You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung tidak mampu memompa
cukup darah ke seluruh tubuh, untuk mengembalikan darah melalui vena tidak adekuat,

maupun kombinasi keduanya.1 Gagal jantung pada anak dapat disebabkan beberapa
etiologi seperti penyakit jantung bawaan (PJB), regurgitasi katup atrioventrikular,
demam reumatik, miokarditis virus, endocarditis bakterial dan sebab sebab sekunder
seperti hipertensi karena glomerulonefritis, tirostoksikosis, anemia sel sabit dan cor
pulmonale karena fibrosis kistik. Dari berbagai penyakit ini, salah satu penyebab

gagal jantung anak terbanyak adalah demam reumatik.2 Demam reumatik akut adalah
konsekuensi autoimun dari infeksi streptokokus grup A. Demam reumatik akut
menyebabkan respon inflamasi umum dan penyakit yang mengenai jantung, sendi, otak
dan kulit secara selektif. Penyakit jantung reumatik adalah lanjutan dari demam
reumatik akut. Kerusakan katup jantung, khususnya katup mitral dan aorta setelah
demam reumatik akut dapat menjadi persisten setelah episode akut telah mereda.
Keterlibatan katup jantung tersebut dikenal dengan penyakit jantung reumatik/

rheumatic heart disease (RHD).3 Demam reumatik akut dan penyakit jantung reumatik
adalah salah satu penyebab utama masalah kesehatan di negara berkembang.
Prevalensi penyakit jantung reumatik di Indonesia masih cukup tinggi, di kalangan anak
usia 5-14 tahun adalah 0-8 kasus per 1000 anak usia sekolah. Sebagai perbandingan,
prevalensi penyakit jantung reumatik di negara-negara Asia: Kamboja 2,3 kasus per 1000
anak usia sekolah, Filipina 1,2 kasus per 1000 anak usiasekolah, Thailand 0,2 kasus
4
per 1000 anak usia sekolah, dan di India 51 kasus per 1000 anak usia sekolah.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan rematik fever ?
2. Apa itu penyebab dari rematik fever pada anak?
3. Apa tanda dan gejala dari rematik fever?
4. Bagimana patofisiologi dari rematik fever?
5. Apa komplikasi dari rematik fever?
6. Bagaimana pemeriksaan penunanjang pada rematik fever?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari rematik fever?
C. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui apa itu rematik fever.
2. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab dari rematik fever.
3. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala dari rematik fever.
4. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi dari rematik fever.
5. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi dari rematik fever.
6. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunanjang pada rematik fever.
7. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan dari rematik fever.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Gagal jantung adalah keadaan ketidakmampuan jantung untuk memompa
cukup darah ke seluruh tubuh sesuai dengan pemenuhan kebutuhan tubuh. Pada
anak, salah satu etiologi paling sering penyebab gagal jantung adalah penyakit
jantung rematik yang merupakan sekuel dari demam reumatik, suatu infeksi yang
diakibatkan Streptococcus grup A.

B. ETIOLOGI
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi
individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan erat
dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A
berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus
dikulit maupun disaluran nafas. Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada
timbulnya demam reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individu serta
pada keadaan lingkungan.
1. Faktor-faktor pada individu :
a. Faktor genetic
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam
rematik menunjukan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan
antibodi monoklonal dengan status reumatikus.
b. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak
laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis
kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu
jenis kelamin.
c. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam
reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang
kulit putih.
3
d. Umur
Umur merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik /
penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-
15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak ditemukan pada anak antara
umur 3-5 tahun dan setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan
insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz
menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6
tahun.
e. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah
merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
f. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
2. Faktor-faktor lingkungan :
a. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi
untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang
sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial
ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan
penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati
anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya
untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-
faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
b. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan
didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa
daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi. Didaerah yang letaknya tinggi
demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.
c. Cuaca
cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian
atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

4
C. TANDA DAN GEJALA
a. Secara objektif
 Anak mudah tersinggung
 Berat badan menurun
 Anak kelihatan pucat karena anemi
 Bertambahnya volume flasma
 Benjolan kecil dibawah kulit (nodul)
 Ruam kulit (eritema marginatum).
Pada saat gejala lainnya menghilang, timbul ruam datar dengan pinggiran yang
bergelombang dan tidak disertai nyeri. Ruam ini berlangsung pendek, kadang
kurang dari 24 jam.
b. Secara subjektif
 Nyeri persendian dan demam
 Anak menjadi lesu
 Anoreksia
 Artralgia
 Kadang anak mengalami nyeri perut yang hebat dan nafsu makannya berkurang.

D. PATOFISIOLOGI
Terjadinya jantung rematik disebabkan langsung oleh demam rematik, suatu
penyakit sistemik yang disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A. demam rematik
mempengaruhi semua persendian, menyebabkan poliartritis. Jantung merupakan organ
sasaran dan merupakan bagian yang kerusakannya paling serius.
Kerusakan jantung dan lesi sendi bukan akibat infeksi, artinya jaringan tersebut
tidak mengalami infeksi atau secara langsung dirusak oleh organism tersebut, namun hal
ini merupakan fenomena sensitivitas atau reaksi, yang terjadi sebagai respon
terhadap streptokokus hemolitikus. Leukosit darah akan tertimbun pada jaringan yang
terkena dan membentuk nodul, yang kemudian akan diganti dengan jaringan parut.
Miokardium tentu saja terlibat dalam proses inflamasi ini; artinya,
berkembanglah miokarditis rematik, yang sementara melemahkan tenaga kontraksi
jantung. Demikian pula pericardium juga terlibat; artinya, juga
terjadi pericarditis rematik selama perjalanan akut penyakit. Komplikasi miokardial dan
pericardial biasanya tanpa meninggalkan gejala sisa yang serius. Namun
sebaliknya endokarditis rematik mengakibatkan efek samping kecacatan permanen.
5
Endokarditis rematik secara anatomis dimanifestasikan dengan adanya tumbuhan
kecil yang transparan, yang menyerupai manik dengan ukuran sebesar kepala jarum
pentul, tersusun dalam deretan sepanjang tepi bilah katup. Manic-manik kecil itu tidak
tampak berbahaya dan dapat menghilang tanpa merusak bilah katup, namun yang lebih
sering mereka menimbulkan efek serius. Mereka menjadi awal terjadinya suatu proses
yang secara bertahap menebalkan bilah-bilah katup, menyebabkan menjadi memendek
dan menebal disbanding yang normal, sehingga tidak dapat menutup dengan sempurna.
Terjadilah kebocoran, suatu keadaan yang disebut regurgitasi katup. Tempat yang palinh
sering mengalami regurgitasi katup adalah katup mitral.

E. KOMPLIKASI
Gagal jantung dapat terjadi pada beberapa kasus. Komplikasi lainnya termasuk
aritmia jantung, pankarditis dengan efusi yang luas, pneumonitis reumatik, emboli paru,
infark, dan kelainan katup jantung.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pasien demam rematik 80% mempunyai ASTO positif. Ukuran proses inflamasi
dapat dilakukan dengan pengukuran LED dan protein C-reaktif.

G. PENATALAKSANAAN
Karena demam rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus beta-hemolyticus
grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat
berupa :
a. Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan
pencegahan. Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.
b. Obat anti rematik
Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna untuk
mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR.
c. Diet
Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
d. Istirahat
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil
pada kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus DR minus carditis. Pada

6
kasus plus carditis, lama istirahat rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat
ringannya kelainan yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit.
e. Obat-obat Lain
Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan
digitalis, diuretika dan sedative. Bila ada chorea diberikan largactil dan lain-lain.

7
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

A. PENGKAJIAN
1 Aktivitas/istrahat
Gejala : Kelelahan, kelemahan.
Tanda : Takikardia, penurunan TD, dispnea dengan aktivitas.
2 Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit jantung kongenital, IM, bedah jantung. Palpitasi, jatuh pingsan.
Tanda : Takikardia, disritmia, perpindahan TIM kiri dan inferior, Friction rub,
murmur, edema, petekie, hemoragi splinter.
3 Eliminasi
Gejala : Riwayat penyakit ginjal, penurunan frekuensi/jumlah urine.
Tanda : Urine pekat gelap.
4 Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri pada dada anterior yang diperberat oleh inspirasi, batuk, gerakan menelan,
berbaring; nyeri dada/punggung/ sendi.
Tanda : Perilaku distraksi, mis: gelisah.
5 Pernapasan
Gejala : dispnea, batuk menetap atau nokturnal (sputum mungkin/tidak produktif).
Tanda : takipnea, bunyi nafas adventisius (krekels dan mengi), sputum banyak dan
berbercak darah (edema pulmonal).
6 Keamanan
Gejala : Riwayat infeksi virus, bakteri, jamur, penurunan sistem imun.
Tanda : Demam.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan.
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam preload/peningkatan
tekanan atrium dan kongesti vena.
8
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan filtrasi glomerulus.
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

C. INTERVENSI
1 Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : nyeri hilang/ terkontrol.
Intervensi :
a. Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan dengan episode sebelumnya. Gunakan skala
nyeri (0-10) untuk rentang intensitas. Catat ekspresi verbal/non verbal nyeri, respons
otomatis terhadap nyeri (berkeringat, TD dan nadi berubah, peningkatan atau penurunan
frekuensi pernapasan).
R/ : Perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebab nyeri. Perilaku dan
perubahan tanda vital membantu menentukan derajat/ adanya ketidaknyamanan pasien
khususnya bila pasien menolak adanya nyeri.
b. Berikan lingkungan istirahat dan batasi aktivitas sesuai kebutuhan.
R/ : aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardia (contoh; kerja tiba-tiba,
stress, makan banyak, terpajan dingin) dapat mencetuskan nyeri dada.
c. Berikan aktivitas hiburan yang tepat.
R/ : Mengarahkan kembali perhatian, memberikan distraksi dalam tingkat aktivitas individu.
d. Dorong menggunakan teknik relaksasi. Berikan aktivitas senggang.
R/ : Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian
sehingga menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.
e. Kolaborasi pemberian obat nonsteroid dan antipiretik sesuai indikasi.
R/ : Dapat menghilangkan nyeri, menurunkan respons inflamasi dan meningkatkan
kenyamanan.
2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
Intervensi :
a. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut: frekuensi nadi
20/menit diatas frekuensi istirahat; catat peningkatan TD, dispnea atau nyeri dada; kelelahan
berat dan kelemahan; berkeringat; pusing; atau pingsan.
R/ : Parameter menunjukkan respons fisiologis pasien terhadap stres aktivitas dan
indikator derajat pengaruh kelebihan kerja/jantung.

9
b. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh penurunan kelemahan/kelelahan, TD
stabil/frekuensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.
R/ : Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas
individual.
c. Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.
R/ : Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah
oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja
jantung.
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat
gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
R/ : Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi sehingga membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
e. Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
R/ : Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah
kelemahan.
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam preload/peningkatan tekanan
atrium dan kongesti vena.
Tujuan : menunjukan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan ditritmia.
Intervensi :
a. Pantau TD, nadi apikal, nadi perifer.
R/ : Indikator klinis dari keadekuatan curah jantung. Pemantauan memungkinkan deteksi
dini/tindakan terhadap dekompensasi.
b. Tingkatkan/dorong tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 45 derajat.
R/ : Menurunkan volume darah yang kembali ke jantung (preload), yang memungkinkan
oksigenasi, menurunkan dispnea dan regangan jantung.
c. Bantu dengan aktivitas sesuai indikasi (mis: berjalan) bila pasien mampu turun dari tempat
tidur.
R/ : Melakukan kembali aktivitas secara bertahap mencegah pemaksaan terhadap
cadangan jantung.
d. Berikan oksigen suplemen sesuai indikasi. Pantau DGA/nadi oksimetri.
R/ : Memberikan oksigen untuk ambilan miokard dalam upaya untuk mengkompensasi
peningkatan kebutuhan oksigen.
e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi. Mis: antidisritmia, obat inotropik, vasodilator, diuretik.
R/ : pengobatan distritmia atrial dan ventrikuler khusnya mendasari kondisi dan
simtomatologi tetapi ditujukan pada berlangsungnya/meningkatnya efisiensi/curah jantung.

10
Vasodilator digunakan untuk menurunkan hipertensi dengan menurunkan tahanan vaskuler
sistemik (afterload). Penurunan ini mengembalikan dan menghilangkan tahanan. Diuretic
menurunkan volume sirkulasi (preload), yang menurunkan TD lewat katup yang tak
berfungsi, meskipun memperbaiki fungsi jantung dan menurunkan kongesti vena.

4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan filtrasi glomerulus.


Tujuan : Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda vital
dalam rentang normal, dan tak ada edema.
Intervensi :
a. Pantau pemasukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan (positif atau negatif),
timbang berat badan tiap hari.
R/ : Penting pada pengkajian jantung dan fungsi ginjal dan keefektifan terapi diuretik.
Keseimbangan cairan positif berlanjut (pemasukan lebih besar dari pengeluaran) dan berat
badan meningkat menunjukkan makin buruknya gagal jantung.
b. Berikan diuretik contoh furosemid (Lazix), asam etakrinik (Edecrin) sesuai indikasi.
R/ : Menghambat reabsorpsi natrium/klorida, yang meningkatkan ekskresi cairan, dan
menurunkan kelebihan cairan total tubuh dan edema paru.
c. Pantau elektrolit serum, khususnya kalium. Berikan kalium pada diet dan kalium tambahan
bila diindikasikan.
R/ : Nilai elektrolit berubah sebagai respons diuresis dan gangguan oksigenasi dan
metabolisme. Hipokalemia mencetus pasien pada gangguan irama jantung.
d. Berikan cairan IV melalui alat pengontrol.
R/ : Pompa IV mencegah kelebihan pemberian cairan.
e. Batasi cairan sesuai indikasi (oral dan IV).
Diperlukan untuk menurunkan volume cairan ekstrasel/ edema.
f. Berikan batasan diet natrium sesuai indikasi.
R/ : Menurunkan retensi cairan.

5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan


Tujuan : menunjukan perilaku untuk menangani stress.
Intervensi :
a. Pantau respons fisik, contoh palpitasi, takikardi, gerakan berulang, gelisah.
R/ : Membantu menentukan derajat cemas sesuai status jantung. Penggunaan evaluasi
seirama dengan respons verbal dan non verbal.
b. Berikan tindakan kenyamanan (contoh mandi, gosokan punggung, perubahan posisi).

11
R/ : Membantu perhatian mengarahkan kembali dan meningkatkan relaksasi,
meningkatkan kemampuan koping.
c. Dorong ventilasi perasaan tentang penyakit-efeknya terhadap pola hidup dan status
kesehatan akan datang. Kaji keefektifan koping dengan stressor.
R/ : Mekanisme adaptif perlu untuk mengkoping dengan penyakit katup jantung kronis
dan secara tepat mengganggu pola hidup seseorang, sehubungan dengan terapi pada
aktivitas sehari-hari.
d. Libatkan pasien/orang terdekat dalam rencana perawatan dan dorong partisipasi maksimum
pada rencana pengobatan.
R/ : Keterlibatan akan membantu memfokuskan perhatian pasien dalam arti positif dan
memberikan rasa kontrol.
e. Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi, contoh napas dalam, bimbingan imajinasi,
relaksasi progresif.
R/ : Memberikan arti penghilangan respons ansietas, menurunkan perhatian,
meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping.

D. EVALUASI
1. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
2. Menunjukan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
3. Melaporkan/menunjukan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia.
4. Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam
rentang normal, dan tak ada edema.
5. Menunjukan perilaku untuk menganani stress.

12
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 1. EGC.
Jakarta.
Slamet suyono, dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed.3. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta

13
14
15

You might also like