You are on page 1of 5

A.

Sejarah HAM di Dunia

Sejarah hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa). Seorang filsuf Inggris pada abad ke-17, John
Locke, merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap diri manusia, yaitu
hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik. Pada waktu itu, hak masih terbatas pada bidang sipil
(pribadi) dan politik. Sejarah perkembangan hak asasi manusia ditandai adanya tiga peristiwa penting di
dunia Barat, yaitu Magna Charta, Revolusi Amerika, dan Revolusi Prancis.

1. Magna Charta (1215)

Piagam perjanjian antara Raja John dari Inggris dengan para bangsawan disebut Magna Charta. Isinya
adalah pemberian jaminan beberapa hak oleh raja kepada para bangsawan beserta keturunannya,
seperti hak untuk tidak dipenjarakan tanpa adanya pemeriksaan pengadilan. Jaminan itu diberikan
sebagai balasan atas bantuan biaya pemerintahan yang telah diberikan oleh para bangsawan. Sejak saat
itu, jaminan hak tersebut berkembang dan menjadi bagian dari sistem konstitusional Inggris.

2. Revolusi Amerika (1776)

Perang kemerdekaan rakyat Amerika Serikat melawan penjajahan Inggris disebut Revolusi
Amerika.Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan) dan Amerika Serikat menjadi negara
merdeka tanggal 4 Juli 1776 merupakan hasil dari revolusi ini.

3. Revolusi Prancis (1789)

Revolusi Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat Prancis kepada rajanya sendiri (Louis XVI) yang telah
bertindak sewenang-wenang dan absolut. Declaration des droits de I’homme et du citoyen (Pernyataan
Hak-Hak Manusia dan Warga Negara) dihasilkan oleh Revolusi Prancis. Pernyataan ini memuat tiga hal:
hak atas kebebasan (liberty), kesamaan (egality), dan persaudaraan (fraternite).

4. African Charter on Human and People Rights (1981)


Pada tanggal 27 Juni 1981, negara-negara anggota Organisasi Persatuan Afrika (OAU) mengadakan
konferensi mengenai HAM. Dalam konferensi tersebut, semua negara Afrika secara tegas berkomitment
untuk memberantas segala bentuk kolonialisme dari Afrika, untuk mengkoordinasikan dan
mengintensifkan kerjasama dan upaya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat
Afrika.

5. Cairo Declaration on Human Right in Islam (1990)

Deklarasi Kairo tentang Hak Asasi Manusia dalam Islam merupakan deklarasi dari negara-negara anggota
Organisasi Konferensi Islam di Kairo pada tahun 1990 yang memberikan gambaran umum pada Islam
tentang hak asasi manusia dan menegaskan Islam syariah sebagai satu-satunya sumber. Deklarasi ini
menyatakan tujuannya untuk menjadi pedoman umum bagi negara anggota OKI di bidang hak asasi
maunsia.

6. Bangkok Declaration (1993)

Deklarasi Bangkok diadopsi pada pertemuan negara-negara Asia pada tahun 1993. Dalam konferensi ini,
pemerintah negara-negara Asia telah mengegaskan kembali komitmennya terhadap prinsip-prinsip
Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Mereka menyatakan pandangannya saling
ketergantungan dan dapat dibagi hak asasi manusia dan menekankan perlunya universalitas,
objektivitas, dan nonselektivitas hak asasi manusia.

7. Deklarasi PBB (Deklarasi Wina) Tahun 1993

Deklarasi ini merupakan deklarasi universal yang ditandatangani oleh semua negara anggota PBB di ibu
kota Austria, yaitu Wina. Oleh karenanya dikenal dengan Deklarasi Wina. Hasilnya adalah
mendeklarasikan hak asasi generasi ketiga, yaitu hak pembangunan. Deklarasi ini sesungguhnya adalah
re-evaluasi tahap dua dari Deklarasi HAM, yaitu bentuk evaluasi serta penyesuaian yang disetuju semua
anggota PBB, termasuk Indonesia.
Hak asasi manusia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Hak asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM
berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat
(Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti
pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1

Dalam teori perjanjian bernegara, adanya Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis. Pactum Unionis
adalah perjanjian antara individu-individu atau kelompok-kelompok masyarakat membentuik suatu
negara, sedangkan pactum unionis adalah perjanjian antara warga negara dengan penguasa yang
dipiliah di antara warga negara tersebut (Pactum Unionis). Thomas Hobbes mengakui adanya Pactum
Subjectionis saja. John Lock mengakui adanya Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis dan JJ Roessaeu
mengakui adanya Pactum Unionis. Ke-tiga paham ini berpenbdapat demikian. Namun pada intinya teori
perjanjian ini meng-amanahkan adanya perlindungan Hak Asasi Warga Negara yang harus dijamin oleh
penguasa, bentuk jaminan itu mustilah tertuang dalam konstitusi (Perjanjian Bernegara).

Dalam kaitannya dengan itu, HAM adalah hak fundamental yang tak dapat dicabut yang mana karena ia
adalah seorang manusia. , misal, dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika atau Deklarasi Perancis. HAM
yang dirujuk sekarang adalah seperangkat hak yang dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya perang
dunia II yang tidak mengenal berbagai batasan-batasan kenegaraan. Sebagai konsekuensinya, negara-
negara tidak bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM yang bukan warga negaranya. Dengan kata lain,
selama menyangkut persoalan HAM setiap negara, tanpa kecuali, pada tataran tertentu memiliki
tanggung jawab, utamanya terkait pemenuhan HAM pribadi-pribadi yang ada di dalam jurisdiksinya,
termasuk orang asing sekalipun. Oleh karenanya, pada tataran tertentu, akan menjadi sangat salah
untuk mengidentikan atau menyamakan antara HAM dengan hak-hak yang dimiliki warga negara. HAM
dimiliki oleh siapa saja, sepanjang ia bisa disebut sebagai manusia.

Alasan di atas pula yang menyebabkan HAM bagian integral dari kajian dalam disiplin ilmu hukum
internasional. Oleh karenannya bukan sesuatu yang kontroversial bila komunitas internasional memiliki
kepedulian serius dan nyata terhadap isu HAM di tingkat domestik. Malahan, peran komunitas
internasional sangat pokok dalam perlindungan HAM karena sifat dan watak HAM itu sendiri yang
merupakan mekanisme pertahanan dan perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang sangat
rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana telah sering dibuktikan sejarah umat manusia sendiri.
Contoh pelanggaran HAM:

1. Penindasan dan merampas hak rakyat dan oposisi dengan sewenang-wenang.

2. Menghambat dan membatasi kebebasan pers, pendapat dan berkumpul bagi hak rakyat dan
oposisi.

3. Hukum (aturan dan/atau UU) diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi.
4. Manipulatif dan membuat aturan pemilu sesuai dengan keinginan penguasa dan partai
tiran/otoriter tanpa diikut/dihadir rakyat dan oposisi.

5. Penegak hukum dan/atau petugas keamanan melakukan kekerasan/anarkis terhadap rakyat dan
oposisi di manapun.

B. Sejarah HAM di Indonesia

Sepanjang sejarah kehidupan manusia ternyata tidak semua orang memiliki penghargaan yang sama
terhadap sesamanya. Ini yang menjadi latar belakang perlunya penegakan hak asasi manusia. Manusia
dengan teganya merusak, mengganggu, mencelakakan, dan membunuh manusia lainnya. Bangsa yang
satu dengan semena-mena menguasai dan menjajah bangsa lain. Untuk melindungi harkat dan martabat
kemanusiaan yang sebenarnya sama antarumat manusia, hak asasi manusia dibutuhkan. Berikut sejarah
penegakan HAM di Indonesia.

1. Pada masa prakemerdekaan

Pemikiran modern tentang HAM di Indonesia baru muncul pada abad ke-19. Orang Indonesia pertama
yang secara jelas mengungkapkan pemikiran mengenai HAM adalah Raden Ajeng Kartini. Pemikiran itu
diungkapkan dalam surat-surat yang ditulisnya 40 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan.

2. Pada masa kemerdekaan

 Pada masa orde lama


Gagasan mengenai perlunya HAM selanjutnya berkembang dalam sidang BPUPKI. Tokoh yang
gigih membela agar HAM diatur secara luas dalam UUD 1945 dalam sidang itu adalah
Mohammad Hatta dan Mohammad Sukiman. Tetapi, upaya mereka kurang berhasil. Hanya
sedikit nilai-nilai HAM yang diatur dalam UUD 1945. Sementara itu, secara menyeluruh HAM
diatur dalam Konstitusi RIS dan UUDS 1950.
 Pada masa orde baru
Pelanggaran HAM pada masa orde baru mencapai puncaknya. Ini terjadi terutama karena HAM
dianggap sebagai paham liberal (Barat) yang bertentangan dengan budaya timur dan Pancasila.
Karena itu, HAM hanya diakui secara sangat minimal. Komisi Hak Asasi Manusia dibentuk pada
tahun 1993. Namun, komisi tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik karena kondisi politik.
Berbagai pelanggaran HAM terus terjadi, bahkan disinyalir terjadi pula berbagai pelanggaran
HAM berat. Hal itu akhirnya mendorong munculnya gerakan reformasi untuk mengakhiri
kekuasaan orde baru.

 Pada masa reformasi


Masalah penegakan hak asasi manusia di Indonesia telah menjadi tekad dan komitmen yang
kuat dari segenap komponen bangsa terutama pada era reformasi sekarang ini. Kemajuan itu
ditandai dengan membaiknya iklim kebebasan dan lahirnya berbagai dokumen HAM yang lebih
baik. Dokumen itu meliputi UUD 1945 hasil amendemen, Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 26 tahun
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Pada tahun 2005, pemerintah meratifikasi dua instrumen yang sangat penting dalam penegakan
HAM, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR)
menjadi Undang-Undang No. 11 tahun 2005, dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil
dan Politik (ICCPR) menjadi Undang-Undang No. 12 tahun 2005.

You might also like