You are on page 1of 8

Makanan yang kita konsumsi dan masuk ke dalam tubuh akan sangat mempengaruhi sistem di dalam

tubuh, dan lebih jauh akan menentukan status kesehatan individu baik saat ini dan masa selanjutnya.

Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono menjelaskan, isi piringku
merupakan sajian makanan yang ada di dalam piring untuk porsi sekali makan.

Menurut dia, isi piringku menggambarkan tentang SEHAT, berawal dari 4 sehat 5 sempurna yang tidak
bisa cukup sehingga dilengkapi atau ditransformasikan dengan pedoman gizi seimbang dengan 10
pokok.

Pedoman gizi seimbang saat ini difokuskan pada empat hal yang dikelompokkan yaitu pada makanan itu
sendiri, minum air putih minimal 8 gelas sehari, aktivitas fisik juga menimbang tinggi dan berat badan,
serta dilengkapi dengan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS).

"Isi piringku mengacu pada one plat terbagi menjadi dua, 50 persen piring buah dan sayur, 50 persen
lainnya terdiri dari 1/3 lauk dan 2/ 3 suplemen dan karbohidrat," kata Anung saat jumpa pers di Asia
Pasifik Food Forum di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut Dirjen Anung menjelaskan, untuk melengkapi isi piringku tentunya dilengkapi dengan
aktivitas fisik, CTPS dan minum air putih minimal 8 gelas sehari.

“Isi Piringku disesuaikan dengan kebiasaan dan karakter dari daerah masing-masing yang tentunya
memenuhi gizi seimbang Program Piring Makanku yang diusung oleh Kementerian Kesehatan, langkah
ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam menentukan pola makan sehat dan mencukupi kebutuhan
nutrisi harian," ungkapnya. (Info Kemenkes)

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Kesehatan Anda Berawal dari 'Isi Piringku',
http://jateng.tribunnews.com/2018/06/23/kesehatan-anda-berawal-dari-isi-piringku.

Editor: Catur waskito Edy


TAHUKAH KAMU? Indonesia merupakan Negara darurat stunting. WHO mencatat 7,8 juta dari 23 juta
balita Indonesia menderita stunting. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara peringkat lima
besar dari jejeran negara dengan penderita stunting terbanyak di dunia. Tidak hanya menjadi beban
keluarga dan mayarakat, penderita stunting mengancam kemajuan negara.

Kampanye Isi Piringku merupakan salah satu solusi cerdas untuk mengatasi stunting di Tanah Air.
Melalui kampanye Isi Piringku, kita bisa meretas pencegahan stunting di daerah masing-masing.
Berpartispasi aktif dalam pencegahan stunting berarti telah memberi kontribusi secara langsung dalam
mewujudkan Indonesia sehat.

Kesetaraan Hak dalam Isi Piringku

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai tinggi badan anak lebih rendah dari standar
usianya dan keterlambatan fungsi otak. Kondisi ini diakibatkan kurangnya asupan gizi dalam waktu
cukup lama sebagai dampak dari pemerian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting
terjadi mulai dalam kandungan dan bau terlihat pengaruhnya ketika balita berusia dua tahun.

Mari berantas stunting melalui realiasasi kampanye Isi Piringku. Sumber foto: tirto.id

Mari berantas stunting melalui realiasasi kampanye Isi Piringku. Sumber foto: tirto.id

"Isi Piringku" merupakan gerakan makan makanan yang sehat dengan gizi seimbang. Konsep Isi Piringku
dimaksudkan sebagai pengganti slogan "4 Sehat 5 Sempurna" di masa lalu.

Secara linguistik, bahasa yang digunakan pada slogan "Isi Piringku" jauh lebih komunikatif dan
menekankan sebuah bentuk ketegasan. Dalam slogan "Isi Piringku" terdapat unsur kesetaraan hak untuk
memperoleh makanan dengan nutrisi yang lengkap dan seimbang.

Setiap individu yang mengucapkan "Isi Piringku" berarti menegaskan hak asasi dalam memperoleh
makanan bernutrisi dan berupaya untuk meraihnya. Pada praktiknya, orang yang mengatakan 'Isi
piringku' berarti dirinya meminta piringnya diisi dengan makanan. Hal ini berbeda jauh dengan slogan
slogan "4 Sehat 5 Sempurna" yang pernah populer di masa lalu.

Secara linguistik, slogan "4 Sehat 5 Sempurna", tidak komunikatif dan tidak merepresentasikan
kesetaraan hak dalam memperoleh keadilan. Hal ini terlihat dari praktik linguistik dalam komunikai
verbal.
Slogan ini lebih ke arah praktik labeling. Di mana pihak-pihak yang memiliki otoritas dalam kebijakan
publik yang dikomunikasikan melalui slogan "4 Sehat 5 Sempurna" menetapkan makanan tertentu
sebagai makanan sehat semata. Setiap individu yang mengucapkan "4 Sehat 5 Sempurna" tidak
meneguhkan dirinya meminta pemenuhan hak untuk memperoleh makanan. Seseorang tidak akan
kenyang dengan mengatakan "4 Sehat 5 Sempurna".

Tidak mengherankan, pada masa dipopulerkan slogan "4 Sehat 5 Sempurna", kasus malnutrisi sangat
tinggi di Indonesia khususnya di kawasan timur khususnya Papua. Untuk menutupi kasus tersebut,
ditetapkan istilah yang mengaburkan realitas, yaitu 'larang pangan'. Penggunaan istilah 'larang pangan'
merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan atau manipulasi bahasa.

Istilah 'larang pangan' berasal dari bahasa Jawa yang berarti 'kesulitan makanan'. Hal ini dikukuhkan
dengan pengabaikan kearifan lokal dan kultur yang membangun nutrisi dalam keberagaman etnis di
Indonesia. Realitasnya, masyarakat yang menjadi subjek 'larang memperoleh pangan' mengalami
malnutrisi.

Malnutrisi jauh lebih parah daripada sekadar 'kesulitan memperoleh makanan'. Dengan tubuh yang
sehat dan otak yang cerdas, kita bisa mengatasi seluruh kesulitan. Tetapi, bila mengalami malnutrisi, kita
sulit untuk bertindak untuk mengatasi kesulitan dan menemukan solusi atas masalah yang kita hadapi.
Stunting merupakan salah satu dampak dari malnutris tersebut.

Selain itu, pada masa dipopulerkan slogan "4 Sehat 5 Sempurna", terjadi pengabaian makanan dalam
keberagaman kearifan lokal di Indonesia. Salah satu dampak sogan ini; 'nasi' atau sumber karbohidrat
dari beras; menjadi bahan makanan yang dipopulerkan. Tanaman padi sebagai penghasil beras menjadi
tanaman penting yang disebarkan dalam budaya pertanian kolektif di Indonesia.

Akibatnya, daerah-daerah yang menggunakan bahan karbohodrat lain dalam budaya pangannya,
mengalami kemunduran yang cukup signifikan. Misalnya, persebaran budaya tanaman padi
mengakibatkan terjadinya pengurangan yang signifikan budaya tanaman sagu di Papua dan budaya
tanaman jagung di Madura.

Oleh sebab itu, kampanye "Isi Piringku" sebagai program resmi pemerintah, telah tepat secara linguistik
dan komunikasi. Tidak terindikasi adanya kesan manipulasi dalam kampanye ini. Bahkan, kampanye ini
dikukuhkan dengan partisipasi aktif perangkat penting negara; mulai dari Presiden Joko Widodo, Wakil
Presiden Jusuf Kalla, Menteri Puan Maharani, Menteri Kesehatan, hingga perangkat negara di ranah
daerah.
Makanan dalam Kearifan Lokal

Secara historis, bangsa Indonesia adalah bangsa-bangsa yang perkasa dan cerdas. Tidak sedikit puncak
peradaban di dunia yang mangakar dalam di Indonesia. Mulai dari peradaban yang dibangun Majapahit,
Sriwijaya, Mataram, Kutai, Makassar, Pagaruyung, Gorontalo, Sambas, hingga Samudera Pasai. Bangsa
Indonesia pun dikenal sebagai pelaut ulung, negarawan-negarawan agung, dan berjejer posisi penting
dalam tatanan sistem politik budaya dunia.

Peradaban yang maju tersebut bisa disebut mustahil dibangun bangsa yang tidak tercukupi nutrisinya.
Hal ini bisa kita telusuri dalam kearifann lokal yang menyangkut keberagaman makanan dalam kearifan
lokal di Indonesia. Hal ini pula yang dibangkitkan kembali pemerintah NKRI melalui program "Isi
Piringku".

Kampanye "Isi Piringku" bukan sekadar slogan semata, tetapi diwujudkan dengan kerja nyata dan
membuka ruang yang sangat luas pada kebangkitan makanan warisan leluhur bangsa Indonesia.

Langkah ini merupakan sebuah langkah yang luar biasa dalam meneguhkan kembali identitas bangsa
melalui makanan. Bahwa makanan bukan sekadar nutrisi yang memberi kita energi dan untuk kesehatan
tubuh, tetapi juga mengandung filosofis dan ideologi yang mengukuhkan Nasionalisme. Hal ini bisa kita
gali dalam kampanye "Isi Piringku" di Kota Jagung Gorontalo.

Kunjungan Menkes ke Gorontalo. Sumber foto: liputan6.com

Kunjungan Menkes ke Gorontalo. Sumber foto: liputan6.com

Pada kunjungannya ke SMK Negeri 1 Limboto di Kabupaten Gorontalo, Menteri Kesehatan RI Nila
Moeloek menyatakan bahwa nasi bisa diganti dengan jagung.

Nilai karbohidrat (jagung) sama dengan nasi (liputan6. Com, 17 Juli 2018). Dalam kesempatan ini pula,
siswa SMK Negeri 1 Limboto mempraktikkan kampanye "Isi Piringku" berupa "konsep makanan sehat
dengan gizi seimbang" dalam kearifan lokal Gorontalo. Selain menyajikan "makanan sehat dan gizi
seimbang" yang populer di Indonesia, siswa juga menyajikan makanan bergizi dalam khazanah kearifan
lokal Gorontalo, yaitu: binte biluhuta atau milu siram.

Binte biluhuta adalah sajian khas Gorontalo berupa sup jagung yang dilengkapi dengan ikan atau udang
yang disajikan hangat. Kata "binte" (binde) atau umumnya juga disebut "milu" dalam bahasa Gorontalo
berarti "jagung". Sedangkan "biluhuta" artinya disiram atau siraman. Tidak hanya lezat, makanan khas
Gorontalo ini mengandung kandungan gizi yang luar biasa seperti vitamin B dan C, karoten, kalium, zat
besi, megnesium, fosfor, omega 6, dan lemak tak jenuh yang bisa menurunkan kolesterol.
Menurut Profesor Linguistik dari Universitas Gorontalo, almarhum Mansoer Pateda, binte biluhuta
sudah ada sejak zaman Raja-raja Gorontalo dan menjadi konsumsi seluruh lapisan masyarakat; baik
keluarga raja ataupun masyarakat biasa. Jagung yang dipipil merupakan representasi dari 'bercerai-
berai'.

Binte biluhuta. Foto dari: resepnomnom.wordpress.com

Binte biluhuta. Foto dari: resepnomnom.wordpress.com

Pada abad ke-15 terjadi banyak pertikaian dalam perebutan kekuasaan dan penaklukan kerajaan kecil
yang dikenal dengan pertikaian di Sulawesi khususnya antara Kerajaan Gorontalo dan Limboto. Hal ini
tidak hanya memperlemah bangsa, tetapi juga mengantarkan rakyat pada kerugian yang sistematis.

Maka lahirlah "binte biluhuta" sebagai salah satu upaya resolusi konflik yang mengukuhkan kembali
perdamaian dan persatuan di muka bumi Gorontalo dan Limboto. Jagung yang dipipil sehingga bercerai-
berai merupakan representasi raja-raja Gorontalo dan Limboto yang bertikai. Tetapi, dalam "binte
biluhuta", jagung-jagung dipipil dan bercerai-berai tersebut, disatukan kembali.

Tentunya, suku-suku daerah lain juga memiliki konsep yang identik dengan posisi "binte biluhuta" dalam
masyarakat tradisonal Gorontolo. Makanan dalam perspektif kearifan lokal, tidak sekadar nutrisi yang
mengenyangkan dan memberi kita energi, tetapi juga berfungsi sebagai obat herbal dan meneguhkan
ikatan persaudaraan bangsa dalam rahim perbedaan. Makanan juga memiliki makna filosofis dan
memiliki fungsi sebagai resolusi konflik yang memperteguh humanitas.

Hal inilah yang terabaikan ketika slogan "4 Sehat 5 Sempurna" digelorakan di masa lalu Indonesia. Di
mana praktik makan bukan sekadar memenuhi kebutuhan asupan nutrisi bergizi untuk memperoleh
energi kehidupan, tetapi juga berfungsi untuk memperteguh ikatan persaudaraan, persatuan, dan
perdamaian dalam perbedaan. Hal ini identik dengan visi Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi pandangan
hidup bangsa yang meneguhkan Nasionalisme dalam keberagaman multibudaya, multireligi, dan
multietnis.

Bukan Hanya Makanan

Sebagai organisasi yang berdedikasi pada gizi dan kesehatan, Persagi merupakan agen perubahan
penting dalam menyukseskan program kampanye Isi Piringku. Dalam Kongres Nasional Persatuan Ahli
Gizi Indonesia (Persagi) ke-15 dan Temu Ilmiah Ahli Gizi Indonesia di Yogyakarta (26 November 2014),
Menkes telah menetapkan langkah-langkah penting yang perlu ditempuh Persagi untuk memberantas
sunting. Langkah-langkah ini dirangkum Menkes dalam harapan. Harapan Menkes ini dapat dijadikan
sebagai peta untuk menetapkan arah kampanye Isi Piringku. Agar efektif dan efisien
(http://sehatnegeriku.kemkes.go.id)

Harapan Menkes tersebut, antara lain:

(1)Mau dan mampu bertindak sebagai agen perubahan sehingga dapat memberikan kontribusi nyata
terhadap upaya perbaikan gizi; baik intervensi spesifik maupun sensitif.

(2)Menghasilkan produk ilmiah yang inovatif yang sesuai perkembangan IPTEK dan kearifan lokal yang
ada di masyarakat dalam upaya mempercepat perbaikan gizi;

(3)Memberikan masukan/kritikan yang konstruktif dan solusinya, berdasarkan hasil pengalaman di


lapangan, riset terhadap berbagai dampak pembangunan kesehatan khususnya bidang gizi;

(4)Meningkatkan profesional dalam pelayanan gizi baik perorangan maupun masyarakat dan mencegah
timbulnya malpraktik gizi; serta

(5)Mau dan mampu bekerjasama dengan semua profesi kesehatan dalam memecahkan masalah
kesehatan perseorangan maupun masyarakat.

Meskipun Persagi dipercaya sebagai agen perubahan penting dalam upaya mengatasi wabah stunting,
seluruh lembaga pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat perlu berperan aktif dalam
mewujudkannya.

Sebab, penyebab stunting bukan hanya faktor makanan semata, tetapi terkait juga dengan sanitasi, pola
hidup, dan faktor-faktor kesehatan lainnya. Misalnya, stunting juga bisa terjadi bila seorang ibu hamil
mengkonsumsi air yang terkontaminasi, sehingga polutan dalam kandungan air mempengaruhi
pertumbuhan janin. Hal ini senada dengan keterangan Menkes tentang relasi antara stunting dengan
kebersihan Sungai Citarum:
Oleh sebab itu, Persagi perlu kita dukung maksimal untuk mewujudkan program pemerintah Isi Piringku.
Langkah-langkah penting yang dapat kita wujudkan untuk menjalin sinergi dengan Persagi, antara lain:

(1)Tenaga pendidik perlu berperan aktif dalam mendistribusikan informasi 'makanan sehat dan gizi
seimbang' di lembaga-lembaga pendidikan.

(2)Komunikasi peduli pencegahan stunting di media massa

(3) Optimalisasi media sosial sebagai medium dustribusi informasi untuk mencegahan stunting dan
sentral komunikasi Gerakan Indonesia Sehat.

(4) Menjadikan Gerakan Indonesia Sehat sebagai gerakan kolektif di seluruh penjuru Indonesia

(5) Bersikap pro aktif dan memiliki inisiatif kuat untuk menjalin sinergi dengan Persagi dalam upaya
untuk pencegahan stunting dan mewujudkan Indonesia sehat

(6) Mendirikan komunitas atau LSM yang peduli pencegahan stunting

(7) Berani melaporkan warga masyarakat yang menderit stunting

(8) Revitalisasi Posyandu sebagai bagian dari posko pencegahan stunting di daerah masing-masing

Dari uraian di atas, bisa kita simpulkan bahwa kampanye Isi Piringku bukan sekadar mencegah timbulnya
gejala stunting, tetapi juga membangkitkan makanan yang menjadi bagian dari kearifan lokal Indonesia.

Kita tentu telah akrab dengan pepatah "sekali mendayung tiga pulau terlampaui". Pepatah ini berarti
bisa mengerjakan lebih dari satu pekerjaan dalam satu waktu. Bila kita relevansikan dengan pepatah itu,
program "Isi Piringku" bisa disebut "Sekali mendayung, 17.000 Pulau Tersatukan".
Inilah makna substansial dari kampanye "Isi Piringku" dalam pencegahan stunting. Meski sekilas terlihat
sebagai upaya untuk pemberantasan gizi buruk altau malnutrisi, kampanye ini memiliki fungsi untuk
membangkitkan kembali kejayaan makanan yang lahir dari kearifan lokal warian leluhur bangsa
Indonesia.

Perlu adanya sinergi antara masyarakat dan pemerintah untuk mengoptimalkan kampenye Isi Piringku.
Agar upaya menekan laju pertumbuhan stunting menjadi lebih efektif, efisien, melahirkan generasi yang
cerdas dan sehat, serta meneguhkan kembali Nasionalisma melalui keberagaman makanan yang lahir
dari kearifan lokal warisan leluhur bangsa Indonesia.

Sebagai organisasi yang berdedikasi pada gizi dan kesehatan, Persagi merupakan agen perubahan
pentng dalam menyukseskan program kampanye Isi Piringku. Masyarakat dan seluruh lapisan
masyarakat perlu mendukung Persagi menyukseskan kampenye Isi Piringku.

Mari kita sukseskan "Isi Piringku" di daerah masing-masing. Melalui realisasi "Isi Piringku" kita
berpartisipasi aktif dalam mewujudkan pencegahan stunting dan Indonesia sehat dalam tatanan
masyarakat.

You might also like