ronki
basah halus menunjukam adanya penumpukan cairan sehingga menghalangi
gelombang suara pada saat pemeriksaan sehingga pasien di diagnosis
berdasarkan pemeriksaan fisik tersebut sebagai efusi pleura kanan.
Berdasarkan teori efusi pleura merupakan penyakit sekunder dari pneumonia
hal ini terjadi karena terjadi iritasi dari selaput pleura yang menyebabkan
gangguan permeabilitasmembrane sehingga menyebabkan cairan masuk
kedalam rongga pleura. Jadi efusi pleura memang dapat berhubungan dengan
penyakit pneumonia​.
Penatalaksanaan pada pasien ini Head up 30º, ubah posisi tidur setiap 2

jam, oksigen 1-2 lpm, dan mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik

sudah stabil. ​Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid
38

1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung

glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi

menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun,

dianjurkan melalui selang nasogastrik.​1

Tabel 2.​ Diagnosis banding


GejalaKlinis PIS PSA Infark
Defisitfokal Berat Ringan Ringan-Berat
Aktifitaspada onset Aktif Aktif Istirahat
Onset Menit-Jam 1-2 menit Jam-Hari
Nyerikepala + + -
Muntah + + -
Hipertensi + - +
Penurunankesadaran + + -
Kakukuduk Jarang + -
Hemiparesis + Permulaan +
tidak ada
Gangguanbicara + - +
Likuor Darah Darah Jernih
Paresis/gangguan - + -
N.III

Terapi farmakologis pasien berupa; IVFD NaCl 0,9% 20 tpm,


Ranitidin amp 50 mg/ml/12 jam/iv, Citicolin 250 mg/12 jam/iv, Piracetam
800 mg 2x1, Amlodipin 5 mg 1x1. ​Pemberian antihipertensi tidak menjadi
prioritas awal terapi dalam 24 jam pertama setelah onset kecuali jika
tekanan darah lebih dari 220/120 mmHg atau apabila ada kondisi penyakit
penyerta tertentu yang menunjukan keuntungan dengan menurunkan
39

tekanan darah. Obat neuroprotektif (citicolin) seringkali digunakan dengan


alasan untuk menunda terjadinya infark pada bagian otak yang mengalami
iskemik khususnya penumbra dan bukan untuk tujuan perbaikan reperfusi
ke jaringan.​12

You might also like