You are on page 1of 12

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI

TUGAS MATA KULIAH GEOLOGI INDONESIA


“ GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SALAWATI ”

DISUSUN OLEH :

Muhammad Hasbi Boy (13/348505/TK/40946)


Wahyudin Bempah (13/348549/TK/40972)
Yeftamikha (13/353167/TK/41332)
Cahyo Sedewo (13/353254/TK/41342)

DOSEN PENGAMPU :

Ir. Budianto Toha, M.Sc

YOGYAKARTA
MARET
2016
GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SALAWATI

A. Struktur Geologi Cekungan

Cekungan Salawati merupakan cekungan foreland yang asimetrik memanjang timur-barat.


Cekungan ini berada pada batas utara dari lempeng Indo-Australia. Pada bagian utara dan barat,
cekungan dibatasi oleh Sesar Sorong, sedangkan pada bagian selatan dan timur, cekungan
dibatasi oleh pengangkatan karbonat Misool-Onim dan platform Ayamaru pada Miosen.

Seperti telah disebutkan di atas, Cekungan Salawati berada pada bagian depan dari zona sesar
mayor di Indonesia Timur, yaitu Sesar Sorong. Struktur geologi yang terbentuk pada cekungan
Salawati sangatlah dipengaruhi oleh adanya Sesar Sorong, yang merupakan sesar mayor jenis
wrench fault dengan arah mengiri. Kontrol sesar ini pada cekungan sudah ada sejak Pliosen
Tengah, dengan struktur yang dijumpai yakni sesar normal (dominan), sesar naik, sesar geser,
lipatan, dan struktur diaphir.

A.1. Evolusi Struktur Geologi

Terdapat empat tren struktur yang dapat dikenali, yakni Salawati, Klasofo, Walio, dan
Cendrawasih. Berdasarkan analisis strain elipsoid dengan pergerakan mengiri, evolusi struktur
dapat dibagi menjadi empat periode, yang diawali dengan inisiasi Sesar Sorong pada Pliosen
Tengah dan puncaknya pada terbentuknya struktur di Selat Sele pada Pleistosen. Tektonisme
Sesar Sorong sangatlah mengontrol sistem minyak bumi yang ada di Cekungan Salawati.

A.1.1. Pliosen Tengah

Periode pertama dari evolusi tektonik Cekungan Salawati adalah pada saat pemotongan batas
utara cekungan oleh Sesar Sorong, sekitar 3,5 Jtl (juta tahun lalu). Sesar Sorong menjadi zona
pergerakan yang utama. Pada periode ini, sesar turun dengan arah SSW-NNE, yang merupakan
tren Sesar Klasofo), terbentuk sebagai rekahan ekstensional dari Sesar Sorong. Terbentuk juga
sesar normal Salawati dan Sesar “Line Six” sebagai sesar geser sintetik mengiri dengan arah
WSW-ENE. Formasi yang terpengaruh oleh struktur geologi pada periode ini adalah mulai dari
Formasi Klasaman Bawah.

A.1.2. Pliosen Akhir

Pada periode kedua ini, Sesar “Line Six” dan Salawati merupakan zona pergerakan yang utama.
Sesar Salawati Timur dan Selat Sele berkembang, yang merupakan sesar geser sintetik mengiri
dengan arah sekitar SW-NE. Sesar normal dengan arah N-S (yang merupakan tren Sesar Walio),
berkembang pada bagian selatan cekungan. Lipatan en echelon dan sesar naik dengan arah E-W
terebentuk di sekitar Sesar Salawati, namun hanya pada bagian atasnya saja (thin skinned
deformation), sehingga mendeformasi sedimen Klasaman Atas membentuk Lipatan Salawati
Utara dan Sabuk Sesar. Sabuk ini sangatlah berhubungan dengan struktur diaphir. Pada periode
ini, Sesar Cenderawasih Tua juga teraktivasi kembali sebagai sesar geser antitetik menganan.

A.1.3. Plio-Pleistosen

Periode ketiga terjadi pada area Selat Sele, dimana sedimen Klasaman Atas memiliki ketebalan
maksimal. Sesar Selat Sele menjadi zona pergerakan yang utama. Lipatan dan sesar naik
terbentuk pada Klasaman Atas dan berkembang sebagai en echelon atau sebagai struktur bunga
(flower structure). Struktur yang ada terlihat sebagai zona sesar yang merekah ke atas, yang
elemen-elemennya memiliki pemisahan yang terbalik. Pada bagian utara selat Sele, terjadi
pergerakan yang konvergen. Perkembangan struktur bunga dipicu lebih jauh dengan adanya
sesar geser yang berasosiasi dengan adanya pergerakan konvergen pada batuan yang sangat
mudah bergerak.

A.1.4. Pleistosen

Periode keempat terjadi pada daerah Sesar Sele Selatan, saat Sesar Sele mengiri bergerak ke arah
baratdaya dan melebur dengan bagian timur dari Sesar “Line Six”. Terleburnya dua sesar besar
ini mengakibatkan adanya perubahan titik releasing bend, dengan arah sesar berubah dari SSW
menjadi WSW. Hal ini mengakibatkan juga adanya pergerakan divergen sehingga terbentuk
sesar normal. Struktur bunga “negatif” juga terlihat pada Klasaman Atas.

Dari evolusi tektonik di atas, maka dapat dilihat adanya rotasi strain elipsoid yang melawan arah
jarum jam dengan magnitudo konstan (25o), relatif terhadap Sesar Sorong sekarang. Hal ini
mengindikasi bahwa seluruh struktur geologi pada Cekungan Salawati sangatlah berhubungan
dengan tektonisme Sesar Sorong.
Gambar 1. Evolusi struktur geologi Cekungan Salawati yang terdiri dari empat periode
(dimodifikasi dari Satyana, dkk, 2002)

B. Stratigrafi Cekungan

Secara umum, cekungan Salawati dikelompokkan menjadi 4 rezim sedimen yaitu : 1) Pre-
Carboniferous Basement, 2) Permo-Carboniferous Sediments, 3) Jurassic-Cretaceous
Sediments, dan 4) Tertiary Stratigraphy.

Gambar 2. Stratigrafi regional cekungan Salawati


B.1. Pre-Carboniferous Basement

B.1.1. Formasi Kemum

Formasi Kemum terbentuk sebagai basement block di bagian tengah kepala burung yang dibatasi
oleh zona Sesar Sorong pada bagian utara dan zona sesar Ransiki pada bagian timur. Batuan
yang berumur Paleozoik akhir, Mesozoik dan Kenozoik pada bagian selatan dan barat-daya
memiliki hubungan ketidakselarasan menyudut (angular unconformity) terhadap basement
block. Kontak Formasi Kemum bagian bawah tidak tersingkap. Terdapat kerikil granodiorit pada
meta-konglomerat yang mengindikasikan bersumber dari prekambrian. Formasi ini diintrusi
pada akhir karbon dan plutonik dari Anggi Granit pada Perm-Triassik serta oleh dike dengan
komposisi basaltic dan andesit pada Pliosen. Formasi ini didominasi oleh batuan metamorf
tingkat rendah (low-grade metamorphic rocks) yang berisi pelitik dengan tekstur sedimen tipe
distal turbidit. Tipe batuan utama berupa slate, argillite, metawacke, meta-arenite dan meta-
conglomerate.

B.2. Permo-Carboniferous Sediments

B.2.2. Aifam Group

Memiliki tipe area di sungai Aifam yang merupakan anak sungai dari Sungai Aifat yang berada
di bagian tengah kepala burung. Dibagi menjadi 3 Formasi yaitu Formasi Aimau pada bagian
bawah yang terdiri dari konglomerat basaltic berwarna merah, batupasir, batuserpih dengan fosil
kayu yang tersilisifikasi yang dilapisi oleh sekuen perlapisan dari greywacke, batuserpih,
batulanau dan batugamping abu-abu. Pada bagian tengah terdapat Formasi Aifat yang terdiri dari
batulempung pasiran, batugamping dan lapisan tipis dari batupasir kuarsa. Pada bagian atas
terdapat Formasi Ainim yang terdiri dari perlapisan batulempung yang kaya akan karbon,
batupasir kuarsa, greywacke, batulanau dan mengandung lapisan batubara dengan ketebalan
mencapai 1 meter.

B.3. Jurrasic-Cretaceous Sediments

B.3.1. Kembelangan Group

Terdiri dari Formasi Jass yang berisi mudstone, litik batupasir, muddy sandstone and
batugamping dengan sedikit batupasir kuarsa dan konglomerat kuarsa. Dengan ketebalan
maksimum Formasi mencapai 400 meter. Di sepanjang pesisir timur leher burung dan pada zona
transisi, Grup Kembelangan didominasi oleh mudstone yang telah termetamorfkan menjadi
batusabak (slate)
B.4.TertiaryStratigraphy
B.4.1. Formasi Waripi

Berada di pegunungan yang memanjang kearah barat-selatan pada bagian leher burung. Formasi
ini terdiri dari kalkarenit, biokalkarenit, batupasir kuarsa, batugamping dolomite, dan
batugamping foraminifera. Memiliki ketebalan maksimal 700 meter. Kemungkinan umur dari
Formasi ini adalah Paleosen dan lingkungan pengendapannya diinterpretasikan berada di laut
dangkal.

B.4.2. Batugamping Faumai

Batugamping Faumai dapat ditemukan di bagian timur dari bagian kepala burung. Batugamping
ini merupakan batugamping yang terdiri dari kalkarenit yang biasanya berlumpur. Memiliki
ketebalan sekitar 250 meter . Memiliki kelimpahan foraminifera yang besar yang berumur eosen
tengah-oligosen.

B.4.3. Formasi Sirga

Batuan utama penyusun Formasi ini adalah batulanau dan batulempung pada bagian barat dan
selatan. Lalu terdiri dari batupasir kuarsa dan konglomerat pada bagian utara dan timur.
Foraminifera besar dan kecil pada Formasi ini menunjukkan terbentuk pada umur Miosen awal.
Formasi ini terbentuk secara transgresif dan diendapkan pada lingkungan laut dangkal.

B.4.4. Batugamping Kais

Terdiri dari kalkarenit, kalkarenit berlumpur (muddy calcarenite) dan batugamping jenis
boundstone. Memiliki ketebalan maksimum mencapai 557 meter. Batugamping Kais
menggambarkan kompleks terumbu yang berisikan platform dan fasies terumbu. Umur dari
Batugamping Kais berada di sekitar Miosen awal-tengah.

B.4.5. Formasi Klasafet

Formasi ini terdiri dari napal massif, batulanau pasiran dan batugamping. Ketebalan dari
Formasi ini mencapai 1900 meter. Umur Formasi ini sekitar Miosen tengah. Formasi ini
diendapkan pada lingkungan laut dalam dan berangsur berubah menjadi laut dangkal sehingga
reef dapat tumbuh. Formasi Klasafet menjadi penudung/seal pada cekungan Salawati.

B.4.6. Formasi Klasaman

Formasi ini tersebar di pulau Salawati pada bagian barat kepala burung dan sepanjang selatan
dataran tinggi Ayamaru. Formasi ini telah banyak dilakukan pemboran yang menghasilkan
banyak sumur di cekungan Salawati. Pada akhir Miosen-Pliosen, Formasi Klasaman terdiri dari
perlapisan pasiran, batulempung pasiran dan batupasir kalkarenit. Pada bagian atas sering
ditemui konglomerat dan lapisan lignit. Lapisan coquina secara minor juga dapat ditemukan
pada Formasi ini. Ketebalan Formasi Klasaman mencapai 4500 meter. Formasi Klasaman
merupakan batuan sumber (source rock) yang belum dewasa. Beberapa lapisan klastik kasar
pada bagian utara dari cekungan Salawati memiliki potensial untuk menjadi reservoir. Cekungan
ini terbentuk oleh pembalikan polaritas cekungan dan sangat dikontrol oleh Tektonisme Sorong.
Pada Klasaman bagian atas, sedimen diendapkan secara cepat mengisi cekungan dan dipicu oleh
diaperism diantara cekungan bagian dalam. Deposisi yang cepat ini memiliki 3 implikasi pada
eksplorasi yaitu mempengaruhi kedalaman dari minyak, menyediakan jebakan hidrokarbon dan
menghasilkan potensi bahaya saat pemboran karena overpressure.

B.4.7. Sele Conglomerate

Terdiri dari konglomerat polimik dan perselingan antara batupasir dengan batulempung. Sisa
tumbuhan umum ditemukan disini. Memiliki ketebalan maksimum 120 meter. Memiliki umur
sekitar Pliosen.

Gambar 3. Evolusi cekungan Salawati


C. Sistem Petroleum Cekungan Salawati

C.1. Batuan Sumber

Batuan Sumber yang potensial berdasarkan analisis Geokimia mengindikasikan bahwa


kandungan dari batuan sumber tersebut kaya akan Alga dengan habitat air payau hingga air
tawar dan juga tumbuhan dengan tingkatan yang lebih tingga berhabitat kurang lebih sama.
Hidrokarbon yang dihasilkan dari batuan sumber ini berada pada kondisi kematangan yang
sedang.

Berdasarkan analisis gas kromatografi, sumber dari hidrokarbon ini dihasilkan oleh campuran
material organic asal darat dan bakteri (Alga) yang terawetkan dengan baik dibawah kondisi
lingkungan asam dan kurang akan kandungan oksigen. Pembentukan hidrokarbon pada
cekungan Salawati diakibatkan oleh pematangan secara termal. Pada beberapa formasi pada
Cekungan Salawati dengan lingkungan pengendapan laut dangkal atau paralik dianggap sebagai
batuan sumber yang potensial akan hidrokarbon pada daerah ini.

C.1.1. Serpih Klasemen

Serpih Klasemen dengan umur Plio-Plistosen mengandung kandungan bahan organic yang
tinggi, namun tidak diikuti dengan kondisi kematangan yang tinggi dikarenakan kurang
mendapat asupan termal yang cukup untuk proses pematangan sehingga serpih ini tidak dapat
mengahasilkan hidrokarbon dengan jumlah yang signifikan.

C.1.2. Serpih Klasafet

Pada bagian yang lebih dalam dari basin, dimana serpih klasafat sudah matang berdasarkan
Lopatin Subsidence Profil, puncak dari pembentukan di zaman sekarang berkisar sekitar 250 F
atau 100 C

C.1.3. Serpih Sirga

Serpih Sirga telah dieksploitasi namun hanya menggunakan sedikit sumur. Dalam satu sumur
dijumpai kerogen tipe I dant ipe II dan dijumpai kerogen tipe IV ditemukan pada sumur
pemboran yang lainnya. Hidrokarbon pada daerah ini berada dalam kondisi setengah matang
sebagian hidrokarbon pada cekungan salawati terdapat pada formasi ini.

C.2. Batuan resorvoar

Formasi Kais dengan umurMiosen,dimana berkembang Fasies karbonat terumbu yang bersifat
porous merupakan target utama batuan reservoir pada cekungan Salawati. Pada bagian selatan
dari cekungan ini,dahulunya platform karbonat tumbuh secara meluas pada episode transgresi
dan dapat dikenali tiga tahap dariterumbu (Robinsodan Soedirdja,1986). Karbonat terumbu
terdiri dari Pacstone Bioklastik dan Wackstone dengan banyak Biohermal dan Biostromal.

C.3.Batuan Penutup

Serpih intra formasi dari formasi Kais membentuk perangkap untuk akumulasi hidrokarbon pada
cekunganSalawati.

C.4. Migrasi dan mekanisme penangkapan

Pada cekungan salawati, sayatan neogen akan berperan sebagai batuan sumber yang potensial.
Migrasi lateral searah dip kearah atas secara radial menjauh dari Kitchen Area, yang meliputi
Selat Sele dari pulau Salawati bagian utara. Pada kasus dimana hidrokarbon terbentuk di Aifam
Group, migrasi upward terjadi secara vertikal yang difasilitasi oleh patahan hingga sampai ke
batuan penutup. Struktur geologi yang umum dijumpai berupa sesar normal.

C.5. Hidrokarbon Play

Batuan Kapur Klastik Halus Miosen Klasafat dianggap sebagai source rock potensial untuk
menghasilkan hidrokarbon pada cekungan salawati. Sebagian besar Hidrokarbon yang telah
diproduksi hanya sedikit berasal fasies kapur laut dan banyak yang berasal dari komponen
Kerogen asal darat yang dihasilkan pada kondisi kematangan termal yang sedang. Hidrokarbon
ini dipercaya telah bermigrasi dan terperangkap pada karbonat miosen dari terumbu Formasi
Kais baru-baru ini. Dengan waktu pembentukan dari awal migrasi terjadi sekitar jutaan tahun
yang lalu. Secara konsep adanya sesar normal dengan kondisi Down Stepping terhadap cekungan
menjadikan sesar celah yang diakibatkan sesar ini menjadi pipa saluran untuk migrasi vertikal
Hidrokasrbon. Platform karbonat berumur Pliosen adalah batuan reservoir yang potensial untuk
menjebak Hidrokarbon yang bermigrasi secara vertical.
Gambar 4. Hidrokarbon Play Concept dari Cekungan Salawati.

D. Potensi Bahaya

Gambar 5. Lokasi Cekungan Salawati dan Tektonik Yang Bekerja Di Sekitar Papua (Satyana,
2002)

Dengan melihat kondisi tektonik yang bekerja di Cekungan Salawati, maka dapat dikatakan
bahwa Cekungan Salawati didominasi oleh potensi kebencanaan berupa gempabumi yang secara
mayor disebabkan oleh kehadiran sistem Sesar Sorong. Tercatat beberapa gempa terakhir yang
diakibatkan oleh sistem Sesar Sorong, seperti gempa yang terjadi di Kepulauan Yapen pada Juni
2010 dengan kekuatan gempa 6.2 SR pada kedalaman 10 km, gempa yang terjadi di Kepulauan
Banggai pada Maret 2015 dengan kekuatan gempa 6.1 SR pada kedalaman 10 km, dan gempa
yang terjadi di Kota Sorong pada September 2015 dengan kekuatan gempa 6.8 SR pada
kedalaman 10 km.

Pembentukan Sesar Sorong diduga merupakan imbas dari pergerakan lempeng Pasifik yang
mengalami subduksi dengan lempeng Australia. Laju subduksi yang terjadi terhitung lebih cepat
jika dibandingkan dengan laju subduksi yang berlangsung di Jawa-Sumatra. Simandjuntak dan
Barber (1996) menyebutkan bahwa pergerakan sesar di bagian utara Papua merupakan efek dari
pergerakan lempeng Samudera Pasifik dengan laju 12.5 cm/tahun secara relatif terhadap
lempeng Australia.

Sesar Sorong sendiri sampai saat ini telah mengalami pergeseran sejauh 350 km, membentang
dari Sulawesi Tengah, melewati Kepulauan Banggai, Salawati, Sorong, Teluk Cendrawasih,
Kepulauan Yapen, hingga mencapai Wewak yang berada di bagian utara Papua Nugini. Sistem
sesar ini membentang dari Kepulauan Banggai hingga Salawati dengan panjang + 1000 km dan
dari Salawati hingga Wewak dengan panjang + 900 km (Hamilton, 1979; Hutchison, 1989;
Packham, 1996). Lebar Sesar Sorong bervariasi antara 8 km hingga 13 km (Froidevaux, 1977).
Dari data struktur geologi yang ada di sekitar Cekungan Salawati, dapat disimpulkan bahwa
Sesar Sorong merupakan strike-slip fault yang bergeser secara sinistral.

Sampai saat ini, Sesar Sorong masih aktif dan terus mengalami pergerakan. Data-data rekaman
gempabumi dangkal yang terjadi di timur Sulawesi dan bagian utara Irian Jaya memiliki
kemungkinan tinggi terkait dengan pergerakan Sesar Sorong. Beberapa data gempabumi yang
telah disebutkan di atas menampilkan data gempabumi dengan kekuatan gempa yang berkisar
antara 6.0 – 7.0 SR dengan kedalaman yang cukup dangkal. Secara historis, rekaman-rekaman
ini membuktikan bahwa potensi kebencanaan gempabumi di sekitar bentangan Sesar Sorong,
termasuk Cekungan Salawati, tergolong tinggi dan masih akan terus ada selama pergerakan
Sesar Sorong masih berlanjut.

Sebagai daerah yang dilintasi oleh Sesar Sorong, kawasan Cekungan Salawati memiliki potensi
geohazard dan risk yang cukup tinggi. Kota Sorong yang berada di bagian timur Cekungan
Salawati merupakan salah satu kota besar di Papua Barat dan memiliki populasi penduduk yang
cukup padat. Seiring dengan laju populasi dan pembangunan infrastruktur, resiko akan terus
meningkat sehingga kewaspadaan akan geohazard harus selalu ditingkatkan dan langkah-
langkah mitigasi perlu dipersiapkan untuk meminimalisir resiko korban dan kerusakan di masa
depan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Indonesia Basin Summaries. LEMIGAS, Jakarta

Andriansyah, Sabar. 2014. Tektonik Setting dan Potensi Kegempaan di Wilayah Papua. (paper)

Froidevaux, C.M. 1977. Tertiary tectonic history of the Salawati area, Irian Jaya. Proceedings
IPA 6th annu. conv., p. 199-220

Hamilton, W. 1979. Tectonics of the Indonesian region. United States Geological Survey
Professional Paper no. 1078., United States Geological Survey, Denver

Hutchison, C.S. 1989. Geological evolution of Southeast Asia. Clarendon Press, Oxford

Packham, G. 1996. Cenozoic SE Asia : reconstructing its aggregation and reorganization in


Hall, R. and Blundell, D. (eds), Tectonic Evolution of Southeast Asia, Geological Society
Special Publication, no. 106, p. 123-152

Phoa R.S.K., Samuel L., 1986, Problem of Source Rock Identification In The Salawati Basin,
Irian Jaya, Proceed. Indon. Petrol. Assoc.15th Ann. Conv. pp 406-421.

Pieters P.E., Piagam C.J., Trail D.S., Dow D.B., Ratman N., dan Sukamto R., 1983, The
Stratigraphy of Western Irian Jaya, Proceed. Indon. Petrol. Assoc.12th Ann. Conv. pp 229-
261.

Satyana, A.H.; Purwaningsih, M.E.M.; Ngantung, E.C.P. 2002. Evolution of The Salawati
Structures, Eastern Indonesia: A Frontal Sorong Fault Deformation. Indonesian
Association of Geologist - 31st Annual Conference, Surabaya

Satyana, A.H., Setiawan Imam., 2001, Origin of Pliocen Deep-Water Sedimentation in Salawati
Basin ,Eastern Indonesian: Deposition in Inverted Basin and Exploration Implications :
Indonesian Sedimentologist Forum 2nd Regional Seminar, Jakarta.

Pieters P.E., Piagam C.J., Trail D.S., Dow D.B., Ratman N., dan Sukamto R., 1983, The
Stratigraphy of Western Irian Jaya, Proceed. Indon. Petrol. Assoc.12th Ann. Conv. pp 229-
261.

You might also like