You are on page 1of 10

A.

Judul Percobaan : Kesetimbangan Fasa Dua Komponen


B. Hari/ Tanggal Percobaan : Senin, 11 Maret 2019 Pukul 13.00
C. Hari/ Selesai Percobaan : 11 Maret 2019 Pukul 16.00
D. Tujuan Percobaan :
1. Menggambarkan kesetimbangan fase dua komponen fase cair-cair (fenol-air).
2. Menentukan titik ekuivalen pada kesetimbangan fase dua komponen fase
cair-cair (fenol-air).
3. Menentukan fase, komponen dan derajad kebebasan suatu siistem
kesetimbangan fase dua komponen fase cair-cair (fenol-air).
E. Dasar Teori :
1. Larutan dan kelarutan
Reaksi kimia kebanyakan berlangsung dalam lingkungan berair, oleh
karenanya penting untuk memahami sifat-sifat larutan. Larutan adalah campuran
homogen dari dua atau lebih zat, di mana zat yang lebih banyak disebut pelarut
dan yang lebih sedikit disebut zat terlarut. Dalam cairan dan padatan, molekul-
molekul saling terikat akibat adanya tarik-menarik antar molekul. Bila suatu zat
(zat terlarut) larut dalam zat lainnya (pelarut), partikel zat terlarut akan menyebar
ke seluruh pelarut. Partikel ini menempati posisi yang biasanya ditempati oleh
molekul pelarut. Pelarutan ini berlangsung dalam tiga tahap berbeda. Tahap 1
ialah pemisahan molekul pelarut, dan tahap 2 adalah pemisahan molekul zat
terlarut. Kedua tahap ini memerlukan input energi untuk memutuskan tarik-
menarik antar molekul, dengan demikian tahap ini adalah tahap endotermik. Pada
tahap 3 molekul pelarut dan molekul zat terlarut bercampur. Tahap ini dapat
bersifat eksotermik atau endotermik (Chang, 2003).
Ukuran jumlah atau bilangan yang menyatakan rasio jumlah mol komponen
terhadap jumlah mol semua komponen yang ada disebut dengan fraksi mol.
Misalnya suatu larutan mengandung zat A dan zat B, maka fraksi mol untuk
masing-masing zat yaitu:

𝑚𝑜𝑙 𝐴 𝑚𝑜𝑙 𝐵
XA = XB =
𝑚𝑜𝑙 𝐴+𝑚𝑜𝑙 𝐵 𝑚𝑜𝑙 𝐴+𝑚𝑜𝑙 𝐵
Jumlah fraksi mol kedua zat adalah satu. Fraksi mol tidak memiliki dimensi
(satuan), hal ini sesuai dengan persamaan diatas di mana satuannya saling
meniadakan (Chang, 2003).

2. Fasa
Materi terdiri dari tiga wujud, yaitu cair, padat, dan gas. Setiap wujud ini
disebut fasa, yang merupakan bagian homogen suatu sistem yang bersentuhan
dengan bagian sistem yang lain dengan batas yang jelas. Perubahan fasa yaitu
peralihan dari satu fasa ke fasa lain, terjadi apabila energi ditambahkan atau
dilepaskan. Perubahan fasa merupakan perubahan fisis yang ditandai dengan
perubahan dalam keteraturan molekul. Molekul-molekul dalam wujud padat
memiliki keteraturan tertinggi, dan molekul-molekul dalam fasa gas memiliki
keacakan tertinggi (Chang, 2003).
Perubahan fasa terjadi pada temperature dan tekanan tertentu. Es adalah fasa
stabil dari air pada temperatur di bawah 0oC dan tekanan 1 bar, tetapi pada
temperatur di atas 0oC dan tekanan 1 bar, air cair lebih stabil. Hal ini menunjukan
bahwa potensial kimia es lebih rendah dari pada potensial kimia cairan pada
temperatur di bawah 0oC (Atkins, 1996).
Komponen adalah spesies yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan
pelarut dalam larutan biner. Banyaknya fasa dalam sistem diberi notasi P. Gas,
atau campuran gas adalah fasa tunggal, kristal adalah fasa tunggal dan dua cairan
yang dapat campur secara total membentuk fasa tunggal. Es adalah fasa tunggal
(P = 1), walaupun es itu dapat dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil.
Campuran es dan air adalah sistem dua fasa (P = 2) walaupun sulit untuk
menentukan batas antara fasa-fasanya. Sistem biner terdiri atas pasangan cairan
campur sebagian yaitu cairan yang tidak bercampur dalam semua proporsi pada
semua temperatur. Sistem biner fenol – akuades merupakan sistem yang
memperlihatkan sifat kelarutan timbal balik antara fenol dan akuades pada
temperatur tertentu dan tekanan tetap. Kelarutan adalah jumlah maksimum zat
yang dapat larut dalam sejumlah tertentu pelarut. Pelarut umumnya merupakan
suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Sistem disebut biner
karena terdiri atas dua komponen yaitu fenol dan akuades. Sistem biner fenol –
akuades tergolong fasa padat – cair, fenol berupa padatan dan akuades berupa
cairan. Kelarutan sistem ini akan berubah apabila dalam campuran itu ditambahan
salah satu komponen penyusunnya yaitu fenol atau akuades. Temperatur
mempengaruhi komposisi kedua fasa pada kesetimbangan. Kemampuan
bercampurnya fenol – akuades akan bertambah apabila temperatur dinaikkan
(Atkins, 1996).
Diagram fasa adalah diagram yang menggambarkan daerah-daerah tekanan
dan temperatur di mana berbagai fasa bersifat stabil.

Gambar 1.Diagram fasa untuk air


Batas-batas fasa menunjukan nilai-nilai tekanan dan temperatur di mana dua
fasa berada dalam kesetimbangan. Titik kritis yaitu titik pertemuan antara
temperatur kritis (Tc) dan tekanan kritis (Pc). Tc yaitu temperatur di mana batas
antara dua fasa menghilang dan Pc yaitu tekanan di mana Tc terjadi. Sistem biner
di atas Tc menjadi fasa tunggal dan tidak ada lagi bidang pemisah (Atkins, 1996).
Beberapa sistem mempunyai temperatur kritis atas (Tuc) dan temperatur
kritis bawah (Tlc). Tuc adalah batas atas temperatur di mana terjadi pemisahan
fasa. Di atas temperatur batas atas, kedua komponen benar-benar bercampur.
Temperatur ini ada karena gerakan termal yang besar dan menghasilkan
kemampuan campur yang lebih besar pada kedua komponen. Tlc adalah batas
bawah temperatur di mana terjadi pemisahan fasa. Di bawah temperatur batas
bawah kedua komponen bercampur dalam segala perbandingan dan di atas
temperatur itu kedua komponen membentuk dua fasa. Salah satu contohnya
adalah air dan trietilamina. Dalam hal ini, pada temperatur rendah kedua
komponen lebih dapat bercampur karena komponen-komponen itu membentuk
kompleks yang lemah, pada temperatur lebih tinggi kompleks itu terurai dan
kedua komponen kurang dapat bercampur (Atkins, 1996).
Jumlah komponen dalam suatu sistem merupakan jumlah minimum dari
spesi yang secara kimia independen yang diperlukan untuk menyatakan komposisi
setiap fasa dalam sistem tersebut. Cara praktis untuk menentukan jumlah
komponen adalah dengan menentukan jumlah total spesi kimia dalam system
dikurangi dengan jumlah-jumlah reaksi kesetimbangan yang berbeda yang dapat
terjadi antara zat-zat yang ada dalam sistem tersebut. Contoh komponen reaksi
diatas dapat dihitung dengan menggunakan rumus
C = S – R = 3 – 1 = 2 (Rohman,2004)

3. Derajat Kebebasan

Derajat kebebasan adalah jumlah variabel intensif yang dapat dipilih agar
keberadaan variabel intensif dapat ditetapkan. Variabel intensif dapat berupa
temperatur, tekanan, dan konsentrasi. Derajat kebebasaan dirumuskan
F= C + 2− P
Untuk kesetimbangan apapun dalam sistem tertutup, jumlah variabel bebas (F)
sama dengan jumlah komponen (C) ditambah 2 dikurangi jumlah fasa (P) (Atkins,
1996).
Dalam membicarakan kesetimbangan fasa, kita tidak akan meninjau variabel
ekstensif yang bergantung pada massa dari setiap fasa tetapi meninjau variabel-
variabel intensif seperti suhu, tekanan, dan komposisi (fraksi mol). Jumlah
variabel intensif independen yang diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu
system disebut derajat kebebasan dari sistem tersebut (Atkins,1999)

4. Ikatan hidrogen
Hidrogen (H) apabila berikatan dengan atom lain (X), terutama F, O, N,
atau Cl sedemikian hingga ikatan X–H benar-benar polar. H mengandung muatan
parsial positif, sehingga dapat berinteraksi dengan atom lain yang kaya elektron
(Y), membentuk ikatan hidrogen, ditulis sebagai
X−̵ ̵ ̵ H ̵ ̵ ̵ Y
Jarak H–Y ikatan hidrogen umumnya jauh lebih panjang dari ikatan kovalen H–Y
yang normal. Ikatan hidrogen menjadi kuat apabila jarak X terhadap Y pendek,
dan jarak X–H serta H–Y hampir sama besarnya (Cotton, 1989).
Energi rata-rata satu ikatan hidrogen cukup besar untuk satu interaksi dipol-
dipol yaitu hingga 40 kJ/mol. Jadi, ikatan hidrogen merupakan suatu gaya yang
kuat dalam menentukan stuktur dan sifat-sifat banyak senyawa. Bukti awal
adanya ikatan hidrogen berasal dari kajian mengenai titik didih senyawa. Pada
umumnya, titik didih sederet senyawa dalam golongan yang sama meningkat
dengan meningkatnya massa molar. Tetapi senyawa hidrogen unsur-unsur
golongan 5A, 6A, dan 7A (NH3, H2O, HF) tidak mengikuti kecenderungan
tersebut. Dalam setiap deret ini, senyawa yang paling ringan (NH3, H2O, HF)
memiliki titik didih tertinggi, bertentangan dengan dugaan berdasarkan massa
molar. Alasannya adalah adanya ikatan hidrogen yang meluas antara molekul-
molekul dalam senyawa tersebut (Chang, 2003).

Gambar 2.Titik didih senyawa hidrogen untuk unsur golongan 5A, 6A, dan 7A
5. Sistem Dua Komponen Cair-Cair

Dua cairan dikatakan misibel sebagian jika A larut dalam jumlah yang
terbatas, dan demikian pula dengan B, larut dalam A dalam jumlah yang terbatas.
Bentuk yang paling umum dari diagram fasa T-X cair-cair pada tekanan tetap,
biasanya 1 atm (seperti gambar diatas). Diagram diatas dapat diperoleh secara
eksperimen dengan menambahkan suatu zat cair ke dalam cairan murni lain pada
tekanan tertentu dengan variasi suhu (Atkins,1999)
Cairan B murni yang secara bertahap ditambahkan sedikit demi sedikit
cairan A pada suhu tetap (T1). Sistem dimulai dari titik C (murni zat B) dan
bergerak kea rah kanan secara horizontal sesuai dengan penambahan zat A. Dari
titik C ke titik D diperoleh satu fasa (artinya A yang ditambahkan larut dalam B).
Di titik D diperoleh kelarutan maksimum cairan A dalam cairan B pada suhu T1.
(Rohman,2004)

Penambahan A selanjutnya akan menghasilkan sistem dua fasa (dua


lapisan), yaitu lapisan pertama (L1) larutan jenuh A dalam B dengan komposisi
XA,1 dan lapisan kedua (L2) larutan jenuh B dalam A dengan komposisi XA,2.
Kedua lapisan ini disebut sebagai lapisan konyugat ( terdapat bersama-sama di
daerah antara D dan F). Komposisi keseluruhan ada diantara titik D dan F. Di titik
E komposisi keseluruhan adalah XA,3. Jumlah relatif kedua fasa dalam
kesetimbangan ditentukan dengan aturan lever. Di titik E lapisan pertama lebih
banyak dari lapisan kedua. Penambahan A selanjutnya akan mengubah komposisi
keseluruhan semakain ke kanan, sementara komposisi kedua lapisan akan tetap
XA,1 dan XA,2 (Rohman,2004)

Perbedaan yang terjadi akibat penambahan A secara terus menerus terletak


pada jumlah relative lapisan pertama dan kedua. Semakin ke kanan jumlah
relative lapisan pertama akan berkurang sedangkan lapisan kedua akan bertambah.
Di titik F cairan A yang ditambahkan cukup untuk melarutkan semua B dalam A
membentuk larutan jenuh B dalam A. Dengan demikian sistem di F menjadi satu
fasa. Dari F ke G, penambahan A hanya merupakan pengenceran larutan B dalam
A. Untuk mencapai titik G di perlukan penambahan jumlah A yang tak terhingga
banyaknya atau dengan melakukan percobaan mulai dari zat A murni yang
kemudian di tambah zat B sedikit demi sedikit sampai di capai titik F dan
seterusnya (Rohman,2004)

Jika percobaan dilakukan pada suhu tinggi akan di peroleh batas kelarutan yang
berbeda. Semakin tinggi suhu, kelarutan masing-masing komponen satu sama lain
meningkat, sehingga daerah fasa semakin menyempit. Kurva kelarutan pada
akhirnya bertemu disuatu titik pada suhu konsolut atas, atau disebut juga suhu
kelarutan kritis (Tc). Di atas titik Tc cairan saling melarut sempurna dalam
berbagai komposisi (Atkins,1999)

F. Alat dan Bahan :


 Alat
1. Tabung reaksi besar 2 buah
2. Pengaduk 2 buah
3. Beaker glass 1 buah
4. Buret 25 mL 1 buah
5. Kaki tiga dan kasa 1 buah
6. Pembakar spiritus 1 buah
7. Gelas ukur 10 mL 2 buah
 Bahan
1. Aquades Secukupnya
2. Fenol teknis Secukupnya
G. Grafik

T1A T2A T1B T2B


53 57 50 32
60 58 56 35
70 65 70 49
73 66 74 55
75 60 78 63
78 62 80 65

Persentase (%) T1 T2
16,67 53 57
28,57 60 58
37,5 70 65
44,44 73 66
45,45 80 65
50 75 60
50 78 63
54,54 78 62
55,56 74 55
62,5 70 49
71,43 56 35
83,33 50 32

90

80 80 78 78
73 75 74
70 70 70
65 66
65 63 62
60 60
58 60
57 55 56
53
50 49 50
T

40
35
30 32

20

10

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
%Volume
H. Perhitungan :
Derajat Kebebasan
𝐹 =𝐶−𝑃+1
Saat Dipanaskan terdapat 1 Fasa
𝐹 =2−1+1
𝐹=2
Saat Didinginkan terdapat 2 Fasa
𝐹 =2−2+1
𝐹=1
Tabung A
Volume ( mL ) Temperatur ( ̊C )
No Volume Fenol
Fenol Aquades T1A T2A
1 2 10 16,67 57 57
2 4 10 28,57 60 58
3 6 10 37,50 70 65
4 8 10 44,44 73 66
5 10 10 50 75 60
6 12 10 54,54 78 62

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐹𝑒𝑛𝑜𝑙
%Volume Fenol = × 100%
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
2
%Volume Fenol = × 100% = 16,67%
12
4
%Volume Fenol = × 100% = 28,57%
14
6
%Volume Fenol = × 100% = 37,50%
16
8
%Volume Fenol = × 100% = 44,44%
18
10
%Volume Fenol = × 100% = 50%
20
12
%Volume Fenol = × 100% = 54,54%
22
Tabung B
Volume ( mL ) Temperatur ( ̊C )
No Volume Fenol
Fenol Aquades T1B T2B
1 10 2 83,33 50 32
2 10 4 71,43 56 35
3 10 6 62,50 70 49
4 10 8 55,56 74 55
5 10 10 50,00 78 63
6 10 12 45,45 80 65

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐹𝑒𝑛𝑜𝑙
%Volume Fenol = × 100%
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
10
%Volume Fenol = × 100% = 83,33%
12
10
%Volume Fenol = × 100% = 71,43%
14
10
%Volume Fenol = × 100% = 62,50%
16
10
%Volume Fenol = × 100% = 55,56%
18
10
%Volume Fenol = × 100% = 50,00%
20
10
%Volume Fenol = × 100% = 45,45%
22

I. Daftar Pustaka :

Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisika Jilid I Edisi keempat. Jakarta: Erlangga.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Cotton, F. A. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI-Press.
Rohman, Ijang dan Sri Mulyani. 2004. Kimia Fisika 1. Jakarta: JICA.

You might also like