You are on page 1of 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Dalam perekonomian dan pembangunan ekonomi suatu negara, peranan

pemerintah secara empiris tidak dapat dihindarkan. Peran pemerintah tersebut

diwujudkan dalam kebijakan fiskal. Kebijakan ini memiliki dua instrumen pokok,

yaitu: perpajakan (tax policy) dan pengeluaran (expenditure policy). Dalam hal

pembangunan ekonomi rancangan kebijakan fiskal tidak hanya diarahkan untuk

pengembangan aspek ekonomi seperti pendapatan perkapita, pertumbuhan ekonomi,

pengurangan pengangguran dan stabilitas ekonomi tetapi juga peningkatan harkat

sosial seperti pemerataan, pendidikan dan kesehatan.

2.1.1. Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal merupakan tindakan pemerintah untuk mempengaruhi

jalannya perekonomian melalui pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (G) untuk

mencapai tujuan makroekonomi, pajak dan pengeluaran pemerintah mempunyai

dampak terhadap permintaan agregat dari barang dan jasa di dalam perekonomian.

Tax atau pajak (T) dalam analisis ekonomi makro dipandang sebagai daya beli

masyarakat berupa uang yang diserahkan kepada pemerintah, penyerahan uang

tersebut tidak ada pemberian balas jasa secara langsung dari pemerintah. Pengeluaran

pemerintah atau Government Expenditure (G) merupakan pengeluaran pemerintah

dan atas pengeluaran tersebut pemerintah akan memperoleh hasil secara langsung,

Universitas Sumatera Utara


misalnya pengeluaran pemerintah untuk membayar gaji pegawai negeri hasil yang

diperoleh pemerintah berupa prestasi kerja dari pegawai negeri tersebut. Government

Transfer (TR) merupakan pengeluaran pemerintah tetapi atas pengeluaran tersebut

pemerintah tidak memperoleh hasil secara langsung pada tahun anggaran pengeluaran

itu terjadi, misalnya pembayaran pensiun, beasiswa dan subsidi lainnya (Murni,

2006). Kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Kebijakan fiskal aktif atau diskresioner (discretionary fiscal policy).

2. Kebijakan fiskal nondiskresioner (nondiscretionary fiscal policy).

Kebijakan Fiskal Aktif atau Diskresioner (Discretionary Fiscal Policy)

Kebijakan fiskal aktif atau diskresioner adalah kebijakan di mana pemerintah

melakukan perubahan tingkat pajak atau program-program pengeluarannya, dapat

bersifat ekspansif dan kontraktif.

a. Kebijakan fiskal ekspansif (expansionary fiscal policy) adalah kebijakan yang

dilakukan melalui peningkatan pengeluaran pemerintah (G dan/atau penurunan

penerimaan pajak T) dengan tujuan untuk meningkatkan permintaan agregat dalam

perekonomian selanjutnya akan mengurangi pengangguran yang ada, umumnya

sangat baik digunakan jika keadaan ekonomi sedang resesi.

Peningkatan Pengeluaran Pemerintah

Belanja pemerintah (G) adalah salah satu komponen pengeluaran, maka

pengeluaran pemerintah yang lebih tinggi mengakibatkan pengeluaran yang

direncanakan yang lebih tinggi untuk pendapatan. Jika belanja pemerintah naik

Universitas Sumatera Utara


sebesar ÄG maka kurva pengeluaran yang direncanakan bergeser ke atas sebesar ÄG

seperti Gambar 2.1 di bawah ini:

E Y=E

E = C + I +G2
B
E2=Y2 ÄG
E = C + I +G1

ÄY
A
Kenaikan dalam belanja
E1=Y1
pemerintah menggeser
pengeluaran yang
direncanakan ke atas

450
Y
E1=Y1 E2=Y2
0

LM

r2

IS2
r1
IS1

Y
0 Y1 Y2

Gambar 2.1. Peningkatan Pengeluaran Pemerintah

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Gambar 2.1 di atas dapat dijelaskan bahwa kenaikan belanja

pemerintah sebesar ÄG meningkatkan pengeluaran yang direncanakan sebesar jumlah

itu untuk semua tingkat pendapatan. Ekuilibrium bergerak dari titik A ke titik B dan

dapat meningkatkan pendapatan dari Y1 ke Y2. Kenaikan dalam pendapatan ÄY

melebihi kenaikan belanja pemerintah ÄG jadi kebijakan fiskal memiliki dampak

pengganda terhadap pendapatan. Kenaikkan belanja pemerintah menggeser kurva IS

ke kanan. Pendapatan meningkat dari Y1 ke Y2 dan tingkat bunga naik dari r1 ke r2.

Ketika pemerintah meningkatkan belanjanya atas barang dan jasa pengeluaran yang

direncanakan akan naik. Kenaikan pengeluaran yang direncanakan akan mendorong

produksi barang dan jasa yang menyebabkan pendapatan total Y meningkat karena

peningkatan uang bergantung pada pendapatan, kenaikkan pendapatan total

meningkatkan jumlah uang yang diminta pada setiap tingkat bunga.

Akan tetapi jumlah uang beredar tidak berubah menunjukkan bahwa

penawaran keseimbangan uang riil adalah tetap tidak tergantung pada tingkat bunga

sehingga permintaan uang yang lebih tinggi menyebabkan tingkat bunga ekuilibrium

r naik. Ketika tingkat bunga naik perusahaan mengurangi rencana investasinya.

Penurunan investasi ini sebagian mengurangi dampak ekspansif dari kenaikan belanja

pemerintah. Pergeseran horizontal kurva IS sama dengan kenaikan pendapatan

ekuilibrium dalam perpotongan keynesian, jumlah ini lebih besar daripada kenaikan

pendapatan ekuilibrium dalam model IS-LM. Perbedaan itu dijelaskan oleh desakan

investasi (crowding out of invesment) yang diakibatkan oleh tingkat bunga yang lebih

tinggi.

Universitas Sumatera Utara


Pengurangan Penerimaan Pajak

Pengurangan pajak sebesar ÄT secara langsung akan menaikkan disposible

income (Y – T) sebesar ÄT maka menaikkan konsumsi sebesar MPC x ÄT. Pada

setiap tingkat pendapatan Y pengeluaran yang direncanakan sekarang akan lebih

tinggi seperti Gambar 2.2 di bawah ini dapat dijelaskan bahwa pengurangan pajak

sebesar ÄT meningkatkan pengeluaran yang direncanakan sebesar MPC x ÄT untuk

setiap tingkat pendapatan ekuilibrium bergerak dari titik A ke titik B dan pendapatan

meningkat dari Y1 ke Y2, kebijakan fiskal memiliki dampak pengganda terhadap

pendapatan. Penurunan pajak menggeser kurva IS ke kanan. Ekuilibrium bergerak

dari titik A ke titik B. Pendapatan meningkat dari Y1 ke Y2 dan tingkat bunga naik

dari r1 ke r2. Karena tingkat bunga yang lebih tinggi daripada kenaikan pendapatan

dalam model IS-LM lebih kecil daripada kenaikan pendapatan dalam perpotongan

keynesian.

b. Kebijakan fiskal kontraktif (contractionary fiscal policy) adalah kebijakan

fiskal yang dilakukan melalui pengurangan pengeluaran pemerintah (G) dan/atau

peningkatan penerimaan pajak (T) dengan tujuan menurunkan tingkat permintaan

agregat di dalam perekonomian. Dengan demikian jika perekonomian dalam keadaan

inflasi maka kebijakan fiskal yang kontraktif dapat diterapkan untuk menurunkan

permintaan agregat (AD).

Universitas Sumatera Utara


E Y=E

E = C2 + I +G
B
ÄT
E2=Y2 E = C1 + I +G

ÄY
A
E1=Y1 Pemotongan pajak
menggeser pengeluaran
yang direncanakan ke
atas
450
Y
0 E1=Y1 E2=Y2

LM

r2

IS2
r1
IS1

Y
0 Y1 Y2

Gambar 2.2. Pengurangan Penerimaan Pajak

Universitas Sumatera Utara


Pengurangan Pengeluaran Pemerintah

Penurunan belanja pemerintah sebesar ÄG menurunkan pengeluaran yang

direncanakan sebesar jumlah itu untuk semua tingkat pendapatan. Ekuilibrium

bergerak dari titik A ke titik B dan dapat menurunkan pendapatan dari Y1 ke Y2.

Penurunan belanja pemerintah menggeser kurva IS ke kiri. Pendapatan menurun dari

Y1 ke Y2 dan tingkat bunga turun dari r1 ke r2. Ketika pemerintah menurunkan

belanjanya atas barang dan jasa pengeluaran yang direncanakan akan turun.

Penurunan pengeluaran yang direncanakan akan mengurangi produksi barang dan

jasa yang menyebabkan pendapatan total Y menurun dan dapat menahan inflasi dapat

dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.

Peningkatan Penerimaan Pajak

Peningkatan pajak sebesar ÄT secara langsung akan menurunkan disposible

income (Y–T) sebesar ÄT maka menurunkan konsumsi sebesar MPC x ÄT. Pada

setiap tingkat pendapatan Y pengeluaran yang direncanakan sekarang akan lebih

rendah. Berdasarkan Gambar 2.4 di bawah ini dapat dijelaskan bahwa peningkatan

pajak sebesar ÄT menurunkan pengeluaran yang direncanakan sebesar MPC x ÄT

untuk setiap tingkat pendapatan ekuilibrium bergerak dari titik A ke titik B dan

pendapatan menurun dari Y1 ke Y2, kebijakan fiskal memiliki dampak pengganda

terhadap pendapatan. Peningkatan pajak menggeser kurva IS ke kiri. Ekuilibrium

bergerak dari titik A ke titik B. Pendapatan menurun dari Y1 ke Y2 dan tingkat bunga

turun dari r1 ke r2. Karena tingkat bunga yang lebih rendah daripada penurunan

Universitas Sumatera Utara


pendapatan dalam model IS-LM lebih tinggi daripada penurunan pendapatan dalam

perpotongan keynesian.

E Y=E

E = C + I +G1
A
E1=Y1 ÄG
E = C + I +G2

ÄY
B
Penurunan dalam belanja
E2=Y2
pemerintah menggeser
pengeluaran yang
direncanakan ke bawah

450
Y
E2=Y2 E1=Y1
0

LM

r1

IS1
r2
IS2

Y
0 Y2 Y1

Gambar 2.3. Pengurangan Pengeluaran Pemerintah

Universitas Sumatera Utara


Angka Pengganda Pengeluaran Pemerintah

Adanya pengeluaran pemerintah (G) dalam perekonomian tiga sektor akan

memperbesar pengeluaran agregat. Sebelum ada G nilai AD merupakan nilai C + I,

tetapi setelah ada G nilai AD berubah menjadi C + I + G. Pertambahan G dalam

perekonomian dapat menaikkan output atau pendapatan nasional (Y). Kenaikan Y

sebagai akibat dari kenaikan G dapat ditentukan melalui teori multiplier government

expenditure, kenaikan G akan mempengaruhi kenaikan pendapatan nasional secara

berlipat ganda. Angka pengganda pengeluaran pemerintah dapat diturunkan dengan

persamaan sebagai berikut:

Y  C  I  G  I  Exogenous
Y  C  G
Y  MPC  Y  G
Y  MPCY  G
(1  MPC )Y  G
Y

1
G 1  MPC
 
Y     G
1
 1  MPC 

jika kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah 0,6 penggandanya adalah:

 
Y     G
1
 1  MPC 
 1 
Y     G
 1  0,6 
Y  G
1
0,4
Y  2,5G

Universitas Sumatera Utara


Artinya, kenaikan sebesar $1 dalam belanja pemerintah meningkatkan pendapatan

ekuilibrium sebesar $2,50.

E Y=E

E = C1 + I +G
A
ÄT
E1=Y1 E = C2 + I +G

ÄY
B
E2=Y2 Peningkatan pajak
menggeser pengeluaran
yang direncanakan ke
bawah

450
0 Y
E2=Y2 E1=Y2

LM

r1

IS1
r2
IS2

Y
0 Y2 Y1

Gambar 2.4. Peningkatan Penerimaan Pajak

Universitas Sumatera Utara


Angka Pengganda Pajak

Angka pengganda pajak dapat diturunkan dengan persamaan sebagai berikut:

Y  C  I  G  I dan ÄG adalah exogenous


Y  C
Y  MPC (Y  T )
Y  MPCY  MPCT
Y  MPCY   MPCT
(1  MPC )Y   MPCT
Y  MPC

T 1  MPC

Persamaan ini adalah pengganda pajak (tax multiplier) jumlah perubahan

pendapatan yang disebabkan oleh perubahan sebesar $1 dalam pajak. Tanda negatif

mengindikasikan pendapatan yang bergerak ke arah berlawanan dari pajak sebagai

contoh jika kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah 0,6 maka pengganda

pajak adalah:

Y  MPC

T 1  MPC
 0,6
Y   T
1  0,6
Y  1,5T

Artinya pemotongan pajak sebesar $1 meningkatkan pendapatan ekuilibrium sebesar

$1,50.

Kebijakan Fiskal Nondiskresioner (Nondiscretionary Fiscal Policy)

Kebijakan fiskal nondiskresioner atau penstabil otomatis adalah segala

sesuatu yang cenderung meningkatkan defisit pemerintah (atau menurunkan surplus

Universitas Sumatera Utara


pemerintah) selama periode resesi dan cenderung meningkatkan surplus pemerintah

(atau menurunkan defisit pemerintah) selama periode inflasi tanpa harus ada tindakan

eksplisit oleh para pembuat kebijakan (Nanga, 2005). Dilihat dari komposisi

anggaran kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi:

a. Kebijakan anggaran surplus adalah jika penerimaan pajak lebih besar daripada

pengeluaran pemerintah (T > G).

b. Kebijakan anggaran berimbang adalah jika penerimaan pajak sama dengan

pengeluaran pemerintah (T = G).

c. Kebijakan anggaran defisit adalah jika penerimaan pajak lebih kecil daripada

pengeluaran pemerintah (T < G).

T,G

T = f(Y)

T>G
Surplus
G0 G = G0
T<G T=G
Defisit Berimbang

Y
Gambar 2.5. Posisi Anggaran

Berdasarkan Gambar 2.5 di atas dapat dijelaskan bahwa dalam analisis ini

diasumsikan bahwa pengeluaran pemerintah (G) sebagai peubah eksogen dalam arti

nilainya ditentukan oleh faktor lain di luar model. Hal ini berarti bahwa pengeluaran

Universitas Sumatera Utara


pemerintah konstan sampai ada tindakan pemerintah untuk mengubahnya oleh sebab

itu kurva G merupakan garis sejajar dengan garis horizontal. Sedangkan pajak (T)

merupakan fungsi dari pendapatan artinya besar kecilnya pajak tergantung dengan

pendapatan.

Dalam masa kemunduran ekonomi misalnya pendapatan pajak berkurang,

tetapi untuk mengatasi pengangguran itu pemerintah perlu melakukan lebih banyak

program-program pembangunan maka pengeluaran pemerintah perlu ditambah

sehingga G > T artinya defisit anggaran sehingga tabungan nasional turun.

Sebaliknya pada waktu inflasi tingkat kemakmuran tinggi mengalami surplus

anggaran di mana T > G pemerintah berusaha untuk mengurangi pengeluarannya

untuk mengurangi inflasi tetapi pemerintah harus lebih berhati-hati dalam

pembelanjaannya, harus dijaga agar pengeluaran pemerintah tidak memperburuk

keadaan inflasi yang berlaku sehingga tabungan nasional meningkat.

2.1.2. Teori Siklus Bisnis (Business Cycle Theory)

Siklus bisnis adalah suatu pola konjuntur yang berfluktuasi dari ekspansi

(pemulihan) dan kontraksi (resesi) dalam aktivitas perekonomian di sekitar jalur dari

trend pertumbuhan. Pada Gambar 2.6 di bawah ini terdapat empat tahapan dalam

siklus perekonomian: Tahap pertama adalah Expansion, suatu kondisi pemulihan

ekonomi (recovery), pertumbuhan ekonomi terlihat mulai bergerak naik yang ditandai

dengan adanya gerakan peningkatan produk nasional, kesempatan kerja mulai

meningkat, upah cenderung mengalami kenaikan dan keuntungan perusahaan

mengalami peningkatan, kegiatan ekonomi disebut ekspansi bila terjadi kenaikan

Universitas Sumatera Utara


selama minimal dua triwulan berturut-turut. Tahap kedua adalah Peak, titik puncak

kegiatan ekonomi tercapai setelah mengalami ekspansi pada saat ini kondisi upah dan

kesempatan kerja berada dalam kondisi yang ideal bagi suatu negara. Kondisi peak

ini terjadi selamanya tapi akan terjadi penurunan kembali, pertumbuhan ekonomi naik

dan mencapai titik puncak melebihi puncak biasanya terjadi.

Tahap ketiga adalah Recession, ketika perekonomian mengalami resesi

pendapatan akan turun sehingga kemampuan seseorang untuk membayar pajak

berkurang. Laba juga turun sehingga perusahaan membayar lebih sedikit pajak

pendapatan, semakin banyak orang yang menjadi tergantung pada bantuan

pemerintah seperti asuransi kesejahteraan dan pengangguran, sehingga pengeluaran

pemerintah naik. Tahap keempat adalah Trought, penurunan kegiatan perekonomian

tidak akan berlangsung terus tapi akan terhenti pada titik terendah (trought). Pada saat

ini pertumbuhan ekonomi berada pada titik terendah kesempatan kerja sangat rendah

dan tingkat upah berada di bawah subsistem. Bila kegiatan perekonomian menurun

secara tajam dan mencapai titik terendah melebihi titik terendah yang biasa terjadi

perekonomian dikatakan mengalami Depression.

Universitas Sumatera Utara


Output
Output Potensial

C E
A
Output Riil

B
Waktu
0 1 2 3 4 5 6
Gambar 2.6. Tahapan Siklus Bisnis

Keterangan Gambar 2.6 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: Titik A

merupakan perkembangan ekonomi berada pada titik puncak (peak) pada siklus boom

aktivitas perekonomian relatif tinggi daripada trend, antara titik A dan titik B

perekonomian mengalami penurunan (recession), pada masa resesi pengangguran

meningkat dan output yang dihasilkan di bawah yang seharusnya dapat dicapai

dengan sumber daya dan teknologi yang ada maka untuk mengurangi pengangguran,

pemerintah melakukan kebijakan fiskal yang ekspansif dengan cara meningkatkan

pengeluaran pemerintah (G) dan menurunkan penerimaan pajak sehingga investasi

naik maka pengangguran berkurang seperti Gambar 2.7 di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara


AE
450

AEf

AE

Jurang deflasi

0 Y Yf Y

Gambar 2.7. Kebijakan Fiskal Ekspansif

Berdasarkan Gambar 2.7 di atas bahwa keseimbangan perekonomian negara

mengalami pengangguran karena pengeluaran agregat (AE) aktual berada di bawah

pengeluaran agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja

penuh (AEf). Pendapatan nasional adalah Y yaitu nilainya di bawah pendapatan

nasional yang potensial (Yf). Perbedaan antara AEf dan AE adalah jurang deflasi

yaitu jumlah kekurangan perbelanjaan agregat yang diperlukan untuk mencapai

konsumsi tenaga kerja penuh. Titik B merupakan perkembangan ekonomi mengalami

titik terendah (trought). Antara titik B dan titik C perekonomian mengalami kenaikan

(expansion) penggunaan faktor produksi meningkat. Output dapat meningkat di atas

trend karena orang-orang bekerja lembur dan mesin-mesin digunakan lebih lama.

Universitas Sumatera Utara


AE
450

AE

AEf

Jurang inflasi

Y
0 Yf Y

Gambar 2.8. Kebijakan Fiskal Kontraksi

Berdasarkan Gambar 2.8 di atas dapat dijelaskan bahwa tingkat kegiatan

ekonomi yang melebihi tingkat konsumsi tenaga kerja penuh dan berlaku inflasi.

Pengeluaran agregat aktual melebihi kemampuan perekonomian untuk memproduksi

barang dan jasa. Kelebihan permintaan tersebut akan menimbulkan kenaikan harga-

harga. Pengeluaran agregat aktual (Y) lebih besar dari pengeluaran agregat potensial

(Yf) hanya mungkin terjadi apabila harga-harga telah mengalami kenaikan yang

menyebabkan sejumlah barang tertentu sekarang mempunyai nilai yang lebih tinggi

daripada sewaktu kenaikan harga-harga belum berlaku. Perbedaan antara AE dan AEf

adalah jurang inflasi yaitu kelebihan dalam pengeluaran agregat di atas pengeluaran

agregat pada konsumsi tenaga kerja penuh yang menimbulkan kekurangan barang

dan seterusnya kenaikan harga-harga, maka pemerintah melakukan kebijakan fiskal

kontraktif dengan cara menurunkan pengeluaran pemerintah (G) dan meningkatkan

pajak (T) sehingga inflasi berkurang.

Universitas Sumatera Utara


Titik C merupakan perkembangan ekonomi mencapai puncak kembali. Antara

titik C dan titik D perekonomian mengalami resesi. Titik D merupakan

perkembangan ekonomi berada di titik terendah (trought). Antara titik D dan titik E

perekonomian mengalami peningkatan (recovery) atau ekspansi. Titik E

perekonomian mengalami boom. Antara titik E dan titik F perekonomian mengalami

penurunan resesi. Titik F perkembangan ekonomi mengalami depresi (depression).

Gelombang antara satu puncak dan puncak berikutnya atau satu titik terendah dengan

titik terendah berikutnya disebut periode satu siklus, misalnya gerakan dari periode

satu sampai dengan periode tiga merupakan periode satu siklus untuk titik puncak.

Gerakan dari periode dua sampai periode empat merupakan periode satu siklus untuk

titik terendah.

Setiap siklus memiliki 2 jenis titik balik (turning points) yaitu titik puncak

(peak) dan titik lembah (trough). Kedua titik balik ini menandakan sinyal apabila dari

arah pergerakan siklikal suatu indikator berubah dari periode ekspansi ke periode

kontraksi atau jika terjadi sebaliknya. Kedua titik balik ini hanya dapat ditentukan

menggunakan data time series yang merupakan deviasi dari trend-nya, Dapat

disimpulkan bahwa tahapan ini akan datang silih berganti sepanjang waktu dalam

perekonomian suatu negara. Hal yang dapat dilakukan dalam siklus bisnis adalah

mengelolah siklus agar dampak negatifnya dapat ditekan seminimal mungkin dalam

arti selalu berupaya untuk memperkecil kepincangan (gap) antara output potensial

dan output riil, sehingga gelombang naik-turun siklus ekonomi semakin kecil.

Sementara kecenderungan (trend) perkembangan ekonomi jangka panjang terus

Universitas Sumatera Utara


diupayakan meningkat, secara teoritis dapat dicapai dengan mengkombinasikan

kebijakan jangka pendek dan jangka panjang. Kebijakan yang digunakan adalah

kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Pada jangka pendek kebijakan fiskal dan

moneter bertujuan untuk meningkatkan stimulus permintaan, misalnya kebijakan

tingkat bunga. Sedangkan untuk jangka panjang diarahkan kepada stimulus

penawaran misalnya kebijakan pemberian kredit jangka panjang dan kebijakan

bidang pendidikan.

Durasi siklus dan faktor yang mempengaruhinya telah lama menjadi

pengamatan para ahli ekonomi, mereka menemukan beberapa variasi siklus sebagai

berikut:

a. Siklus jangka pendek (Kitchin cycle). Durasi siklus jangka pendek sekitar 40

bulan (antara 3 s/d 4 tahun), faktor yang diduga mempengaruhi siklus jangka

pendek adalah pengaruh alamiah (nature) dan adat istiadat. Pengaruh faktor

alam contohnya pengaruh musim, iklim dan cuaca yang terdapat di setiap

Negara. Pengaruh adat istiadat contohnya perubahan kegiatan produksi

menjelang tahun baru atau menjelang hari raya keagamaan.

b. Siklus jangka menengah (Juglar cycle). Durasi siklus jangka menengah

adalah berkisar 7 s/d 11 tahun, siklus ini diakibatkan oleh faktor eksternal

yaitu siklus matahari yang berdaur ulang 11 tahun sekali. Siklus matahari ini

akan mempengaruhi iklim dan cuaca di setiap negara sehingga mempengaruhi

output nasional.

Universitas Sumatera Utara


c. Siklus jangka panjang (Kondratief cycle). Durasi siklusnya berkisar antara 48-

60 tahun, faktor yang mempengaruhi siklus jangka panjang adalah invention

and innovation yaitu adanya ciptaan dan penemuan baru dalam kegiatan

ekonomi contohnya adanya penemuan dan perkembangan teknologi (Murni,

2006).

Teori Business Cycle dikemukakan untuk mencari sumber penyebab

terjadinya siklus. Teori yang menyebutkan bahwa guncangan eksogen merupakan

penyebab terjadinya fluktuasi disebut sebagai teori business cycle eksogen. Teori

business cycle eksogen terdiri dari teori siklus bisnis riil (real business cycle), ilmu

ekonomi Keynesian baru (New Keynesian Economics) dan moneter.

1. Teori Siklus Bisnis Riil (Real Business Cycle)

Teori real business cycle mengasumsikan bahwa harga adalah fleksibel

bahkan pada jangka pendek. Dengan asumsi complete price flexibility, teori ini

menganut classical dichotomy di mana variabel-variabel nominal seperti pergerakan

uang dan tingkat harga tidak mempengaruhi pergerakan variabel di sektor riil seperti

output dan kesempatan kerja (Mankiw, 2007). Untuk menjelaskan pergerakan sektor

riil termasuk investasi, teori ini menyatakan pergerakan tersebut disebabkan oleh

faktor alami di sektor itu sendiri seperti terjadinya technological shock yang membuat

produktivitas meningkat sehingga output dari perekonomian juga meningkat. Dengan

kata lain semua fluktuasi di sektor riil seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat

pengangguran, tingkat konsumsi dan investasi merupakan hasil reaksi dari individu-

individu terhadap perubahan dalam perekonomian. Dengan mengasumsikan bahwa

Universitas Sumatera Utara


uang adalah netral dalam ekonomi, teori ini mendapat kritik karena data

menunjukkan bahwa penurunan money supply selalu disertai dengan perubahan

sektor riil seperti tingginya pengangguran dan rendahnya output.

Penganut teori ini memberikan argumentasi bahwa perubahan dalam

perekonomian seperti tingginya output akibat “faktor alami” akan mempengaruhi

permintaan akan uang. Meningkatnya permintaan akan uang ini akan direspon oleh

bank sentral dengan menambah money supply (Mankiw, 2007). Perubahan dalam

perekonomian karena faktor-faktor alami ini akan menyebabkan terjadinya siklus

dalam pergerakan variabel-variabel di sektor riil. Siklus ini dipercaya terjadi dalam

setiap variabel di sektor riil dan dapat dilihat dengan menghilangkan faktor-faktor

musiman, trend dan irregular dari data.

2. Ilmu Ekonomi Keynesian Baru (New Keynesian Economics)

Sebaliknya ilmu ekonomi Keynesian baru didasarkan pada premis bahwa

market-clearing, model teori siklus bisnis riil tidak dapat menjelaskan fluktuasi

ekonomi jangka pendek. Keynes menekankan bahwa permintaan agregat adalah

determinan primer pendapatan nasional dalam jangka pendek. Menurut logika output

perekonomian dapat berfluktuasi baik karena tingkat output alami (natural rate of

output) berfluktuasi atau karena output perekonomian menyimpang dari tingkat

alamiahnya. Teori New Keynesian menekankan pentingnya ketidakstabilan

permintaan agregat sebagai penyebab terjadinya fluktuasi ekonomi makro. Teori ini

sama dengan teori business cycle moneter, menyatakan bahwa guncangan permintaan

Universitas Sumatera Utara


uang penting terhadap fluktuasi ekonomi. Namun guncangan moneter bukan

merupakan satu-satunya penyebab fluktuasi seperti pendapat business cycle moneter.

3. Teori Business Cycle Moneter

Teori business cycle moneter menekankan arti pentingnya guncangan

permintaan, khususnya uang terhadap fluktuasi ekonomi tetapi hanya dalam jangka

pendek. Dalam business cycle moneter dan Keynesian uang mempengaruhi output,

sebaliknya teori RBC menyatakan bahwa output mempengaruhi uang.

2.1.3. Variabel Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal memiliki instrumen pokok seperti pengeluaran pemerintah

(G) dan pajak (T) yang dapat diubah-ubah oleh pemerintah dengan tujuan untuk

mempengaruhi permintaan agregat dalam perekonomian.

a. Pengeluaran Pemerintah (G)

Pengeluaran pemerintah adalah pembelian pemerintah atau belanja

pemerintah terhadap barang dan jasa (Mankiw, 2007). Teori mengenai pengeluaran

pemerintah dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu teori mikro dan teori makro

(Basri, 2005).

1) Teori Mikro

Tujuan teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah adalah

untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan akan barang publik

dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyediaan barang publik tersebut. Interaksi

antara permintaan dan penawaran barang publik untuk menentukan jumlah barang

Universitas Sumatera Utara


publik yang harus disediakan melalui anggaran belanja. Jumlah barang publik yang

akan disediakan selanjutnya akan menimbulkan permintaan akan barang lain.

Perkembangan pengeluaran pemerintah dijelaskan dengan beberapa faktor:

a. Perubahan permintaan akan barang publik.

b. Perubahan aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik dan juga

perubahan dari kombinasi yang digunakan dalam proses produksi.

c. Perubahan kualitas barang publik.

d. Perubahan harga-harga faktor-faktor produksi.

2) Teori Makro

a. Model Pembangunan tentang Pembangunan Pemerintah

Model ini dikembangkan oleh W.W Rostow dan RA Musgrave yang

menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahapan-tahapan ekonomi. Pada

tahap awal perkembangan ekonomi, menurut mereka pengaruh pengeluaran

pemerintah terhadap pendapatan nasional cukup besar. Hal ini dikarenakan pada

tahap ini pemerintah harus menyediakan berbagai sarana dan prasarana seperti

pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi.

Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap

diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mencapai tahap lepas

landas. Bersamaan dengan itu porsi investasi yang dilakukan swasta juga akan

meningkat. Tetapi besarnya peranan pemerintah adalah pada tahap ini tidak seimbang

dengan adanya banyak kegagalan pasar yang ditimbulkan oleh perkembangan pasar

itu sendiri yaitu kasus eksternalitas yang ditimbulkan misalnya pencemaran

Universitas Sumatera Utara


lingkungan. Dalam suatu proses pembangunan, menurut Musgrave rasio investasi

total terhadap pendapatan nasional semakin besar tetapi rasio antara investasi

pemerintah dan pendapatan nasional akan semakin kecil.

Sementara itu Rostow berpendapat pada tahap lanjut pembangunan terjadi

peralihan aktivitas pemerintah dari penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran-

pengeluaran untuk layanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan. Teori Rostow dan

Musgrave merupakan pandangan yang timbul dari pengamatan atau pengalaman

pembangunan ekonomi yang dialami oleh banyak negara, tetapi tidak didasari oleh

suatu teori tertentu. Selain tidak jelas, apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi

dalam tahap demi tahap atau beberapa tahap dapat terjadi secara simultan.

b. Hukum Wagner

Pengamatan Adolf Wagner terhadap negara-negara Eropa Amerika dan

Jepang pada abad ke-19 menunjukkan bahwa aktivitas pemerintah dalam

perekonomian semakin meningkat. Wagner mengukur perbandingan pengeluaran

pemerintah terhadap produk nasional. Wagner menamakan hukum aktivitas

pemerintah yang selalu meningkat (the Law of increasing state of activity).

Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk hukum akan tetapi dalam

pandangannya tidak disebutkan dengan jelas apa yang dimaksud dengan pertumbuhan

pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah dalam pengertian pertumbuhan secara

relatif ataukah secara absolut. Apabila yang dimaksud oleh Wagner adalah

perkembangan pengeluaran secara relatif sebagaimana teori Musgrave maka hukum

Universitas Sumatera Utara


Wagner adalah sebagai berikut “dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan

perkapita meningkat secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat”.

Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian hubungan

antara industri dengan industri, hubungan industri dan masyarakat dan sebagainya

akan semakin kompleks. Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan

pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum,

pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. Kelemahan hukum Wagner adalah

karena hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-

barang publik. Hukum Wagner dapat diformulasikan sebagai berikut (Basri, 2005):

  .......... ....  k n
Pk PP1 Pk PP2 P PP
PPK 1 PPK 2 PPK n

Di mana:

PkPP : Pengeluaran pemerintah perkapita

PPK : Pendapatan perkapita (GDP/jumlah penduduk)

1,2,… : Jangka waktu (tahun)

Hukum Wagner dapat dijelaskan pada Gambar 2.9 di bawah ini di mana

kenaikan pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan

oleh kurva 1 dan bukan seperti yang ditunjukkan oleh kurva 2.

Universitas Sumatera Utara


Pk PP
PPK Kurva 1
Kurva 2

waktu
0 1 2 3 4

Gambar 2.9. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner

c. Teori Peacock dan Wiseman

Peacock dan Wiseman adalah dua ahli yang mengemukakan teori

perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Pandangan mereka mengenai

pengeluaran pemerintah adalah bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk

memperbesar pengeluarannya sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak

yang lebih besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar

tersebut. Menurut Peacock dan Wiseman, perkembangan ekonomi menyebabkan

pemungutan pajak akan semakin meningkat meskipun tarif pajak tetap (tidak

berubah). Meningkatnya penerimaan pajak mengakibatkan pengeluaran pemerintah

juga semakin meningkat. Jadi dalam keadaan normal, kenaikan pendapatan nasional

akan menaikkan pula penerimaan dan pengeluaran pemerintah (Basri, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Apabila keadaan normal tersebut terganggu, katakanlah karena perang atau

eksternalitas lain maka pemerintah harus memperbesar pengeluarannya untuk

mengatasi gangguan tersebut. Konsekuensinya timbul tuntutan untuk memperoleh

penerimaan pajak yang lebih besar dan pemerintah menaikkan penerimaannya

tersebut dengan cara menaikkan tarif pajak sehingga dana swasta untuk investasi dan

konsumsi menjadi berkurang. Efek ini disebut efek pengalihan (displacement effect)

yaitu adanya gangguan sosial dalam perekonomian menyebabkan aktivitas swasta

dialihkan pada aktivitas pemerintah.

Jika pada saat terjadinya gangguan sosial dalam perekonomian timbul efek

penggantian maka sesudah gangguan berakhir akan timbul efek lain yang disebut efek

inspeksi (inspection effect) yang menyatakan gangguan sosial menumbuhkan

kesadaran masyarakat akan adanya hal-hal yang perlu ditangani oleh pemerintah

sesudah redanya gangguan sosial tersebut. Kesadaran semacam inilah menggugah

kesadaran masyarakat untuk membayar pajak lebih besar, sehingga memungkinkan

pemerintah untuk memperoleh penerimaan yang lebih besar pula.

Berdasarkan Gambar 2.10 di bawah ini dapat dijelaskan bahwa dalam keadaan

normal dari tahun t ke t + 1, pengeluaran pemerintah dalam persentase terhadap GDP

naik sebagaimana ditunjukkan oleh garis AG. Apabila pada tahun t terjadi perang

maka pengeluaran pemerintah naik sebesar AC dan kemudian naik ditunjukkan pada

garis CD. Setelah perang selesai (pada tahun t + 1) pengeluaran pemerintah tidak

turun ke G yaitu tingkat perkembangan pengeluaran pemerintah apabila tidak terjadi

perang. Hal ini disebabkan karena setelah perang pemerintah memerlukan tambahan

Universitas Sumatera Utara


dana untuk mengembalikan pinjaman pemerintah yang digunakan dalam pembiayaan

perang, kenaikan tarif pajak dimaklumi masyarakat sehingga tingkat toleransi pajak

naik dan pemerintah dapat memungut pajak yang lebih besar tanpa menimbulkan

gangguan dalam masyarakat.

Pengeluaran Pemerintah/GDP

D F
C

Pengeluaran
G Pemerintah
A B

Pengeluaran Swasta

Tahun
0 t t+1

Gambar 2.10. Teori Peacock dan Wiseman

b. Pajak (T)

Pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah berdasarkan

Undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal balik

(kontra prestasi) langsung dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Basri,

2005). Dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia setelah amandemen undang-

Universitas Sumatera Utara


undang dasar 1945 (Abimanyu, 2009) adalah: Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) Pasal 23 A dan Undang-Undang tentang Perpajakan yaitu:

1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan berlaku efektif sejak tahun 1 Januari 2008.

2) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).

3) Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang

dan Jasa (PPn), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).

4) Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan atas Hak Tanah

dan Bangunan.

5) Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumberdaya dari

sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa

adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya

kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan

barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam

penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.

Perubahan pada tingkat pajak akan mempengaruhi jumlah pendapatan yang diterima

oleh masyarakat. Adanya kebijakan peningkatan pajak akan mengurangi penerimaan

pendapatan yang akan dialokasikan untuk pengeluaran konsumsi.

Variabel penerimaan pajak total pemerintah di Indonesia terdiri dari beberapa

bagian antara lain: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak

Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Perdagangan Internasional (bea masuk dan pajak

Universitas Sumatera Utara


ekspor), Cukai, serta penerimaan pajak lain-lain. Pajak-pajak tersebut dikelola oleh

Direktorat Jenderal Pajak.

Fungsi Pajak

Pada hakikatnya fungsi pajak dapat dibedakan menjadi dua (Basri, 2005)

yaitu:

1. Fungsi Budgetair

Fungsi pajak yang paling utama adalah untuk mengisi kas negara. Fungsi ini

disebut dengan fungsi budgetair atau fungsi penerimaan. Oleh karena itu, suatu

pemungutan pajak yang baik sudah seharusnya memenuhi asas revenue productivity.

Oleh karena itu pulalah, dalam menentukan kebijakan pajak, berlaku second best

theory. Jika suatu pajak sulit untuk dipungut padahal potensinya sangat signifikan

maka mungkin saja pemerintah lebih mengedepankan asas simplicity/ease of

administration daripada asas equality misalnya dengan menerapkan schedular

taxation.

2. Fungsi Regulatory

Dalam kenyataannya pajak bukan hanya berfungsi untuk mengisi kas negara.

Pajak juga digunakan oleh pemerintah sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-

tujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pajak seperti bea masuk,

digunakan untuk mendorong atau melindungi/memproteksi produksi dalam negeri,

khususnya untuk melindungi industri yang baru berdiri (infant industry) dan atau

industri-industri yang dinilai strategis oleh pemerintah. Selain itu, pajak juga dapat

digunakan justru untuk menghambat atau mendistorsi suatu kegiatan perdagangan.

Universitas Sumatera Utara


Misalnya, pada saat terjadi kelangkaan minyak goreng pemerintah mengenakan pajak

ekspor yang tinggi guna membatasi atau mengurangi ekspor kelapa sawit. Pemerintah

juga mengenakan excise (cukai) terhadap barang dan jasa tertentu yang mempunyai

eksternalitas negatif dengan tujuan mengurangi atau membatasi produksi dan

konsumsi barang dan jasa.

Prinsip Pengenaan Pajak

a. Prinsip Certainty

Prinsip ini menyatakan bahwa harus ada kepastian, baik bagi petugas pajak

maupun semua wajib pajak dan seluruh masyarakat. Prinsip kepastian antara lain

mencakup kepastian mengenai siapa-siapa yang harus dikenakan pajak, apa-apa saja

yang dijadikan sebagai objek pajak, serta besarnya jumlah pajak yang harus dibayar

dan bagaimana jumlah pajak yang terutang itu harus dibayar.

b. Prinsip Convenience

Prinsip convenience (kemudahan/kenyamanan) menyatakan bahwa saat

pembayaran pajak hendaklah dimungkinkan pada saat yang “menyenangkan”/

memudahkan wajib pajak, misalnya pada saat menerima gaji atau penghasilan lain

seperti saat menerima bunga deposito. Prinsip convenience bisa juga dilakukan

dengan cara membayar terlebih dahulu pajak yang terutang selama satu tahun pajak

secara berangsur-angsur setiap bulan. Dengan demikian, pada akhir tahun pajak wajib

pajak tidak terlalu berat dalam membayar pajaknya dibandingkan dengan jika pajak

yang terutang selama satu tahun pajak tersebut dibayar sekaligus pada akhir tahun.

Universitas Sumatera Utara


c. Prinsip Efficiency

Prinsip efisiensi dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi fiskus pemungutan

pajak dikatakan efisien jika biaya pemungutan pajak yang dilakukan oleh kantor

pajak antara lain dalam rangka pengawasan kewajiban pajak lebih kecil daripada

jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan. Dari sisi wajib pajak, sistem pemungutan

pajak dikatakan efisien jika biaya yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak untuk

memenuhi kewajiban perpajakannya bisa seminimal mungkin.

d. Prinsip Simplicity

Peraturan yang sederhana pada umumnya akan lebih pasti, jelas dan mudah

dimengerti oleh wajib pajak. Oleh karena itu, dalam menyusun suatu Undang-Undang

Perpajakan harus diperhatikan juga asas kesederhanaan (Basri, 2005).

Pajak Progresif dan Pajak Proporsional

Sistem pajak progresif biasanya digunakan dalam memungut pajak

pendapatan individu, pada pendapatan yang sangat rendah pendapatan seseorang

tidak perlu membayar pajak. Akan tetapi semakin tinggi pendapatan semakin besar

pajak yang dikenakan ke atas tambahan pendapatan yang diperoleh. Sistem pajak

proporsional biasanya digunakan untuk memungut pajak ke atas keuntungan

perusahaan-perusahaan korporat yaitu pajak yang harus dibayar adalah proporsional

dengan keuntungan yang diperoleh, ini berarti suatu persentasi dari keuntungan

(misalnya 30 persen) selalu merupakan pajak yang akan dibayar kepada pemerintah.

Kedua sistem pajak tersebut cenderung untuk mengurangi fluktuasi kegiatan

perekonomian dari satu periode ke periode lainnya. Ketika ekonomi mengalami

Universitas Sumatera Utara


masalah resesi, pajak yang dipungut dari individu dan perusahaan akan mengalami

penurunan. Sebagai akibatnya pendapatan disposible akan menurun pada tingkat yang

lebih lambat dari penurunan dalam pendapatan nasional. Perubahan seperti ini

memperlambat penurunan dalam pengeluaran konsumsi rumah tangga dan

pengeluaran agregat dalam perekonomian suatu keadaan yang mengurangi seriusnya

keadaan resesi yang berlaku.

Sebaliknya ketika kegiatan ekonomi berkembang kesempatan kerja meningkat

dan kemakmuran berlaku, pendapatan disposible tidak akan berkembang secepat

kenaikan pendapatan nasional dan pendapatan individu. Keadaan itu akan berlaku

karena pajak akan mengalami pertambahan yang lebih cepat dan mengurangi

kelajuan pertambahan pendapatan disposible. Keadaan ini menyebabkan konsumsi

rumah tangga tidak akan berkembang secepat seperti pertambahan pendapatan dan

memperlambat ekspansi pengeluaran agregat secara grafik dapat dijelaskan pada

Gambar 2.11 di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara


AE Y=E
AE2(T)

A AE0(T)

C AE1(T)
ÄAE AE2
E0

ÄAE AE0
D

B AE1

450
Y
Yb Yd Y0 Yc Ya
Gambar 2.11. Sistem Pajak dan Kestabilan Ekonomi

Berdasarkan Gambar 2.11 di atas dapat dijelaskan bahwa pada mulanya

permintaan agregat dalam perekonomian dengan menggunakan pajak tetap adalah

AE0(T) dan yang bersistem pajak proporsional ditunjukkan oleh fungsi AE0. Kedua

kurva perbelanjaan agregat memotong garis 450 di titik E0. Berarti di kedua

perekonomian pada mulanya pendapatan nasional adalah Y0, kenaikan/penurunan

perbelanjaan agregat sebanyak ÄAE akan menyebabkan dalam sistem pajak tetap

pendapatan nasional akan merosot menjadi Yb apabila berlaku pengurangan

perbelanjaan agregat dan meningkat menjadi Ya apabila perbelanjaan agregat

bertambah. Dalam sistem pajak proporsional pendapatan nasional hanya merosot

Universitas Sumatera Utara


menjadi Yd apabila berlaku pengurangan perbelanjaan agregat dan juga peningkatan

yang relatif sedikit yaitu menjadi Yc apabila perbelanjaan agregat meningkat. Dari

perubahan yang diterangkan di atas dapat disimpulkan bahwa fluktuasi kegiatan

ekonomi dan pendapatan nasional akan menjadi semakin kecil dalam sistem pajak

proporsional (Sukirno, 2000).

2.1.4. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas moneter

dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan atau tingkat bunga untuk mencapai

perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Pengendalian itu berupa

terjaganya stabilitas ekonomi makro yaitu adanya stabilitas harga (rendahnya laju

inflasi), membaiknya perkembangan output riil (pertumbuhan ekonomi), serta

terbukanya kesempatan kerja yang besar. Kebijakan moneter yang dikenal terdapat

dua macam yaitu kebijakan moneter kontraktif dan kebijakan moneter ekspansif.

Kebijakan ekspansif dilakukan untuk mendorong kegiatan ekonomi, antara lain

dengan menurunkan tingkat bunga. Sedangkan kebijakan kontraktif dilakukan untuk

memperlambat kegiatan ekonomi dengan meningkatkan tingkat bunga (Warjiyo,

2004).

2.1.5. Teori Tingkat Bunga

Para ekonom membedakan antara tingkat bunga nominal dan tingkat bunga

riil. Perbedaan ini adalah relevan ketika seluruh tingkat harga berubah. Tingkat bunga

nominal (nominal interest rate) adalah tingkat bunga yang biasa dilaporkan, tingkat

bunga yang investor bayar untuk meminjam uang. Tingkat bunga riil (real interest

Universitas Sumatera Utara


rate) adalah tingkat bunga nominal yang dikoreksi karena pengaruh inflasi (Mankiw,

2007). Menurut teori klasik tingkat bunga terjadi berdasarkan kekuatan permintaan

dana (tabungan) di pasar uang. Timbulnya penawaran dana disebabkan adanya

masyarakat yang kelebihan pendapatan untuk dikonsumsi sehingga mereka berhasrat

untuk menabung. Di lain pihak terdapat masyarakat yang memerlukan dana untuk

kegiatan investasi. Harga yang harus dibayar oleh pihak yang memerlukan dana

untuk keperluan investasi yaitu tingkat bunga.

Pada hakikatnya, tingkat bunga adalah pembayaran yang harus dilakukan

untuk penggunaan uang. Tingkat Bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per

unit waktu. Dengan kata lain masyarakat harus membayar peluang untuk meminjam

uang. Biaya untuk meminjam uang diukur dalam rupiah per tahun untuk setiap rupiah

yang dipinjam atau dalam persen pertahun adalah tingkat bunga. Masyarakat mau

membayar bunga karena dana yang dipinjam membantu mereka untuk membeli

barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumsi mereka atau membuat

investasi yang menguntungkan. Makin tinggi tingkat bunga keinginan untuk

melakukan investasi juga makin kecil. Alasan seorang pengusaha akan menambah

pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi semakin

besar dari tingkat bunga yang harus dia bayar untuk dana investasi tersebut yang

merupakan ongkos-ongkos penggunaan dana (cost of capital). Makin rendah tingkat

bunga maka pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi sebab biaya

penggunaan dana juga makin kecil. Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan

tidak ada dorongan untuk naik atau turun akan tercapai apabila keinginan menabung

Universitas Sumatera Utara


masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Secara

grafik keseimbangan tingkat bunga tersebut digambarkan sebagai berikut:

Tingkat Bunga

Tabungan (S)

i1

i0

I1
I0
0 Loanable Fund
S0 S1

Gambar 2.12. Hubungan Tingkat Bunga dan Tabungan

Berdasarkan Gambar 2.12 di atas dapat dijelaskan bahwa keseimbangan

tingkat bunga (i) berada pada titik I0 di mana jumlah tabungan sama dengan investasi.

Apabila tingkat bunga di atas i0 maka jumlah tabungan melebihi keinginan pengusaha

untuk melakukan investasi. Para penabung akan saling bersaing untuk meminjamkan

dananya dan persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun ke posisi i0, sebaliknya

apabila tingkat bunga di bawah i0 para pengusaha akan saling bersaing untuk

memperoleh dana yang jumlahnya relatif lebih kecil dan persaingan ini akan

mendorong tingkat bunga naik lagi ke i0.

Kenaikan efisiensi produksi misalnya akan mengakibatkan keuntungan yang

diharapkan naik, sehingga pada tingkat bunga yang sama pengusaha bersedia

Universitas Sumatera Utara


meminjam dana lebih besar untuk membiayai investasinya atau untuk dana investasi

yang sama jumlahnya, pengusaha bersedia membayar pada tingkat bunga yang lebih

tinggi. Keadaan ini dapat dilihat pada gambar di atas ditunjukkan dengan bergesernya

kurva permintaan investasi ke kanan atas dan keseimbangan tingkat bunga yang baru

pada titik Iý.

2.1.6. Produk Domestik Bruto dan Inflasi

Produk Domestik Bruto (PDB) adalah pendapatan total dan pengeluaran total

nasional atas output barang dan jasa dalam periode tertentu. PDB ini dapat

mencerminkan kinerja ekonomi, sehingga semakin tinggi PDB sebuah negara dapat

dikatakan semakin bagus pula kinerja ekonomi di negara tersebut. Karena begitu

pentingnya peran PDB di dalam suatu perekonomian, maka perlu kiranya untuk

menganalisa faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi PDB. Sebenarnya ada

banyak sekali faktor baik langsung maupun tidak langsung. Menurut teori Keynes,

PDB terbentuk dari empat faktor yang secara positif mempengaruhinya, keempat

faktor tersebut adalah konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G) dan

ekspor neto (NX). Keempat faktor tersebut kembali dipengaruhi oleh berbagai macam

faktor antara lain dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tingkat pendapatan, tingkat

harga, tingkat bunga, inflasi, money supply, nilai tukar.

Beberapa ekonom berpendapat bahwa kecenderungan naik bagi output

perkapita saja tidak cukup, tetapi kenaikan output harus bersumber dari proses interen

perekonomian tersebut. Dengan kata lain proses pertumbuhan ekonomi harus bersifat

self generating yang mengandung arti menghasilkan kekuatan bagi timbulnya

Universitas Sumatera Utara


kelanjutan pertumbuhan dalam jangka panjang (periode-periode selanjutnya). Dalam

penawaran agregat terdapat tiga model penawaran agregat yaitu model harga kaku,

model upah kaku dan model informasi tak sempurna. Ketiga model ini dapat

diringkas kedalam persamaan sebagai berikut:


Y  Y   (P  P e )

Persamaan ini menyatakan bahwa penyimpangan output dari tingkat alamiah

dikaitkan dengan penyimpangan tingkat harga dari tingkat harga yang diharapkan.

Jika tingkat harga lebih tinggi dari tingkat harga yang diharapkan, output akan naik

melebihi tingkat alamiah. Jika tingkat harga lebih rendah dari tingkat harga yang

diharapkan output turun lebih rendah dari tingkat alamiah.

Pada kurva penawaran agregat jangka pendek output menyimpang dari tingkat

alamiahnya Y jika tingkat harga P menyimpang dari tingkat harga yang diharapkan.

Sementara itu pada kondisi steady-state, tingkat inflasi adalah selisih antara tingkat

pertumbuhan uang [] dengan elastisitas permintaan uang terhadap output riil agregat

[1] dikali tingkat pertumbuhan output riil agregat [v]. Dengan mengambil logaritme

natural model permintaan uang model inflasi steady-state adalah sebagai berikut:

ln(M t )  ln( Pt )   0  1 ln( yt )   2 ln( Rt )

 ln(M t )   ln( Pt )  1 ln( yt )   2  ln( Rt )

   ln( Pt )  1 v   2  ln( Rt )

 ln( Pt )    1 v   2  ln( Rt ) ...............................................................................(2.1)

Universitas Sumatera Utara


Persamaan 2.1 menjelaskan bahwa tingkat inflasi [ln(Pt)] pada kondisi

steady-state adalah  - 1 v, di mana pertumbuhan tingkat bunga [ln(Rt)] sama

dengan nol atau tingkat bunga nominal tidak berubah pada kondisi steady-state.

Selama tingkat bunga nominal masih berubah maka kondisi perekonomian belum

mencapai steady state (Manurung, 2009).

2.2. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

No Peneliti dan Judul Penelitian Variabel Kesimpulan


Tahun
1 Antonio Fatas The Macroeconomic
Pengeluaran Kebijakan fiskal signifikan
dan Ilian Effects of Fiscal
pemerintah, dan berpengaruh terhadap
Mihov (2002) Rules output siklus bisnis di US
2 Francisco de The Macroeconomic
Pengeluaran GDP, tingkat bunga dan harga
Castro (2003) Effects of Fiscal
pemerintah, pajak berpengaruh dan signifikan
Policy in Spain bersih, GDP, terhadap variabel kebijakan
harga, tingkat fiskal (pengeluaran
bunga pemerintah, pajak).
3 Marianne Fiscal Policy in Pengeluaran Pengeluaran pemerintah
Baxter, Robert General Equilibrium pemerintah, pajak, berpengaruh terhadap
G. King output kegiatan makroekonomi
(2003) ketika pajak bebas dari
pendapatan
4 Andrew What are the Effects Tingkat bunga, Variabel ekonomi makro
Mountford dan of Fiscal Policy GDP, konsumsi, (tingkat bunga, GDP,
Harald Uhlig Shocks investasi, konsumsi, investasi)
(2005) pengeluaran berpengaruh terhadap
pemerintah, pajak kebijakan fiskal (pajak,
pengeluaran pemerintah) jika
anggarannya defisit maka
pemerintah menaikkan G dan
mengurangi T
5 Kristen H. The Macroeconomic Pengeluaran Output, konsumsi, investasi
Heppke-Falk Effects of Exogenous pemerintah, berpengaruh terhadap

Universitas Sumatera Utara


dan Jorn Fiscal Policy Shocks output, investasi, pengeluaran pemerintah
Tenhofen in Germany konsumsi
(2006)

2.3. Kerangka Konseptual

Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu, model yang digunakan

dalam penelitian ini adalah menggunakan model Franscisco de Castro (2003) sebagai

berikut:

åINF åT

åG

åPDB åR

Gambar 2.13. Kerangka Konseptual

Di mana:
åT : Shock Pajak

åG : Shock Pengeluaran Pemerintah

åR : Shock Tingkat Bunga (Kebijakan Moneter)

åINF : Shock Inflasi

åPDB : Shock PDB

Universitas Sumatera Utara


2.4. Hipotesis

1. Shock kebijakan fiskal, shock PDB berkontribusi terhadap shock inflasi.

Ceteris paribus.

2. Shock kebijakan fiskal, shock tingkat bunga riil, shock inflasi berkontribusi

terhadap shock PDB. Ceteris paribus.

Universitas Sumatera Utara

You might also like