You are on page 1of 43

PROPOSAL

HUBUNGAN KETERSEDIAAN FASILITAS TERHADAP


KEBERHASIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU BEKERJA DI
RS. PKU MUHAMADIYAH GOMBONG

Disusun Oleh :
ENDARTI RATNASARI
NIM : B.010.014.005

PROGRAM STUDY D3-KEBIDANAN


STIKES DUTAGAMA KLATEN
T.A 2015/2016
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulilah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan proposal “hubungan
ketersediaan fasilitas terhadap keberhasilan asi eksklusif pada ibu bekerja di rs.pku
muhamadiyah gombong”.
Dalam penyusunan proposal ini penulis sangat menyadari bahwa bimbingan, motivasi,
arahan dan bantuan dari semua pihaklah yang dapat membantu menyelesaikan proposal
karya ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada TITIS SENSUSSIANA,S.Kep,M.,Kep selaku
dosen pengampu mata kuliah metlin biostat.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas beliau yang telah
memberikan bantuan kepada penulis dalam penyusunan proposal ini. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa penyusunan proposal ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapan untuk kesempurnaan
proposal ini.

Klaten, 20 maret 2017

penulis
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa
tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih,
serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit,
bubur nasi, dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai diberikan makanan
pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan sampai anak berusia 2 tahun
atau lebih (Ambarwati & Wulandari, 2008).
Pemberian air susu ibu (ASI) secara ekslusif (0-6 bulan) bahkan yang
menurut ajaran Islam harus sampai dua tahun merupakan suatu pondasi awal
pembentukan sumber daya manusia (SDM ) yang berkualitas. Kelalaian
pemberian ASI pada hari-hari pertama dan tahun-tahun pertama kehidupan
bayi dapat berakibat fatal pada tahap kehidupan selanjutnya. Ini berarti
indikasi adanya ancaman terhadap upaya mewujudkan pembentukan SDM
yang berkualitas. Kehilafan pemberian ASI ini tidak dapat dikoreksi pada
kehidupan bayi atau anak pada tahap selanjutnya karena pada hari-hari dan
tahun-tahun pertama kehidupan bayi terjadi suatu proses yang sangat penting
yakni proses penyempurnaan pembentukan sel-sel organ kecerdasan (otak)
dan pertumbuhan fisik yang cepat. Kesuksesan proses ini harus didukung oleh
asupan gizi dan protein yang sangat kompleks seperti yang terdapat pada ASI
(Yanwirasti, 2004).
Dari 136,7 juta bayi lahir diseluruh dunia dan hanya 32,6% dari
mereka yang disusui secara eksklusif dalam 6 bulan pertama. Sedangkan di
negara industri, bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif lebih besar meninggal
dari pada bayi yang diberi ASI Eksklusif. Sementara di negara berkembang
hanya 39% ibu-ibu yang memberikan ASI Eksklusif (UNICEF, 2013).
Cakupan ASI Eksklusif di India mencapai 46%, di Philippina 34%, di
Vietnam 27% dan di Myanmar 24% (detikhealth, 2012). Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2013 menyebutkan, hanya 30,2 % bayi umur kurang dari 6
bulan yang mendapat ASI Eksklusif, angka ini turun dari tahun 2010 yang
2

mencapai 31,0 % (Riskesdas, 2010-2013). Cakupan pemberian ASI


Eksklusif untuk jawa tengah hanya sekitar 25,6%, menurun dibandingkan
tahun 2011 (45,18%) (Dinkesprovjateng, 2012).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan ASI yang pertama
adalah karena kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif (32%) yaitu
ibu-ibu menghentikan pemberian ASI karena produksi ASI kurang.
Sebenarnya hal ini tidak disebabkan karena ibu tidak memproduksi ASI yang
cukup melainkan karena kurangnya pengetahuan ibu. Yang kedua disebabkan
oleh ibu bekerja (28%) yaitu ibu-ibu menghentikan pemberian ASI Eksklusif
karena harus kembali bekerja. Yang ketiga disebabkan oleh gencarnya
promosi susu formula (16%), dimana ibu-ibu menghentikan pemberian ASI
karena pengaruh iklan susu formula. Sedangkan lainnya disebabkan oleh
faktor sosial budaya (24%) yang meliputi nilai-nilai dan kebiasaan
masyarakat yang menghambat keberhasilan ibu dalam pemberian ASI
Eksklusif. Faktor dukungan dari petugas kesehatan (24%) dimana kegagalan
pemberian ASI Eksklusif disebabkan kurangnya dukungan dari petugas
kesehatan yang dianggap paling bertanggungjawab dalam keberhasilan
keberhasilan penggalakan ASI dan yang terakhir adalah faktor dari keluarga
(24%) dimana banyak ibu yang gagal memberikan ASI Eksklusif karena
orang tua, nenek atau ibu mertua mendesak ibu untuk memberikan susu
tambahan formula (Bangnes, 2011).
Setidaknya ada 5 (lima) hal yang mempengaruhi dan menyebabkan
rendahnya pemberian ASI Eksklusif di Indonesia, yaitu; belum semua RS
terapkan 10 LMKM (Langkah Menunju Keberhasilan Menyusui), belum
semua bayi memeroleh IMD (Inisiasi Menyusui Dini), jumlah konselor
menyusui masih sedikit, promosi susu formula masih gencar, dan belum
semua kantor dan fasilitas umum membuat ruang menyusui (Mikail &
Candra, 2012).
Dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hartatik di Puskesmas
Bahorok Kabupaten Langkat pada tahun 2010 diperoleh data 20% tenaga
kesehatan memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya dan yang tidak
3

memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya sebanyak 80%. Hal ini tentunya
sangat memprihatinkan dikarenakan responden adalah orang yang memiliki
pengetahuan tentang kesehatan khususnya mengenai ASI Eksklusif.
Menurut penelitian Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP
IDAI), pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan dirasa sangat lama untuk
ibu yang bekerja karena mereka harus menyelesaikan cutinya sesudah tiga
bulan dan kembali beraktivitas. Hal ini diiringi oleh jumlah pekerja
perempuan Indonesia yang terus menanjak, yaitu bertambah 2,12 juta dalam
empat tahun. Selain masalah waktu, kebijakan perusahaan dan minimnya
fasilitas menyusui di tempat kerja juga mempengaruhi. Menurut penelitian
terbaru dari Program Magister Kedokteran Kerja Departemen Kedokteran
Komunitas FKUI, persentase pekerja sektor formal di Jakarta yang memberi
ASI Eksklusif hanya 32%. Selain rendahnya pemberian ASI Eksklusif, hasil
penelitian lainnya adalah sekitar 45% pekerja perempuan sektor formal
berhenti menyusui sebelum empat bulan dan mulai memberikan susu formula
atau makanan pendamping ASI kepada anaknya. Alasan mereka kebanyakan
adalah cemas atau repot harus kembali bekerja dan merasa tidak nyaman
meninggalkan pekerjaan (www.lapor. ukp.go.id , 2013).
Bagi ibu bekerja menyusui tidak perlu dihentikan. Ibu bekerja tetap
harus memberi ASI kepada bayinya karena banyak keuntungannya. Jika
memungkinkan bayi dapat dibawa ketempat ibu bekerja (Ambarwati &
Wulandari, 2008).
Banyak tantangan ibu bekerja dalam menyusui yang tentunya
berkemungkinan akan menyebabkan kegagalan dalam memberikan ASI
Eksklusif, diataranya adalah mobilitas kerja yang tinggi, dinas keluar kota
atau keluar negeri, jarak kantor dengan rumah yang jauh, dan tidak ada ruang
menyusui di kantor (Wageindicator Foundation, 2014).
Data Riset Fasilitas Kesehatan Dasar 2011 mengungkapkan bahwa
baru sekitar 40% Rumah Sakit yang melaksanakan Rumah Sakit Sayang Ibu
dan bayi sebagai penerapan 10 Langkah Keberhasilan Menyusui (Detikhealth,
2012).
4

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliarsi di kelurahan


Sawangan Depok Jawa Barat pada tahun 2012 didapatkan hasil sebagian
besar ibu bekerja yang memiliki fasilitas penunjang di tempat kerja (66,7 %)
memberikan ASI Eksklusif dan sebagian kecil ibu bekerja yang tidak
memiliki fasilitas penunjang di tempat kerja (33,3 %) tidak memberikan ASI
Eksklusif, sehingga dapat disimpulkan bahwa yang memiliki fasilitas
penunjang ditempat bekerja berkemungkinan besar dapat memberikan ASI
Eksklusif.
Menjadi wanita karier dengan berbagai profesi yang sibuk dengan
pekerjaan, bukan menjadi alasan tidak bisa menyusui anaknya, termasuk juga
wanita yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan, apalagi tenaga kesehatan
memiliki intelektualitas yang lebih mumpuni terhadap kesehatan ibu dan anak
yang dapat menjadi modal dasar dan role model dalam mensukseskan
program ASI Eksklusif di Indonesia.
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong berada di wilayah
kabupaten Kebumen Barat yang beralamat di jl. Yos Sudarso No. 461
Gombong Kebumen Jawa Tengah dan berada di jalur utama Jawa Tengah
lintas selatan. Jumlah tenaga kesehatan perempuan yakni bidan dan perawat
yang mempunyai balita per Mei 2014 sejumlah 32 orang.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan
ketersediaan fasilitas penunjang terhadap keberhasilan pemberian ASI
Eksklusif pada ibu yang bekerja sebagai tenaga kesehatan di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Gombong.

1.2. Rumusan Masalah


Adakah Hubungan Ketersediaan Fasilitas Penunjang Terhadap
Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu yang Bekerja Sebagai
Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong?
5

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi hubungan ketersediaan fasilitas penunjang
terhadap keberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang bekerja
sebagai tenaga kesehatan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Gombong.
1.3.2. Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi ketersediaan fasilitas penunjang pemberian ASI
Eksklusif di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong dan
yang dimiliki responden.
2) Mengidentifikasi keberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada ibu
yang bekerja sebagai tenaga kesehatan di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Gombong.
3) Mengidentifikasi hubungan ketersediaan fasilitas penunjang
terhadap keberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang
bekerja sebagai tenaga kesehatan di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Gombong.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Praktis
Sebagai sumber informasi bagi masyarakat terutama bagi ibu
menyusui tentang pentingnya ASI Eksklusif
1.4.2. Manfaat Teoritis
1) Bagi peneliti sendiri, dapat menambah wawasan, pengetahuan
serta pemahaman tentang hubungan ketersediaan fasilitas
terhadap keberhasilan ASI Eksklusif ibu bekerja.
2) Bagi institusi pendidikan, sebagai bahan masukan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan tentang pentingnya ASI
Eksklusif dan ketersediaan fasilitas sebagai faktor pendukung
keberhasilan ASI Eksklusif ibu menyusui di Indonesia.
6

3) Bagi profesi keperawatan secara luas, sebagai bahan kajian/


informasi dalam mengkaji, menganalisa, mendiagnosa dan
memberikan perawatan maupun pendidikan kesehatan pada ibu
yang sedang menyusui.
4) Bagi wanita umumnya dan ibu bekerja khususnya sebagai bahan
masukan agar dapat mengetahui pentingnya ASI Eksklusif bagi
generasi mendatang yang lebih baik.

1.5. Keaslian Penelitian


Berikut adalah beberapa judul penelitian dengan tema yang serupa
dengan yang penulis teliti serta persamaan dan perbedaannya:
1) Saleh, Noer, (2011), Faktor-Faktor Yang Menghambat Praktik ASI
Eksklusif Pada Bayi Usia 0-6 Bulan (Studi Kualitatif di Desa Tridana
Mulya, Kec. Landono Kab. Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara),
Metode penelitian; Kualitatif deskriptif, Sampel; Purposive Sampling,
Analisa data; Analisis kualitatif, Hasil; Tingkat pendidikan SI dan SMA
lebih cepat memberi MP-ASI, 84,6 % tidak mengetahui tentang ASI
Eksklusif, 31 % gagal memberi ASI Eksklusif karena bekerja, tingkat
pendapatan mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif, subjek
menghentikan ASI Eksklusif ketika menemui rintangan, dukungan suami
sangat kurang, peran tenaga kesehatan sangat mendukung, Persamaan;
menggunakan variabel dependent ASI Eksklusif, Perbedaan;
menggunakan variabel independent Faktor-faktor yang menghambat
praktik ASI Eksklusif.
2) Siallagan, Mutiara, Yusad, (2013), Faktor Yang Berhubungan Dengan
Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi (0-6 Bulan) di Kelurahan Bantan
Kecamatan Medan Tembung, Metode penelitian; deskriptif-analitik
cross sectional , Sampel; Purposive sampling , Analisa data;
univariat dan bivariat, Hasil; Faktor tingkat pengetahuan, tingkat
pendidikan dan tradisi/kebiasaan merupakan faktor yang berhubungan
dengan pemberian ASI Eksklusif, Faktor umur, pekerjaan, paritas dan
penolong persalinan
7

tidak ada hubungan yang bermakna dengan pemberian ASI Eksklusif,


Persamaan; menggunakan variabel dependent ASI Eksklusif, Perbedaan;
menggunakan variabel independent faktor yang berhubungan dengan
pemberian ASI Eksklusif
3) Ransum, Syam, Hendrayati, (2013), Hubungan Sikap Ibu, Pendidikan
dan Dukungan Petugas Kesehatan Dengan Pemberian ASI Eksklusif
Pada Bayi Umur 6 -11 Bulan di Puskesmas Antang Perumnas Kota
Makassar, Metode penelitian; survey analitik dengan rancangan cross
sectional , Sampel; Total sampling, Analisa data; uji chi-square ,
Hasil; tidak ada hubungan antara sikap ibu dan dukungan petugas
kesehatan dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi umur 6-11 bulan.
Pendidikan ibu berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi
umur 6-11 bulan, Persamaan; menggunakan variabel dependent ASI
Eksklusif, Perbedaan; menggunakan variabel independent sikap ibu,
pendidikan dan dukungan petugas kesehatan.
4) Tarigan, Aryastami, (2010), Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Bayi
Terhadap Pemberian ASI Eksklusif, Metode penelitian; kualitatif dengan
disain studi kasus, Sampel; purposive sampling , Analisa data; matriks,
Hasil; Karakteristik ibu yang memberikan ASI adalah ibu dengan
pendidikan tinggi. Faktor pemicu dalam pemberian ASI Eksklusif adalah
pengetahuan, sikap, pekerjaan, pendidikan, balita dan perilaku ibu. Ibu
yang bekerja mengalami kendala waktu dan tempat untuk proses
menyusui. Pendidikan ibu lebih tinggi, cenderung pengetahuan juga
semakin luas. Faktor pemungkin dalam pemberian ASI Eksklusif adalah
Inisiasi Menyusu Dini, tempat melahirkan, dan ketersediaan ruangan
untuk menyusui. Ketersediaan ruang untuk menyusui di tempat kerja
juga salah satu faktor pemungkin untuk memberikan ASI Eksklusif
kepada bayi. Status kesehatan ibu, dukungan keluarga dan petugas yang
menolong persalinan sebagai faktor penguat untuk pemberian ASI
Eksklusif kepada bayi, Persamaan; enggunakan variabel dependent ASI
8

Eksklusif, Perbedaan; menggunakan variabel independent pengetahuan,


sikap dan perilaku ibu.
5) Fadjriah, Suriah, Hamzah, (2012), Peran Keluarga Dalam Pemberian ASI
Eksklusif di Kabupaten Jeneponto, Metode penelitian; kualitatif, Sampel;
purposive sampling , Analisa data; reduksi, Hasil; kurangnya peran
keluarga mengenai ASI Eksklusif, Persamaan; menggunakan variabel
dependent ASI Eksklusif, Perbedaan; menggunakan variabel
independent peran keluarga.
BAB II KAJIAN
PUSTAKA

2.1. Pemberian ASI Ekslusif Pada Bayi


ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa
tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih,
serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit,
bubur nasi, dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai diberikan makanan
pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan sampai anak berusia 2 tahun
atau lebih (Ambarwati & Wulandari, 2008).
Pemberian ASI Eksklusif tidak selalu harus langsung dari payudara.
Ternyata, ASI yang ditampung dari payudara ibu dan ditunda pemberiannya
kepada bayi melalui metode penyimpanan yang benar relatif masih sama
kualitasnya dengan ASI yang langsung dari payudara ibunya (Sulistyawati,
2009).
Pengenalan makanan tambahan dimulai saat usia 6 bulan bukan 4
bulan, hal ini dikarenakan jumlah komposisi ASI masih cukup untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi apabila ASI diberika secara tepat dan
benar sampai bayi berumur 6 bulan. Baru saat 6 bulan sistem pencernaan bayi
mulai matur. Jaringan pada usus bayi seperti saringan pasir. Pori-porinya
berongga sehingga memungkinkan kuman akan langsung masuk dalam
sistem peredaran darah dan dapat menimbulkan alergi. Pada umur 6 bulan
pori-pori dalam usus bayi ini akan tertutup. Dengan demikian, usus bayi
setelah 6 bulan mampu menolak faktor alergi ataupun kuman yang masuk.
Namun pada kenyataannya, 60 % bayi belum berumur 4 bulan sudah
mendapat tambahan susu sapi (Ambarwati & Wulandari, 2008).
Komposisi ASI sampai 6 bulan sudah cukup untuk memenuhi
kebutuhan gizi bayi, meskipun tanpa tambahan makanan atau produk
minuman pendamping. Pemberian ASI dapat dapat membantu bayi memulai
kehidupannya dengan baik. Kolostrum, susu jolong, atau susu pertama
mengandung antibodi yang kuat untuk mencegah infeksi dan membuat bayi
menjadi kuat. Penting sekali bagi bayi untuk segera meminum ASI dalam jam
10

pertama sesudah lahir, kemudian setidaknya setiap 2-3 jam. ASI mengandung
campuran dari berbagai bahan makanan yang tepat bagi bayi. ASI mudah
dicerna bayi. ASI saja, tanpa tambahan makanan lain merupakan cara terbaik
untuk memberi makan bayi dalam waktu 4-6 bulan pertama. Sesudah 6 bulan,
beberapa makanan lain harus ditambahkan pada bayi. Sedangkan pemberian
ASI bagi ibu dapat memulihkan diri dari proses persalinan. Pemberian ASI
selama beberapa hari pertama membuat rahim berkontraksi dengan cepat dan
memperlambat perdarahan karena hisapan pada puting susu merangsang
dikeluarkanya oksitosin alami yang akan membantu kontraksi rahim
(Sulistyawati, 2009).
Bagi bayi, ASI punya banyak manfaat. Di antaranya merupakan
nutrisi paling sempurna karena komposisi zat-zat gizinya lengkap dan
seimbang, mengandung zat kekebalan yang membantu meningkatkan daya
tahan tubuhnya, menghindari bahaya diare dan infeksi saluran napas, ASI
steril dan tersedia setiap saat, sehingga sangat praktis dan ekonomis,
mempererat ikatan emosional antara anak dengan ibu, sehingga sangat positif
dampaknya bagi perkembangan psikologisnya. Penelitian juga membuktikan,
bayi-bayi yang memperoleh ASI umumnya terhindar dari risiko obesitas.
Sedangkan manfaat ASI bagi ibu adalah memberi kepuasan batin,
ketenangan, serta kebahagiaan emosional, mempercepat kontraksi rahim,
sehingga dalam waktu singkat rahim kembali ke ukuran normal. Ini
menyebabkan menurunnya risiko perdarahan rahim di masa nifas, serta
memperkecil risiko kanker payudara (Parenting Indonesia, 2014).
Kolostrum adalah ASI yang diberikan pada hari pertama sampai hari
ketiga setelah bayi lahir. Kolostrum merupakan cairan yang agak kental
berwarna kekuningan, lebih kuning dibanding dengan ASI matur, bentuknya
sedikit kasar karena mengandung butiran lemak dan sel-sel epitel. Kasiat
kolostrum adalah sebagai pembersih selaput usus BBL (Bayi Baru Lahir)
sehingga saluran pencernaan siap untuk menerima makanan. Mengandung
kadar protein yang tinggi terutama gama globulin sehingga dapat memberikan
perlindungan tubuh terhadap infeksi. Kolostrum juga mengandung zat
11

antibodi sehingga mampu melindungi tubuh bayi dari berbagai penyakit


infeksi untuk jangka waktu sampai dengan 6 bulan. Lain halnya dengan susu
formula yang tidak mengandung zat anti infeksi sebagaimana yang
terkandung dalam ASI. Perlu diwaspadai, susu buatan bisa merupakan media
pembiakan bakteri patogen enterik dan produksi enterotoksin yang merugikan
(Ambarwati & Wulandari, 2008).
Dari sebuah penelitian yang dilakukan di Jakarta, angka bayi yang
terkena diare pada bayi yang diberi ASI hanya 6 %, yang diberi ASI dan susu
botol 14 %, sedang bayi yang hanya diberi susu botol saja meningkat hingga
18 % (Adiningsih, 2010).
Ada 12 masalah dalam menyusui yaitu; kurang atau salah informasi,
puting susu terbenam, puting susu nyeri, puting susu lecet, payudara bengkak,
mastitis, sindrom ASI kurang, ibu hamil, bayi bingung puting, bayi prematur
dan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), ibu sakit, dan ibu bekerja.
Kurang atau salah informasi yang mana bayi pada minggu pertama
defekasinya encer dan sering, sehingga dikatakan menderita diare. Padahal
sifat defekasi bayi yang mendapat kolostrum memang demikian karena
kolostrum bersifat sebagai laksan. Bayi yang lahir matur dan sehat
mempunyai persediaan kalori dan cairan yang dapat mempertahankanya
tanpa minum selama beberapa hari oleh karena itu apabila ASI belum keluar
pada hari pertama, bayi tidak perlu di beri minuman. Pemberian minuman
sebelum ASI keluar akan membuat bayi kenyang dan malas menyusu. Puting
susu nyeri terjadi pada masa awal menyusi. Nyeri akan berkurang setelah ASI
keluar. Puting susu lecet dapat terjadi karena posisi menyusui yang salah, tapi
dapat juga disebabkan oleh thrush (candidates) atau dermatitis. Payudara
bengkak yang bisa dikarenakan posisi mulut dan puting yang salah, produksi
ASI berlebihan, terlambat menyusui, pengeluaran ASI yang jarang, atau
waktu menyusui yang terbatas. Mastitis atau abses payudara terjadi akibat
sumbatan saluran susu yang berlanjut. Keadaan ini bisa disebabkan
kurangnya ASI dihisap/ dikeluarkan atau pengisapan yang tidak efektif.
Dapat juga karena kebiasaan menekan payudara dengan jari atau karena
12

tekanan BH. Sindrom ASI kurang. Tanda ASI kurang biasanya berat badan
bayi meningkat kurang dari rata-rata 500 gram per bulan, BB (Berat Badan)
lahir dalam waktu 2 minggu belum kembali, dan ngompol rata-rata kurang
dari 6 kali dalam 24 jam, cairan urin pekat, bau dan berwarna kuning. Ibu
hamil. Dalam hal ini tidak ada bahaya bagi ibu dan janinnya. Bila ibu
meneruskan menyusui bayinya, ibu harus makan lebih banyak lagi. Bayi
bingung puting. Adalah suatu keadaan yang terjadi karena bayi mendapat
susu formula dalam botol berganti-ganti dengan menyusui pada ibu. Bayi
prematur dan BBLR. Pada kondisi ini refleks menghisap bayi masih lemah.
Oleh karenanya bayi harus sering dan lebih cepat dilatih menyusu
(Ambarwati & Wulandari, 2008).
Menurut penjelasan atas PP RI No.33 tahun 2012, kondisi medis ibu
yang tidak dapat memberikan ASI Eksklusif karena harus mendapat
pengobatan antara lain yang pertama adalah ibu yang terinfeksi Human
Immunodeficiency V irus . Dalam kondisi tersebut, pengganti pemberian ASI
harus memenuhi kriteria, yaitu dapat diterima, layak, terjangkau,
berkelanjutan, dan aman ( acceptable, feasible, affordable, sustainable,
and safe ). Kondisi tersebut bisa berubah jika secara teknologi ASI Eksklusif
dari ibu terinfeksi Human Immunodeficiency V irus dinyatakan aman bagi
bayi dan demi kepentingan terbaik bayi. Kondisi tersebut juga dapat
diberlakukan bagi penyakit menular lainnya. Yang kedua ibu yang
menderita penyakit parah yang menghalangi seorang ibu merawat
bayi, misalnya sepsis yang menyebabkan demam tinggi hingga tidak
sadarkan diri dan infeksi Virus Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1) di
payudara; kontak langsung antara luka pada payudara ibu dan mulut bayi
sebaiknya dihindari sampai semua lesi aktif telah diterapi hingga tuntas.
Dalam ajaran agama Islam, seseorang ibu yang baru melahirkan anak
disarankan untuk menyambut kelahiran bayi, salah satunya adalah dengan
mentahnik. Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan bahwa tahnik
adalah mengunyah sesuatu kemudian meletakkan/ memasukkannya ke mulut
bayi lalu menggosok-gosokkan ke langit-langit mulutnya Dilakukan .
13

demikian kepada bayi agar supaya ia terlatih terhadap makanan dan untuk
menguatkannya. Dan yang patut dilakukan ketika mentahnik hendaklah mulut
(bayi tersebut) dibuka sehingga (sesuatu yang telah dikunyah) masuk ke
dalam perutnya. Dan yang lebih utama (ketika) mentahnik ialah dengan
kurma kering ( tamr). Jika tidak mudah mendapatkan kurma kering (
tamr) maka dengan kurma basah ( ruthab ) . Dan kalau tidak ada kurma
dengan sesuatu yang manis dan tentunya madu lebih utama dari yang lainnya
(kecuali kurma)(Bahraen, 2012).
Berdasarkan penelitian para dokter, tahnik memiliki pengaruh
terhadap kesehatan bayi. Dr. Faruq Masahil dalam tulisan beliau
menyebutkan bahwa tahnik dengan ukuran apa pun merupakan mukjizat Nabi
dalam bidang kedoktean selama empat belas abad agar umat manusia
mengenal tujuan dan hikmah baiknya. Para dokter telah membuktikan bahwa
semua bayi, terutama yang baru dilahirkan dan masih menyusui, memiliki
risiko terancam kematian apabila mengalami penurunan kadar gula dalam
darah (karena kelaparan, masa transisi dari menerima asupan makanan secara
langsung dari ibu melalui plasenta menjadi harus meminta dulu untuk
mendapat ASI). Kejadian ini dapat dicegah dengan tahnik, karena tahnik pada
dasarnya memberi zat gula yang sangat dibutuhkan pada bayi yang baru lahir
(Fathi, 2011).
ASI Eksklusif memang memiliki pengertian hanya ASI sampai 6
bulan, air putih bahkan madu pun tidak diperkenankan. Mengenai tahnik,
sama dengan obat-obatan. Ia diijinkan karena proses tahnik memiliki banyak
manfaat dibandingkan mudharatnya (Assunah, 2010). Menurut Dwi Sunar
Prasetyono (2009) sesungguhnya yang dimaksud dengan pemberian ASI
Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan
lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa
tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan
nasi tim, kecuali vitamin, mineral, dan obat.
14

Perlu diketahui bahwa tahnik berbeda dengan makanan, jadi walaupun


sudah masuk makanan selain ASI yaitu kurma pada tahnik, maka statusnya
bukan seperti makanan biasa yang sudah tidak terhitung lagi ASI Eksklusif.
Ibnu Hajar Al - A sqalani rahimahullah berkata “Yang dimaksud
dengan makanan adalah yang selain susu yang ia menetek darinya, selain
kurma yang ia ditahnik dengannya, dan selain madu yang ia disuapi untuk
pengobatan dan yang selainnya. Yang dimaksud adalah bahwa tidak
dihasilkan kekenyangan baginya selain dari susu (ASI) saja (Bahraen, 2012).

2.2. Pemberian ASI Eksklusif Oleh Ibu Bekerja


Menjadi wanita karier dengan berbagai profesi yang sibuk dengan
pekerjaan, bukan menjadi alasan tidak bisa menyusui anaknya, termasuk juga
wanita yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan. Menurut undang-undang
nomer 6 tahun 1963 yang termasuk dalam tenaga kesehatan adalah dokter,
dokter gigi, apoteker, asisten apoteker, bidan, perawat, fisioterapis, penilik
kesehatan, nutrisionis dan lain-lain.
Saat ini wanita yang mempunyai anak, terlebih balita, semakin sedikit
waktunya bisa bertemu sang buah hati, namun banyak wanita memutuskan
untuk tetap menyusui. Masalahnya, pemberian ASI Eksklusif merupakan
satu-satunya makanan yang terbaik untuk bayi selama 6 bulan, namun
perusahaan hanya memberikan kebijakan cuti hanya selama 3 bulan, bahkan
ada yang kurang. Seiring dengan kemajaun di bidang kesehatan, para orang
tua kini dapat mengetahui perkiraan kelahiran anaknya. Perkiraan kelahiran
tersebut dapat menjadi pedoman bagi ibu yang bekerja untuk mengambil cuti
menjelang kelahiran agar mempunyai waktu yang lebih banyak sesudah
kelahiran (Yuliarti, 2010).
Pada dasarnya, ada 3 aspek penting bagi ibu menyusui yang ingin
tetap bekerja, yaitu faktor fisik, psikologis dan sosiologis. Secara fisik, jika
ditinjau secara medis, ibu harus memberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan.
Oleh karena itu, kondisi ibu harus benar-benar sehat. Ada perkecualian untuk
kondisi-kondisi tertentu yang memang tidak memungkinkan ibu untuk
15

memberikan ASI Eksklusif. Dari aspek psikologis ada berbagai alasan yang
digunakan oleh para ibu untuk menolak pemberian ASI Eksklusif, misalnya
takut kariernya terganggu dan kuatir badanya tidak bagus lagi. Pada
kenyataannya, hal tersebut tidaklah benar. Jika ditinjau dari sisi psikologis,
ASI justru menciptakan hubungan keterikatan emosional antara ibu dan anak.
Sedangkan dari aspek sosiologis agar pemberian ASI Eksklusif dapat berjalan
dengan lancar, harus ada upaya khusus dan tidak boleh malas. Ibu harus
menyisihkan waktunya untuk memeras ASI atau menyusui anaknya. Di
rumah, perlu adanya dukungan dari suami, orang tua, saudara, dan anak yang
lebih besar. Suami turut berperan dalam mendukung atau membantu
pekerjaan istri di rumah, misalnya ketika pagi hari istrinya harus menyusui,
suami dapat memandikan anak pertama mereka. Selama ibu menyusui, suami
harus mengambil alih tugas-tugas domestik lainnya (Yuliarti, 2010).
Dukungan sosial dari atasan di tempat kerja, rekan kerja, dan kondisi
pekerjaan juga sangat penting. Bagi ibu yang menyusui, biasanya perusahaan
akan memberikan toleransi. Seseorang pimpinan perusahaan hendaknya dapat
memahami jika stafnya yang ingin meminta izin untuk memberikan ASI
Eksklusif kepada anaknya. Jika sakit saja kantor masih memberikan toleransi,
apalagi dalam soal pemberian ASI. Pihak perusahaan hendaknya memberikan
toleransi berupa pemberian izin selama 1-2 jam agar stafnya dapat pulang
sekedar menyusui bayinya atau memerah ASI jika memang persediaan telah
habis. Jika diperlukan, perusahaan dapat membangun tempat penitipan bayi
yang sekaligus menjadi tempat bagi ibu untuk menyusui anaknya (Yuliarti,
2010).
Menyusui sambil bekerja sebenarnya tidak serumit yang dibayangkan
dan sifatnya fleksibel sekali. Begitu pula dengan rekan kerja. Saat ini
pemberian ASI makin dimudahkan dengan adanya teknologi penyimpanan
dan pemerasan ASI, serta adanya pengetahuan tentang ASI yang semakin
baik (Yuliarti, 2010).
16

2.3. Tantangan Pemberian ASI Eksklusif Bagi Ibu Bekerja.


Mobilitas kerja yang terlalu tinggi bisa menyulitkan kegiatan
menyusui. Tidak memungkinkan bagi ibu bekerja untuk mengambil banyak
jam lembur untuk urusan pekerjaan atau banyak bekerja di luar kantor yang
lingkungannya bisa membahayakan produksi ASI. Tips yang bisa digunakan
adalah dengan mencari tahu apakah lingkungan pekerjaan dapat
mempengaruhi kesehatan ibu ataupun produksi ASI misal, pekerjaan
mengharuskan kita untuk bersentuhan dengan zat kimia, polusi udara, atau
tertular penyakit dari pasien. Jika hal tersebut terjadi anda dapat mengajukan
mutasi untuk sementara. Jika Ibu tetap diharuskan bekerja, ekstra waspada
dan lakukan tindakan preventif seperti lebih sering cuci tangan, mengenakan
masker, minum air kemasan (jika kantor di kawasan industri yang airnya
kemungkinan tercemar) dan menjaga stamina tubuh.
Apabila Ibu bekerja sebagai jurnalis, koordinator tur atau purchasing
manager, dinas keluar kota/keluar negeri sudah merupakan suatu keharusan.
Tips untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan mendelegasikan tugas
dinas kepada junior atau asisten, membawa anak beserta pengasuhnya dalam
perjalanan dinas, dan pilihan terakhir dengan tetap berangkat namun pastikan
persediaan ASI cukup selama Ibu tidak ada dan selama dinas tetap memerah
ASI.
Masih banyak kantor yang tidak menyediakan ruang menyusui yang
tidak memadai bagi ibu menyusui. Yang ada hanya toilet yang tidak higienis
dan ruang sholat yang sempit. Cara mengatasinya adalah dengan menjadikan
mobil pribadi sebagai ruang menyusui. Tutup jendela, sisakan sedikit ruang
agar udara bisa keluar (lebih baik apabila disertai dengan tirai/horden mobil),
nyalakan AC, pasang musik dan perahlah ASI setelah cuci tangan terlebih
dahulu. Alternatif lain yaitu dengan menggunakan ruang rapat yang kosong
atau Anda bisa meminjam rumah/apartemen teman yang bisa ditempuh
dengan jalan kaki dari kantor.
Pulang pergi kerja menghabiskan waktu 4 jam atau 1-2 kali waktu
perah. Payudara bisa bengkak di jalan, ASI perah yang disimpan bisa rusak.
17

Cara mengatasinya dengan mencari lokasi memerah di perjalanan (seperti


ruang menyusui di mal), jadikan mobil sebagai ruang menyusui. Agar ASI
yang diperah tetap baik, beli cooler box yang memuat minimal 5 bungkus
ASI (Wageindicator Foundation, 2014).
Pemerintah Republik Indonesia mendukung sepenuhnya tentang
program ASI Eksklusif. Dukungan program ASI Eksklusif tersebut
menyebutkan bahwa pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana
umum harus mendukung program ASI Eksklusif melalui penyediaan fasilitas
khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI, pemberian kesempatan
kepada ibu yang bekerja untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayi atau
memerah ASI selama waktu kerja di tempat kerja, pembuatan peraturan
internal yang mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif dan
penyediaan tenaga terlatih pemberian ASI. Selain dukungan tersebut,
penyelenggara tempat sarana umum berupa fasilitas pelayanan kesehatan
harus membuat kebijakan yang berpedoman pada sepuluh langkah menuju
keberhasilan menyusui (Kemenkes, 2013).

2.4. Fasilitas Pendukung Program ASI Eksklusif


Fasilitas adalah alat atau sarana untuk melancarkan pengerjaan atau
pelaksanaan tugas atau kegiatan (kamus saku bahasa indonesia, 2010).
Kementerian kesehatan telah mengeluarkan peraturan nomor 15 tahun 2013
tentang tata cara penyediaan fasilitas khusus menyusui dan/atau memerah
ASI. Fasilitas yang harus disediakan oleh tempat kerja dan penyelenggara
tempat sarana umum adalah ruang ASI, fasilitas di dalam ruang ASI dan
penanggungjawab ruang ASI yang dapat merangkap sebagai konselor
menyusui.
2.4.1. Ruang ASI
Adalah ruangan yang dilengkapi dengan prasarana menyusui
dan memerah ASI yang digunakan untuk menyusui bayi, memerah
ASI, menyimpan ASI perah, dan/atau konseling menyusui ASI
(Kemenkes RI, 2013).
18

1) Ruang ASI atau ruang laktasi minimal berukuran 3x4 m 2 dan/atau


disesuaikan dengan jumlah pekerja perempuan yang sedang
menyusui.
2) Terdapat pintu yang dapat dikunci, yang mudah dibuka/ditutup.
Lantai ruangan dapat berupa keramik, semen atau
karpet.
3) Memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup.
4) Bebas potensi bahaya di tempat kerja termasuk bebas polusi.
5) Lingkungan cukup tenang jauh dari kebisingan.
6) Penerangan dalam ruangan cukup dan tidak menyilaukan.
7) Kelembapan berkisar antara 30-50%, maksimum 60%.
8) Tersedia wastafel dengan air mengalir untuk cuci tangan dan
mencuci peralatan.
2.4.2. Peralatan Ruang ASI
1) Lemari pendingin (refrigerator) untuk menyimpan ASI.
Adalah alat untuk mengurangi atau untuk mempertahankan suhu
ruang di bawah suhu sekitarnya (Kamus Bahasa Indonesia, 2014).
2) Gel pendingin (ice pack)
Kantong adalah tempat membawa sesuatu (belanjaan dan
sebagainya) yg terbuat dari kain, plastik, dan sebagainya (Kamus
Bahasa Indonesia, 2014).
Es adalah air beku atau air
membatu.
Ice pack/kantong es adalah tempat membawa es yang terbuat dari
kain, plastik, dan sebagainya.
3) Tas untuk membawa ASI perahan (cooler bag)
Tas adalah kemasan atau wadah berbentuk persegi dan
sebagainya, biasanya bertali, dipakai untuk menaruh, menyimpan,
atau membawa sesuatu (Kamus Bahasa Indonesia, 2014).
Tas ASI perahan adalah kemasan atau wadah berbentuk persegi
dan sebagainya, dipakai untuk menaruh, menyimpan, atau
membawa ASI perahan.
19

4) Pompa ASI
Pompa adalah alat atau mesin untuk memindahkan atau
menaikkan cairan atau gas dengan cara mengisap dan
memancarkannya (Kamus Bahasa Indonesia, 2014).
Pompa ASI adalah alat atau mesin untuk memindahkan ASI
dengan cara
menghisap.
5) Botol ASI
Botol adalah wadah untuk benda cair, yang berleher sempit dan
biasanya dibuat dari kaca atau plastik (Kamus Bahasa Indonesia,
2014).
Botol ASI adalah wadah untuk ASI, yang berleher sempit dan
biasanya dibuat dari kaca atau plastik.
6) Sterilizer botol ASI.
Sterilisasi adalah perlakuan untuk menjadikan suatu bahan atau
benda bebas dari mikroorganisme dengan cara pemanasan,
penyinaran, atau dengan zat kimia untuk mematikan
mikroorganisme hidup maupun sporanya (Kamus Bahasa
Indonesia, 2014).
Sterilizer adalah alat yang digunakan untuk menjadikan suatu
bahan atau benda bebas dari mikroorganisme dengan cara
pemanasan, penyinaran, atau dengan zat kimia untuk mematikan
mikroorganisme hidup maupun sporanya.
Sterilizer botol ASI adalah alat yang digunakan untuk
menjadikan
botol ASI bebas dari mikroorganisme dengan cara pemanasan,
penyinaran, atau dengan zat kimia untuk mematikan
mikroorganisme hidup maupun sporanya.
2.4.3. Peralatan pendukung
1) Meja tulis, kursi dengan sandaran untuk ibu memerah ASI.
2) Kit konseling menyusui yang terdiri dari model payudara, boneka,
cangkir minum ASI, spuit 5cc, spuit 10 cc, dan spuit 20 cc.
20

3) Media KIA tentang ASI dan inisiasi menyusui dini yang terdiri
dari poster, foto, leaflet, booklet, dan buku konseling menyusui.
4) Lemari penyimpan alat.
5) Dispenser dingin dan panas, alat cuci botol, tempat sampah dan
penutup
6) Penyejuk ruangan (AC/Kipas angin).
7) Nursing apron/kain pembatas/ pakai krey untuk memerah ASI,
waslap untuk kompres payudara, tisu/lap tangan dan bantal untuk
menopang saat menyusui.
Bila peralatan pendukung tidak atau belum dapat disediakan,
sekurang-kurangnya yang harus disediakan adalah:
1) Meja
Adalah perkakas (perabot) rumah yg mempunyai bidang datar
sebagai daun mejanya dan berkaki sebagai penyangganya
(bermacam-macam bentuk dan gunanya) (Kamus Bahasa
Indonesia, 2014).
2) Wastafel
Adalah tempat membersihkan diri (cuci muka, cuci tangan, gosok
gigi, bercukur), letaknya menempel pada dinding (di luar atau di
dalam kamar mandi), dilengkapi dengan keran air, cermin, dan
rak untuk menaruh sabun, pasta gigi, atau alat-alat kecantikan
(Kamus Bahasa Indonesia, 2014).
3) Sabun cuci tangan
Adalah bahan yang dapat berbuih, digunakan untuk mencuci
tangan, biasanya berupa campuran alkali, garam, dan natrium
(Kamus Bahasa Indonesia, 2014).
2.4.4. Penanggungjawab Ruangan ASI
Penanggungjawab ruang ASI dapat merangkap sebagai
konselor menyusui. Dalam memberikan konseling menyusui, tenaga
terlatih pemberian ASI juga menyampaikan manfaat pemberian ASI
Eksklusif antara lain berupa peningkatan kesehatan ibu dan anak,
21

peningkatan produktivitas kerja, peningkatan rasa percaya diri ibu,


keuntungan ekonomis dan higienis dan penundaan kehamilan.

2.5. Kerangka Teoritis


Bagan 2.1. Kerangka Teori

Fasilitas pendukung ASI Eksklusif

Ruang ASI:
1. Lemari pendingin (refrigerator) untuk menyimpan ASI.
2. Gel pendingin (ice pack).
3. Tas untuk membawa ASI perahan (cooler bag).
4. Pompa ASI
5. Botol ASI
6. Sterilizer botol
ASI. Peralatan
pendukung:
1. Kursi dan meja.
2. Wastafel.
3. Sabun cuci tangan.
Penanggung jawab ruang ASI
Konselor menyusui

ASI Eksklusif:
Pemberian ASI saja
selama 6 bulan

Sumber: Kemenkes RI (2013)

2.6. Kerangka Konsep


Untuk lebih jelasnya tentang hubungan ketersediaan fasilitas
penunjang terhadap keberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang
bekerja sebagai tenaga kesehatan dapat dilihat dari variabel independent dan
dependent yang tergambar pada skema kerangka konsep penelitian berikut
ini:
22

Bagan 2.2. Kerangka Konsep Penelitian


Variabel Independent Variabel Dependent
23

Fasilitas pendukung ASI Eksklusif


1. Ruang ASI ASI Eksklusif
2. Lemari pendingin
(refrigerator) untuk
menyimpan ASI.
3. Gel pendingin (ice pack).
4. Tas untuk membawa ASI
1. Kurangnya pengetahuan
perahan (cooler bag).
2. Gencarnya promosi susu
5. Pompa ASI
formula
6. Botol ASI
3. Sosial budaya
7. Sterilizer botol ASI.
4. Dukungan dari petugas
8. Kursi dan meja.
kesehatan keluarga
9. Wastafel.
5. Dukungan suami
10. Sabun cuci tangan.

Penanggung jawab ruang ASI Variabel Penganggu


Konselor menyusui
Keterangan:
: Diteliti
- - - - - :Tidak diteliti

2.7. Hipotesa Penelitian


Ho : Tidak terdapat hubungan ketersediaan fasilitas penunjang terhadap
keberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang bekerja sebagai
tenaga kesehatan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong.

Ha : Terdapat hubungan ketersediaan fasilitas penunjang terhadap


keberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang bekerja sebagai
tenaga kesehatan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non-eksperimental dengan
survei analitik yaitu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan
mengapa fenomena tersebut bisa terjadi (korelasional) (Notoatmodjo,2012).
Dengan teknik korelasi peneliti dapat mengetahui hubungan variasi dalam
sebuah variabel. Penelitian ini dilakukan tanpa memberikan intervensi pada
suatu kelompok dan bertujuan untuk mencari ada tidaknya sebab-akibat
antara kedua variabel tersebut. Dengan studi ini akan diperoleh prevalensi
atau efek suatu fenomena (variabel dependent ) dihubungkan dengan
penyebab (variabel independent ) (Nursalam, 2008).
Rancangan yang di gunakan adalah cross sectional yaitu untuk
mempelajari dinamika korelasi antara ketersediaan fasilitas penunjang
terhadap keberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang bekerja
sebagai tenaga kesehatan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong.

3.2. Populasi dan Sampel


3.2.1. Populasi
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
tenaga kesehatan perempuan yang mepunyai anak balita, mempunyai
beban kerja yang sama dan diakui statusnya sebagai karyawan RS
PKU Muhammadiyah Gombong yaitu sejumlah 32 orang.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiono, 2007).
3.2.2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah tenaga kesehatan
perempuan RS PKU Muhammadiyah Gombong yang memiliki balita
dan memiliki beban kerja yang sama yaitu sebanyak 32 orang.
24

Sample adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili


seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012). Teknik pengambilan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non-Probalility
Sampling, yaitu dengan metode Sampling Jenuh yaitu teknik
penetuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai
sampel (Sugiyono, 2010).
Kriteria Inklusi
1) Karyawati RS PKU Muhammadiyah Gombong
2) Mempunyai anak usia minimal 6 bulan dan maksimal 5 tahun
terhitung bulan Mei 2014
3) Bekerja sebagai tenaga kesehatan (perawat atau bidan)
4) Bekerja di RS PKU Muhammadiyah Gombong saat anaknya
berumur 0-6 bulan.
5) Mempunyai beban kerja 3 sif.
6) Karyawati yang bersedia menjadi responden
Kriteria Eksklusi
1) Karyawati dengan indikasi medis tidak boleh memberikan ASI
Eksklusif saat anaknya berumur 0-6 bulan.
2) Karyawati yang tidak bersedia menjadi responden

3.3. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada 19 Mei sampai 10 Juni 2014. Pengambilan
data dilaksanakan di RS PKU Muhammadiyah Gombong.

3.4. Variabel Penelitian


3.4.1. Variabel Independent
Yang menjadi variabel independent dalam penelitian ini
adalah fasilitas penunjang. Variabel independent atau variabel risiko
adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menyebabkan
variabel tergantung (Notoatmodjo, 2012).
25

3.4.2. Variabel Dependent


Yang menjadi variabel dependent dalam penelitian ini adalah
ASI Eksklusif. Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi
atau diakibatkan oleh variabel bebas (Notoatmodjo, 2012).

3.5. Definisi Operasional


Tabel 3.1 : Definisi Operasional
No Definisi Alat ukur Hasil Ukur Skala
26

1. Kue “t 1 k No
R sion i . ad min
u er d A a al
a yang Kuesion a d S
n terdi er k a k
g ri yang ad S o
A da terdiri a” k r
SI ri dari dib o 0
a 1 2 eri r
d perta pertanya sk 1
al nyaa an or 2.
a n yang 0. T
h ya telah Sk i
ru ng diberi or d
an tela skor. ter a 1
Jawaban .
ga h en k A
n dibe “ada da a d No
y ri ” h d a min
a skor diberi 0 a S al
n . skor 1 da S k
g Jawa dan n k
ban jawaban sk o o
dil “a “tida or r r
en 3. da k ada” ter 0 >
gk ” diberi tin 1
ap dibe skor 0. ggi 2.
i ri Skor 2 Ti
d skor terend da
e 1 ah 0 k No
n dan dan skor ad min
g jawa tertinggi a al
a ban 2 S
n “ti Kuesion k
pr da er o
as k yang 1 r
ar ada” terdiri . 0
an dibe dari A
a 2 d
ri a
m skor pertanya
S
en 0. an
yu Sko yang k
su r telah o
i 2. tere diberi r
da skor.
n
nda
h0 Jawaban >
m dan “ada 1
e skor ” 2
m terti diberi .
er skor 1 T
nggi i
ah 1 dan d
A jawaban a
27
28

4. Kuesion sk a o an 1a a N
C er or d r ya . S S
o yang 0. a t ng A k k o
ol menyimpan, terdiri Sk ” e tela d o
atau dari or r h a r o m
er
membawa 2 ter d e dibe S0 r
B
ag ASI perahan. hidup
pertanya en i n ri k > in
/ 5. maupunan da b d skor o 1
tas sporanya.
yang h e a . r 2 al
A telah
diberi
0
da
r
i
h Jawa
0 ban
> T. N
SI
skor. n s d “a 1 i
per
Jawaban sk k a da 2 d o
ah . 1a
an “ada or o n ” T . k
a ” ter r s dibe i a m
d diberi tin 1 k ri d Ad
a skor 1 ggi d o skor a da in
l dan 2 a r 1 k a S
a jawaban Ku n te dan a S k al
h “tida esi j rt jawa d o
ke k ada” on a in ban a k r N
ma 7. diberi er w g “ti So 0
sa skor 0. ya a gi da k r o
n Skor ng b 2 k o>
ata terend ter a K ada” r m
1
u ah 0 dir n u diber 0
2
wa dan skor i “ e i . in
da tertinggi d t si skor T
h 2 a i o 0. i al
ber Kuesion ri d n Sko d
be er 2 a er r a N
ntu yang per k y tere k
k terdiri tan a nda 1 o
p dari ya a n h0 . a
er Ad
2 an d g dan da
m
se pertanya y a te skor a S
gi an a ” r terti in
Sk
da yang n d di nggi
n ko
telah g i ri 2 r al
diberi tel b d o
0
se skor. ah e a r
ba Jawaban di r r >
gai “ada be i i
ny 1
” ri s 2 2
a, diberi sk k .
dip skor 1 or. o p T
ak 6. dan Ja r er i
ai jawaban wa 0 ta d 1
“tida ba . n a .
k ada” n S y k
unt diberi “ k a a A
uk d d
27
27

8. Kuesion k s d 4, 1a N
M er ad k a Jawa . d o
ej penyanggany yang a” o n ban Aa m
a a terdiri dib r. ja “ d Si
ad (bermacam- dari eri Uw y a kn
ala macam 2 sk na a” S oa
h bentuk pertanya or t b dibe k rl
pe gunanya) an 0. ua ri 0
o
rk (Kamus yang Sk kn skor r
ak Bahasa telah or “ 0
dan >
as Indonesia, diberi ter p t
jawa 1
(p 2014). skor. en e i
ban 2
er 9. Jawaban da r d .
ab “ada h t a “ti
da T
ot ” 0 a k i
) diberi da n ” k”
d
ru skor 1 n y d dibe a
m dan sk a i ri k
ah jawaban or a b skor a N
“tida ter n e 1. d o
y k ada” tin n ri Sk a m
g diberi ggi o s or S i
skor 0. 2 m k tere k n
m Skor e o nda o a
h 0 1
e terend r r r
. l
m ah 0 1 0 dan 0
pu dan skor , . skor
terti E
ny tertinggi J U k
ai 2 a n nggi
4 s
bi wt k
da Ku a u l
ng Kuesion esi b k u
da er on a p s
tar yang er n e i
se terdiri te rt 1
f
ba dari rd “ a .
S
ga 10. 2 iri y n A
i pertanya a y d k
dar
da ” a a o
an i 4
un d a S r
yang pe 4
m telah rta i n 2.
k
eja diberi ny b n o N
ny skor. aa e o r o
a Jawaban n r m > m
da “ada ya i e 1 i
n ” ng s r 2 n
be diberi tel k 2 . a
rk skor 1 ah o , T l
ak dan di r 3 i
i jawaban be 1 d d
a a
se “tida ri n k
28

3.6. Instrumen Penelitian


Jenis instrumen yang digunakan oleh peneliti adalah kuesioner yang
dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada teori dan konsep. Lembar
kuesioner terdiri dari 24 pertanyaan.
Sebelum pengumpulan data dilakukan uji coba untuk menghindari
adanya kesulitan dalam mengartikan pertanyaan. Uji coba dilakukan pada 5
orang yang bukan responden tetapi memiliki kriteria sama. Sedangkan
waktu yang diperlukan untuk pengisian angket ini diperkirakan 15 menit
setiap angketnya. Pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti.
Tabel 3.2 : Kisi-Kisi Kuesioner
Nomor
No Variabel Indikator-indikator
Pertanyaan
Ruang ASI 1C
Refrigerator 2C, 1D
Icepack/kantong es 3C, 2D
Cooler Bag/ tas ASI perahan 4C, 3D
29

Fasilitas Pompa ASI 5C, 4D


1
Penunjang Botol ASI 6C, 5D
Sterilizer botol ASI 7C, 6D
Meja 8C, 7D
Wastafel 9C, 8D
Sabun cuci tangan 10C, 9D
Pemberian ASI selama 6 (enam)
1E bulan pertama
2. ASI Eksklusif Pemberian makanan tambahan 2E
Pemberian minuman tambahan 3E
Pemberian susu formula 4E
Tambahan Tahnik F

3.7. Manajemen Data


1) Coding
Peneliti memberikan kode 0 dan 1 disebelah kanan masing-
masing pilihan jawaban pada setiap pertanyaan di lembar kuesioner.
Penentuan kode disesuaikan dengan kebutuhan untuk memudahkan
peneliti dalam menganalisa jawaban.
29

Coding yaitu memberikan kode berupa nomor pada setiap


jawaban yang diisi oleh responden. Hal ini dilakukan untuk
menghindari kesalahan dalam pengolahan dan analisa data.
2) Editing
Sebelum meninggalkan tempat pengambilan data, peneliti
mengecek kelengkapan data. Memastikan lembar persetujuan telah
ditandatangani oleh responden dan memeriksa kembali kelengkapan
identitas dan jawaban yang diberikan responden. Jika data belum
lengkap, maka peneliti memberi kesempatan pada responden untuk
melengkapi data yang masih kosong.
Editing, yaitu melakukan pengecekan terhadap hasil pengisian
kuesioner yang meliputi kelengkapan identitas dan jawaban yang
diberikan responden.
3) Tabulating
Setelah data diperoleh dan di input, maka data dikelompokkan
berdasarkan 9 kategori fasilitas kemudian di intepretasikan hasilnya.
Tabulating, yaitu mengelompokkan data sesuai dengan kategori
yang telah dibuat untuk tiap-tiap sub variable yang diukur dan
selanjutnya dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi.
4) Cleaning
Setelah data di input, peneliti melakukan pengecekan ulang satu
per satu kuesioner dan memastikan bahwa data di input sesuai kategori.
Cleaning, yaitu mengevaluasi kembali data untuk menghindari
kesalahan dalam data.

3.8. Validitas dan Reliabilitas Instrumen


Untuk menguji validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini
menggunakan program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS).
3.8.1. Uji validitas
Untuk mengetahui validitas suatu instrumen (kuesioner)
dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing
30

variabel dengan skor totalnya. Suatu variabel (pertanyaan) dikatakan


valid apabila skor variabel tersebut berkorelasi secara signifikan
dengan skor totalnya (Riyanto, 2009).
Teknik korelasi yang digunakan korelasi Pearson Product
Moment :

=
( z ሻ

( z ሻ . ( z

z z z z
{. ( ሻ }. . (
— —

Keterangan :
r = Koefisien
korelasi(validitas)
X = Skor pada subyek item n
Y = Skor total subyek
xy = Skor pada subyek item n dikalikan skor total
n = Banyaknya subyek
Keputusan Uji:
Bila hitung (r pearson) > r tabel; maka Ho ditolak, artinya
pertanyaan valid.
Bila hitung (r pearson) d” r tabel; maka Ho gagal ditolak, artinya
pertanyaan tidak valid.
Setelah dilakukan uji validitas ternyata ada 4 pertanyaan yang
tidak valid yaitu pertanyaan C8, C9, C10 dan D9, kemudian keempat
pertanyaan tersebut di hapus dan di analisis kembali sehingga tersisa
20 pertanyaan (Lampiran 11). Khusus pertanyaan F tidak dilakukan
uji validitas karena tidak dapat diuji dan tidak berpengaruh terhadap
hasil penelitian.
3.8.2. Uji Reliabilitas
Tinggi rendahnya reliabilitas, secara empiris ditunjukkan oleh
suatu pertanyaan, dikatakan reliabel jika jawaban sesorang terhadap
pertanyaan konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas
dilakukan setelah semua pertanyaan valid semua. Untuk mengetahui
31
reliabilitas, dilakukan pembandingan antara r hasil dengan r tabel
31

atau konstanta (0,6). Dalam uji reabilitas sebagai nilai r hasil adalah
nilai alpha (Riyanto, 2009).
Keputusan Uji:
Bila r A lpha > r konstanta/ tabel; maka pertanyaan tersebut reliabel.
Bila r A lpha d” r konstanta/ tabel; maka pertanyaan tersebut tidak
reliabel.
Prinsip ujinya adalah dilakukan untuk masing-masing
pertanyaan dari variabel, dilakukan terhadap seluruh pertanyaan dari
variabel dan antara pertanyaan variabel satu dengan variabel lain
tidak boleh dilakukan uji validitas dan reliabilitas secara bersama-
sama (Riyanto, 2009).
Dari hasil uji reliabilitas diperoleh bahwa semua data reliabel
sehingga tidak diperlikan analisis ulang (lampiran 11).

3.9. Tekhnik Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan langkah awal dalam mendapatkan
data penelitian. Pengumpulan data pada penelitian ini di lakukan dengan
memberikan kuesioner kepada responden setelah semua pertanyaan dalam
kuesioner tersebut dinyatakan valid dan reliabel.
Peneliti meminta surat ijin penelitian dari Lembaga Penelitian
Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat STIKes Muhammadiyah
Gombong dan mengajukan ijin penelitian ke Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Gombong melalui Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah kabupaten Kebumen dengan terlebih dahulu meminta surat
rekomendasi dari Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik kabupaten Kebumen.
Setelah mendapat ijin penelitian dari RS PKU Muhammadiyah
Gombong, peneliti memberikan kuesioner kepada kepala ruangan masing-
masing bangsal tempat responden bekerja dengan didampingi Staf Litbang
RS PKU Muhammadiyah Gombong dan menjelaskan tujuan penelitian serta
meminta kesediaan kepala ruang untuk memberikan kuesioner kepada
responden. Setelah mendapatkan kesediaan dari kepala ruang, peneliti
32

memberikan lembar kuesioner kosong, lembar inf ormed consent


dan lembar petunjuk pengisian kuesioner yang dijadikan satu dalam
sebuah stofmap. Jumlah kuesioner telah disesuaikan dengan data yang
diperoleh berdasar hasil studi pendahuluan dan masing-masing stofmap
ditulis jumlah dan nama responden untuk meminimalisir data salah
sasaran. Pembagian kuesioner oleh kepala ruangan disesuaikan dengan
jadwal jaga responden. Setelah responden mendapat kuesioner dari
kepala ruangan, responden menandatangani inf ormed consent
kemudian mengisi data. Setelah data selesai diisi, kuesioner
dikembalikan kepada kepala ruangan.
Satu minggu kemudian peneliti kembali menemui kepala ruangan di
masing-masing bangsal dan mengumpulkan kuesioner yang telah dibagikan.
Sebelum peneliti meninggalkan ruangan, peneliti memeriksa kelengkapan
data. Untuk kuesioner yang belum lengkap pengisiannya, kuesioner
dikembalikan kepada responden untuk dilengkapi. Setelah empat hari
peneliti kembali ke masing-masing bangsal untuk mengambil kuesioner
yang tersisa. Setelah data terkumpul kemudian data di input dan dianalisis
sesuai teknik analisa data yang sesuai.

3.10. Tekhnik Analisa Data


Teknik yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan uji chi-square . Metode chi-square (x 2 ) digunakan untuk
mengadakan pendekatan (mengestimate) dari beberapa faktor atau
mengevaluasi frekuensi yang diselidiki atau frekuensi hasil observasi (fo)
dengan frekuensi yang diharapkan (fe) dari sampel apakah terdapat
hubungan atau perbedaan yang signifikan atau tidak (Riyanto, 2009).
Cara menguji x 2 dengan membuat hipotesis berbentuk kalimat,
menetapkan tingkat signifikansi, kemudian menghitung x 2 . Keputusan uji:
2 2
jika p value < a (x hitung ≥ x tabel ), maka ho ditolak yang artinya signifikan.
Rumus yang digunakan untuk menghitung x 2 yaitu:

š= ( ሻ
33

Keterangan:
X2 = Nilai chi-square
Fo = frekuensi yang diobservasi Fe =
frekuensi yang diharapkan Rumus
mencari frekuensi teoritis (fe):
∑ kሻ š( ∑ „ሻ
ˆe = (
∑ T
Keterangan:
fe = frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)
∑fk = jumlah frekuensi pada kolom
∑fb = jumlah frekuensi pada baris
∑T = jumlah keseluruhan baris atau kolom
Rumus x 2 tabel:
†k = (k ͳሻ („ ͳሻ
— —

Keterangan:
k = jumlah kolom
b = jumlah baris

3.11. Etika Penelitian


Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti mengajukan permohonan
ijin kepada pihak RS PKU Muhammadiyah Gombong untuk mendapatkan
ijin. Setelah mendapatkan ijin selanjutnya peneliti membagikan kuesioner
kepada responden dengan tetap menekankan masalah etika yang meliputi:
1) Conf identiality
Peneliti menjamin kerahasiaan informasi yang diperoleh dari
responden. Apapun yang ditemukan tentang responden akan dijaga
ketat dan hanya peneliti yang mengetahuinya. Setelah kuesioner
terkumpul dan dianalisis, kuesioner di dihanguskan agar tetap terjamin
kerahasiaan datanya dan menghindari penyalahgunaan dari pihak lain.
34

2) Independent
Peneliti tidak memaksa responden untuk ikut manjadi partisipan dalam
penelitian ini jika responden tidak bersedia. Dalam lembar permintaan
menjadi responden, peneliti menjelaskan bahwa responden berhak
menolak untuk menjadi objek penelitian dan boleh tidak mengisi
kuesioner.
3) Informed Consent
Sebelum mengisi kuesioner, responden menandatangani lembar
informed consent yang telah peneliti sediakan sebagai bukti bahwa
responden bersedia menjadi objek penelitian dan bersedia memberikan
data yang sebenarnya.
4) A nonimity
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti hanya mencantumkan
nomer responden di dalam data rekapitulasi kuesioner. Nama dan
identitas lain tidak dicantumkan.
35

You might also like