You are on page 1of 25

1

Bab I. Pendahuluan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik


Seiring berjalanya waktu pertambahan jumlah penduduk di Indonesia
semakin lama semakin meningkat. Hal ini berakibat pada kebutuhan penduduk juga
semakin meningkat. Keadaan ini semakin diperparah dengan banyaknya pembelian
kendaraan pribadi sementara sumber daya minyak bumi dari tahun ke tahun
semakin berkurang. Jika keadaan ini terus berlanjut dapat dipastikan bahwa
beberapa tahun mendatang akan terjadi kelangkaan BBM di Indonesia maupun di
dunia.
Pada tahun 2004 PT.Pertamina bisa memproduksi minyak bumi sebesar
400.486 barel, sementara pada tahun 2011 minyak bumi yang dapat diproduksi
hanya 163.633 barel. Penurunan produksi yang sangat drastis berbanding terbalik
dengan konsumsi minyak bumi yang terus meningkat, ini memaksa pemerintah
mencari cara untuk mengurangi konsumsi minyak bumi dan beralih pada energi
alternatif yang ramah lingkungan. Untuk solusi masalah tersebut dikeluarkanlah
Peraturan Peresiden No.5 Tahun 2006 dalam menargetkan pencapaian energi bahan
bakar nabati lebih dari 5%.
Salah satu energi alternatif yang harus dikembangkan oleh Indonesia untuk
mengatasi masalah ini adalah pengembangan biodisel. Karena Indonesia
mempunyai bahan baku yang melimpah. Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) bersama dengan Pokja Bahan Bakar Nabati menargetkan produksi
biodisel Indonesia pada tahun 2025 adalah 4.700 milyar liter. Biodisel diharapkan
dapat menjadi solusi sebagai sumber energi alternatif untuk pemenuhan kebutuhan
bahan bakar diesel nasional.
Biodisel atau biasa disebut dengan metil ester merupakan sumber energi
alternatif pengganti solar yang dapat diperbarui, karena terbuat dari minyak
tumbuhan atau lemak hewan, dan tidak mengandung sulfur juga tidak beraroma.
Biodisel dapat digunakan baik secara murni maupun dicampur dengan petrodiesel

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
2
Bab I. Pendahuluan

tanpa terjadi perubahan pada mesin yang menggunakannya. Biodisel mempunyai


keunggulan komparatif dibandingkan dengan bentuk energi yang lain karena
biodisel lebih mudah ditransportasikan, memiliki kerapatan energi per volume yang
tinggi, memiliki karakter pembakaran relatif bersih, biaya produksi rendah, dapat
diperbarui (renewable), dapat terurai (biodegradable), memiliki sifat pelumas
terhadap piston mesin karena termasuk minyak tidak mengering (non-drying oil),
mampu mengurangi emisi karbondioksida dan efek rumah kaca (Syah, 2006).
Produksi biodisel dilangsungkan melalui proses transesterifikasi minyak
nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek seperti metanol dan etanol
(Roschat dkk., 2012). Transesterifikasi adalah reaksi antara lemak dan alkohol
membentuk alkil ester dan produk samping gliserol. Prinsip dasar transesterifikasi
adalah satu alkohol menempati asam lemak menghasilkan ester. Reaksi yang terjadi
adalah reversibel dan memerlukan alkohol berlebih untuk mempercepat
kesetimbangan ke arah produk. Stoikiometri untuk reaksi ini adalah 3:1 alkohol
terhadap lemak. Akan tetapi, biasanya dalam praktek, rasio ini meningkat 6:1–12:1
untuk mencapai rendemen produk (Anastopoulous dkk., 2009).
Biodisel dari bahan tanaman sudah banyak digunakan, tetapi dalam
pembuatannya masih ada kendala dalam pengembangannya terutama bahan bakar
minyak dari biji-biji tumbuhan karena harganya yang mahal. Hal ini dikarenakan
bahan yang tersedia adalah minyak atau lemak pangan, seperti minyak sawit,
kelapa, kacang, jagung, dan lain-lain. Oleh karena itu, maka dibutuhkan tanaman
yang menghasilkan minyak nabati tetapi bukan untuk kebutuhan pangan seperti
minyak jarak, minyak nyamplung, dan minyak biji matahari.
Salah satu bahan baku yang bisa digunakan dalam pembuatan biodisel adalah
Nyamplung. Tanaman nyamplung yang dikenal dengan nama bintangur atau dalam
bahasa latin Calophyllum Inophyllum L adalah tumbuhan liar yang banyak tumbuh
di Indonesia. Tumbuhan ini biasanya hanya dimanfaatkan kayunya untuk
kebutuhan konstruksi, furniture dan lain-lain. Sedangkan biji buah nyamplung
berpotensi menghasilkan minyak nyamplung yang kandungannya mencapai 50%
70% berat dan berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk setiap 1kg biji

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
3
Bab I. Pendahuluan

nyamplung yang sudah tua bisa menghasilkan 0,5L minyak nyamplung dengan
ketahanan bakar enam kali lipat lebih lama dari minyak tanah, dan data awal
menunjukkan bahwa rendemen minyak nyamplung yang sudah kering bisa
mencapai 74% dengan variasi antara 30-74 % (Balitbang, 2012).
Mengingat bahwa peranan biodisel dari minyak nyamplung sangat
dibutuhkan sebagai energi alternatif maka timbul pemikiran untuk mendirikan
pabrik biodisel di Indonesia. Dampak positif lain dengan didirikannya pabrik ini,
bahwa biodisel lebih aman bagi lingkungan serta dapat diperbarui, dapat
mengurangi jumlah impor solar sehingga dapat menghemat devisa negara, memberi
nilai ekonomi pada tanaman nyamplung sehingga akan memacu perekonomian
rakyat kecil dan dapat membantu gerakan rehabilitasi lahan kritis di Indonesia.

1.2 Kapasitas Rancangan


Jumlah kebutuhan akan biodisel untuk kebutuhan di dalam maupun di luar
negeri sangatlah besar dan terus meningkat tiap tahunnya. Menurut data dari Badan
Pengawas Hilir Minyak dan Gas menyebutkan pada tahun 2017 untuk untuk bidang
transportasi membutuhkan solar sebesar 12,083 juta kiloliter per tahun, bila
memakai 10 persen biodisel maka dibutuhkan biodisel sebesar 1,208 juta kiloliter
per tahun. Untuk bidang industri menggunakan solar sebagai bahan bakar sekitar
9,964 juta kiloliter per tahun. Bila memakai 15 persen biodisel maka dibutuhkan
biodisel sebesar 1,494 juta kiloliter per tahun. Total kebutuhan biodisel secara
nasional mencapai 2.702.000 kiloliter per tahun atau setara dengan 2.433.600 ton
per tahun (BPH Migas, 2017).
Ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan untuk dijadikan acuan
dalam pemilihan kapasitas rancangan, yaitu meliputi hal-hal berikut :
1. Prediksi Kebutuhan
Dengan menggunakan perbandingan antara solar dan biodisel sebesar
90 : 10 maka kebutuhan biodisel untuk sektor transportasi negeri disajikan
dalam tabel berikut :

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
4
Bab I. Pendahuluan

Tabel 1.1 Kebutuhan biodisel sektor transportasi di Indonesia


Kebutuhan Solar Kebutuhan Biodisel Kebutuhan Total
Tahun
(juta liter/tahun) (juta liter/tahun) (juta liter/tahun)
2009 8,490 0,943 9,433
2010 9,750 1,083 10,833
2011 10,652 1,183 11,835
2012 10,875 1,208 12,083
2017 16,064 1,782 17,828
Sumber: BPH Migas 2017
Untuk sektor industri menggunakan perbandingan antara solar dan
biodisel sebesar 85 :15 maka kebutuhan biodisel untuk sektor industri disajikan
dalam tabel berikut :
Tabel 1.2 Kebutuhan Biodisel untuk Sektor Industri di Indonesia
Kebutuhan Solar Kebutuhan Biodisel Kebutuhan Total
Tahun
(juta liter/tahun) (juta liter/tahun) (juta liter/tahun)
2009 6,907 1,218 8,125
2010 7,503 1,324 8,827
2011 7,728 1,363 9,091
2012 8,470 1,494 9,964
2017 11,781 2,080 13,871
Sumber: BPH Migas 2017

Grafik Kebutuhan Biodisel di Indonesia


4,5
Kebutuhan Biodisel (Juta liter)

4
3,5
3
2,5
y = 0,2059x - 411,38
2
R² = 0,9903
1,5
1
0,5
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tahun

Gambar 1.1 Grafik Kebutuhan Biodiesel di Indonesia

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
5
Bab I. Pendahuluan

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2025


kebutuhan biodiesel dapat dihitung dengan persamaan y =0,2059x-411,38.
Dengan persamaan tersebut dapat diketahui kebutuhan biodisel untuk sektor
industri dan transportasi sebesar 5.567.500 ton/tahun. Penggunaan biodisel
akan terus meningkat, hal ini dikarenakan kebijakan pemerintah dalam
pengembangan B20 menjadi B30 (30% biodisel dan 70% solar). Sehingga
perlu meningkatkan produksi biodisel untuk mengurangi angka ekspor
biodisel.

2. Ketersediaan Bahan Baku


Ketersediaan bahan baku merupakan faktor utama dalam menentukan
kelangsungan pabrik. Indonesia sangat kaya akan keanekaragaman hayati yang
terdiri atas flora dan fauna. Salah satu flora jenis pohon yang hidup dan banyak
ditemui di Indonesia terutama di kawasan pesisir adalah nyamplung
(Calophyllum inophyllum) atau yang disebut bintangur. Tanaman ini memiliki
tinggi antara 20-30 meter dengan bunga berbentuk majemuk dan tandan serta
buahnya yang bulat seperti peluru dengan diameter 2,5-3,5 cm berwarna hijau.
Di Indonesia sendiri tanaman ini tersebar di beberapa wilayah Nusantara
seperti Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa,
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, hingga Nusa
Tenggara Timur. Luasnya mencapai 284,20 ribu ha (Balitbang Kehutanan,
2008). Produksi tanaman nyamplung tiap tahun mencapai 100 kg biji
perpohon. Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan untuk setiap 1kg
biji nyamplung yang sudah tua bisa menghasilkan 0,5L minyak nyamplung
(Oryza, 2013). Dimana untuk memenuhi kebutuhan 100.000 ton/tahun
biodisel maka nantinya dibutuhkan 240.384,62 ton/tahun biji nyamplung. Luas
lahan nyamplung diarea kalimantan mencapai 29.300 ha sehingga dalam setiap
1 tahun biji nyamplung yang dihasilkan sekitar 1.172.000 ton/tahun. Oleh
karena itu biji nyaplung dapat dipilih sebagai bahan baku yang tepat karena
jumlahnya yang cukup banyak terdapat di Indonesia (Oryza, 2013).

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
6
Bab I. Pendahuluan

Bahan baku Methanol dapat diperoleh dengan bekerja sama dengan PT.
Kaltim. Sehingga metanol diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku
secara kontinyu.

3. Kapasitas Perancangan
Berikut ini adalah pabrik biodisel yang sudah beroperasi di Indonesia
yang memproduksi biodisel.
Tabel 1.3 Kapasitas Pabrik Biodisel Indonesia
Nama Perusahaan Kapasitas Produksi Terpasang
(Metrik Ton/Tahun)
PT. Wilmar Bioenergi Indonesia 1.050.000
PT. Musim Mas 610.000
PT. Oil Tangking 504.000
PT. Wilmar Nabati Indonesia 490.000
PT. Cemerlang Energi Perkasa 400.000
PT. Ciliandra Perkasa 250.000
PT. Pelita Agung Agri Industri 400.000
PT. Damai Sejahtera Sentosa 120.000
PT Darmex Biofuels 150.000
PT. Bioenergi Pratama Jaya 66.000
PT. Darmex Biofuels 60.000
PT. Eterindo Nusa Graha 40.000
PT. Anugrah Inti Gema Nusa 40.000
PT. Multi Energi Nabati 20.000
PT. Energi Alternatif 150.000
Total 4.350.000
Sumber : Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia, 2017
Prediksi kebutuhan nasional akan biodisel pada tahun 2025 dalam bidang
industri dan transportasi mencapai 5.515.000 ton per tahun. Jumlah total
biodisel yang diproduksi oleh pabrik biodisel di Indonesia baru mencapai

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
7
Bab I. Pendahuluan

4.350.000 ton per tahun, maka didapat kekurangan biodisel sebesar 1.165.000
ton per tahun (Majari Magazine, 2017).
Dari uraian di atas, kapasitas untuk pabrik biodisel yang akan kami
rancang adalah pabrik biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per tahun.
Dengan pra perancangan pabrik biodisel ini diharapakan dapat memenuhi
kebutuhan biodisel di Indonesia sebesar 8,58%.

1.3 Lokasi Pabrik


Letak geografis suatu pabrik memberikan pengaruh besar terhadap suksesnya
suatu industri. Oleh karena itu, penentuan letak atau lokasi pabrik harus didasarkan
atas pertimbangan-pertimbangan baik secara teknis maupun ekonomis, antara lain
meliputi: biaya produksi, distribusi bahan baku dan produk, disamping tidak
mengabaikan kelestarian lingkungan hidup. Lokasi pendirian pabrik biodisel dari
minyak biji nyamplung dipilih berdasarkan parameter pemilihan lokasi pabrik
dengan metode factor rating, yaitu dengan membandingkan dua lokasi yaitu lokasi
1 (Kutai, Kalimantan Timur) dan lokasi 2 (Sumba, NTT):
Tabel 1.4 Pemilihan Lokasi Pendirian Pabrik Biodisel
Faktor Bobot Lokasi I Lokasi 2
Nilai (%) BxN Nilai (%) BxN
Pasar 25 80 20 100 25
Bahan Baku 20 100 20 50 10
Tenaga Kerja 20 75 17 80 16
Listrik, Air 15 80 12 80 12
Telepon 10 75 7,5 90 10
Transportasi 5 100 5 80 4
Perluasan 5 100 5 60 3
Jumlah 86,5 80
Sumber : Manajemen Operasi, 2009 (Alviano, 2014)
Berdasarkan Tabel 1.4 dapat dipilih lokasi pendirian pabrik berdasarkan hasil
penilaian dengan skor tertinggi. Lokasi I (Kutai, Kalimantan) dengan skor 86,5 dan

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
8
Bab I. Pendahuluan

lokasi 2 (Sumba, NTT) dengan skor 80. Berdasarkan hal tersebut maka dipilih
lokasi pendirian pabrik biodisel di kawasan Kutai, Kalimantan Timur. Dengan
pertimbangan sebagai berikut :
a. Bahan baku
Bahan baku yang digunakan untuk membuat biodisel yaitu minyak biji
nyamplung dan metanol. Bahan baku metanol diperoleh dari PT. Kaltim Metanol
Industri yang terletak di Bontang Kalimantan Timur, sedangkan minyak biji
nyamplung didapat dari para pekebun di daerah pesisir pantai Kalimantan Barat.
Oleh karena itu dipilih lokasi yang dekat dengan pengambilan bahan baku untuk
mempermudah pengiriman.
b. Pemasaran
Lokasi pemasaran akan sangat mempengaruhi harga produk dan biaya
transportasi. Letak yang sangat berdekatan dengan pasar utama merupakan
pertimbangan yang sangat penting karena akan lebih mudah terjangkau oleh
konsumen.
c. Tenaga Kerja
Penyediaan tenaga kerja di Kalimantan Barat tidak sulit karena dari tahun ke
tahun angka tenaga kerja selalu bertambah. Tenaga kerja dapat diambil dari daerah
setempat atau dapat didatangkan dari daerah lain di sekitarnya. Sedangkan tenaga
ahli dapat diperoleh dari daerah setempat maupun didatangkan dari daerah lain.
Begitu juga dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi.
d. Transportasi dan Telekomunikasi
Dalam hal ini dipertimbangkan dari segi kemudahan dan kelancarannya
namun dalam hal ini bersifat relatif karena ada kalanya kemudahan transportasi
tercipta karena berdirinya suatu pabrik. Sistem transportasi yang dominan adalah
darat dan laut.
e. Utilitas
Utilitas yang utama adalah air, steam, bahan bakar dan listrik. Untuk
kebutuhan listrik didapat dari PLN dan generator, kebutuhan bahan bakar dipenuhi
dari perusahaan lain sedangkan kebutuhan air dari sungai di sekitar pabrik.

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
9
Bab I. Pendahuluan

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka Kutai,


Kalimantan Timur sangat tepat bila dijadikan sebagai lokasi pendirian pabrik
Biodisel dari Minyak nyamplung dengan kapasitas 100.000 ton/tahun

1.4 Tinjauan Pustaka


1.4.1 Minyak Biji Nyamplung
Nyamplung (Calophyllum inophyllum) merupakan pohon yang bertajuk
rimbun dengan tinggi mencapai 10-30m, biasanya tumbuh agak bengkok,
condong atau bahkan cenderung mendatar, serta memiliki getah lekat
berwarna putih atau kuning. Tanaman ini menghasilkan biji yang memiliki
kandungan minyak yang cukup tinggi. Dari 2kg biji nyamplung dapat
dihasilkan satu liter minyak nyamplung (goorganicjogja.wordpress.com).
Di Indonesia nyamplung tersebar luas mulai dari daerah pulau Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, Sumatera dan Papua. Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa minyak biji nyamplung dapat digunakan sebagai sumber
bahan bakar nabati yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi daripada
minyak tanah dan minyak biji jarak.
Nyamplung memiliki kandungan antara lain senyawa lakton yaitu
kolofiloida dan asam kalofilat, tacamahin, asam tacawahol, bummi, resin
minyak atsiri, senyawa pahit, calanolide A, sitosterol, lendir, gliserin, minyak
lemak, tannin, takaferol, dan karatenoid (Leksono, 2010).

Gambar 1.1 Biji Nyamplung


Biji nyamplung mempunyai kadarminyak 71,4% sampai 75%. Inti biji
mengandung air 3,3% dan minyak 71,4%, bila biji segar mengandung 55%

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
10
Bab I. Pendahuluan

minyak sedangkan biji yang benar-benar kering mengandung 70,5 % minyak


(Heyne, 1987).
Minyak nyamplung merupakan minyak nabati yang dihasilkan melalui
proses pengepresan yang umumnya berwarna kehijauan. Minyak ini memiliki
kadar asam lemak yang sangat tinggi yaitu mencapai 30% sehingga untuk
diproses menjadi biodisel perlu dilakukan perlakuan khusus seperti proses
degumming dan esterifikasi.
Minyak nyamplung memiliki beberapa kandungan asam lemak sebagai
berikut:
Tabel 1.5 Komposisi Asam Lemak Minyak Nyamplung

Komponen % Massa
Asam Miristat 0,09
Asam Palmitat 15,89
Asam Stearat 12,3
Asam Oleat 49,09
Asam Linoleat 20,7
Asam Linolenat 0,27
Asam Arachidat 0,94
Asam eurekat 0,72
Total 100
Sumber: Sudrajat, 2007
Dengan kandungan Asam lemak diatas maka minyak nyamplung
memiliki sifat fisik dan kimia sebagai berikut:

Tabel 1.6 Sifat Fisik Minyak Nyamplung


Sebelum
Karakteristik Degumming Setelah Degumming Literature
Warna Hijau Tua Kuning Kemerahan Hijau
Bau Menyengat - Khas
Kekentalan Kental Kental -

Sumber : Leksono, 2010

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
11
Bab I. Pendahuluan

Tabel 1.7 Sifat Kimia Minyak Nyamplung


Karakteristik Literature
Densitas pada 20 C (g/ml) 0,941- 0,945
Bilangan Asam (mg KOH/g) 14,65
Asam Lemak Bebas (%) 7,4
Bilangan penyabunan (mg/KOH/g) 192-202
Bilangan Iod (mg/g) 82-98
Indeks Bias 1,475-1,482
Titik Leleh C 8
Sumber : Haryati, 2007
Karakteristik produk yang dihasilkan oleh minyak nyamplung sebagai
biodisel adalah sebagai berikut:
Tabel 1.8 Karakteristik Produk Biodisel dari Biji Nyamplung

Parameter Nilai
Massa Jenis pada 40 C (kg/m3) 850-890
Viskositas pada 40C (mm2/s) 2,3-6,0
Angka Setana Min. 51
Titik Nyala C Min. 100
Titik kabut C Maks. 18
Temperatur Destilasi 90% C Maks. 360
Angka Asam (mg-KOH/g) Maks. 0,8
Gliserol Bebas (% massa) Maks. 0,02
Gliserol total ( % massa) Maks. 0,24
Kadar Ester Alkil (% massa) Min. 96,5
Sumber: SNI Biodisel no.04-7182-2006

I.4.2 Biodisel
Biodisel secara umum adalah bahan bakar mesin disel yang terbuat
dari bahan terbarukan atau secara khusus merupakan bahan bakar mesin
diesel yang terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak. Biodisel dapat dibuat
dari minyak nabati, minyak hewani atau dari minyak goreng bekas/daur
ulang. Biodisel merupakan salah satu bahan bakar mesin diesel yang ramah

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
12
Bab I. Pendahuluan

lingkungan dan dapat diperbarui (renewable). Teknologi produksi biodisel


merupakan reaksi bolak balik dimana molekul trigliserida dengan metanol
(metanolisis) menghasilkan alkil ester dan gliserol (Syah, 2006).
Biodisel disintesis dari ester asam lemak dengan rantai karbon antara
C6-C22 dengan reaksi transesterifikasi. Biodisel bisa digunakan dengan
mudah karena dapat bercampur dengan segala komposisi dengan minyak
solar, mempunyai sifat-sifat fisik yang mirip dengan solar biasa sehingga
dapat diaplikasikan langsung untuk mesin-mesin disel yang ada hampir tanpa
modifikasi (Prakoso, 2003). Bahan-bahan mentah pembuatan biodisel
menurut Mittelbach, 2004 adalah:
a. Trigliserida-trigliserida, yaitu komponen utama aneka lemak dan minyak
lemak,
b. Asam-asam lemak, yaitu produk samping industri pemulusan (refining)
lemak dan minyak-lemak.
Alternatif bahan bakar terdiri dari metil atau etil ester, hasil
transesterifikasi baik dari triakilgliserida (TG) atau esterifikasi dari asam
lemak bebas (FFA) (Ma and Hanna, 1999). Biodisel merupakan salah satu
bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar diesel yang dibuat dari sumber
yang dapat diperbaharui seperti minyak nabati dan lemak hewan.
Dibandingkan dengan bahan bakar fosil, bahan bakar biodisel mempunyai
kelebihan diantaranya bersifat biodegradable, non-toxic, mempunyai angka
emisi CO2 dan gas sulfur yang rendah dan sangat ramah terhadap lingkungan
(Marchetti dan Errazu, 2008).

Karakteristik Biodisel
a. Viskositas
Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan
dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi, dinyatakan dalam waktu yang
diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas semakin
tinggi, maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi. Karakteristik

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
13
Bab I. Pendahuluan

ini sangat penting karena mempengaruhi kinerja injektor pada mesin


diesel. Pada umumnya ,bahan bakar harus mempunyai viskositas yang
relatif rendah dapat mengalir dan teratomisasi. Hal ini dikarenakan
putaran mesin yang cepat membutuhkan injeksi bahan bakar yang cepat
pula (Shreve, 1956).

b. Flash Point
Titik nyala adalah sesuatu angka yang menyatakan suhu terendah
dari bahan bakar minyak dimana akan timbul pernyalaan api sesaat,
apabila pada permukaan minyak tersebut didekatkan pada nyala api. Titik
nyala ini diperlukan sehubungan dengan adanya pertimbangan
pertimbangan mengenai keamanan (safety) dari penimbunan minyak dan
pengangkutan bahan bakar minyak terhadap bahaya kebakaran. Titik
nyala ini tidak mempunyai pengaruh yang besar dalam persyaratan
pemakaian bahan bakar minyak untuk mesin diesel atau ketel uap
(Pertamina, 2003).

c. Berat jenis
Berat jenis (BJ) adalah perbandingan berat dari volume sampel
minyak dengan berat air yang volumenya sama pada suhu tertentu (250C)
(Apriyantono et a.l, 1989). Penggunaan spesifik gravity adalah untuk
mengukur berat/massa minyak bila volumenya telah diketahui. Bahan
bakar minyak pada umumnya mempunyai spesifik gravity antara 0,74-
0,94. Dengan kata lain bahan bakar minyak lebih ringan daripada air
(Pertamina, 2003).

d. Cetane Number
Cetane number menunjukkan kemampuan bahan bakar untuk
menyala sendiri. Cetane number suatu bahan bakar didefinisikan sebagai
persentase volume dari normal setana dengan campurannya tersebut.

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
14
Bab I. Pendahuluan

Cetane number yang tinggi menunjukkan bahwa bahan bakar dapat


menyala pada temperatur yang relatif rendah, dan sebaliknya cetane
number rendah menunjukkan bahan bakar baru dapat menyala pada
temperatur yang relatif tinggi. Penggunaan bahan bakar mesin diesel
yang mempunyai cetane number yang tinggi dapat mencegah terjadinya
knocking karena begitu bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder
pembakaran maka bahan bakar akan langsung terbakar dan tidak
terakumulasi (Shreve, 1956).

Biodisel yang berkualitas adalah yang sesuai standar mutu yang telah
ditetapkan. Saat ini, mutu biodisel mengacu pada Standar Nasional Indonesia
(SNI) No. 04-7182-2006, tentang biodisel.
Tabel I. 9 Standar Biodisel
No Parameter Unit Value
1. Densitas (40˚C) Kg/L 850-890
2. Viskositas (40˚C) Mm²/s (cSt) 2,3-6,0
3. Bilangan Setana - Min. 51
4. Titik nyala (close up) ˚C Min. 100
5. Titik awan ˚C Max. 18
6. Copper strip corrosion (3 hr, 50˚C) - Max. No 3
7. Residu karbon % massa Max. 0,05
8. Air dan endapan % Volume Max. 0,05
9. Suhu destilasi, (90% recovered) ˚C Max 360
10. Gliserol total % massa Max. 0,26
11. Kadar Alkil Ester % massa Max. 96,5
Sumber : Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT (2003)

I.4.3 Macam-macam proses pembuatan biodisel


Sampai saat ini telah dikenal berbagai macam proses pembuatan
Biodisel, diantaranya ada beberapa metode yang sudah dikembangkan dalam
memproduksi biodisel, yaitu:

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
15
Bab I. Pendahuluan

Gambar 1.2 Konsep Alir Proses Pembuatan Biodisel


Keterangan: US = Ultra Sonic
MW= Micro Wave
US&MW= Ultra Sonic & Micro Wave
Dari gambar 1.2 dapat dijabarkan bahwa dalam proses pembuatan
biodiesel dengan bahan baku low FFA hanya melalui proses transesterifikasi,
sedangkan high FFA melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi, ini
dikarenakan jika dengan proses transesterifikasi saja maka akan terbentuk
saponifikasi.
Proses pembuatan biodisel berdasarkan teknologi dibagi menjadi dua
yaitu:
a. Teknologi Konvensional
Teknologi konvensional produksi biodiesel menggunakan reaktor batch
maupun kontinu. Setelah biodiesel didapat dari reaksi transesterfikasi,
biodiesel dipisahkan dari gliserol sebelum masuk tahap pemurnian.
Pemisahan biodiesel dari produk samping (gliserol) dengan perbedaan
densitas. Teknik pemisahan yang digunakan yaitu dekantasi, centrifugasi,
filtrasi, dan sedimentasi. Pada pemisahan dengan dekantasi, campuran
biodiesel dan gliserol didiamkan dalam tangki. Pemisahan dengan metode ini

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
16
Bab I. Pendahuluan

memiliki biaya yang rendah tetapi membutuhkan waktu yang lama dan tidak
efisien. Pemisahan dengan centrifugasi berlangsung cepat tetapi
membutuhkan biaya yang tinggi Secara konvensional, pemurnian biodiesel
diperoleh dari penghilangan alkohol dengan ditilasi vakum atau flash
evaporation atau pencucian untuk menghilangkan trigliserida, katalis, dan
sabun. Pencucian dapat dibagi menjadi pencucian dengan air RO, pencucian
dengan asam yang dilanjutkan dengan pencucian air RO atau pelarut organik.
Proses penghilangan air membutuhkan konsumsi air serta limbah yang
dihasilkan besar (Gomes,2010). Penelitian lebih lanjut dilakukan untuk
meminimalisasi air yang digunakan pada pencucian basah, hasil yang didapat
yaitu proses pencucian kering untuk memurnikan biodiesel. Proses pencucian
kering menggunakan absorben seperti karbon, zeolit, dan silika. Meskipun
pencucian kering menghasilkan biodiesel tanpa air, absorbent tidak dapat
diregenerasi sehingga membutuhkan biaya yang lebih. Perolehan biodiesel
dengan absorbent sebesar 98,5% (Beriossa, 2008).
b. Teknologi Membran
Teknologi membran dalam produksi biodiesel dapat menggunakan
membran organik dan keramik. Dube melaporkan reaktor membran dapat
memisahakan biodiesel dari minyak lemak tanaman yang tidak bereaksi.
Pemisahan ini lebih sulit dilakukan pada reaktor konvensional. Pemisahan
dengan membran tergantung pada material yang digunakan dan driving force
pada pemisahan. Proses membran yang biasa digunakan untuk pemisahan
biodiesel adalah ultraviltrasi, mikrofiltrasi dan pervaporasi. Driving force
pada ultrafiltrasi merupakan tekanan. Proses membran dapat menghilangkan
senyawa kontaminan yang perlu dibuang seperti, trigliserida yang tidak
bereaksi, katalis, gliserol, sabun, dan metanol (Khoirudin, 2012).

Tahap utama dalam pembuatan biodisel dengan kadar FFA tinggi adalah
tahap esterifikasi asam lemak yang kemudian dilanjut dengan tahap
transesterfikasi, dimana:

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
17
Bab I. Pendahuluan

 Esterifikasi Asam Lemak


Biodisel dapat disintesis dengan proses esterifikasi antara bahan baku
metanol dan asam lemak dalam bentuk Free Fatty Acid (FFA) atau asam
lemak bebas. Pada reaksi esterifikasi ini dibutuhkan katalis asam seperti asam
sufat pekat. Dalam esterifikasi asam lemak, alkohol bertindak sebagai reagen
nukleofilik. Reaksi ini dimulai dengan mencampur biodisel yang
mengandung FFA dengan metanol dan katalis asam sulfat 98% kemudian
dipanaskan sampai suhu reaksi sehingga dihasilkan biodisel dan air.
Reaksinya adalah sebagai berikut :

Gambar 1.3 Reaksi Esterifikasi Asam Lemak


 Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah reaksi antara minyak dan lemak dengan
alkohol untuk menghasilkan ester. Alkohol yang digunakan yaitu metanol
dan etanol karena pada umumnya alkohol dengan atom C lebih sedikit
memiliki kereaktifan yang lebih tinggi daripada alkohol dengan atom C lebih
banyak (Othmer, 1980). Reaksi ini merupakan reaksi reversible yang berjalan
lambat (Groggins, 1958), sehingga untuk waktu reaksi yang relatif pendek
yaitu reaksi ke kiri (arah reaktan) dapat diabaikan (Pasae, 2006). Reaksi akan
bergeser ke kanan (produk) dengan penggunaan alkohol berlebih (excess)
dari kesetimbangan stoikiometri (Ma, dkk. 1999). Penggunaan katalis pada
transesterifikasi berfungsi untuk meningkatkan kecepatan reaksi dan yield
yang dihasilkan (Ma dkk, 1999). Reaksi transesterifikasi asam lemak dan
trigliserida dengan metanol disebut dengan reaksi Transesterifikasi yang akan
menghasilkan produk metil ester atau biodisel. Reaksi transesterifikasi juga
digunakan untuk memproduksi sejumlah oleokimia turunan lemak seperti
alkohol-asam lemak, isopropyl ester, polyester sukrosa, dan lain-lain

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
18
Bab I. Pendahuluan

Gambar 1.4 Reaksi Transesterifikasi Trigliserida


Sedangkan proses pembuatan biodisel berdasarkan katalis dapat
dibagi menjadi:
a. Homogen
Proses transesterifikasi dapat dilakukan dengan bantuan katalis
homogen, dimana katalis berupa asam atau basa yang larut dalam alkohol.
Kemudian larutan ini ditambahkan ke dalam minyak atau lemak, biasanya
tanpa pelarut tambahan.
a). Transesterifikasi Katalis Homogen Basa.
Transesterifikasi berkatalis basa umum digunakan pada proses
produksi biodisel secara komersial. Metode ini dapat mencapai konversi
99,5% (Tanaka dkk, 1989) dengan waktu reaksi 16-32 menit pada suhu
50˚C dan tekanan atmosfer bila digunakan katalis NaOH (0,2 % dari berat
minyak). Kandungan asam lemak bebas dalam minyak diusahakan
serendah mungkin (<0,5% w/w). Kandungan moisture minyak <0,06%
w/w dan tidak mengandung asam lemak bebas. Akan terjadi penurunan
yield biodisel jika reaktan yang digunakan tidak memenuhi kedua
persyaratan tersebut di atas. Adanya sedikit kandungan asam lemak bebas
dan moisture dalam reaktan akan menyebabkan terbentuknya sabun,
menurunkan yield dan mempersulit pemisahan biodisel dan gliserol.
Kandungan asam lemak bebas dalam minyak juga akan mengkonsumsi
katalis sehingga menurunkan efisiensi katalis (Ma dkk, 1999).
Kelemahan:
- Sensitif dengan kemurnian reaktan.

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
19
Bab I. Pendahuluan

- Memerlukan pengadukan yang kuat untuk hasil yang maksimal.


- Kandungan FFA < 0.5% wt (Wang dkk., 2006) atau angka asam <1
mg KOH/g (Felizardo dkk., 2006).
- Jika terjadi saponifikasi maka akan menurunkan perolehan yield faty
acid methyl ester (FAME) dan menghambat proses pemurnian
biodisel.
Keuntungan:
- Prosesnya dapat dioperasikan dalam temperatur rendah
- Lebih praktis
- Tidak korosif terhadap peralatan

b). Transesterifikasi Katalis Homogen Asam.


Reaksi transesterifikasi dengan katalis asam berjalan lebih lambat
namun metode ini lebih sesuai untuk minyak atau lemak yang memiliki
kandungan asam lemak bebas relatif tinggi. Metode transesterifikasi
katalis asam misalnya menggunakan H2SO4 (1% dari berat minyak)
berlangsung pada suhu kamar dengan lebih dari 300 menit reaksi dengan
konversi 50% kecuali jika dilakukan pada suhu dan tekanan tinggi (Gerpen
dkk, 2004). Reaksi ini tidak menghasilkan sabun karena tidak ada material
alkali yang terlibat dalam reaksi.
Kelemahan:
- Kecepatan reaksi yang sangat lambat (pada T 65˚C, rasio molar
metanol terhadap minyak 30, memerlukan waktu 50 jam),
- Menghasilkan produk yang tidak diinginkan (dialkil eter atau gliserol
eter bila suhu reaksi dinaikan),
- Konversi ester menurun dengan adanya kandungan air.
- Selektifitas yang rendah sehingga menghasilkan produk samping yang
tidak diinginkan (Maçaira dkk., 2011)
Kelebihan:
- Mampu menjadikan produk ester dengan rantai cabang yang panjang.

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
20
Bab I. Pendahuluan

- Tidak sensitif dengan adanya FFA di dalam bahan baku (Kulkarni dan
Dalai, 2006)
- Dapat digunakan sebagai katalis untuk reaksi esterifikasi dan
transesterifikasi secara simultan (Jacobson dkk., 2008).

c). Transesterifikasi Katalis Homogen Lipase.


Kekurangan kedua metode di atas (transesterifikasi katalis basa dan
katalis asam) adalah diperolehnya larutan katalis yang homogen dengan
lapisan gliserol setelah reaksi berlangsung sehingga katalis tidak dapat
digunakan kembali. Selain itu, buangannya bersifat tidak ramah
lingkungan akibat penggunaan bahan kimia. Kekurangan ini diatasi
dengan penggunaan biokatalis sebagai pengganti katalis kimia. Reaksi
berlangsung pada suhu 350˚C-450˚C dengan 3 tahap reaksi yang
berlangsung selama 4 -40 jam atau lebih dengan rasio trigliserida : metanol
1 :1 akan didapat konversi 99,7% (Gerpen dkk, 2004).
Kelemahan:
- Hanya dapat bereaksi pada rentang suhu tertentu dikarenakan apabila
terlalu tinggi maka protein dalam enzim akan terdenaturasi dan enzim
tidak dapat bekerja secara optimal.
- Harganya sangat mahal
- Kecepatan reaksi lambat dan sering tidak stabil, mudah terhambat, dan
deaktifasi enzim (bajaj dkk, 2010)
Kelebihan:
- Tidak menghasilkan produk samping dan recovery produk mudah
- Kondisi reaksi yang rendah
- Tidak sensitif terhadap minyak dengan kandungan FFA tinggi, katalis
dapat digunakan kembali (kulkarni dan dalai, 2006).
b. Katalis Heterogen
Katalis heterogen yang digunakan pada transesterifikasi adalah CaCO3,
CaO dan Ca(OH)2. CaO merupakan katalis yang efektif untuk

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
21
Bab I. Pendahuluan

transesterifikasi pada suhu 200˚C-220˚C waktu reaksi 1-4 jam (Khan, 2002).
Sedangkan katalis CaCO3 akan terdegradasi akibat suhu operasi yang tinggi
(>220˚C). Penggunaan katalis heterogen pada transesterifikasi masih
bermasalah, masalah yang timbul yaitu aktivitas katalis menurun setelah
beberapa jam operasi, reaksi tidak sempurna dan kesulitan dalam pemisahan
dengan produk.
Kelemahan:
- Suhu reaktor yang relatif lebih tinggi dan waktu reaksi yang sangat lama
- Kinerja dari sistem katalis heterogen ini masih kurang baik dibandingkan
dengan katalis homogen
Kelebihan:
- Katalis mudah dipisahkan dari produk di akhir proses
- Katalis dapat digunakan kembali setelah diaktifasi tanpa perlakuan
tertentu dan tidak ada reaksi pembentukan sabun.
- Tidak korosif dan ramah lingkungan
Tabel I.10 Parameter Proses Pembuatan Biodisel
Parameter Heterogen Homogen
Asam Basa Enzim
Konversi 98% 27% 98% 88%
Selektivitas Tinggi Rendah Tinggi Tinggi
Yield 100% 21,5% 98% 88,6%
Temperatur Tinggi >200˚C 65˚C 60-65˚C 50˚C
Hazardous Aman Tidak aman Aman Aman
Korosif Tidak Korosif Tinggi Rendah Tidak
Korosif
Reaksi Lambat Lambat Cepat Lambat
Harga Murah Mahal Murah Murah
Sumber : (Luqman. B 2015)
Dapat diketahui berdasarkan macam-macam proses pembuatan
biodisel diatas bahwa proses yang lebih menguntungkan untuk dipergunakan

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
22
Bab I. Pendahuluan

dalam pembuatan biodisel adalah proses transesterifikasi katalis basa.


Sehingga, proses pembuatan biodisel dalam perancangan pabrik ini dipilih
proses transesterifikasi katalis basa yaitu mereaksikan trigliserida (minyak
nyamplung) dengan metanol agar menghasilkan produk utama metil ester dan
produk samping gliserol. Reaksi ini dibantu dengan katalis NaOH/KOH.
Proses ini dipilih karena lebih praktis dan dapat menghasilkan produk
samping gliserol, yang dapat memiliki nilai ekonomi tinggi. Serta
penggunaan katalis basa yang bersifat tidak korosif pada peralatan.

I.4.4 Kegunaan Produk


Krisis bahan bakar minyak (BBM) menyebabkan aktivitas
perekonomian masyarakat dan industri terhambat, pemadaman listrik oleh
PLN dan kegiatan rumah tangga yang membutuhkan BBM juga terhambat
Fenomena ini mendorong berbagai kelompok untuk mengembangkan bahan
bakar alternatif, salah satunya adalah biodisel dari minyak jarak pagar.
Biodisel digunakan sebagai bahan bakar minyak substitusi solar atau dapat
dicampur dengan solar atau dapat diempurkan dengan solar pada proporsi
tertentu. Di Indonesia solar dengan campuran 20% biodisel (B20) telah
dipasarkan dan mulai tahun 2025 persentasi biodisel akan ditingkatkan
menjadi 30% (B30).

I.4.5 Sifat Fisika dan Kimia


1. Bahan Baku
a. Metanol
Sifat fisika Metanol (CH3OH):
- Massa molar 32.04 g/mol
- Berwana bening
- Densitas 0.7918 g/cm3,
- Titik leleh-97 °C,-142.9 ℉ (176 K),
- Titik didih 64.7 °C, 148.4 °F (337.8 K).

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
23
Bab I. Pendahuluan

- Kelarutan dalam air Fully miscible


- Keasaman (pKa)- 15.5
- Viskostas 0.59 mPa·s at 20 °C
- Momen dipol 1.69
- Mudah menguap
- Tidak berwarna
Sifat Kimia Methanol:
- Mudah terbakar
- Beracun
- Bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol)
- Reaksi antara methanol dengan udara akan menghasilkan
karbon dioksida dan air
2CH3OH + 3O2 →2CO2 +4 H2O
- Reaksi methanol dengan asam salisilat dengan katalis sulfat
akan menghasilkan metil salisilat.
CH3OH + C7H6O3 → C8H8O3 + H2O
Methanol Asam Salisilat Methil Salisilat Air

b. Minyak Nyamplung
- Densitas pada 20◦C 0,941-0,945 g/ml
- Bilangan Asam 14,65 mg KOH/g
- Asam Lemak Bebas 7,4 %
- Bilangan Penyabunan 192-202 mgKOH/g
- Bilangan Iod (mg/g) 82-98
- Indeks Bias 1,475-1,482
- Titik Leleh 8◦C

2. Produk Biodisel
Sifat Kimia dan Fisika
- Berat Molekul 296,49 g/mol

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
24
Bab I. Pendahuluan

- Densitas 2,1 gr/cmᵌ


- Spesific grafity2,130
- Titik Didih 1390˚C
- Titik Leleh 318,4 ˚C
- Kelarutan dalam air 1110 g/L
- Kelarutan dalam metanol 139 g/L
- Kemurnian 95%
Karakteristik biodisel yang dihasilkan:
- Viskositas
Viskositas biodisel hampir sama dengan viskositas dari solar
yaitu 5,55 eSt untuk biodisel dan 4,6 cSt untuk solar.
- Angka Setan
Bahan bakar dengan angka setan yang tinggi berakibat pada
pembakaran yang tidak sempuna dan asap. Angka setan
biodisel minimal 51 (Hofman, 2003)
- Panas Pembakaran
Biodisel membutuhkan sekitar 1,1 galon bahan bakar untuk
melakukan kerja yang sama dengan satu galon bahan Bakar
disel (Hofman, 2003)
- Titik Nyala
Titik nyala yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
keterlambatan penyalaan, sementara bila titik nyala terlalu
rendah akan menyebabkan timbulnya ledakan- ledakan kecil
yang terjadi sebelum bahan bakar memasuki ruang bakar atau
bisa disebut detonasi. Titik nyala dari biodisel sebesar 172˚C
(Prawito).
- Cloud Point
Titik asap untuk biodisel adalah l l˚C sampai 16˚C.
- Titik Tuang
Pour Point untuk biodisel yaitu berkisar antara 15˚C - 13 °C

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.
25
Bab I. Pendahuluan

I.4.6 Tinjauan Proses Secara Umum


Proses pembuatan biodisel dari trigliserida minyak nyamplung dan
metanol menggunakan proses esterifikasi-transesterifikasi. Kadar asam
lemak yang tinggi pada minyak nyamplung mengharuskan dilakukannya
proses esterifikasi menggunakan katalis asam untuk menurunkan kadar asam
lemak bebas hingga 2%. Pada proses ini digunakan katalis asam sulfat
(H2SO4) untuk mempercepat reaksi.
Selanjutnya dilakukan proses transesterifikasi untuk mengubah
trigliserida dan metanol menjadi metil ester dan gliserol, menggunakan
katalis basa yaitu natrium hidroksida (NaOH). Katalis ini dipilih karena dapat
memberikan konversi yang tinggi pada produk dan mudah didapatkan, selain
itu katalis basa tidak korosif dibandingkan dengan katalis asam. Proses ini
sangat ekonomis karena bahan baku mudah didapatkan dan biodisel yang
dihasilkan dapat menjadi bahan bakar alternatif yang bisa diperbaharui.

Pra Rancangan Pabrik Biodisel dari Minyak Biji Nyamplung


(Calophyllum Inophyllum L) dengan Proses Transesterifikasi Metanol
Berkatalis NaOH Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun.

You might also like