You are on page 1of 112

ANALISA DAN DESAIN PEMERIKSAAN STRUKTUR

ATAP RANGKA BAJA DAN GEDUNG EKSISTING


TERMINAL PENUMPANG SORONG
PT. PELINDO IV
DENGAN PROGRAM SAP 2000 R14

OLEH :

CHANTYKA DISAIN KONSULTAN


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI 1

BAB I. TINJAUAN UMUM 2

I.1 Maksud dan Tujuan 2

I.2 Perhitungan dengan SAP 2000 2

I.3 Material Elemen Struktur 2

I.4 Pembebanan 4 -23

I.5 Kombinasi Pembebanan 23-24

BAB II. PROSEDURE PERENCANAAN

II.1 Desain Penampang dengan SAP 2000 25

II.2 Identifikasi Elemen Balok dan Kolom 25

II.3 Perencanaan Balok Beton Bertulang 25-29

BAB III. METODE ANALISA DAN PERHITUNGAN

III.1 Analisa Perhitungan Rangka Atap Baja Terminal Penumpang Sorong 30-39

III.2 Pemeriksaan Struktur 40-81

III.3 Sambungan Baut Baja Profil 82-85

III.4 Perhitungan Sambungan Las Tumpuan 86-90

III.5 Perencanaan Pondasi dan Angkur Untuk Teras 91-95

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 96

BAB V . LAMPIRAN 97

Gambar Denah dan Potongan Gedung Terminal Penumpang Sorong 98-101

Blue Print Gambar Kerja (Shop Drawing) Gedung Terminal Penumpang Sorong 102-111

1
BAB I
TINJAUAN UMUM

I.1 Maksud dan Tujuan

Analisa dan desain struktur rangka atap baja baru yang dibuat dengan membongkar struktur
atap yang lama, kemudian ditinjau kelayakan struktur gedung eksisting terhadap balok dan
kolom beton untuk memeriksa apakah masih aman atau tidak dengan menggunakan SAP
2000 V14.
I.2 Perhitungan dengan SAP 2000
Program komputer rekayasa (SAP2000, GT-Strudl, ANSYS, dll) berbeda dengan program
komputer umum (EXCEL, AutoCAD, Words, dll) , karena pengguna dituntut untuk
memahami latar belakang metoda maupun batasan dari program tersebut. Developer
program secara tegas menyatakan tidak mau bertanggung jawab untuk setiap kesalahan
yang timbul dari pemakaian program. Umumnya manual yang melengkapi program cukup
lengkap , bahkan terlalu lengkap (baca: sangat tebal) sedangkan semakin hari program yang
dibuat menjadi semakin mudah digunakan tanpa harus membaca manual maka mempelajari
secara mendalam materi manual program sering terabaikan.

I.3 Material Elemen Struktur

a. Struktur Rangka Baja


Material/bahan struktur yang digunakan untuk pembesian pondasi adalah sebagai
berikut :
Sifat mekanis baja yang digunakan adalah sesuai dengan Tata Cara Perencanaan
Struktur Baja untuk Bangunan Gedung (SNI 03 – 1729 – 2002) sebagai berikut :
Modulus Elastisitas : E = 200.000 Mpa
Modulus Geser : G = 80.000 Mpa
Nisbah Poisson : μ = 0,3
Koefisien pemuaian : ά = 12 x 10 -6 / ºC

b. Baja profil
Digunakan baja BJ 50
Tabel 2.1 Tegangan Putus dan Tegangan Leleh Baja

Jenis Baja Tegangan putus, Tegangan leleh Peregangan


minimum fu minimum, fy minimum
(Mpa) (Mpa) (%)
BJ 34 340 210 22
BJ 37 370 240 20
BJ 41 410 250 18

2
BJ 50 500 290 16
BJ 55 550 410 13

c. Beton Bertulang (Reinforced Concrete)


Material beton merupakan material struktur yang mempunyai kemampuan tekan
yang baik,tetapi kemampuan tariknya lemah yang akan ditinjau sebagai gedung
eksisting. Material beton memiliki kelebihan apabila dibandingkan dengan
material baja yaitu tahan terhadap panas. Material beton bertulang digunakan
untuk plat lantai.
Spesifikasi bahan beton bertulang yang digunakan adalah sebagai berikut:

Kuat tekan beton K-225 atau 225x0.83/10 = 18.675 Mpa (asumsi, seharusnya
menggunakan uji hammer tes ataupun core drill agar mendekati estimasi
yang aktual dilapangan)
Tegangan Karakteristik : f’c = 19 Mpa
Modulus Elastisitas : Ec = 24860 Mpa
Tulangan Utama : fy = 420 MPa Es = 200000 MPa
Tul. Sengkang : fy = 420 MPa Es = 200000 Mpa

c.1 Ukuran Balok, Kolom dan Tebal Plat beton


Tabel 1.1. Tebal Minimum Balok Non Prategang Bila Lendutan Tidak Dihitung SNI 2487-2002

Ukuran balok dan kolom diambil dari pengukuran aktual dilapangan dimana ukuran
kolom lantai 1 dan 2 adalah 300 x 500 mm, kolom bulat diameter 500 mm dan ditengah
kolom diameter 700 mm sedangkan balok lantai 1 dan 2 adalah 250x350 mm, 250x600
mm, 300x600 mm dan 300x700 mm dan tebal plat beton lantai 1 dan 2 adalah 12 cm

3
I.4 Pembebanan
Beban-beban yang digunakan pada desain yaitu :

I.4.1. Beban Mati (DL)


Beban mati sendiri (SW) dihitung secara otomatis oleh program SAP 2000
I.4.1.2 Beban Plafond
Beban mati tambahan (Beban plafon) terdiri dari ME, gantungan, calsiboard atau
sejenisnya serta rangka baja ringan dll, yang dinyatakan sebagai beban titik (ditiap
gantungan) dengan beban bervariasi mengikuti rumus sebagai berikut :

Pf = Beban plafon per titik simpul


ƛ = Jarak antara titik simpul batang tepi bawah
l = Jarak antara kuda – kuda
gf = Berat per m2 plafon

Pf = ƛ.l.gf/4

Diketahui :

ƛ=2m
l = 3,5 m
gf = 6.6 kg/m2 (berat GRC tebal 6 mm per m2, gantungan plafon, ME dan yang
lainnya)

Pf = 2 x 3.5 x 6.6/4 = 11.55 kg/per titik buhul (bagian ujung tunggal)


Untuk bagian tengah = 2 x 11.5 = 23.1 kg/titik buhul

4
Gambar Analisa Beban Plafon (3D)

5
Gambar Analisa Beban Plafond (potongan)

6
I. 4.1.3. Beban mati tambahan (SIDL) terdiri dari ME, keramik, spesi semen, dll :
lantai 1 dan lantai 2, SIDL = 175 kg/m2

Gambar Analisa Beban Mati Tambahan (SIDL) Lantai 1


7
Gambar Analisa Beban Mati Tambahan (SIDL) Lantai 2

8
I.4.1.1 Beban Dinding
Beban dinding ½ bata adalah 250 kg/m2
Untuk Lantai 1 tinggi 4 m menjadi 250 kg/m2 x 4 m = 1000 kg/m’ (beban garis)
dan untuk lantai 2 tinggi 4.85 m menjadi 250 kg/m2 x 4,85 m = 1212,5 kg/m’
(beban garis) dan untuk balkon tinggi 1,25 m menjadi 250 kg/m2 x 1,25 m =
312,5 kg/m’ dan elevasi 8,85 m tinggi 0,5 m menjadi 250 kg/m2 x 0,5 m = 125
kg/m’.

Gambar Analisa Beban Dinding ½ Bata (3D)

9
I.4.2. Beban Hidup (LL)
Beban hidup dinyatakan dengan beban LL = 50 kg pada setiap tiga titik buhul (rangka
Kuda – kuda) dimana diasumsikan beban hidup waktu pemasangan dan perbaikan atap.
Dan beban hidup untuk lantai Lantai 1 dan 2 ada;ah 250 kg/m2.

Gambar Analisa Beban Hidup Atap (Potongan)

10
Gambar Analisa Beban Hidup Atap 3 D

11
Gambar Analisa Beban Hidup 3D

12
I.4.3. Beban Angin
Beban angin yang digunakan adalah 40 kg/m2 yang bekerja berlawanan dengan atap
yang bersebelahan atau atap (hisap dan tekan) pada permukaan, dimana diasumsikan
daerah tersebut jaraknya kurang dari 5 km dari laut.

13
Gambar Analisa Beban Angin Atap 3D

14
I.4.4 Beban Gempa ( Earthquake Load )
Sorong termasuk dalam zona gempa wilayah 4.Besarnya beban gempa dasar nominal
horizontal akibat gempa menurut Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur
Rumah dan Gedung (SNI– 1726 – 1998 ), dinyatakan sebagai berikut :

C ⋅I
V= R Wt ……………………………………………………………………….. 2.1

dimana :
V = beban gempa dasar nominal (beban gempa rencana)

W
t = kombinasi dari beban mati dan beban hidup vertikal yang direduksi
C = faktor respons gempa, yang besarnya tergantung dari jenis tanah dasar (Tabel 2.1)
dan waktu getar struktur (Gambar2.1)

I = faktor keutamaan struktur (Tabel 2.2)


R = faktor reduksi gempa (Tabel 2.3)

I.4.4.1 Perhitungan berat bangunan (Wt )

Karena besarnya beban gempa sangat dipengaruhi oleh berat dari struktur
bangunan, maka perlu dihitung berat dari masing-masing lantai bangunan. Berat
dari bangunan dapat berupa beban mati yang terdiri dari berat sendiri material-
material konstruksi dan elemen-elemen struktur, serta beban hidup yang
diakibatkan oleh hunian atau penggunaan bangunan. Karena kemungkinan
terjadinya gempa bersamaan dengan beban hidup yang bekerja penuh pada
bangunan adalah kecil, maka beban hidup yang bekerja dapat direduksi besarnya.
Berdasarkan standar pembebanan yang berlaku di Indonesia, untuk
memperhitungkan pengaruh beban gempa pada struktur bangunan gedung, beban
hidup yang bekerja dapat dikalikan dengan faktor reduksi sebesar 0,3.

15
I.4.4.2 Jenis tanah dasar

Untuk menentukan harga c harus diketahui terlebih dahulu jenis tanah tempat struktur
bangunan berdiri. Untuk menentukan jenis tanah menggunakan rumus tegangan geser
tanah sebagai berikut :
τ = c + ∑ σ i tg φ ………………………..……………………...…………… 2.2
σ I = γ i . hi ………………………………………………………………………... 2.3

dimana :
2
τ = tegangan geser tanah (kg / cm )
c = nilai kohesi tanah pada lapisan paling dasar lapisan yang ditinjau
2
σ i = tegangan normal masing – masing lapisan tanah (kg / cm )
3
γi = berat jenis masing – masing lapisan tanah (kg / cm )
h i = tebal masing – masing lapisan tanah (cm)
φ = sudut geser pada lapisan paling dasar lapisan yang ditinjau.
Kedalaman minimal untuk menentukan jenis tanah adalah 5 meter. Ada tiga jenis tanah
untuk menentukan nilai c tersebut, yaitu seperti yang tertetara dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jenis-jenis tanah

Kecepatan rambat Nilai hasil Test


Kuat geser niralir
gelombang geser Penetrasi Standar rata-
Jenis tanah rata-rata
rata-rata v s rata
(m/det) N S u (kPa)

Tanah Keras v s ≥ 350 N ≥ 50 S u ≥ 100

Tanah Sedang 175 ≤ v s < 350 15 ≤ N < 50 50 ≤ S u < 100

v s < 175 N < 15 S u < 50


Tanah Lunak Atau, setiap profil dengan tanah lunak yang tebal total lebih dari 3
m dengan PI > 20, wn ≥ 40% dan Su < 25 kPa
Tanah Khusus Diperlukan evaluasi khusus di setiap lokasi
Sumber : Himawan – SNI Gempa 2003 : Beben Gempa Pada Bangunan Gedung hal 12

16
I.4.4.3 Faktor respons gempa (C)
Setelah dihitung waktu getar dari struktur bangunan pada arah-X (Tx) dan arah-Y (Ty),
maka harga dari Faktor Respons Gempa (C) dapat ditentukan dari Diagram spektrum
respons gempa rencana.

Gambar Pembagian daerah gempa di Indonesia

I.4.4.4 Faktor keutamaan struktur (I)


Menurut SNI Gempa 2003, pengaruh gempa rencana harus dikalikan dengan suatu
Faktor Keutamaan (I) menurut persamaan :

I = I1 I2 ...................................................................................................................... 2.4

Dimana I1 adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang gempa berkaitan
dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa selama umur rencana dari gedung.
Sedangkan I2 adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan umur rencana dari gedung
tersebut. Faktor-faktor Keutamaan I1, I2 dan I ditetapkan menurut Tabel 2.2

17
Gambar 2.8 Spektrum respons untuk masing-masing daerah gempa

18
Besarnya beban gempa rencana yang direncanakan untuk berbagai kategori bangunan
gedung, tergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan struktur bangunan selama
umur rencana yang diharapkan. Karena gedung perkantoran merupakan bangunan yang
memiliki fungsi biasa, serta dengan asumsi probabilitas terjadinya gempa tersebut
selama kurun waktu umur rencana gedung adalah 10%, maka berlaku I1 = 1,0.
Gedung-gedung dengan jumlah tingkat sampai 10, karena berbagai alasan dan tujuan
pada umumnya mempunyai umur kurang dari 50 tahun, sehingga I2 < 1 karena periode
ulang gempa tersebut adalah kurang dari 500 tahun. Gedung-gedung dengan jumlah
tingkat lebih dari 30, monumen dan bangunan monumental, mempunyai masa layan yang
panjang, bahkan harus dilestarikan untuk generasi yang akan datang, sehingga I2 > 1
karena periode ulang gempa tersebut adalah lebih dari 500 tahun. Pada contoh ini,
bangunan perkantoran direncanakan mempunyai umur rencana 50 tahun, dengan
demikian I2 = 1. Untuk bangunan gedung perkantoran dari Tabel 2.2 didapatkan harga I
= 1.

Tabel 2.2 Faktor keutamaan untuk berbagai kategori gedung dan bangunan

Faktor Keutamaan
Kategori gedung
I1 I2 I
Gedung umum seperti untuk penghunian,
1,0 1,0 1,0
perniagaan dan perkantoran.
Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6
Gedung penting pasca gempa seperti rumah
sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga
1,4 1,0 1,4
listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan
darurat, fasilitas radio dan televisi
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya
seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan 1,6 1,0 1,6
beracun.
Cerobong, tangki di atas menara 1.5 1,0 1,5
Sumber : Himawan – SNI Gempa 2003 : Beben Gempa Pada Bangunan Gedung hal 9

19
I.4.4.5 Faktor reduksi gempa (R)
Jika Ve adalah pembebanan maksimum akibat pengaruh Gempa Rencana yang dapat
diserap oleh struktur bangunan gedung yang bersifat elastik penuh dalam kondisi di
ambang keruntuhan, dan Vn adalah pembebanan gempa nominal akibat pengaruh
gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur bangunan gedung,
maka berlaku hubungan sebagai berikut :

V e
Vn = R ……………………………………………………………………………. 2.5

R disebut Faktor Reduksi Gempa yang besarnya dapat ditentukan menurut persamaan:

1,6 ≤ R = µ f1 ≤ Rm ................................................................................................ 2.6

Pada persamaan di atas, f1 adalah Faktor Kuat Lebih Beban dan Bahan yang
terkandung di dalam sistem struktur dan µ (mu) adalah Faktor Daktilitas Struktur
bangunan gedung. Faktor Daktilitas Struktur adalah perbandingan atau rasio antara
simpangan maksimum dari struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat
mencapai kondisinya di ambang keruntuhan, dengan simpangan struktur gedung pada
saat terjadinya pelelehan yang pertama pada elemen struktur. Rm adalah Faktor
Reduksi Gempa Maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur yang
bersangkutan. Pada Tabel 2.3 dicantumkan nilai R untuk berbagai nilai µ yang
bersangkutan, dengan ketentuan bahwa nilai µ dan R tidak dapat melampaui nilai
maksimumnya.

20
Tabel 2.3 Parameter daktilitas struktur gedung

Taraf kinerja struktur gedung µ R


Elastis penuh 1,0 1,6
1,5 2,4
2,0 3,2
2,5 4,0
3,0 4,8
Daktail parsial
3,5 5,6
4,0 6,4
4,5 7,2
5,0 8,0
Daktail penuh 5,3 8,5

Sumber : Himawan – SNI Gempa 2003 : Beben Gempa Pada Bangunan Gedung hal 10

Nilai µ di dalam perencanaan struktur bangunan gedung dapat dipilih menurut

kebutuhan, tetapi harganya tidak boleh diambil lebih besar dari nilai Faktor Daktilitas10

Maksimum µm yang dapat dikerahkan oleh masing-masing sistem atau subsistem


struktur gedung. Nilai µm ditetapkan dari beberapa jenis sistem dan subsistem struktur
gedung, berikut nilai Rm yang bersangkutan.
Bangunan gedung perkantoran direncanakan sebagai Sistem Rangka Pemikul Momen.
Sistem struktur ini pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi
secara lengkap, dimana beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui
mekanisme lentur. Untuk sistem rangka pemikul momen biasa dari beton bertulang
harga µm = 2,1 dan Rm = 3,5. Untuk struktur bangunan gedung yang direncanakan
beperilaku elastis penuh pada saat terjadi gempa rencana, dari Tabel 2.3 didapat harga
µ = 1 dan R = 1,6.

21
Secara lebih detail, pembebanan gempa pada struktur diatur dalam SNI 1926-2002.

Gaya gempa merupakan gaya inersia pada struktur yang bergantung pada massa

struktur dan percepatan tanah yang bekerja pada struktur (Ingat Hukum Newton II, F

= m.a ). Dalam Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983 diatur

mengenai reduksi beban hidup yang digunakan sebagai sumber massa gempa sebagai

berikut :

Tabel 1.5. Faktor Reduksi Beban Hidup Untuk Peninjauan Gempa

Klik menu Define > Load Case > Add New Load Case. Untuk mengaktifkan beban
gempa, maka harus dibuat terlebih dahulu load case dari beban tersebut. Beban
gempa dibagi menjadi dua, yaitu beban gempa EX (arah utama sumbu X koordinat
global) dan beban gempa EY (arah utama sumbu Y koordinat global). Load case
untuk gempa arah X sebagai berikut :

22
Secara default, arah U1 merupakan arah yang sama dengan arah X dalam koordinat
global. Scale factor = I x g/R dimana I adalah faktor keutamaan struktur (gedung
parkir, I = 1), g = satuan percepatan gravitasi (g = 9,8 m/s2) dan R adalah faktor
reduksi gaya gempa (Struktur Rangka Pemikul Momen Menegah, maks nilai R = 5,5).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa nilai ordinat respon spektrum SNI
1726-2002 merupakan nilai pseudo percepatan struktur (Sa) yang telah
dinormalisasi dalam satuan g. Untuk menjadikannya komponen dari gaya luar yang
bekerja pada struktur maka nilai C harus dikalikan satuan gravitasi. Nilai I/R
merupakan nilai modifikasi berdasarkan peraturan kegempaan Indonesia. Untuk
semua mode, redaman diasumsikan memiliki nilai konstan yaitu 5 %.

Hal yang sama untuk load case gempa arah Y

Tabel 1.6. Inersia Effektif Penampang SNI 2847-2002

23
I.5 Kombinasi Pembebanan
DCON1 = 1.4(Dead+Plafond+ Dinding)
DCON2 = 1.2(Dead+Plafond+ Dinding)+1.6LL
DCON3 = 1.2(Dead+Plafond+ Dinding) + 1.6Wind+LL
DCON4 = 1.2(Dead+Plafond+ Dinding) – 1.6Wind+LL
DCON5 = 1.2(Dead+Plafond+ Dinding) + 0.8Wind
DCON6 = 1.2(Dead+Plafond+ Dinding) - 0.8Wind
DCON7 = 0.9(Dead+Plafond+ Dinding) + 1.6Wind
DCON8 = 0.9(Dead+Plafond+ Dinding) - 1.6Wind
DCON9 = 1.2(Dead+Plafond+ Dinding) + LL + Ex
DCON10 = 1.2(Dead+Plafond+ Dinding) + LL + Ey
DCON11 = 0.9(Dead+Plafond+ Dinding) + LL + Ex
DCON12 = 0.9(Dead+Plafond+ Dinding) + LL + Ey

24
BAB II.
PROSEDURE PERENCANAAN

II.1 Desain Penampang dengan SAP2000

Program SAP2000 menyediakan fitur dan modul terintegrasi yang lengkap untuk desain struktur
baja dan beton bertulang. Pengguna diberi kemudahan untuk membuat, menganalisis, dan
memodifikasi model struktur yang direncanakan dengan memakai user interface yang sama.
Dalam lingkungan pemakaian yang interaktif maka dapat dievalusi penampang struktur
berdasarkan design-code internasional seperti: U.S.A (ACI 1999, AASHTO 1997), Canadian
(CSA 1994), British (BSI 1989), European (CEN 1992), dan New Zealand (NZS 3101-95).
Fasilitas perancangan berdasarkan design-code yang baku ternyata tidak terlalu kaku karena
pengguna mempunyai peluang untuk merubah parameter-parameter tertentu untuk disesuaikan
dengan peraturan perencanaan lokal. Sebagai contoh, telah diketahui bahwa peraturan
perencanaan beton yang digunakan di Indonesia merupakan derivasi dari ACI 1989 sehingga
dengan sedikit penyesuaian.
SAP2000 dapat digunakan untuk perancangan struktur beton bertulang berdasar
peraturan Indonesia (SK SNI T-15-1991-03).
II.2 Identifikasi elemen Balok dan Kolom
Program SAP2000 adalah program analisa struktur yang didasarkan dari metode elemen hingga ,
dalam hal tersebut struktur balok atau kolom diidealisaikan sebagai elemen FRAME. Tetapi
dalam desain, penampang balok memerlukan tahapan yang berbeda dari penampang kolom
sehingga pada saat pemasukan data untuk frame section perlu informasi khusus apakah
penampang tersebut digolongkan sebagai balok atau sebagai kolom.

25
Catatan : elemen balok jika hanya menerima lentur dan geser, sedangkan
kolom adalah balok yang menerima gaya aksial yang signifikan, yaitu
jika gaya aksial ultimate >> 0.1f’c Ag (ACI 10.3.3)

Menu di samping dapat diakses dari : Define –

Frame Sections – Modify/Show Sections – Reinforcement.


Menu sama juga dipakai pada waktu mendefinisikan lokasi tulangan pada
penampang. Bentuk penampang yang dapat digunakan untuk desain beton
bertulang
Gambar 1. Identifasi Desain terbatas hanya pada bentuk Rectangular Section, Tee
Section , atau Circle Section untuk kolom.

II.3 Perancangan Balok Beton Bertulang


II.3.1 Asumsi Desain
Program SAP2000 akan menghitung dan melaporkan luas tulangan baja perlu untuk lentur dan
geser berdasarkan harga momen dan geser maksimum dari kombinasi beban dan juga kriteria-
kriteria perencanaan lain yang ditetapkan untuk setiap Code yang diikuti. Tulangan yang
diperlukan tadi akan dihitung berdasarkan titik-titik yang dapat dispesifikasikan dalam setiap
panjang element.
Semua balok hanya dirancang terhadap momen lentur dan geser pada sumbu mayor saja,
sedangkan dalam arah minor balok dianggap menyatu dengan lantai sehingga tidak dihitung. Jika
dalam kenyataannya perlu perancangan lentur dalam arah minor (penampang bi-aksial) maka
perencana harus menghitung tersendiri, termasuk jika timbul torsi.

Dalam mendesain tulangan lentur sumbu mayor, tahapan yang dilakukan adalah mencari momen
terfaktor maksimum (untuk kombinasi beban lebih dari satu) dan menghitung kebutuhan tulangan
lenturnya. Penampang balok didesain terhadap momen positif Mu+ dan momen negatif Mu-
maksimum dari hasil momen terfaktor envelopes yang diperoleh dari semua kombinasi
pembebanan yang ada. Momen negatif pada balok menghasilkan tulangan atas, dalam kasus
tersebut maka balok selalu dianggap sebagai penampang persegi. Momen positif balok
menghasilkan tulangan bawah, dalam hal tersebut balok dapat direncanakan sebagai penampang
persegi atau penampang balok-T.

26
Untuk perencanaan tulangan lentur, pertama-tama balok dianggap sebagai penampang
tulangan tunggal, jika penampang tidak mencukupi maka tulangan desak ditambahkan
sampai pada batas tertentu.
Dalam perancangan tulangan geser , tahapannya meliputi perhitungan gaya geser yang
dapat ditahan beton Vc, kemudian menghitung nilai Vs yaitu gaya geser yang harus
dipikul oleh tulangan baja dan selanjutnya jumlah tulangan geser (sengkang) dapat
ditampilkan.
Perencanaan struktur tahan gempa memerlukan persyaratan tertentu dan hal tersebut tetap
dapat dilakukan SAP2000 jika memakai Code ACI, Canadian, atau New Zealand.
II.3.2Tahapan Desain
Perancangan balok lentur dibagi dalam tahapan-tahapan sebagai berikut :
Menentukan Momen Terfaktor Maksimum
Momen terfaktor maksimum untuk tulangan
lentur maupun gaya geser terfaktor untuk
sengkang / tulangan geser diperoleh dari
berbagai kombinasi pembebanan (Load
Combination) dari hasil kombinasi Load
Case yang dikalikan dengan faktor beban
sesuai dengan peraturan perencanaan yang
digunakan.
Menu di samping dapat diakses dari : Define
– Load Combination – Add New Combo.
Agar dapat dikombinasi, jangan lupa
mendefinisikan terlebih dahulu Load Case
dengan cara : Define – Static Load Case –
Gambar 2. Menu Kombinasi Beban Add New Load.

Gambar 3. Mendefinisikan LOAD CASE

Menentukan Jumlah Tulangan Lentur Perlu.


Bentuk penampang yang dapat digunakan dalam proses desain ini adalah penampang kotak
(Rectangular Section) untuk momen negatif dan momen positip serta penampang T (Tee
Section) untuk momen positip saja. Pada penampang T yang menerima momen negatif maka
bagian sayapnya diabaikan dan dianggap sebagai penampang kotak.

27
Gambar 4. Mendefinisikan Penampang Balok T

Menu diatas dapat diakses dari : Define – Frame Sections – Add Tee. Untuk penampang
kotak maupun lingkaran cara mendefinisikan sama hanya pilihan terakhirnya adalah Add
Rectangular dan Add Circle.
Informasi data untuk penulangan pada kotak dialog di atas akan ditampilkan dipojok kiri
bawah jika material yang dipilih adalah CONC (concrete) . Data material untuk concrete
secara default sudah disediakan oleh program, tetapi tentu saja perlu disesuaikan dengan
mutu beton / baja tulangan yang digunakan, untuk itu digunakan menu : Define – Material –
CONC – Modify / Show Material.

Gambar 5. Menetapkan Data Material Untuk Desain

Catatan : jangan lupa Satuan Unit yang digunakan, yang terlihat pada bagian pojok kanan
bawah dari tampilan program SAP2000.
Selanjutnya penampang dihitung sebagai penampang tulangan tunggal, tetapi jika ternyata
tidak mencukupi (over-reinforced section) maka program akan mencoba menambahkan

Karena peraturan di Indonesia (SK SNI T-15-1991-03) mengacu peraturan Amerika (ACI
318-89) maka detail perhitungan yang dilakukan program mirip dengan perencanaan umum
yang berlaku di Indonesia. Meskipun demikian tentu saja ada perbedaan yaitu pada faktor
beban (dapat dirubah pada saat memasukkan beban kombinasi) dan faktor reduksi
28
kekuatan harus disesuaikan .

Faktor reduksi kekuatan dapat diubah melalui menu : Option – Preferences – Concrete
– Strength Reduction Factor seperti berikut:

Gambar 6. Parameter ACI 318-99

Selanjutnya untuk memahami perencanaan balok lentur dengan SAP2000 terlebih


dahulu akan disajikan contoh perhitungan cara manual dari balok kantilever
secara lengkap sampai dengan gambar penulangan, pada cara manual tersebut
disajikan juga rumusan yang digunakan yang prinsip kerjanya sama dengan yang
ada pada program. Kemudian pada tahap berikutnya disajikan tahapan
perancangan dengan program SAP2000 secara detail dan hasilnya juga disajikan
sehingga dapat diperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas.

Dengan cara yang sama seperti diatas untuk elemen baja profil maupun pipa baja.

29
BAB III
Metode Analisa dan Perhitungan.
Metode analisa dan perhitungan memakai SAP 2000, dimana akan diverifikasi struktur
atap rangka baja baru terhadap struktur beton gedung eksisting apakah masih layak atau
tidak.
Mula – mula dibuat pemodelan struktur dengan SAP 2000 dengan memakai beban yang
telah disebutkan diatas.
III.1 Analisa Perhitungan Rangka Atap Baja Terminal Penumpang Sorong
III.1.2 Pemodelan struktur

Pemodelan Struktur Atap dan Gedung Eksisting (3D)

30
III.1.3 Momen, Torsi, Geser dan Joint Reaction yang terjadi dalam SAP 2000 R14

Frame Momen (M22) 3D

31
Frame Momen (M33) 3D

32
Frame Shear (S22) 3D

33
Frame Shear (S33) 3D

34
Frame Torsi 3D

35
Frame Joint Reaction 3D

36
III.1.4 Analisa Rangka Batang Struktur Baja

Gambar Rangka Baja Atap (3D)

37
Mula – mula dianalisa untuk perhitungan rangka baja yang dimodifikasi apakah apakah
aman (memenuhi syarat struktur) terhadap rangka baja itu sendiri

Gambar Analisa Rangka Baja (Potongan 1)

38
Gambar Analisa Rangka Baja Teras (Potongan 2)

39
III.2 PEMERIKSAAN STRUKTUR
III.2.1 Pemeriksaan Struktur Baja
Struktur baja diperiksa satu persatu dengan program SAP 2000 apakah memenuhi standar
keamanan atau tidak dan ditampilkan secara random

40
41
42
43
44
45
46
47
48
III.2.2 Pemeriksaan Beton Gedung Eksisting

Setelah dicoba semua kemungkinan untuk pemeriksaan struktur terhadap gedung


eksisting akibat perubahan atap rangka baja (pipa baja) maka harus membongkar kepala
teras depan rangka beton untuk dudukan pipa penyangga 8”

49
Gambar Analisa Beton Gedung Eksisting (Potongan 1)

50
Gambar Analisa Beton Gedung Eksisting (Potongan 2)

51
Gambar Analisa Beton Gedung Eksisting (Potongan 3)

52
Gambar Analisa Beton Gedung Eksisting (Potongan 4)

53
Gambar Analisa Beton Gedung Eksisting (Potongan 5)

54
Gambar Analisa Beton Gedung Eksisting (Potongan 6)

55
Gambar Analisa Beton Gedung Eksisting (Potongan 7)

56
Gambar Analisa Beton Gedung Eksisting (Potongan 8)

57
Gambar Analisa Beton Gedung Eksisting (Potongan 9)

58
Gambar Analisa Beton Gedung Eksisting (Potongan 10)

59
Gambar Analisa Beton Gedung Eksisting (Potongan 11)

60
Gambar Analisa Beton Gedung Eksisting (Potongan 12)

61
Gambar Analisa Beton Gedung Eksisting (Potongan 13)

62
Gambar Analisa Beton Gedung Eksisting (Potongan 14)

63
64
Gambar Analisa Beton Gedung Eksisting (Potongan 15)

65
Gambar Analisa Beton Gedung Eksisting (Potongan 16)

Gambar Analisa Beton Gedung Eksisting (Potongan 17)

66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
Dari hasil pemeriksaan kolom diatas maka ditarik kesimpulan bahwa semua kolom
dan balok eksisting masih kuat untuk menopang struktur atap yang baru.

III.3 SAMBUNGAN BAUT BAJA PROFIL


III.3.1 TUMPUAN UJUNG RANGKA PIPA BAJA KUDA – KUDA KE KOLOM BETON
Sebuah sambungan terdiri dari dua buah pelat 16 x 350 mm disambung , mutu baja BJ-
37, seperti pada gambar dibawah mengalami gaya tarik sentris, yang terdiri dari beban
axial 14762.89 kg atau 144.77kN (data dari SAP 2000). Sambungan menggunakan baut
mutu tinggi (High Strength Bolt) dengan yield strength 660 MPa.

82
a. Tegangan Ijin Baja BJ-37 :
Baut, fyb = 660 MPa
fub = 830 MPa
Pelat, fy = 240 MPa
fu = 370 MPa
b. Beban Tarik Ru kanan = 20.03 kN dan Ru kiri = 21.32 kN (data dari
SAP 2000) bidang horisontal (tarik)

c. Rencana Baut :
Dicoba baut diameter d = 20 mm,
diameter lobang d1 = 20 mm + 2 mm = 22 mm.

c.1. Tinjauan terhadap kuat geser : = . 1. .


dengan :
m = 2 bidang geser
r1 = 0,4 untuk bidang geser baut berulir
fub = 830 MPa
Ab = ¼ ..d2 = ¼.3,14(22x22) = 379.94 mm2
maka :
= (2).(0,4).(830).(379.94) = 252.281 KN
 = 0,75.(252.3) = 189.225 kN

c.2. Tinjauan terhadap kuat tumpu :


Tebal pelat terkecil tp = 16 mm = . . .
dengan :
n = 2,4 berlaku untuk semua jenis lubang baut
db = 20 mm
tp = 16 mm
fu = 370 MPa
maka :
= (2,4).(20).(16).(370) = 284200 N = 284.2 kN
 = 0,75.(284.2) = 213.15 kN

c.3. Jumlah baut :


Yang menentukan adalah akibat geser, maka jumlah baut :
kanan = kanan/ =20.02/284.2 = 0.1 buah
kiri = kiri/ =21.32/284.2 = 0.1 buah

diambil jumlah baut, nbkanan = 2 buah dan nbkiri = 2 buah.

83
c.4. Susunan baut :
Sambungan pelat dengan pengikat baut
Keterangan : S1 = 2d = 40 mm,
S = 300 mm,
U = 300 mm

EVALUASI:

a. Baut
Jumlah daya dukung 4 buah baut :
Ru = 4.Rn = 4.(213.15)
= 853.6 kN
= 853.6 kN > 144.77 kN (memenuhi)

b. Pelat
b.1. Cek luas penampang minimum dan shear leg .
Luas penampang bruto :
Ab = (380).(380) = 144400 mm2
Syarat luas penampang minimum :

84
Amin = 85% Ab = (0,85).(144400) = 122740 mm2
Luas penampang netto :
Anetto = Ab – 2.d1.tp = 144400 – 2.(40).(16)
= 143120 mm2 > 122740 mm2 (memenuhi)

Shear leg :
x = 3/2 = 1,5 mm
L = 4S = 4.(300) = 1200 mm
Koefisien reduksi :
U = 1 – x/L = 1 – 1,5/1200 = 0,999 > 0,9
U = 1,0 (SNI 03-1729-2002, Psl. 10.2.5)
Maka :
Ae = Anetto
= 143120 mm2
Evaluasi (
jb.2. Cek daya dukung pelat pada daerah sambungan .
Ru = .Anetto.fu = (0,75).(143120).(370)
= 39715800 N = 39715.8 kN
= 39715.8 kN > 115.243 kN (memenuhi)

b.3. Cek terhadap geser blok .


Kondisi geser blok diperiksa untuk pelat sambungan dengan nilai tebal
terkecil, tp = 16 mm.

Uta nDaerah geser blok pada sambungan :


Evaluasi (lanjutan)
Luas : Agv = 2.(350).(16) = 11200 mm2
Anv = 11200 - 2.(4,5).(20).(16)
= 8320 mm2
Agt = 2.(43.75).(16) = 1400 mm2
Ant = 1400 - 2.(0,5).(20).(16)
= 1080 mm2
)

fu .Ant = (370).(1080) = 399600 N


0,6.fu .Anv = 0,6.(370).(8320) = 3078.4 N
fu .Ant < 0,6.fu .Anv , maka kondisi geser blok adalah geser fraktur dengan
tarik leleh.
Nnt = 0,6.fu .Anv + fy.Agt
= 0,6.(370).(8320) +(240).(1400) = 2183040 N
= 3183.040 kN
= 3183.040 kN > 144.77 kN (memenuhi)
85
III.4. PERHITUNGAN SAMBUNGAN LAS TUMPUAN

III.4.1 SAMBUNGAN BAUT DAN LAS


(DETAIL A)
Sebuah sambungan terdiri dari dua buah pelat 350 x 350 mm disambung , mutu
baja BJ-37, seperti pada gambar dibawah mengalami gaya tarik sentris, yang
terdiri dari beban axial 21.319 KN (data dari SAP 2000). Sambungan
menggunakan las

a. Tegangan Ijin Baja BJ-37 :


Baut, fyb = 660 MPa
fub = 830 MPa
Pelat, fy = 240 MPa
fu = 370 Mpa

Karena tegangan leleh base metal ≤ 413 – 448 Mpa maka dipakai
electroda E70xx
Dimana E – Electroda 70 – tensile strength of electroda (ksi) = 482 Mpa
Xx – type of coating
Digunakan sebagai las sudut keliling dengan metode SMAW (Shilded
Metal Arc Welding), dalam proses ini busur las melintasi celah antara
electroda dan logam dasar, pengelasan terjadi dengan pemanasan bagian
yang terhubung dan meyetorkan bagian electroda kelogam dasar yang
mencair. Las SMAW biasanya digunakan secara manual dilapangan.

b. Beban Tarik Ru = 21.319 kN (data dari SAP 2000)


Lw = Keliling lingkaran yang dilas = 3.14 (216.3) = 679.182 mm
Tebal plat a = 16 mm
Maka tebal las yang diambil Lw/4a = 679/4(16) = 10.61 mm
Atau teff = 0.707a = 0.707 (16) = 11.312 mm (Shielded Metal Arc Welding)
Kekuatan Geser Las
Kuat Geser Las = φ x 0.707 x a x .6 x FExx x Lw
= 0.75 x 0.707 x 16 x 0.6 x 482 x 679.182/1000
= 1666.42 kN
Kuat Geser Base Metal

86
ΦRn = 0.9 x 370 x 350 x 16/1000 = 1864.8 kN (tension yield)
Kuat Tarik Plat Baja
φRn = 0,75 x Ae x Fu
dimana : Ae = U A (Luas Penampang Tarik Efektif)
Ae = Ag = 350 x 16 = 5600 mm
Fu = tegangan tarik ultimit plat = 370 Mpa
Maka :
φRn = 0.75x5600x370/1000 = 1554 kN ≥ 21.319 kN ……(ok)
Maka Beban tarik dapat ditahan oleh sambungan tersebut sebesar
1666.42 kN ≥ 21.319 kN….(ok)
DETAIL B

87
88
Batang 1 (pipa steel carbon 5” tebal 4.78 mm), tebal las 4 mm
Lw = 3.14 x 139.8 = 438.972 mm
Kuat Geser Las = φ x 0.707 x a x 0.6 x FExx x Lw
= 0.75 x 0.707 x 4 x 0.6 x 482 x 438.972/1000
= 269.3 kN
Tegangan kritis pada las
F2x = M22.y/I = 84730.88 N.mm x (139.8/2)/23098211 = 0.3 N/mm (Dari SAP
2000 M22)
F2y = M22.x/I = 84730.88 N.mm x (139.8/2)/ 23098211 = 0.3 N/mm
Fv = (F2x 2 + F2y 2)0.5 = (0.3 2 + 0.3 2)0.5 = 0.424 kN
269.3 kN ≥ 0.424 kN …………(ok)

Batang 2 (pipa steel carbon 3” tebal 3.96 mm), tebal las 4 mm


Lw = 3.14 x 89.1 = 279.92 mm
Kuat Geser Las = φ x 0.707 x a x 0.6 x FExx x Lw
= 0.75 x 0.707 x 4 x 0.6 x 482 x 279.92/1000
= 171.7 kN
Tegangan kritis pada las
F2x = M22.y/I = 45242.26 N.mmx (89.1/2)/961821.6 = 2.1 N/mm (Dari SAP 2000 M22)
F2y = M22.x/I = 45242.26 N.mmx (89.1/2)/961821.6 = 2.1 N/mm
Fv = (F2x 2 + F2y 2)0.5 = (2.1 2 + 2.1 2)0.5 = 2.97 kN

171.7 kN ≥ 2.97 kN …………(ok)

89
Untuk Selanjutnya semua sambungan dilas seperti yang dihitung diatas dengan
tebal las 4 mm untuk pipa 6” dan 6 mm untuk pipa 8” dan 10”

90
III.5 PERENCANAAN PONDASI DAN ANGKUR UNTUK TERAS
Semua pembebanan diambil dari data SAP 2000 sebagai hasil perhitungan struktur atas
(steel structure).

Pipa 10”

Pedestal

g
D

Footing
h

b B

Pedestal Pondasi telapak (footing) Peralatan

b = 40 cm B = 150 cm L2= 75cm


h = 40 cm L = 150 cm D2 =75 cm
g=100 cm D = 140 cm c =60 cm
t = 40 cm
a = 60 cm

Beton

f'c = 30 Mpa = 300 kg/cm2
C =2.4t/m3=0.0024kg/cm3
p = 6 cm selimut beton

Baja Tulangan
fy = 400 Mpa = 4,000 kg/cm2
t=0.025untuk pedestal
91
Tanah
s =1.6t/m3=0.00160kg/cm3
qult = 30.0 t/m2
=0.75faktor reduksi untuk geser

=0.8faktor reduksi untuk lentur


=0.65kolom tekan

III.5.1 Perencanaan Pembebanan


V = 2645.7 kg


 H = 21.7kg M = 44 kg m

1 m

0.4 m

1.5 m

Berat pondasi (DL)


- Telapak pondasi = 150x150x40x0.0024 = 2160.00 kg
- Pedestal = 3.14x(50/2)^2x100x0.0024 = 471.00 kg
Total = 2631.00 kg

III.5.2 PERIKSA AWAL DIMENSI PONDASI

A = Vertikal beban tak terfaktor/qa


A = [D(struktur, pondasi, beban permukaan)+L]/ qa
qa = qult / SF
SF =3
qa =10 t/m2 =1 kg/cm2
A = (2631+2645.7)*0.001/10
0.528 m2 < 2.25 m2 (1.5 m x1.5 m)

III.5.3 PEMERIKSAAN TERHADAP KESTABILAN PONDASI


a Kestabilan terhadap guling (overtuning)
Momen tahanan (Mresist)
a.1 Cek guling

Mresist = 2160x1.5/2+471x(1/2+0.4)+44 +21.7x1.4+1x0.5x2x2200x(1/2+0.4) (tanah)=


4.098 kgm = 4.1 tm

92
Momen Guling = 2645.7x1.5/2+21.7x(0.4/2+0.55) = 2000.55 kgm = 2.0 tm

SF = Mrest / Mguling = 4.1/2.0 = 2.05 > 1.5 ……..OK

III.5.4 Penulangan pondasi


q = qn x b pondasi
169.5 kg/cm (1.13*150)
L = 1/2*B-1/2*bkolom
55 km { 0.5*150-0.5*40
Mu = 1/2xqxl^2
256368.75 kgcm {0.5*169.5*55^2}
Ru = Mu/(x b x d2)
1.85 kg/cm2 256368.75/(0.8*150*34^2)
req=0.85fc'x ( 1 - ( 1 - 2Ru ))fy
0.85 fc'
( 0.85 x 300 / 4000 ) x {1-sqrt [1 - (2x1.85/0.85x300)] }
0.000752
b ={ 0.7225*f"c / fy } x { 87000/ (87000+fy) }
max =0.75 x rb
min0.00180untuk slab beton

karena req lebih kecil dari min, maka digunakan min
As = b h
0.0018x150x34
= 9.18 cm2
918 mm2
S = 35.0 cm
Jarak tulangan max, 3xtebal footing atau harus kurang dari 500 mm (SNI)
jarak tulangan 30 cm sepanjang lebar pondasi 150 cm, digunakan
6D16 (6x3.14x(16/2)^2 =1206.372 mm2 )
As = 1206.372 mm2 > 918 mm2 OK!

atau penentuan tulangan dengan memberikan perkiraan tulangan awal


kemudian diperiksaMn harus lebih besar dari Mu
Ast = 1206.372 mm2

A = As fy / 0.85 f'c b
= 1.15 cm
Mn=As fy (d - a/2)
1,290,355.78 kgcm > 448,877.20 kgcm OK!

III.5.5 Perencanaan pedestal (kolom pendek)

93
Motode perencanaan pedestal seperti pada modul perencanaan kolom pendek

III.5.6 RENCANA PENGANGKURAN

Digunakan kolom baja Pipa Carbon Steel 8” tebal 16 mm


Baut angkur HSS (Hight Strength Steel)

Menentukan ukuran base plat baut diameter 20 mm


Gaya tarik= 2174 kg (Dari SAP 2000)
Luas 1 baut = ¼ π (2)2 = 3,14 cm2
σ = 1600 kg/cm2
n= 2174/(3.14x1600) = 0.432 baut
Pasang 4 baut untuk tarik M20

94
95
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil perhitungan dengan SAP 2000 menyimpulkan bahwa kekuatan gedung eksisting (Kolom
dan Balok beton) masih memadai untuk menahan struktur atap yang baru.

Semua hasil hitungan diatas adalah sesuai dengan standar perhitungan kekuatan (Building Code,
SKSNI, ASTM, ASCI dll) dimana hanya dibandingkan dengan penulangan hasil SAP 2000 dan
gambar kerja (shop drawing), tidak diambil pengukuran langsung dengan lendutan yang terjadi
karena kendala masih utuhnya bangunan eksisting

Karena balok dan kolom masih layak untuk memikul beban struktur atap yang baru maka
dianggap pondasi eksisting masih sangat layak (aman)

Untuk pekerjaan pengelasan diharapkan menggunakan tukang las yang profesional (bersertifikat)
dan selalu diawasi dengan supervisor yang juga bersertifikat, juga untuk jaminan kualitas las
akan diuji dengan standar NDT (Non Destructive Test) misalnya ultrasonic dan lain sebagainya.

96
BAB V
LAMPIRAN
Gambar Denah dan Potongan Gedung Terminal Penumpang Sorong

Blue Print Gambar Kerja (Shop Drawing) Gedung Terminal Penumpang Sorong

97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111

You might also like