You are on page 1of 9

KESEIMBANGAN ASAM BASA

1. Asam
Sifat yang dimiliki semua asam adalah bahwa didalam larutan asam akan berdisosiasi
untuk mendonorkan (memberikan ion hydrogen H+. jadi suatu asam didefiniskan sebagai
sebagai donor ion hidrogen. Terdapat beberapa karakter untuk menjelaskan suatu asam
(James, Baker , & Swain , 2008)
a. Memiliki rasa asam
b. Bersifat korosif-membakar jaringan
c. Membuat kertas lakmus menjadi merah
d. Bereaksi dengan basa membentuk garam dan air-netralisasi
e. Memiliki pH kurang dari 7.

2. Basa
Basa merupakan zat kimia yang berlawanan dengan asam. Basa merupakan akseptor ion
hidrogen, basa yang dapat larut dalam air disebut alkali. Ion hidroksida dapat menerima
ion hidrogen untuk kemudian membentuk air. Beberapa cara lain untuk dapat mengenali
basa (James, Baker , & Swain , 2008)
a. Memiliki rasa sedikit pahit atau rasa logam
b. Bersifat korosif-membakar jaringan
c. Membuat kertas lakmus menjadi biru
d. Bereaksi dengan asam membentuk garam dan air-netralisasi
e. Memiliki PH lebih dari 7.
Skala PH dibuat berdasarkan konsentrasi ion hydrogen dalam larutan, semakin banyak ion
hidrogen dalam larutan , maka PH akan semakin rendah. Begitu pula jika konsentrasi ion
hidroksida semakin tinggi , maka PH akan semakin tinggi. Skala pH berkisar dari 0 sampai 14 dan
dnyatakan secara matematiks (Marieb & Hoehn, 2013)
pH= -Log10 [H+]
Ion hydrogen diproduksi secara terus menerus oleh tubuh. Dua sumber utama hidrogen adalah :
1. Metobolisme seluler, misalnya respirasi anaerobik yang memproduksi asam laktat,
metabolism lemak yang menghasilkan badan keton. Asam ini disebut juga asam nonvolatif
atau asam tetap.
2. Respirasi seluluer –dalam 24 jama diproduksi 10.000-20.000 mmol karbondioksida dan
diubah menjadi asam karbonat sebelum diekskresi oleh paru-paru.
pH Plasma merupakan indikator konsentrasi ion Hydrogen H+ dan dijadikan pengukuran
untuk menentukan keasaman dan kebasaan darah Mekanisme homeostatis menjaga pH dalam
rentang normal. Mekanisme ini terjadi akibat koordinasi dari system buffer, ginjal dan paru-
paru. Konsentrasi Ion H+ sangat penting karena jika semakin besar konsentrasinya maka
larutan akan semakin asam dan pH akan lebih rendah. Jika Konsentrasi Ion H+ rendah maka
larutan akan menjadi bersifat lebih basa dan pH akan lebih tinggi. Sistem Buffer mencegah
perubahan pH dalam cairan tubuh dengan menghilangkan atau mengurangi jumlah Ion H+,
mereka akan bereaksi sangat cepat untuk mencegah perubahan terhadap konsentrasi Ion H+.
Kisaran pH darah yang normal adalah 7.3-7.45. Kisaran PH yang memungkinkan kehidupan
adalah 7.0-7.8. istilah alkalosis digunakan jika ph darah arteri meningkat diatas 7.4 sebaliknya
bila pH Turun dibawah 7.35 disebut asidosis. Sehingga untuk menjadikan homeostatis
diperlukan sistem yang mengatur kadar asam basa dalam tubuh sistem tubuhh tersebut adalah
(Marieb & Hoehn, 2013)
1. Sistem buffer kimiawi
2. Sistem regulasi respirasi (Paru )
3. Sitm regulasi renal ( Ginjal ).

(Martini & Nath, 2012)


1. Sistem Buffer Kimiawi (James, Baker , & Swain , 2008) (Hinkle & Cheever, Textbook Of
Medical-Surgical Nursing, 2014)
Buffer (Penyangga) merupakan larutan kimia yang menahan perubahan OH jika terdapat
penambahan asam atau basa. Larutan buffer terdiri dari :
Larutan asam lemah dan garamnya seperti asam karbonat dan natrium bikarbonat atau
larutan basa lemah dan garamnya seperti ammonia dan ammonium klorida.
Jika pH menurun, maka garam (natrium bikarbonat) berperan sebagai basa yang akan
menerima ion hydrogen yang ditambahkan pada larutan. Jika pH meningkat , asam lemah
(asam karbonat) akan mendonorkan ion hydrogen kepada larutan, sehingga perubahan Ph
akan disangga. Hal yang sebaliknya berlaku untuk basa lemah dan garam. Sistem buffer
kimiawi terdiri dari :
1. Sistem buffer bikarbonat
2. Sitem buffer fosfat
3. Sistem buffer protein.
1) Sistem buffer bikarbonat
Sistem buffer bikarbonat merupakan buffer esktraseluler utama dan
bertanggung jawab mempertahankan pH darah. Karbondioksida yang
terbentuk selama respirasi sel akan larut dalam air (plasma) untuk membentuk
asam bikarbonat. Sistem buffer bikarbonate ini menggabungkan asam karbonat
dengan garamnya yaitu sodium carbonate (NAHCO3) pada larutan yang sama.
Asam karbonat berperan sebagai donor ion Hidrogen. Jika ion hidrogen hilang
dari tubuh, seperti pada kasus muntah-muntah berat, asam karbonat akan
berdisosiasi lebih banyak untuk melepaskan ion hidrogen dan ion bikarbonat,
ketika senyawa asam kuat diatambahkan pada system buffer ini maka akan
terbentuk asam karbonat yang merupakan asam lemah. Jadi sodium bikarbonate
berperan dalam mengikat ion H+ sehingga yang tadinya senyawa tersebut
berupa asam kuat akan terurai menjadi basa lemah dan garamya

Ketika senyawa basa kuat ditambahkan pada sistem buffer ini maka yang
berperna dalam pengikatan ion OH- adalah asam karbonate yang bertindak
sebagai asam lemah, sehingga senyawa basa kuat yang tadi akan berurai
menjadi basa lemah beserta garamnya

2) Sistem Buffer Fosfat (Hinkle & Cheever, Textbook Of Medical-Surgical


Nursing, 2014)
Sistem ini serupa dengan sistem buffer bikarbonat, garam natrium dari
hidrogen fosfat dan monohidrogen fosfat masing-masing akan berperan sebagai
asam lemah dan basa lemah. Buffer fosfat terutama mempertahankan pH Fluida
intraseluler dan tubulus ginjal, sehingga tidak akan mempertahnkan Ph darah,
namun merupakan buffer paling penting untuk urin. Ketika senyawa kuat
ditambahkan maka

Jika basa kuat ditambahkan maka

3) Sistem buffer Protein (James, Baker , & Swain , 2008)


Protein merupakan rantai panjang asam-asam amino yang bersatu. Asam amino
mengandung gugus amino dasar (NH2) dan gugus asam (COOH). Tiga bentuk
asam amino yang ada tergantung dari pH. Buffer protein merupakan sistem
yang sangat kompleks dan akan mempertahankan pH fluida intraseluler dan
plasma. Protein hemoglobin memiliki dua fungsi khusus, yaitu mentrasnpor
oksigen ke jaringan dan juga menyangga ion hydrogen yang transit dari sel ke
paru.

(R merupakan rantai sisa dari suatu bahan organic yang bisa saj amemiliki
banyak unsur). Kemudian beberapa asam amino bertindak sebagai senyawa
basa yang mampu mengikat ion H+ contohnya terdapat pada –NH2 yang
mampu mengikat ion H+ seingga menjadi NH3+

2. Regulasi pH melalui Repirasi (Hinkle & Cheever, Textbook Of Medical-Surgical Nursing,


2014) (James, Baker , & Swain , 2008)
Perubahan pernapasan (Ventilasi) dapat mengubah pH dengan dramatis. Jika ventilasi
dipercepat dua kali lipat atau diperlambat setengahnya, maka pH dapaat berubah 0.2
satuan. Pada orang sehat produksi karbondioksida adalah 10 mmol/menit, dan dikeluarkan
melalui paru dengan kecepatan yang sama seperti kecepatan pembentukannya dijaringan,
kecepatan ventilasi diregulasi secara tepat sesuai kadar pCo2 dan konsentrasi ion hidrogen
(pH) dalam darah arteri (Pco2 menunjukkan tekanan parsial karbondioksida dalam darah
arteri). Kadar ini dimonitor oleh kemoreseptor perifer (ada karotis dan aorta) dan
kemoreseptor sentral di medulla yang sensitif terhadap perubahan pH cairan serebrospinal.
Respon yag diberikan adalah perubahan kecepatan dan kedalaman ventilasi. Nilai norma;
pCO2 adalah 4.7-6.0 kPa atau 35-45 mmHg, asidosis respiratorik terjadi jika terdapat
akumulasi karbondioksida dalam darah dan peningkatan pCo2 di atas normal, yaitu >6 kPa.
Alkalosis respiratorik terjadi jika karbondioksi dibuang dari darah Pco2 turun di bawah
normal, yaitu <4.7 kPa.
Regulasi Ph oleh ventilasi terjadi melalui dua mekanisme berikut :
a. Peningkatan Pco2 atau konsentrasi ion H+ akan menurunkan pH. Sebagai akibatnya
pusat pernapasan di medulla akan terangsang dan pernapasan menjadi lebih dalam dan
cepat (hiperventilasi) Pernapasan yang dalam dan cepat akan mengeluarkan
karbondioksida dan menggeser kesetimbangan ke kiri dan mengembalikan nilai ke
kadar yang normal. Hal ini juga merupakan umpan balik negative.
b. Penurunan pCO2 atau konsentrasi ion H+ akan menigkatkan PH. Sebagai akibatnya ,
terjadi penekanan pusat pernapasan di medulla dan pernapasan menjadi lebih dangkal
dan lambat (hipoventilasi). Keseimbangan persamaan akan terdorong ke kanan dan
menyebabkan akumulasi karbondioksida sehingga mengembalikan nilai normal. Hal
ini juga merupakan umpan balik negative.
Reaksi sistem respirasi lebih lambat dibandingkan sistem buffer, sekitar 1-3 menit,
sedangkan sistem buffer bekerja dalam hingan detik. Namun demikian sistem respirasi
tidak seperti sistem buffer yang akan mengeluarkan ion hidrogen dari tubuh, sehingga tidak
ada batasan untuk kapasitas sistem respirasi.
3. Regulasi PH oleh ginjal (Hinkle & Cheever, Textbook Of Medical-Surgical Nursing,
2014) (James, Baker , & Swain , 2008)
Ginjal meregulasi pH secara selektif dengan membuang atau mengembalikan ion-ion
dalam produk lainnya ke darah. Sistem ginjal dalam melakukan sistem buffer memerlukan
waktu beberapa jam bahkan beberapa hari. Ginjal membuang asam dan basa dari tubuh
dan tidak ada batasan untuk kapasitas sistem ini. Ginjal bertanggung jawab membuang
asam-asam tetap seperti asam laktat dan asam fosfat yang terbentuk selama metabolisme,
Penurunan pH karena akumulasi asam-asam ini disebut juga asidosis metabolic. Regulasi
ion bikarbonat hanya dilakukan oleh ginjal. Reabsorbsi ion bikarbonat memungkinkan
pembaruan sistem buffer. Akumulasi ion bikarbonat di darah akan menyebabakan alkalosis
metabolik. Selama asidosis metabolic , ginjal mempertahankan pH dengan mensekresi ion
hidrogen dan mereabsorbsiion bikarbonat. Pada alkalosis metabolik terjadi reaksi
sebaliknya.

Nilai normal untuk darah arteri campuran darah vena


Parameter Darah arteri Campuran darah vena
Ph 7.35-7.45 7.32-7.42
PCO2 35-45 mmHg 38-52 mmHg
PO2 >80 mmHg 24-48 mmHg
HCO3- 22-26 mEq/L 19-25 mEq/L
Base excess/deficit ±2 mEq/L ±5 mEq/L
Saturasi Oksigen >94% 65%-75%
(Hinkle & Cheever, Textbook Of Medical-Surgical Nursing, 2014)
Gangguan asam basa merupakan hal yang sering dijumpai dalam praktik klinis khususnya di
perawatan kritis. Mengidentifikasi secara spesifik gangguan, penting agar dapat menentukan
penyebab serta pengobatan yang akan dilakukan. Terdapat beberapa gangguan yang terjadi akibat
ketidakseimbangan asam basa dalam tubuh yakni :
1. Asidosis Respiratorik (Hinkle & Cheever, Textbook Of Medical-Surgical Nursing,
2014) (Hopkins & Sharma, 2019)
Asidosis respiratorik merupakan keadaan dimana pH kurang dari 7.35 dan PaCO2 lebih
besar dari 42 mmhg dan peningkatan kompensasi dalam plasma HCO3 dapat terjadi
pada kasusu mungkin akut atau kronis. Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah
yang berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari
fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat Kecepatan dan kedalaman
pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan
normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam.
Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur
pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan
karbondioksida secara adekuat. Jika asidosis parah maka kemungkinan tekanan
intrakranial akan meningkat, terjadi papill edema dan dilatasi pembuluh darah
konjungtiva. Hal ini juga dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang
mempengaruhi paru-paru. Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-
penyakit dari saraf atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme
pernafasan. Gejala pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk. Jika keadaannya
memburuk, rasa mengantuk akan berlanjut menjadi stupor (penurunan kesadaran) dan
koma. Stupor dan koma dapat terjadi dalam beberapa saat jika pernafasan terhenti atau
jika pernafasan sangat terganggu; atau setelah berjam-jam jika pernafasan tidak terlalu
terganggu. Ginjal berusaha untuk mengkompensasi asidosis dengan menahan
bikarbonat, namun proses ini memerlukan waktu beberapa jam bahkan beberapa hari.
Biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan pH darah dan
pengukuran karbondioksida dari darah arteri. Pengobatan asidosis respiratorik
bertujuan untuk meningkatkan fungsi dari paru-paru. Obat-obatan untuk memperbaiki
pernafasan bisa diberikan kepada penderita penyakit paru-paru seperti asma dan
emfisema. Pada penderita yang mengalami gangguan pernafasan yang berat, mungkin
perlu diberikan pernafasan buatan dengan bantuan ventilator mekanik

2. Asidosis Metabolik (Hinkle & Cheever, Textbook Of Medical-Surgical Nursing, 2014)


(Hopkins & Sharma, 2019)
Saat kadar bikarbonat rendah dalam kaitannya dengan jumlah asam karbonat di dalam
tubuh, pH turun dan terbentuk asidosis metabolik. Ini dapat terjadi karena kegagalan dan
ketidakmampuan ginjal untuk mengeksresikan ion hidrogen dan menghasilkan bikarbonat.
Asidosis metabolik juga dapat terjadi jika terlalu banyak asam dihasilkan di dalam tubuh,
misalnya pada ketoasidosis diabetik atau kelaparan saat jaringan lemak dipecah menjadi
energi. Asidosis metabolik menstimulasi pusat pernapasan dan kecepatan serta kedalaman
pernapasan meningkat, karbon dioksida dibuang dan kadar asam karbonat menurun,
meminimalkan perubahan pH. Kompensasi pernapasan ini terjadi dalam beberapa menit
setelah terjadi ketidakseimbangan pH.
Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar
menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan
lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan
cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha
mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam
air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus
menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan
keadaan koma. Penyebab asidosis metabolik dapat adalah:
a. Kelebihan produksi asam. Pada asidosis diabetik atau asidosis laktak, produksi asam
dapat melebihi kemampuan ginjal untuk absorbsi dan ekskresi H+.
b. Kurangnya cadangan dapar Kehilangan ion HCO3 yang terbuang percuma melalui
ginjal atau usus menyebabkan hipokarbonatremia dana asidosis metabolik.
c. Kurangnya ekskresi asam. Dapat terjadi pada penyakit ginjal kronik dimana ginjal
gagal mengekskresikan asam yang diproduksi secara normal.
Gejala yang yang terjadi pada asidosis biasanya penderita merasakan mual, muntah
dan kelelahan, sakit kepala, pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat,
namun kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini. Sejalan dengan memburuknya
asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin
mual dan mengalami kebingungan. Bila asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat
turun, menyebabkan syok, koma dan kematian. Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan
berdasarkan hasil pengukuran pH darah yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di
pergelangan tangan). Darah arteri digunakan sebagai contoh karena darah vena tidak
akurat untuk mengukur pH darah. Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran
kadar karbon dioksida dan bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan pemeriksaan
tambahan untuk membantu menentukan penyebabnya. Misalnya kadar gula darah yang
tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan suatu diabetes yang tak
terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa asidosis metabolik yang
terjadi disebabkan oleh keracunan atau overdosis. Kadang-kadang dilakukan pemeriksaan
air kemih secara mikroskopis dan pengukuran pH air kemih. Pengobatan asidosis
metabolik tergantung kepada penyebabnya.7 Sebagai contoh, diabetes dikendalikan
dengan insulin atau keracunan diatasi dengan membuang bahan racun tersebut dari dalam
darah. Kadang-kadang perlu dilakukan dialisa untuk mengobati overdosis atau keracunan
yang berat. Asidosis metabolik juga bisa diobati secara langsung. Bila terjadi asidosis
ringan, yang diperlukan hanya cairan intravena dan pengobatan terhadap penyebabnya.
Bila terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat mungkin secara intravena, tetapi
bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat membahayakan
3. Alkalosis Respiratorik (Hinkle & Cheever, Textbook Of Medical-Surgical Nursing,
2014) (Hopkins & Sharma, 2019)
Alkalosis respiratorik adalah suatu kondisi klinis di mana PH arteri lebih besar dari
7,45 dan PaO2 kurang dari 38 mmhg. Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan
dimana darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga
menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah. Pernafasan yang
cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah
karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Alkalosis respiratorik dapat
membuat penderita merasa cemas dan dapat menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan
wajah. Jika keadaannya makin memburuk, bisa terjadi kejang otot dan penurunan
kesadaran. Pengobatan diarahkan untuk memperbaiki ventilasi. Preparat farmakologi
digunakan sesuai indikasi. Sebagai contoh, bronkodilator membantu menurunkan
spasme bronkhial, dan antibiotik yang digunakan untuk infeksi pernapasan. Tindakan
hygiene pulmonari dilakukan, ketika diperlukan, untuk membersihkan saluran
pernapasan dari mukus dan drainase pluren. Hidrasi yang adekurat di indikasikan untuk
menjaga membran mukosa tetap lembab dan karenanya memfasilitasi pembuangan
sekresi. Oksigen suplemen diberikan bila diperlukan. Ventilasi mekanik, yang
digunakan secara waspada dapat memperbaiki ventilasi pulmonari. Penggunaan
ventilasi mekanik yang tidak bijaksana dapat menyebabkan eksresi karbondioksida
yang demikian cepat sehingga ginjal tidak mampu untuk mengeliminasi kelebihan
biokarbonat dengan cukup cepat untuk mencegah alkalosis dan kejang. Untuk alasan
ini, kenaikan PaCO2 harus diturunkan secara lambat. Membaringkan pasien dalam
posisi semifowler memfasilitasi ekspansi dinding dada.
4. Alkalosis Metabolik (Hinkle & Cheever, Textbook Of Medical-Surgical Nursing,
2014) (Hopkins & Sharma, 2019)
Alkalosis metabolik adalah gangguan klinis yang ditandai dengan pH yang tinggi
(penurunan konsentrasi H +) dan konsentrasi bikarbonat plasma yang tinggi dapat
dihasilkan oleh penambahan bikarbonat atau hilangnya H +Alkalosis Metabolik adalah
suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat.
Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam. Sebagai contoh
adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah yang
berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung. Pada kasus
yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu
banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat. Selain itu, alkalosis metabolik
dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak
mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa
darah. Penyebab utama akalosis metabolic :
a. Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat).
b. Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung.
c. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan
kortikosteroid).
Alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah tersinggung), otot berkedut
dan kejang otot; atau tanpa gejala sama sekali. Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat
terjadi kontraksi (pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang berkepanjangan (tetani)
Biasanya alkalosis metabolik diatasi dengan pemberian cairan dan elektrolit (natrium dan
kalium). Pada kasus yang berat, diberikan amonium klorida secara intravena

Gangguan Kejadian awal Kompnesasi


Asidosis respiratori ↓pH , ↑ atau normal HCO3-, ↑ ekskresi asam ginjal ,
↑ paCO2 (↑PaCO2) dan ↑serum
HCO3- >26 mEq/L
Alkalosis respiratori ↑pH , ↓ atau normal HCO3-, ↓ekskresi asam ginjal ,
↓paCO2 (↓PaCO2) dan ↓serum
-
HCO3 <21 mEq/L
Asidosis metabolic ↓ pH , ↓ HCO3-, ↓ atau Hiperventilasi dengan hasil ↓
normal paCO2 PaCO2 (>45 mmHg) ↓ HCO3

Alkalosis metabolic ↑ pH , ↑ HCO3-, ↑ atau Hipoventilasi dengan hasil ↑


normal paCO2 PaCO2 (<35 mmHg) ↑ HCO3

1. (Hinkle & Cheever, Textbook Of Medical-Surgical Nursing, 2014)


References
Hinkle , J., & Cheever, K. (2014). Textbook Of Medical-Surgical Nursing. Unites Stated Of America :
Lippincolt Willians Wilkins .

Hopkins, E., & Sharma, S. (2019). Phsiology , Acid Base Balance. NCBI.

James, j., Baker , C., & Swain , H. (2008). Principles Of Science For Nurses. USA: Blackwell Science, Ltd.

Marieb, E., & Hoehn, K. (2013). Human Anatomy and Physiology 9th Ed. . USA: Pearson Education .

Martini, F., & Nath, B. (2012). Fundamentals Of Anatmoy and Physiology . USA: Pearson Education .

You might also like