You are on page 1of 14

ANALISIS FAKTOR RISIKO PEMBERIAN ASI DAN VENTILASI KAMAR

TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA BALITA

Bagus Ali Fikri


Departemen Epidemiologi
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga
Campus C Airlangga University Mulyorejo-60115
Alamat Korespondensi:
Email: bagus.ali.fikri@gmail.com

ABSTRACT
Pneumonia is still a major cause of infant mortality in the world amounted to 18% of infant
mortality caused by pneumonia, nor in Indonesia amounted to 13% of infant mortality contributed by
pneumonia and pneumonia incidence was highest in children aged 1–4 years. Some of the possible
interventions to reduce the incidence of pneumonia is exclusive breastfeeding, immunization that
associated with pneumonia, and reduce air pollution in the house. This type of research is an analytic
observational with case control design. Case population is all toddlers diagnosed with pneumonia in
the August to December 2015 period, while the control population is all children who are diagnosed
does not pneumonia in the period. The method used for this research is total sampling which resulted
of 40 toddlers. The independent variables used were a history of exclusive breastfeeding and the room
ventilation. The results of this study are exclusive breastfeeding (OR = 7.407) and the room ventilation
(OR = 13.5) at risk for pneumonia. Based on these results the government must improve the dissemination
of exclusive breastfeeding, one of them with advertising. Parents of toddlers must improve air circulation
in the room by improving size of ventilation or manipulate the air condition of toddler room to better
circulation, of one of them by giving the fan and blower installation in toddler rooms.

Keywords: exclusive breastfeeding, risk factor, room ventilation, toddler pneumonia.

ABSTRAK
Pneumonia masih merupakan penyebab kematian utama balita di dunia sebesar 18% kematian
balita diakibatkan oleh pneumonia, begitupula di Indonesia sebesar 13% kematian balita disumbang oleh
pneumonia dan kejadian pneumonia tertinggi terjadi pada anak berusia 1–4 tahun. Beberapa intervensi
yang dapat dilakukan guna mengurangi kejadian pneumonia adalah pemberian ASI eksklusif, imuniasi
yang berhubungan dengan pneumonia, dan mengurangi polusi udara dalam rumah. Penelitian ini
merupakan penelitian observasional analitik yang menggunakan rancangan case control. Semua balita
yang didiagnosis menderita pneumonia periode Agustus sampai Desember 2015 di Rumah Sakit Umum
Daerah Sidoarjo (RSUD Sidoarjo) menjadi populasi kasus dan populasi kontrol adalah semua balita
yang didiagnosis tidak menderita pneumonia pada periode tersebut. Metode penelitian ini menggunakan
total sampling 40 responden balita. Variabel bebas yang digunakan adalah riwayat pemberian ASI
eksklusif dan luas ventilasi ruangan. Hasil penelitian ini adalah pemberian ASI eksklusif (OR = 7,407)
dan luas ventilasi ruangan (OR = 13,5) berisiko terhadap kejadian pneumonia. Berdasarkan hasil tersebut
diharapkan pemerintah meningkatkan sosialisasi ASI eksklusif salah satunya dengan iklan. Bagi orang
tua balita diharapkan agar memperbaiki sirkulasi udara dalam ruangan dengan cara memperbaiki
ventilasi yang luasnya masih kurang ataupun memanipulasi kondisi udara ruangan kamar balita agar
lebih baik sirkulasinya salah satunya dengan pemberian kipas dan pemasangan blower pada ruangan
kamar.

Kata Kunci: ASI eksklusif, faktor risiko, ventilasi ruangan, pneumonia balita

©2016 FKM_UNAIR All right reserved. license doi: 10.20473/ijph.v11i1.2016.14-27


Received 10 June 2016, received in revised form 31 August 2016, Accepted 21 September 2016, Published online: 31 December
2016
Bagus Ali Fikri, Analisis Faktor Risiko Pemberian Asi dan Ventilasi Kamar… 15

PENDAHULUAN antibiotik yang dilakukan untuk menangani


Pneumonia masih menjadi masalah pneumonia oleh Thailand (65%) lebih tinggi
pada usia balita. Pneumonia masih menjadi 26% dari Indonesia (39%). Di Indonesia,
pembunuh balita nomer satu, dimana sebesar penggunaan antibiotik untuk menangani
18% dari total penyebab kematian balita pneumonia masih rendah dibandingkan
disebabkan oleh pneumonia. Penyebab dengan Thailand. Penemuan pneumonia di
kematian terbesar berikutnya setelah Indonesia yang dibawa ke fasilitas pelayanan
pneumonia adalah diare sebesar 10%. kesehatan terpaut 10% dari Thailand
Keduanya menyebabkan kematian sebesar dengan persentase penemuan sebesar 85%,
2 juta balita setiap tahunnya. Kematian sedangkan Indonesia sebesar 75% (Fikri,
oleh pneumonia pada balita sebesar 4% 2016).
disumbang ketika bayi baru dilahirkan, dapat Hasil Riskesdas 2007 menunjukan jika
dikatakan jika diagnosa dan penatalaksanaan kematian balita akibat pneumonia sebesar
pneumonia berpengaruh besar dalam 13% dari seluruh penyebab kematian balita.
mempengaruhi angka kematian balita akibat Kelompok yang lebih rentan adalah dengan
pneumonia di dunia (WHO, 2013). umur lebih muda yaitu dibawah 1 tahun jika
Di Indonesia pneumonia juga dibandingkan dengan umur diatasnya yaitu
masih menjadi masalah kesehatan pada 1–4 tahun. Prevalensi pneumonia tertinggi
balita. Jumlah kasus pneumonia balita di terjadi pada kelompok umur 1–4 tahun,
Indonesia pada tahun 2012 adalah sebesar kemudian 45–54 tahun dan terus meningkat
549.708 kasus sedangkan pada tahun 2013 pada umur berikutnya. Pneumonia pada
sebesar 571.547 kasus. Terjadi peningkatan balita di Provinsi Jawa Timur pada tahun
kasus yang cukup signifikan yaitu sebesar 2007 sebesar 1,55% dan pada tahun 2013
25% dari kasus pneumonia sebelumnya. sebesar 1,80%, sehingga dapat diartikan
Angka kematian balita akibat pneumonia bahwa terjadi kenaikan kejadian pneumonia
juga menunjukkan kenaikan yang sangat di Provinsi Jawa Timur (Kemenkes RI.,
signifikan dimana angka kematian balita 2013).
akibat pneumonia pada tahun 2012 sebesar Temuan kejadian pneumonia balita
609 balita sedangkan pada tahun 2013 sebesar di Jawa Timur belum mencapat target yaitu
6774 balita. Kenaikan angka kematian balita hanya sebesar 27,08%. Target cakupan
akibat pneumonia mencapai lebih dari 600%
penemuan penderita pneumonia balita
dari tahun sebelumnya, hal ini hendaknya
harusnya adalah 80% untuk meningkatkan
menjadi perhatian serius pemerintah untuk
penanganan balita yang menderita pneumonia
menangani kasus pneumonia dari penemuan,
(Dinkes Prov. Jatim., 2013).
intervensi, diagnosa dan pengobatan
Jumlah kasus pneumonia di Jawa
pneumonia khususnya bagi balita. (Kemenkes
Timur pada tahun 2012 sebesar 61.449
RI., 2013 dan 2014).
kasus dibandingkan dengan tahun 2013
Temuan kasus yang masih rendah,
sebesar 79.363, terjadi kenaikan yang
kurang spesifiknya gejala-gejala yang
cukup signifikan sebesar 3,4% dari tahun
ditimbulkan, sedikitnya penanganan
sebelumnya. Kenaikan dengan angka
dengan antibiotik dan kurangnya data
kematian balita mengalami penurunan
yang tersedia, menyebabkan pneumonia
mendapatkan julukan the forgotten killer of diantara kedua tahun tersebut, yaitu masing-
children atau the forgotten disease. Sebutan masing 54 balita dan 8 balita. Penurunan
pneumonia menjadi pembunuh anak-anak angka kematian balita akibat pneumonia
yang terlupakan, tidak terlepas dari data menunjukkan diagnosis dan penanganan
yang ada. Salah satu negara berkembang pneumonia yang meningkat di provinsi Jawa
seperti Indonesia jika dibandingkan dengan Timur (Kemenkes RI., 2013 dan 2014).
negara tetangga seperti Thailand, terapi
16 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 11 No. 1, Desember 2016: 14–27

Pneumonia adalah penyakit infeksi adenovirus, virus sisisial pernapasan,


yang sangat erat dengan kondisi lingkungan. hantaravirus, rhinovirus, wirus herpes
Penularan pneumonia menggunakan udara simpleks, cytomegalovirus, mycoplasma,
sebagai media penularannya sehingga sering pneumococcus, streptococcus, dari golongan
dikaitkan dengan kondisi hunian rumah jamur seperti candidiasis, histoplasmosis,
penderita. Hunian yang sehat atau rumah dan aspergifosis. Menurut aspek aspirasi dan
sehat harus memberikan kenyamanan, inhalasi, pneumonia dapat ditimbulkan oleh
keamanan, keselamatan, dan kesehatan. makanan, cairan, racun, bahan kimia, rokok,
Kebutuhan kesehatan minimal harus debu ataupun gas. Balita lebih sering terkena
memenuhi tiga aspek yaitu tersedianya virus sinsisial pernapasan (Respiratory
pencahayaan yang cukup, peghawaan yang Syncytial Virus), adenovirus, virus influenza
baik, suhu udara normal dan kelembapan dan mycoplasma (Wahid dan Imam, 2013).
normal. Kriteria penghawaan merupakan Menurut Wahid dan Imam (2013),
kriteria yang berhubungan dengan kualitas terdapat faktor yang meningkatkan risiko
udara dalam ruang dimana udara yang bersih terkena pneumonia dan adapula faktor
akan meningkatkan kualitas hidup individu yang meningkatkan risiko kematian akibat
yang hidup didalamnya, sedangkan kualitas pneumonia. Faktor yang meningkatkan risiko
udara yang buruk maka akan memudahkan terkena pneumonia diantaranya adalah infeksi
individu didalamnya mudah untuk terserang saluran pernapasan atas, umur dibawah 2
penyakit khususnya penyakit yang mudah bulan, usia lanjut, malnutrisi, berat bayi
menular lewat udara seperti pneumonia lahir rendah, imunisasi tidak lengkap, tidak
(Mahalastri, 2014). mendapatkan ASI eksklusif dan polusi udara.
Pneumonia adalah adanya inflamasi, Faktor yang meningkatkan kematian akibat
pembengkakan atau peradangan pada pneumonia adalah umur dibawah 2 bulan,
jaringan parenkim paru yang biasanya sosio ekonomi yang rendah, gizi kurang,
dikaitkan dengan pengisian alveoli dengan berat bayi lahir rendah, tingkat pendidikan
cairan. Pneumonia dapat diklasifikasikan yang rendah, pelayanan kesehatan rendah,
menurut agen penyebab ataupun area paru kepadatan tempat tinggal, penyakit kronis
yang terkena pneumonia. Berdasarkan dan imunisasi yang tidak lengkap.
agen penyebab, pneumonia dibagi menjadi Intervensi yang dilakukan untuk
tempat yaitu pneumonia tipikal (klasik) menurunkan angka kesakitan dan kematian
atau Community Acquired Pneumonia balita pada kejadian ini adalah pemberian ASI
(CAP), pneumonia atipikal (nosokomial), secara eksklusif, imunisasi yang utamanya
pneumonia aspirasi, dan pneumonia berhubungan dengan vaksin Streptococcus
immunocompromised. Berdasarkan area pneumoniae dan Haemophilus influenzae
paru yang terkena dibagi menjadi dua yaitu type b, serta vaksin campak dan pertusis,
pneumonia lobaris dan bronchopneumonia peningkatan kualitas sanitasi dan higiene
(Wahid dan Imam, 2013). tempat tinggal balita maupun mengurangi
Penyebab pneumonia pada balita polusi udara dalam rumah (WHO, 2013).
paling sering adalah bakteri Streptococcus Menur ut data World Health
pneumoniae dan Haemophilus influenzae Organization upaya pemberian ASI
type b, keduanya merupakan flora normal eksklusif masih menjadi upaya terendah
dalam tubuh dan menyerang pada saat kedua setelah pemberian antibiotik untuk
imunitas sedang rendah (WHO, 2013). kejadian pneumonia dibandingkan dengan
Selain itu, pneumonia dapat disebabkan oleh upaya yang lain. Pemberian antibiotik di
mikroorganisme lain dari golongan bakteri negara berkembanglah yang menyumbang
seperti staphylococcus aureus, dari golongan angka paling sedikit untuk penanganan
virus seperti influenza, para influenza, pneumonia menggunakan antibiotik jika
Bagus Ali Fikri, Analisis Faktor Risiko Pemberian Asi dan Ventilasi Kamar… 17

dibandingan dengan negara maju, sedangkan sesaat setelah dilahirkan dengan membantu
program peningkatan sanitasi lingkungan imunitas bawaan setelah lahir, salah
juga berkaitan dengan sistem ekonomi suatu satunya dengan bantuan immunoglobulin
Negara dimana negara berkembang pasti dalam kolostrum. Banyak penelitian yang
memiliki fasilitas dan kualitas ekonomi yang membuktikan bahwa ASI dapat mengurangi
kurang baik dan berimplikasi pada sistem risiko anak terkena berbagai macam penyakit
kesehatan di suatu negara (WHO, 2013). (Sarbini dan Listyani, 2008).
Rumah sakit adalah salah satu tempat Hasil penelitian oleh Puspitasari dan
pelayanan kesehatan yang terlengkap dari Fariani (2015) menyebutkan balita yang
segi fasilitas, penemuan kasus, diagnosa, tidak diberi ASI eksklusif akan berisiko 7
penanganan dan pengobatan penyakit. kali terkena pneumonia daripada yang diberi
Di rumah sakit, diagnosa pneumonia ASI eksklusif. Pemberian ASI eksklusif
dapat dilakukan dengan lebih tepat dan cenderung kurang maksimal diakibatkan
beragam dari mulai pemeriksaan fisik, uji oleh kesadaran orang tua akan pentingnya
laboratorium sampai dengan pemeriksaan ASI masih sangat kurang, padahal fungsi
radiologi seperti chest x-ray. Diagnosa ASI sudah sangat jelas memiliki beragam
inilah yang mendasari penemuan kasus manfaat bagi balita.
yang sesuai dan penanganan yang tepat. Faktor berikutnya yang berisiko
Menurut Hartati dkk. (2012) penemuan terhadap kejadian pneumonia adalah luas
kasus pneumonia termasuk dalam kategori ventilasi ruangan, menurut hasil penelitian
10 penyakit penyebab kematian tertinggi. Di Sugihartono dkk. (2012), balita yang luas
RSUD Pasar Rebo kasus pneumonia balita ventilasi ruangannya kurang dari standar
pada bulan April sampai dengan Mei 2011 berisiko 6,4 kali lebih besar terkena
mencapai 242 balita sedangkan di RSUD pneumonia daripada yang luas ventilasinya
Sidoarjo jumlah kasus pneumonia balita baik. Luas ventilasi ruangan adalah salah
pada tahun 2015 mencapai 96 balita (Fikri, satu indikator dari kebersihan udara dalam
2016). ruangan karena ventilasi udara berhubungan
Melihat data tersebut peneliti dengan sirkulasi udara dimana manusia
memfokuskan penelitian pada faktor risiko sering beraktifitas didalam ruangan.
pneumonia, dimana langkah intervensi Sirkulasi yang buruk akan mengakibatkan
untuk mencegah terjadinya penyakit ini bakteri mudah berkembang dalam ruangan
dapat ditingkatkan. Faktor risiko yang dipilih sehingga dapat menyebabkan pneumonia
dalam penelitian ini adalah pemberian ASI (Fikri, 2016).
secara eksklusif pada balita dan status Penelitian ini secara umum bertujuan
ventilasi ruangan kamar balita. untuk mengidentifikasi karakteristik
ASI eksklusif adalah pemberian responden meliputi umur dan jenis kelamin
ASI pada bayi berusia 0–6 bulan tanpa serta menganalisis faktor risiko riwayat
adanya tambahan makanan ataupun cairan pemberian ASI eksklusif dan status luas
dalam bentuk apapun. Kandungan ASI ventilasi ruangan kamar balita terhadap
cukup untuk bayi tanpa adanya tambahan kejadian pneumonia balita.
makanan apapun (Sartono dan Hanik, 2012).
ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi METODE PENELITIAN
diawal-awal masa pertumbuhannya, zat gizi Rancang bangun penelitian ini adalah
yang diperlukan cukup untuk pertumbuhan case control yang bertujuan untuk melihat
fisik yang maksimal, disamping untuk besar risiko penyakit pneumonia dengan
pertumbuhan ASI dapat meningkatkan daya membandingkan kelompok kontrol dan
tahan tubuh dari infeksi yang menyerang. kasus. Perjalanan penyakit dimulai dari
ASI melengkapi pertahanan tubuh balita status penyakit kembali ke status paparannya
18 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 11 No. 1, Desember 2016: 14–27

sehingga kemudian disebut pula peninjauan responden yaitu ibu berbalita yang tinggal di
secara retrospektif. Kabupaten Sidoarjo. Data sekunder berasal
Populasi sasaran yang digunakan dari rekam medik pasien. Observasi juga
adalah semua balita yang pernah dirawat di dilakukan dengan mengukur luas ventilasi
rawat inap RSUD Sidoarjo. Populasi kasus ruang kamar balita. Pengukuran luas
dalam penelitian ini adalah semua balita yang ventilasi ruangan meliputi lubang jendela,
pernah berkunjung dan didiagnosis menderita lubang pintu dan lubang ventilasi lain yang
pneumonia di rawat inap RSUD Sidoarjo ada di ruangan tersebut. Meteran gulung
pada periode Agustus sampai Desember sebagai media untuk mengukur luas dari
2015, sedangkan untuk populasi kontrolnya ventilasi di ruangan tersebut.
adalah semua balita yang pernah berkunjung Analisis statistik digunakan untuk
dan didiagnosis menderita penyakit selain mengetahui frekuensi (analisis deskriptif
pneumonia di rawat inap RSUD Sidoarjo karakteristik responden) variabel independen
pada periode Agustus sampai Desember yang tersebar dalam sampel penelitian dan
2015. Sampel kasusnya adalah balita yang menghitung odds ratio (pengukuran analitik)
menderita pneumonia di rawat inap RSUD menggunakan perintah risk estimate untuk
Sidoarjo periode Agustus sampai Desember menilai seberapa besar risiko yang dihasilkan
2015 dan sampel kontrolnya adalah balita antara variabel independen terhadap variabel
yang menderita selain pneumonia di rawat dependen. Penelitian ini juga melihat
inap RSUD Sidoarjo. kekuatan hubungan antar variabel penelitian
Kriteria inklusi pada kelompok sampel dengan menambahkan perintah phi cramer’s
kasus meliputi balita yang menderita v.
pneumonia tanpa disertai penyakit penyerta
yang lain, balita berumur kurang dari sama HASIL
dengan 5 tahun, balita yang memiliki ibu Karakteristik Balita Menurut Umur
ataupun pengasuh, balita yang tinggal dan Jenis Kelamin
serumah dengan orang tua atau wali. Umur balita dalam sampel penelitian
Pengambilan sampel menggunakan dibagi menjadi dua kategori yaitu yang
metode total sampling dengan jumlah berumur 0–2 tahun dan yang berumur 2–5
sampel kasus yang memenuhi kriteria tahun. Balita yang berumur 0–2 tahun lebih
inklusi sebanyak 20 balita dan menggunakan banyak daripada yang berumur 2–5 tahun.
perbandingan 1:1 untuk sampel kontrolnya Balita yang berumur 0–2 tahun berjumlah
sehingga didapatkan sampel kontrol sebanyak 29 balita dimana jumlah tersebut adalah 75,5
20. Total sampel dari penelitian ini adalah 40 persen dari total sampel penelitian, kasus
balita. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan maupun kontrolnya.
September 2015 sampai bulan Maret 2016. Jenis kelamin balita dalam sampel
Variabel independen (bebas) yaitu penelitian dibagi menjadi dua kategori yaitu
riwayat pemberian ASI eksklusif dengan yang berjenis kelamin laki-laki dan yang
definisi pemberian ASI tanpa adanya berjenis kelamin perempuan.
tambahan makanan atau minuman apapun
selama 6 bulan dan luas ventilasi ruangan Tabel 1. Distribusi Responden Menurut
kamar balita dengan standar minimal Umur
20% dari seluruh luas ruangan. Variabel Jumlah
dependen (terikat) pada penelitian ini adalah Umur Balita
n %
penumonia balita.
Penelitian ini menggunakan data 0-2 Tahun 29 75,5%
perimer dan data sekunder. Data primer 2-5 Tahun 11 27,5%
dikumpulkan menggunakan kuesioner pada Jumlah 40 100%
Bagus Ali Fikri, Analisis Faktor Risiko Pemberian Asi dan Ventilasi Kamar… 19

Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan


Jenis Kelamin Pneumonia Balita Menurut
Pemberian Asi Eksklusif pada
Jumlah
Jenis Kelamin Balita
n %
Riwayat Kasus Kontrol
Laki-laki 23 57,5%
Pemberian ASI
Perempuan 17 42,5% n % n %
Eksklusif
Jumlah 40 100%
Tidak 13 65% 4 20%
Ya 7 35% 16 80%
Balita yang berjenis kelamin laki-laki Total 20 100% 20 100%
lebih banyak daripada yang berjenis kelamin OR = 7,407 Phi cramer’s v = 0,455
perempuan. Balita yang berjenis kelamin
laki-laki berjumlah 23 balita dimana jumlah
tersebut adalah 57,5 persen dari total sampel mendapatkan ASI eksklusif berisiko 7,407
penelitian, sedangkan 42,5% sisanya adalah kali lebih besar terkena pneumonia dari pada
balita perempuan dalam sampel penelitian. balita yang mendapatkan ASI eksklusif,
meskipun kekuatan hubungannya cukup
Faktor Risiko Pneumonia pada Balita lemah karena hampir mendekati 0,5 yaitu
ASI Eksklusif 0,455.
Pada penelitian ini didapatkan
presentase balita dalam sampel penelitian Luas Ventilasi Ruangan
yang mendapatkan ASI eksklusif dari total Temuan dilapangan menunjukan jika
jumlah balita dalam sampel penelitian
40 balita yang lebih banyak mendapatkan
lebih banyak yang sesuai dengan standar
ASI eksklusif yaitu sebesar 23 balita (57,5%), peraturan tersebut yaitu sebanyak 65% dari
sedangkan sisanya sebesar 17 balita (42,5 %) keseluruhan sampel penelitian, sedangkan
tidak mendapatkan ASI eksklusif. sisanya sebesar 35% luas ventilasi ruangan
Dapat disimpulkan jika pemberian balita tidak standar atau kurang dari 20%
ASI eksklusif pada balita yang menderita luas lantai sebagaimana tertera pada tabel
pneumonia lebih sedikit, hanya sebesar 35% 5.
saja. Tabel 6 menunjukkan dalam sampel
Tabel 4 menunjukkan dalam sampel kasus, balita yang luas ventilasi ruangan
kasus, balita yang tidak mendapatkan ASI kamarnya kurang lebih banyak daripada
eksklusif lebih banyak daripada balita yang balita yang luas kamarnya sudah sesuai
mendapatkan ASI eksklusif. Berbeda dengan standar. Sampel kontrol memiliki perbedaan
sampel kontrol yang 80% balitanya telah yang signifikan antara luas ventilasi
mendapatkan ASI eksklusif. ruangannya yaitu sebanyak 90% balita
Hasil analisis penelitian ini juga yang luas ventilasinya sudah sesuai dengan
menunjukkan bahwa balita yang tidak standar, sehingga dapat diartikan balita
Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Tabel 5. Distribusi Responden Menurut
Riwayat Asi Eksklusif Luas Ventilasi Ruangan

Riwayat Pemberian Asi Jumlah Jumlah


Luas Ventilasi Ruangan
Eksklusif n % n %
Tidak ASI Eksklusif 17 42,5% <20% Luas Lantai 14 35%
ASI Eksklusif 23 57,5% ≥20% Luas Lantai 26 65%
Jumlah 40 100% Jumlah 40 100%
20 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 11 No. 1, Desember 2016: 14–27

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan diatasnya. Pernyataan tersebut sesuai dengan


Pneumonia Balita Menurut Luas hasil penelitian bahwa jumlah umur balita
Ventilasi Ruangan Kamar Balita yang lebih muda lebih banyak daripada
Kasus Kontrol yang berusia diatasnya. Penelitiannya juga
Luas Ventilasi
menyatakan bayi dengan usia lebih muda
Ruangan n % n %
(0–12 bulan) berisiko 3,24 kali menderita
Kurang (<20%) 12 60% 2 10% pneumonia daripada yang berusia diatas
Standar (≥20%) 8 40% 18 90% 1 tahun, menurutnya imunitas balita
Total 20 100% 20 100% yang berusia dibawah 1 tahun memiliki
OR = 13,5 Phi cramer’s v = 0,524 imunitas yang masih sangat rendah dan
rentan terkena penyakit, maka dari itu
peran dari nutrisi khususnya ASI pada
awal-awal kelahiran yang mengandung
yang luas ventilasi ruangannya ≥ 20% lebih
kolostrum lebih tinggi membantu balita
banyak yang tidak menderita pneumonia
untuk meningkatkan imunitasnya dengan
dibandingkan balita yang luas ventilasinya
kandungan immmunoglobulin A (IgA) yang
kurang dari standar.
ada di dalamnya.
Hasil analisis penelitian ini juga
Balita dengan umur diatas 2 tahun
menunjukkan bahwa balita yang luas ventilasi
tidak terlepas dari pneumonia karena masih
ruangan kamarnya < 20% luas lantai berisiko
tergolong rentan dari serangan penyakit.
13,5 kali lebih besar terkena pneumonia
Balita diatas umur 2 tahun sudah tidak
daripada balita yang luas ventilasi ruangan
mendapatkan ASI melainkan pemenuhan
kamarnya ≥ 20% luas lantai ruangannya,
kebutuhan gizi yang utama dari makanan
sedangkan untuk kuat hubungan antara
yang masuk, sehingga gizi berpengaruh
luas ventilasi ruangan kamar balita dengan
pada kondisi daya tahan tubuh balita diatas
kejadian pneumonia dikategorikan cukup
umur tersebut.
kuat karena melewati 0,5 yaitu 0,524.
Hasil kedua variabel tersebut diatas,
Jenis Kelamin
menunjukkan yang berisiko terbesar untuk
Hasil penelitian menunjukan balita
timbulnya pneumonia balita adalah ruangan
dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak
dengan luas ventilasi kurang dari 20% luas
daripada jenis kelamin perempuan, jika
lantai ruangan balita.
dibandingkan dengan penyakit pneumonia
beberapa penelitian menunjukkan adanya
PEMBAHASAN
hubungan antara jenis kelamin laki-laki dan
Umur
perempuan, walaupun dalam penelitian ini
Pneumonia dapat menyerang siapapun
hubungan antara jenis kelamin dan penyakit
dan golongan umur berapapun. Umur yang
pneumonia tidak diteliti karena proporsi
dimaksud disini adalah umur balita yaitu
jumlah yang hampir sama antara keduanya.
bayi dengan umur dibawah 5 tahun. Balita
Menurut Puspitasari dan Fariani (2013), ada
merupakan salah satu populasi rentan
banyak faktor yang berpengaruh pada jenis
selain umur lanjut usia. Jumlah balita yang
kelamin yang menyebabkan pneumonia
menderita pneumonia banyak yang berumur
seperti perbedaan hormon, status imunisasi,
0–2 tahun daripada yang berumur 2–5 tahun.
pemberian ASI eksklusif, paparan polusi,
Hal ini diperkuat dengan penelitian Hartati
perbedaan pola asuh dan daya tahan atau
dkk. (2012) menyatakan jika imunitas
kerentanan bayi dengan jenis kelamin laki-
balita saat berumur lebih muda atau baru
laki yang lebih tinggi daripada bayi dengan
dilahirkan lebih rendah dibandingkan umur
jenis kelamin perempuan.
Bagus Ali Fikri, Analisis Faktor Risiko Pemberian Asi dan Ventilasi Kamar… 21

Riwayat Pemberian ASI Eksklusif hasil sekresi kelenjar susu yang berfungsi
Pemberian ASI eksklusif adalah untuk mengikat mikroorganisme seperti
pemberian ASI tanpa adanya makanan atau virus ataupun bakteri, adanya laktoferin,
minuman lain termasuk air putih kecuali lisozim yang berfungsi menghancurkan
obat, vitamin dan mineral serta ASI yang bakteri, leukosit, makrofag untuk sintesis
diperas. ASI diketahui memberikan proteksi immunoglobulin dan faktor antistreptokokus
yang besar bagi balita karena sangat berperan yang mencegah dari penyakit yang
untuk meningkatkan imunitas dari bayi. berhubungan dengan sistem pernapasan
Jumlah balita yang mendapat asupan ASI seperti influenza dan pneumonia. ASI juga
yang cukup lebih banyak daripada yang memberikan nutrisi yang berfungsi sebagai
tidak. Hasil penelitian ini menunjukkan makanan sekaligus sebagai faktor yang
bahwa variabel status riwayat pemberian meningkatkan pertumbuhan balita karena
ASI mempunyai nilai OR = 7,407 yang kombinasi dari ASI sangat cocok untuk
dapat disimpulkan bahwa kelompok balita bayi daripada susu olahan atau formula.
yang riwayat pemberian ASI tidak eksklusif Hal tersebut dikaitkan dengan kandungan
berisiko 7,407 kali lebih besar terkena protein dalam ASI yang sangat tinggi,
pneumonia balita daripada kelompok balita dimana kandungan protein dari ASI dan susu
yang pemberian ASInya eksklusif. formula terdapat perbedaan jumlah protein
Temuan ini sejalan dengan Fanada yang dapat diserap oleh balita. Kandungan
(2012) yang menunjukkan resiko 5,2 kali protein dalam susu formula biasanya
lebih besar terkena pneumonia bagi bayi didominasi oleh casein, sedangkan dalam
yang pemberian ASInya tidak eksklusif. ASI didominasi oleh whey, dimana protein
Menurutnya pemberian ASI secara eksklusif jenis whey lebih mudah diserap oleh usus
penting sampai umur 6 bulan dan MPASI bayi daripada jenis casein. Hal tersebut yang
setelah umur tersebut, hal ini dipengaruhi oleh membedakan antara kandungan dari susu
masih banyaknya ibu yang tidak mengetahui formula dan ASI, dan jelas menyebutkan jika
tentang ASI eksklusif dan berhenti menyusui ASI secara alami yang didapat dari ibu balita
sebelum mencapai umur 6 bulan. Zat gizi lebih baik daripada susu formula walaupun
yang diperlukan oleh balita sudah tercukupi kandungan yang ada didalamnya hampir
dengan ASI dan sesuai dengan acuan standar mirip dengan ASI yang sebenarnya.
yang diberlakukan oleh WHO, begitupula Penelitian sejalan lain yang diungkap
pemerintah Indonesia. Menyusui secara oleh Hartati, dkk. (2012) dengan OR 4,47
eksklusif menurunkan risiko balita untuk kali lebih berisiko bagi balita yang tidak
terkena pneumonia dan juga penyakit lain mendapatkan ASI eksklusif. Hartati
karena adanya imunitas yang befungsi mengungkapkan jika salah satu faktor yang
meningkatkan imunitas balita. menyebabkan balita lebih mudah terserang
Hasil penelitian ini juga didukung pneumonia adalah tidak diberikannya ASI
oleh penelitian Puspitasari dan Fariani (2015) secara eksklusif pada balita, begitupula
yang menyatakan balita yang tidak diberi dalam penelitiannya jumlah balita yang
ASI eksklusif berisiko 7 kali lebih besar tidak menerima ASI secara eksklusif dan
terkena pneumonia balita dibandingkan mengalami pneumonia mencapai 50% dari
dengan yang diberi ASI secara eksklusif. keseluruhan sampel penelitiannya, sedangkan
Menurutnya ASI mengandung berbagai balita yang mendapatkan ASI eksklusif dan
macam zat yang meningkatkan kekebalan tidak terkena pneumonia mencapai 80% dari
tubuh dan melindungi dari berbagai total sampel. Hal tersebut menggambarkan
macam penyakit, beberapa diantaranya jika ASI eksklusif sangat berpengaruh
adalah immunoglobulin A yang berasal dari terhadap kejadian pneumonia. Hasil kuat
22 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 11 No. 1, Desember 2016: 14–27

hubungan penelitian ini secara statistik pada balitanya misalnya dengan alasan
sebesar 0,455 yang berarti sifat hubungan volume ASI yang sedikit. Kekurangan
yang cukup lemah. Hal ini juga diutarakan makanan salah satunya akan berdampak
oleh Domili, dkk. (2013) yang menyatakan pada kekurangan gizi ibu balita yang akan
bahwa tidak ada hubungan antara pemberian diturunkan pada balitanya, keadaan ini dapat
ASI eksklusif dengan kejadian pneumonia. mengakibatkan produksi hormon prolaktin
Perlu diketahui pula, jika banyak yang berfungsi meningkatkan sekresi air
faktor yang dapat mempengaruhi perilaku susu berkurang sehingga jumlah ASI yang
ibu dalam memberikan ASI secara eksklusif dikeluarkan menjadi sedikit. Kebutuhan
pada balitanya. Menurut Yani dkk. (2009), gizi ibu balita dalam enam bulan pertama
faktor yang mempengaruhi pemberian ASI juga perlu diperhatikan, penambahan energi
eksklusif dibagi menjadi 3 kategori besar sebesar 700 kkal dan protein sebanyak 16
yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung gram diperlukan untuk enam bulan pertama
dan faktor pendorong. Faktor predisposisi untuk meningkatkan produksi ASI kurang
yang diteliti dalam penelitiannya adalah lebih sebanyak 750 ml. Jumlah tersebut
faktor pengetahuan dan faktor sikap. Faktor penting untuk demi kelancaran pemberian
pengetahuan yang dimaksud disini adalah ibu ASI secara eksklusif balita pada awal masa
yang memiliki pengetahuan tentang manfaat, pertumbuhannya (Yani dkk., 2009).
keunggulan, dan cara pemberian ASI yang Manfaat dan kandungan dari ASI
benar akan mendorong ibu balita untuk sangat beragam dimulai dari kolostrum
memberikan ASI pada balitanya, karena yang mengandung protein sebesar 16%,
pengetahuan adalah bekal awal seseorang imunoglobulin A (Ig A), laktoferin dan sel-
untuk bertindak dimana pengetahuan yang sel darah putih yang kesemuanya penting
baik akan mendasari tindakan yang baik, untuk mencegah infeksi penyakit, lalu
begitu pula sebaliknya jika pengetahuan kandungan vitamin A dan mineral-mineral
yang dipunyai buruk maka tindakan yang lainnya serta mengandung sedikit lemak dan
akan dilakukan akan buruk pula. laktosa. ASI sangat mudah diserap oleh bayi
Faktor predisposisi yang lainnya adalah contohnya zat besi dapat diserap sebesar
sikap. Sikap yaitu respon dari seseorang 75% dari kandungan yang ada di dalamnya
untuk menanggapi suatu rangsangan dari daripada susu formula yang hanya diserap
obyek tertentu. Sikap ini menentukan sebesar 5–10% (Mahayu, 2014).
seseorang untuk berperilaku dan bertindak ASI sangat penting bagi bayi selama
sesuai dengan pengetahuan dan emosi 2 tahun pertama kehidupannya. Walaupun
orang tersebut. Sikap ini menentukan susu olahan sapi ataupun formula lain
respon ibu balita untuk memberikan ASI dapat memenuhinya akan tetapi masih ada
kepada balitanya dimana sikap positif atau perbedaan antara ASI alamiah dan susu
setuju akan pemberian ASI yang didasari formula. Pengganti ASI hanya diberikan
oleh pengetahuan yang baik akan berperan jika memang ada faktor tertentu sehingga
pada tindakan dan perilaku ibu balita untuk seorang Ibu tidak dapat memberikan
menyusui secara eksklusif pada balitanya ASInya atau kualitas ASI yang kurang
(Yani dkk., 2009). baik. ASI diberikan 30 menit segera setelah
Salah satu faktor pendukung terjadinya ibu melahirkan sampai umur 6 bulan dan
adalah pengaruh dari ketersediaan makanan seterusnya sampai 2 tahun. selanjutnya
ibu terhadap perilaku menyusui balitanya. pengenalan MPASI pada umur 6 bulan.
Ibu balita yang konsumsi makannya tidak Beberapa faktor yang menyebabkan ASI
sesuai dengan kebutuhan atau kekurangan lebih baik dibandingkan susu formula yaitu
pasokan makanan akan berdampak pada ASI mengandung zat gizi yang lebih sesuai
tindakan ibu untuk memberikan ASI dengan apa yang dibutuhkan oleh balita, ASI
Bagus Ali Fikri, Analisis Faktor Risiko Pemberian Asi dan Ventilasi Kamar… 23

didapatkan langsung dari ibu ke bayinya, ASI penelitian Soelandono jika ventilasi yang
meringngankan fungsi sistem pencernaan lancar diperlukan untuk menghindarkan
dan ginjal balita, ASI masih sangat alami pengaruh berkurangnya kadar oksigen dalam
dan bebas dari cemaran kuman, ASI ruangan, bertambahnya karbondioksida dari
mengandung antibodi dan melindungi balita hasil pernapasan manusia, bau pengap yang
dari minggu-minggu pertama kelahirannya, dihasilkan oleh kulit, keringat, pakaian
dan secara mental ASI meningkatkan rasa dan mulut akibat aktivitas manusia, suhu
keibuan bagi orang tua dan rasa aman bagi yang meningkat menjadi lebih panas
bayinya (Mahayu, 2014). dan kelembaban udara yang bertambah
Faktor lain yang menyebabkan ASI akibat penguapan air dari kulit dan napas
lebih baik dikonsumsi oleh bayi karena manusia. Pengaruh dari faktor tersebut akan
dapat melindungi dari penyakit adalah berimplikasi pada daya tahan tubuh balita
yaitu kebersihan ASI yang lebih baik, serta berkembang biaknya mikroorganisme
immunoglobulin yang lebih banyak berfungsi yang memudahkan penyebaran penyakit
sebagai pelindung untuk melawan bakteri, melalui udara dalam ruangan dan salah
laktoferin yang dapat mengikat zat besi satunya adalah pneumonia.
untuk menahan bakteri patogen berkembang Penelitian oleh Mahalastri (2014)
biak, lisozim sebagai enzim yang protektif mendukung pernyataan Hg bentilasi ruangan,
bagi bayi dengan menghancurkan bakteri yaitu jika rumah responden dengan luas
dan menahan serangan virus, sel-sel darah ventilasi yang kurang dari syarat minimal
putih yang banyak dan faktor bifidus untuk mempunyai risiko sebesar 4,03 kali lebih
pertumbuhan bakteri non patogen (Mahayu, besar untuk terjadinya pneumonia balita
2014). Faktor-faktor diatas dapat mencukupi daripada rumah responden yang termasuk
status gizi balita dan membantu untuk kategori standar atau memenuhi syarat
meningkatkan imunitas terhadap serangan minimal. Dijelaskan jika rumah sehat adalah
penyakit misalnya pneumonia. rumah yang memenuhi syarat kesehatan
seperti ventilasi rumah yang baik dan
Luas Ventilasi Ruangan kepadatan hunian yang sesuai. Ditambahkan
Balita dengan ruangan kamar yang olehnya bahwa ventilasi r uangan
luas ventilasinya standar lebih banyak pada berpengaruh terhadap pertukaran udara
sampel penelitian ini, akan tetapi untuk yang berujung pada gangguan kesehatan
populasi kasus jumlah terbanyak adalah akibat mikroorganisme, selain itu perannya
balita yang luas ventilasi ruangan kamarnya untuk menjaga kadar oksigen, jumlah
kurang dari standar. Hasil penelitian ini karbondioksida dan kelembapan udara serta
menunjukkan bahwa variabel luas ventilasi mengatur gas lain dalam ruangan.
ruangan mempunyai nilai OR = 13,5 yang Hasil kuat hubungan dalam penelitian
dapat disimpulkan bahwa kelompok balita ini bernilai 0,524 yang berarti hubungan
yang luas ventilasi ruangannya < 20% luas yang cukup kuat antara luas ventilasi
lantai ruangan berisiko 13,5 kali lebih besar dengan kejadian pneumonia. Pada tabel 5.19
terkena pneumonia balita daripada kelompok menunjukkan luas ventilasi yang kurang
balita yang luas ventilasi ruangannya standar lebih banyak menyebabkan pneumonia
(≥ 20%). Begitupula dengan penelitian oleh dibanding dengan luas ventilasi yang standar.
Soelandono (2008) yang menyatakan kondisi Fakta di lapangan juga membuktikan kalau
ventilasi ruangan kamar balita yang tidak rata-rata responden dengan luas ventilasi
memenuhi syarat mempunyai risiko sebesar yang kurang sehingga minim cahaya masuk,
2,67 kali lebih besar untuk terjadi pneumonia lubang ventilasi jarang dibuka dan banyak
daripada kondisi ventilasi kamar tidur yang sudah rusak.
yang memenuhi syarat. Dijelaskan dalam
24 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 11 No. 1, Desember 2016: 14–27

Menurut Kemenkes R.I. (2011) kualitas perkembangbiakan lebih mudah karena


udara yang buruk dalam ruang rumah dapat rata-rata jamur dan bakteri memerlukan
menimbulkan berbagai macam masalah kelembaban tinggi sekitar 80–85%. Cahaya
kesehatan. Laju ventilasi yang buruk dapat matahari yang masuk berpengaruh terhadap
menyebabkan pertukaran udara yang suhu ruangan dan juga proses perkembangan
tidak memenuhi syarat dan memudahkan bakteri, cahaya matahari mengandung
pertumbuhan mikroorganisme. Pertumbuhan ultraviolet yang mengakibatkan sebagian
bakteri, jamur, kutu, Legionella, Clostridium, besar bakteri mati karena pertumbuhannya
streptococcus aureus. alga maupun serangga tidak bergantung pada cahaya matahari
dapat dengan mudah menetap pada ruangan atau chemotrophe selain itu sebagian virus
dengan kondisi laju angin yang rendah. influenza juga tidak akan aktif jika terpapar
Retna dan Umi (2015), menyatakan sinar matahari (Budiyanto, 2010).
jika aliran udara atau penghawaan dalam Faktor risiko pneumonia yang berupa
ruangan bukan hanya aliran udara satu arah agent penyakit biasa menular melewati
saja akan tetapi aliran udara harus dapat udara dimana pengaruhnya adalah terhadap
menyediakan udara masuk yang segar dan kejadian pneumonia pada balita. Upaya untuk
mengeluarkan udara yang kotor dimana menghindari penyakit pneumonia yaitu
mekanisme masuk dan keluarnya udara harus menempatkan kasa atau perangkap debu,
seimbang dan teratur. Anwar dan Ika (2014), menjaga kebersihan ruangan, dan menambah
menambahkan jika fungsi aliran udara tidak ventilasi udara pada ruangan agar memenuhi
lancar dalam ruangan akan memudahkan syarat adanya ventilasi sekurang-kurangnya
zat pencemar dalam ruangan bertahan lebih 20% dari luas lantai ruangan.
lama dalam ruangan dan mengakibatkan
paparan zat pencemar dalam ruangan SIMPULAN
menjadi lebih tinggi bagi individu yang Hasil penelitian menunjukkan adalah
berada di dalam ruangan, khususnya balita balita dengan riwayat ASI tidak eksklusif
yang masih rentan terhadap paparan buruk berisiko 7,4 kali lebih besar untuk terkena
untuk saluran pernapasannya. Perubahan pneumonia dibandingkan dengan balita
suhu yang terlalu tinggi atau rendah salah yang riwayat pemberian ASInya eksklusif.
satunya diakibatkan oleh ventilasi yang tidak Balita yang mendiami ruangan dengan luas
memenuhi syarat. Perubahan suhu ekstrim ventilasi ruang kurang dari 20% luas lantai
dapat mempengaruhi kondisi tubuh balita. (tidak standar) berisiko terkena pneumonia
Daya tahan tubuh balita dapat menurun sebesar 13,5 kali daripada balita yang luas
akibat suhu yang terlalu panas ataupun ruangannya ≥ 20% luas lantai ruang kamar
suhu yang terlalu dingin karena balita atau standar.
masih rentan untuk menyesuaikan suhu Ibu balita hendaknya menjalankan pola
disekitarnya apalagi balita pada minggu- hidup sehat bagi anaknya dan dirinya sendiri
minggu awal kelahirannya. Kelembaban dengan tetap menjaga kebersihan ruangan
yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi dan kebersihan balita maupun dirinya,
pertumbuhan mikroorganisme, sedangkan menghindarkan paparan asap rokok pada
jika terlalu rendah maka dapat menyebabkan balita, menghindarkan balita polusi udara
keringnya selaput luar mata ataupun kulit dan lingkungan yang kotor, serta aktif ke
(Prasasti, dkk. 2005). posyandu untuk memeriksakan kondisi
Kelembapan tinggi menyebabkan balita secara teratur agar tetap sehat. Ibu
kandungan air dalam udara menjadi tinggi, balita perlu untuk tetap memberikan ASI
hal tersebut menyebabkan bakteri dengan secara eksklusif pada bayinya sampai usia
mudah mengambil air dari udara sehingga minimal 6 bulan lalu dilanjutkan sampai usia
Bagus Ali Fikri, Analisis Faktor Risiko Pemberian Asi dan Ventilasi Kamar… 25

2 tahun. Ibu balita diharapkan memberikan Bagi penelitian selanjutnya yang


ASI pertama saat awal-awal kelahiran bayi berhubungan dengan topik ini, disarankan
karena banyak mengandung kolostrum yang untuk menambahkan faktor risiko yang
berisi antibodi, selain itu setelah umur 6 lebih luas seperti berat bayi lahir rendah,
bulan diperlukan pengenalan MPASI dimana tingkat pelayanan kesehatan, pengetahuan
makanan pendamping ASI berfungsi untuk dan pendidikan ibu, serta pola asuh anak.
mengenalkan jenis-jenis makanan dan
membantu melengkapi nutrisi yang semakin DAFTAR PUSTAKA
tinggi dibutuhkan oleh balita yang semakin Adriani, M., Bambang, W. 2012. Pengantar
tumbuh besar. Faktor luas ventilasi di dalam Gizi Masyarakat. Jakarta. Kencana
ruangan kamar balita perlu diperhatikan oleh Prenada Media Group.
kedua orang tua balita, dengan memperluas Anwar, A., Ika, D. 2014. Pneumonia pada
ventilasi yang ada dengan cara menambah Anak Balita di indonesia. Jurnal Kesehatan
lubang ventilasi pada dinding misalnya Masyarakat Nasional, [e-journal] 8(1):
dengan tambahan jendela atau memasang pp. 359-365.http:// jurnalkesmas.ui.ac.id/
kipas blower pada dinding sehingga aliran index.php/kesmas/article/view/405/402.
udara dapat keluar masuk ruangan, selain [Sitasi 6 Juni 2016].
itu menambahkan genteng kaca pada atap Budiyanto, A.K. 2010. Pertumbuhan
ruang untuk meningkatkan cahaya yang M i k r o o rg a n i s m e . h t t p s : / / z a i f b i o .
masuk kedalam ruangan. Pemasangan kipas wordpress. com/2010/11/08/
angin dalam ruangan dan sering membuka pertumbuhan-mikroorganis me/. [Sitasi
jendela, pintu dan lubang angin lainnya agar 6 Juni 2016].
meningkatkan sirkulasi udara dalam ruangan Domili, M.F. H., Wema, N., Vivien, N.A.,
kamar balita. Kasim, 2013. Faktor-Faktor yang
Bagi stakeholder, perlunya untuk Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia
sosialisasi dan pelatihan bagi para kader atau pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
bidan yang bertugas untuk mempromosikan Global Mongolato. Artikel Jurnal. kim.
ASI eksklusif karena masih banyak ibu balita ung.ac.id/index.php/KIMFIKK/article/
yang tidak mengerti tentang ASI eksklusif. download/2781/2757. [Sitasi 6 Juni
Penyampaian ASI eksklusif diharapkan 2016].
mengurangi angka kematian balita akibat Fanada, M. 2012. Faktor-Faktor yang
pneumonia. Promosi ASI eksklusif dengan Berhubungan dengan Kejadian Penyakit
sasaran orang tua balita maupun umum Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja
dapat dilakukan pada saat posyandu, pekan Puskesmas Kenten Palembang Tahun
kesehatan yang diadakan di berbagai tingkat, 2012. Sumatera Selatan. Jurnal Badan
paling kecil adalah tingkat rukun warga dan Diklat Provinsi Sumatera Selatan. h p://
rukun tetangga dengan adanya perkumpulan www.banyuasinkab.go.id/tampung/
atau organisasi kemasyarakatan. Program dokumen/dokumen-15–33.pdf. [Sitasi 6
pemerintah lainnya adalah sosialisasi aturan Juni 2016].
dan pedoman untuk membangun rumah Fikri, B.A. 2016. Analisis Faktor Risiko
yang sehat, dimana salah satu indikator Daya Tahan Tubuh Balita dan Status
rumah sehat adalah ventilasi yang baik. Lingkungan Rumah terhadap Kejadian
Peningkatan program pembangunan rumah Pneumonia Balita. Skripsi. Fakultas
sehat bagi masyarakat yang umumnya Kesehatan Masyarakat Universitas
berada di pedesaan dan berada dibawah garis Airlangga Surabaya.
kemiskinan. Rumah tersebut harus dirombak Hartati, S., Nani, N., Dewi, G. 2012. Faktor
sesuai dengan standar dan peraturan yang Risiko Terjadinya Pneumonia pada Anak
ada. Balita. Jurnal Keperawatan Indonesia.
26 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 11 No. 1, Desember 2016: 14–27

[e-journal]. 15(1): pp. 13–20. http://jki. Retna, R., Umi, N.F. 2015. Gambaran
ui.ac.id /index.php/jki/article/view/42/42. Karakteristik Kejadian Pneumonia
[Sitasi 6 Juni 2016]. pada Balita di Puskesmas Wanadadi 1
Kementerian Kesehatan R.I., 2011. Peraturan Kabupaten Banjarnegara Tahun 2014.
Menteri Kesehatan R.I. Nomor 1077/ Medsains, [e-journal] 1(1): pp. 18–22.
Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman http://www.polibara.ac.id/wp-content/
Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah. uploads/2015/04/RusfitaRetna.pdf. [Sitasi
Kementerian Kesehatan R.I., 2013. Riset 6 Juni 2016].
Kesehatan Dasar 2013. Jakarta. Badan Sarbini, D., Listyani, H. 2008. Hubungan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan antara Tingkat Pendapatan Keluarga dan
Republik Indonesia. Pendidikan Ibu dengan Pemberian ASI
Kementerian Kesehatan R.I. 2013. Profil Eksklusif di Kecamatan Jebres Kotamadya
Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta. Surakarta. Jurnal Kesehatan, [e-journal]
Kementerian Kesehatan Republik 1(2): pp 115-122. https://publikasiilmiah.
Indonesia. ums.ac.id/bitstream/handle/11617/1462/
Kementerian Kesehatan R.I. 2014. Profil jurnal%20kes%20vol%201%20no%20
Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta. 2%20d%20115-122.pdf?sequence=3&is
Kementerian Kesehatan Republik Allowed=y. [Sitasi 5 Juni 2016].
Indonesia. Sartono, A., Hanik, U. 2012. Hubungan
Last, M. J. 2001. A Dictionary of Epidemiology Pengetahuan Ibu, Pendidikan Ibu dan
4th Edition. New York. Oxford University Dukungan Suami dengan Praktek
Press. Pemberian Asi Eksklusif di Kelurahan
Mahalastri, Ni Nyoman Dayu. 2014. Muktiharjo Kidul Kecamatan Telogosari
Hubungan antara Pencemaran Udara Kota Semarang. Semarang. Jurnal Gizi
dalam Ruang dengan Kejadian Pneumonia Universitas Muhammadiyah Semarang,
Balita. Jurnal Berkala Epidemiologi, [e-journal] 1(1): pp. 1–9. h p:// jurnal.
[e-journal] 2(3): pp. 392–403. http:// unimus.ac.id/index.php/jgizi/article/
ejournal.unair.ac.id/ index.php/JBE/ view/565/615. [Sitasi 5 Juni 2016].
article/view/1305/1064. [Sitasi 6 Juni Soelandono, D.K. 2008. Pengaruh Faktor
2016]. Ibu dan Faktor Lingkungan dalam Rumah
Mahayu, P. 2014. Imunisasi dan Nutrisi. terhadap Kejadian Pneumonia Balita.
Yogyakarta. Penerbit Buku Biru. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Prasasti, C.I., J. Mukono., Sudarmaji. 2005. Universitas Airlangga Surabaya.
Pengaruh Kualitas Udara Dalam Ruangan Sugihartono, Pasiyan, R., Nurjazuli.
Ber-AC Terhadap Gangguan Kesehatan. 2012. Analisis Faktor Risiko Kejadian
Jurnal Kesehatan Lingkungan. 1(2) pp. Pneumonia Pada Balita di Wilayah Kerja
160-169. Puskesmas Sidorejo Kota Pagar Alam.
Puspitasari, D.E., Fariani, S. 2015. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia,
Faktor Risiko Pneumonia Pada Balita 11(1): pp.82–86.
Berdasarkan Status Imunisasi Campak Wahid, A., Imam, S. 2013. Keperawatan
dan Status ASI Eksklusif. Jurnal Berkala Medikal Bedah, Asuhan Keperawatan
Epidemiologi, [e-journal] 3(1): pp. 69–81. pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta
http://e-journal.unair.ac.id/index.php/ Timur. Trans Info Media, Jakarta.
JBE/article/view/1315/1074. [Sitasi 6
Juni 2016].
Bagus Ali Fikri, Analisis Faktor Risiko Pemberian Asi dan Ventilasi Kamar… 27

World Health Organization (WHO). 2013. Yani, I.E., Defriani, D., Novelasari. 2009.
End Preventable Deaths: Global Action Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Plan for Prevention and Control of Ibu Laktasi dalam Memberikan ASI di
Pneumonia and Diarrhoea. Geneva. 6 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
UNICEF. www.who.int. [Sitasi 5 Juni Barat. PGM. 32(2) pp. 101–111.
2016].

You might also like