Professional Documents
Culture Documents
Bab I. Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
nyamplung yang sudah tua bisa menghasilkan 0,5L minyak nyamplung dengan
ketahanan bakar enam kali lipat lebih lama dari minyak tanah, dan data awal
menunjukkan bahwa rendemen minyak nyamplung yang sudah kering bisa
mencapai 74% dengan variasi antara 30-74 % (Balitbang, 2012).
Mengingat bahwa peranan biodisel dari minyak nyamplung sangat
dibutuhkan sebagai energi alternatif maka timbul pemikiran untuk mendirikan
pabrik biodisel di Indonesia. Dampak positif lain dengan didirikannya pabrik ini,
bahwa biodisel lebih aman bagi lingkungan serta dapat diperbarui, dapat
mengurangi jumlah impor solar sehingga dapat menghemat devisa negara, memberi
nilai ekonomi pada tanaman nyamplung sehingga akan memacu perekonomian
rakyat kecil dan dapat membantu gerakan rehabilitasi lahan kritis di Indonesia.
4
3,5
3
2,5
y = 0,2059x - 411,38
2
R² = 0,9903
1,5
1
0,5
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tahun
Bahan baku Methanol dapat diperoleh dengan bekerja sama dengan PT.
Kaltim. Sehingga metanol diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku
secara kontinyu.
3. Kapasitas Perancangan
Berikut ini adalah pabrik biodisel yang sudah beroperasi di Indonesia
yang memproduksi biodisel.
Tabel 1.3 Kapasitas Pabrik Biodisel Indonesia
Nama Perusahaan Kapasitas Produksi Terpasang
(Metrik Ton/Tahun)
PT. Wilmar Bioenergi Indonesia 1.050.000
PT. Musim Mas 610.000
PT. Oil Tangking 504.000
PT. Wilmar Nabati Indonesia 490.000
PT. Cemerlang Energi Perkasa 400.000
PT. Ciliandra Perkasa 250.000
PT. Pelita Agung Agri Industri 400.000
PT. Damai Sejahtera Sentosa 120.000
PT Darmex Biofuels 150.000
PT. Bioenergi Pratama Jaya 66.000
PT. Darmex Biofuels 60.000
PT. Eterindo Nusa Graha 40.000
PT. Anugrah Inti Gema Nusa 40.000
PT. Multi Energi Nabati 20.000
PT. Energi Alternatif 150.000
Total 4.350.000
Sumber : Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia, 2017
Prediksi kebutuhan nasional akan biodisel pada tahun 2025 dalam bidang
industri dan transportasi mencapai 5.515.000 ton per tahun. Jumlah total
biodisel yang diproduksi oleh pabrik biodisel di Indonesia baru mencapai
4.350.000 ton per tahun, maka didapat kekurangan biodisel sebesar 1.165.000
ton per tahun (Majari Magazine, 2017).
Dari uraian di atas, kapasitas untuk pabrik biodisel yang akan kami
rancang adalah pabrik biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per tahun.
Dengan pra perancangan pabrik biodisel ini diharapakan dapat memenuhi
kebutuhan biodisel di Indonesia sebesar 8,58%.
lokasi 2 (Sumba, NTT) dengan skor 80. Berdasarkan hal tersebut maka dipilih
lokasi pendirian pabrik biodisel di kawasan Kutai, Kalimantan Timur. Dengan
pertimbangan sebagai berikut :
a. Bahan baku
Bahan baku yang digunakan untuk membuat biodisel yaitu minyak biji
nyamplung dan metanol. Bahan baku metanol diperoleh dari PT. Kaltim Metanol
Industri yang terletak di Bontang Kalimantan Timur, sedangkan minyak biji
nyamplung didapat dari para pekebun di daerah pesisir pantai Kalimantan Barat.
Oleh karena itu dipilih lokasi yang dekat dengan pengambilan bahan baku untuk
mempermudah pengiriman.
b. Pemasaran
Lokasi pemasaran akan sangat mempengaruhi harga produk dan biaya
transportasi. Letak yang sangat berdekatan dengan pasar utama merupakan
pertimbangan yang sangat penting karena akan lebih mudah terjangkau oleh
konsumen.
c. Tenaga Kerja
Penyediaan tenaga kerja di Kalimantan Barat tidak sulit karena dari tahun ke
tahun angka tenaga kerja selalu bertambah. Tenaga kerja dapat diambil dari daerah
setempat atau dapat didatangkan dari daerah lain di sekitarnya. Sedangkan tenaga
ahli dapat diperoleh dari daerah setempat maupun didatangkan dari daerah lain.
Begitu juga dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi.
d. Transportasi dan Telekomunikasi
Dalam hal ini dipertimbangkan dari segi kemudahan dan kelancarannya
namun dalam hal ini bersifat relatif karena ada kalanya kemudahan transportasi
tercipta karena berdirinya suatu pabrik. Sistem transportasi yang dominan adalah
darat dan laut.
e. Utilitas
Utilitas yang utama adalah air, steam, bahan bakar dan listrik. Untuk
kebutuhan listrik didapat dari PLN dan generator, kebutuhan bahan bakar dipenuhi
dari perusahaan lain sedangkan kebutuhan air dari sungai di sekitar pabrik.
Komponen % Massa
Asam Miristat 0,09
Asam Palmitat 15,89
Asam Stearat 12,3
Asam Oleat 49,09
Asam Linoleat 20,7
Asam Linolenat 0,27
Asam Arachidat 0,94
Asam eurekat 0,72
Total 100
Sumber: Sudrajat, 2007
Dengan kandungan Asam lemak diatas maka minyak nyamplung
memiliki sifat fisik dan kimia sebagai berikut:
Parameter Nilai
Massa Jenis pada 40 C (kg/m3) 850-890
Viskositas pada 40C (mm2/s) 2,3-6,0
Angka Setana Min. 51
Titik Nyala C Min. 100
Titik kabut C Maks. 18
Temperatur Destilasi 90% C Maks. 360
Angka Asam (mg-KOH/g) Maks. 0,8
Gliserol Bebas (% massa) Maks. 0,02
Gliserol total ( % massa) Maks. 0,24
Kadar Ester Alkil (% massa) Min. 96,5
Sumber: SNI Biodisel no.04-7182-2006
I.4.2 Biodisel
Biodisel secara umum adalah bahan bakar mesin disel yang terbuat
dari bahan terbarukan atau secara khusus merupakan bahan bakar mesin
diesel yang terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak. Biodisel dapat dibuat
dari minyak nabati, minyak hewani atau dari minyak goreng bekas/daur
ulang. Biodisel merupakan salah satu bahan bakar mesin diesel yang ramah
Karakteristik Biodisel
a. Viskositas
Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan
dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi, dinyatakan dalam waktu yang
diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas semakin
tinggi, maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi. Karakteristik
b. Flash Point
Titik nyala adalah sesuatu angka yang menyatakan suhu terendah
dari bahan bakar minyak dimana akan timbul pernyalaan api sesaat,
apabila pada permukaan minyak tersebut didekatkan pada nyala api. Titik
nyala ini diperlukan sehubungan dengan adanya pertimbangan
pertimbangan mengenai keamanan (safety) dari penimbunan minyak dan
pengangkutan bahan bakar minyak terhadap bahaya kebakaran. Titik
nyala ini tidak mempunyai pengaruh yang besar dalam persyaratan
pemakaian bahan bakar minyak untuk mesin diesel atau ketel uap
(Pertamina, 2003).
c. Berat jenis
Berat jenis (BJ) adalah perbandingan berat dari volume sampel
minyak dengan berat air yang volumenya sama pada suhu tertentu (250C)
(Apriyantono et a.l, 1989). Penggunaan spesifik gravity adalah untuk
mengukur berat/massa minyak bila volumenya telah diketahui. Bahan
bakar minyak pada umumnya mempunyai spesifik gravity antara 0,74-
0,94. Dengan kata lain bahan bakar minyak lebih ringan daripada air
(Pertamina, 2003).
d. Cetane Number
Cetane number menunjukkan kemampuan bahan bakar untuk
menyala sendiri. Cetane number suatu bahan bakar didefinisikan sebagai
persentase volume dari normal setana dengan campurannya tersebut.
Biodisel yang berkualitas adalah yang sesuai standar mutu yang telah
ditetapkan. Saat ini, mutu biodisel mengacu pada Standar Nasional Indonesia
(SNI) No. 04-7182-2006, tentang biodisel.
Tabel I. 9 Standar Biodisel
No Parameter Unit Value
1. Densitas (40˚C) Kg/L 850-890
2. Viskositas (40˚C) Mm²/s (cSt) 2,3-6,0
3. Bilangan Setana - Min. 51
4. Titik nyala (close up) ˚C Min. 100
5. Titik awan ˚C Max. 18
6. Copper strip corrosion (3 hr, 50˚C) - Max. No 3
7. Residu karbon % massa Max. 0,05
8. Air dan endapan % Volume Max. 0,05
9. Suhu destilasi, (90% recovered) ˚C Max 360
10. Gliserol total % massa Max. 0,26
11. Kadar Alkil Ester % massa Max. 96,5
Sumber : Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT (2003)
memiliki biaya yang rendah tetapi membutuhkan waktu yang lama dan tidak
efisien. Pemisahan dengan centrifugasi berlangsung cepat tetapi
membutuhkan biaya yang tinggi Secara konvensional, pemurnian biodiesel
diperoleh dari penghilangan alkohol dengan ditilasi vakum atau flash
evaporation atau pencucian untuk menghilangkan trigliserida, katalis, dan
sabun. Pencucian dapat dibagi menjadi pencucian dengan air RO, pencucian
dengan asam yang dilanjutkan dengan pencucian air RO atau pelarut organik.
Proses penghilangan air membutuhkan konsumsi air serta limbah yang
dihasilkan besar (Gomes,2010). Penelitian lebih lanjut dilakukan untuk
meminimalisasi air yang digunakan pada pencucian basah, hasil yang didapat
yaitu proses pencucian kering untuk memurnikan biodiesel. Proses pencucian
kering menggunakan absorben seperti karbon, zeolit, dan silika. Meskipun
pencucian kering menghasilkan biodiesel tanpa air, absorbent tidak dapat
diregenerasi sehingga membutuhkan biaya yang lebih. Perolehan biodiesel
dengan absorbent sebesar 98,5% (Beriossa, 2008).
b. Teknologi Membran
Teknologi membran dalam produksi biodiesel dapat menggunakan
membran organik dan keramik. Dube melaporkan reaktor membran dapat
memisahakan biodiesel dari minyak lemak tanaman yang tidak bereaksi.
Pemisahan ini lebih sulit dilakukan pada reaktor konvensional. Pemisahan
dengan membran tergantung pada material yang digunakan dan driving force
pada pemisahan. Proses membran yang biasa digunakan untuk pemisahan
biodiesel adalah ultraviltrasi, mikrofiltrasi dan pervaporasi. Driving force
pada ultrafiltrasi merupakan tekanan. Proses membran dapat menghilangkan
senyawa kontaminan yang perlu dibuang seperti, trigliserida yang tidak
bereaksi, katalis, gliserol, sabun, dan metanol (Khoirudin, 2012).
Tahap utama dalam pembuatan biodisel dengan kadar FFA tinggi adalah
tahap esterifikasi asam lemak yang kemudian dilanjut dengan tahap
transesterfikasi, dimana:
- Tidak sensitif dengan adanya FFA di dalam bahan baku (Kulkarni dan
Dalai, 2006)
- Dapat digunakan sebagai katalis untuk reaksi esterifikasi dan
transesterifikasi secara simultan (Jacobson dkk., 2008).
transesterifikasi pada suhu 200˚C-220˚C waktu reaksi 1-4 jam (Khan, 2002).
Sedangkan katalis CaCO3 akan terdegradasi akibat suhu operasi yang tinggi
(>220˚C). Penggunaan katalis heterogen pada transesterifikasi masih
bermasalah, masalah yang timbul yaitu aktivitas katalis menurun setelah
beberapa jam operasi, reaksi tidak sempurna dan kesulitan dalam pemisahan
dengan produk.
Kelemahan:
- Suhu reaktor yang relatif lebih tinggi dan waktu reaksi yang sangat lama
- Kinerja dari sistem katalis heterogen ini masih kurang baik dibandingkan
dengan katalis homogen
Kelebihan:
- Katalis mudah dipisahkan dari produk di akhir proses
- Katalis dapat digunakan kembali setelah diaktifasi tanpa perlakuan
tertentu dan tidak ada reaksi pembentukan sabun.
- Tidak korosif dan ramah lingkungan
Tabel I.10 Parameter Proses Pembuatan Biodisel
Parameter Heterogen Homogen
Asam Basa Enzim
Konversi 98% 27% 98% 88%
Selektivitas Tinggi Rendah Tinggi Tinggi
Yield 100% 21,5% 98% 88,6%
Temperatur Tinggi >200˚C 65˚C 60-65˚C 50˚C
Hazardous Aman Tidak aman Aman Aman
Korosif Tidak Korosif Tinggi Rendah Tidak
Korosif
Reaksi Lambat Lambat Cepat Lambat
Harga Murah Mahal Murah Murah
Sumber : (Luqman. B 2015)
Dapat diketahui berdasarkan macam-macam proses pembuatan
biodisel diatas bahwa proses yang lebih menguntungkan untuk dipergunakan
b. Minyak Nyamplung
- Densitas pada 20◦C 0,941-0,945 g/ml
- Bilangan Asam 14,65 mg KOH/g
- Asam Lemak Bebas 7,4 %
- Bilangan Penyabunan 192-202 mgKOH/g
- Bilangan Iod (mg/g) 82-98
- Indeks Bias 1,475-1,482
- Titik Leleh 8◦C
2. Produk Biodisel
Sifat Kimia dan Fisika
- Berat Molekul 296,49 g/mol