Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Manusia juga disebut sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT
dengan potensi untuk berbuat kebaikan dan keburukan. Dalam bahasa Al-
Qur’an ini dikenal denganNafs. Disebutkan bahwa, potensi Positif yang
dimiliki manusia lebih kuat dari potensi negatifnya, tetapi daya tarik
keburukan lebih kuat dari daya tarik kebaikan. Manusia dituntut untuk
memelihara dirinya dari kecendrungan-kecendrungan untuk berperilaku
negatif maka pada saat itu pula manusia memerlukan agama yang
sejatinya menjadi kebutuhan manusia.[3]
Agama adalah salah satu istilah dalam bahasa Indonesia yang berasal dari
bahasa sanskerta. Istilah ini terambil dari dua kata yaitu a dan gam.
A diartikan kesini, tidak danGam diartikan Gaan, go, gehen, berjalan-
jalan. jadi tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun-temurun. Agama
memang mempunyai sifat yang demikian. Sehingga secara istilah Agama
bisa disimpulkan sebagai Peraturan-peraturan Tradisional, ajaran-ajaran,
dan kumpulan hukum-hukum. Pendeknya, apasaja yang turun temurun dan
ditentukan oleh adat Istiadat.[4]
Adapun kata religi berasal dari bahasa latin menurut satu pendapat
demikian Harun Nasution mengatakan, bahwa asal
kata religi adalah relegre yang mengandung arti mengumpulkan dan
membaca. Pengertian demikian itu juga sejarah dengan isi agama yang
mengandung kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan yang
berkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Tetapi menurut pendapat
lain, kata itu berasal dari kata religere yang berarti mengikat ajaran-ajaran
agama memang mengikat manusia dengan Tuhan.[6]
Ketiga: Meyakini bahwa Yang Maha Agung itu Maha Adil, sehingga pasti
akan memberi balasan dan ganjaran sempurna pada waktu yang
ditentukan-Nya. Dengan kata lain, keyakinan ini merupakan cerminan
kepercayaan tentang adanya hari pembalasan, hari kemudian.[8]
Ini berarti manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama. Pada
hakikatnya pula, Manusia tidak secara fitri merupakan makhluk yang
memiliki kemampuan untuk beragama. Hal ini sejalan pula dalam Hadits
Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan
memiliki fitrah (potensi beragama), maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikan anak tersebut Yahudi, Nashrani atu Majusi. Tuhan
menciptakan demikian, karena agama merupakan kebutuhan hidupnya.
Memang manusia dapat menangguhkannya sekian lama –boleh jadi
sampai dengan menjelang kematiannya. Tetapi pada akhirnya, sebelum
ruh meninggalkan jasad, ia akan merasakan kebutuhan itu .
Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi beragama ini
dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis. Manusia Primitif yang
kepadanya tidak pernah datang informasi mengenal tuhan, ternyata
mereka mempercayai adanya tuhan sekalipun terbatas daya khayalnya.
Selanjutnya, keyakinan-keyakinan tersebut dikenal dengan istilah
Dinamisme[9], Animisme[10], dan Politeisme[11] -lebih lanjut lihat Harun
Nasution dalam Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya-, ini semua
membuktikan bahwa manusia mempunyai potensi bertuhan.
Lebih lanjut, Murthada Muthahhari menyebutkan bahwa setidaknya ada 5
Hipotesis yang diajukan mengenai pertumbuhan agama pada manusia.
Yaitu Agama produk rasa takut, Agama adalah produk kebodohan, agama
sebagai motivasi keterikatan manusia dan pendambaannya kepada
keadilandan keteraturan, dan Marxisme.[12]
Dalam literatur Teologi Islam kita jumpai pandangan kaum mu’tazilah yang
rasionalis, karena banyak mendahuluka pendapat akal dalam memperkuat
argumentasinya dari pada wahyu. Namun demikian mereka sepakat bahwa
manusia dengan akalnya memiliki kelemahan. Akal memang mengetahui
yang baik dan yang buruk tetapi tidak semua yang baik dan yang buruk
dapat diketahui oleh akal. Dalam hubungan inilah,kaum mu’tazilah
mewajibkan pada Tuhan agar menurunkan wahyu dengan tujuan agar
kekurangan yang dimiliki akal dapat dilengkapi dengan informasi yang
datang dari wahyu (agama). Dengan demikian, Mu’tazilah secara tidak
langsung memandang bahwa manusia memerlukan wahyu.[13]
3. Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah
karena manusia adalah karena manusia adalah dalam kehidupan
senantiasa menghadapi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari
luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan dari hawa nafsu dan
bisikan syetan sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan
upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin
memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan
biaya, tenaga, dan pikiran yang dimanipestasikan dalam berbagai bentuk
kebudayaan yang didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari
Tuhan.
Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk
mereka gunakan agar orang mengikuti keinginannya, berbagai bentuk
budaya, hiburan, obat-obatan terlarang dan sebagainya dibuat dengan
sengaja. Untuk itu upaya untuk mengatasinya dan membentengi manusia
adalah dengan mengejar mereka agar taat menjalankan agama. Godaan
dan tantangan hidup demikian itu saat ini semakin meningkat sehingga
upaya mengamankan masyarakat menjadi penting.
Kesimpulan