Professional Documents
Culture Documents
net/publication/282292009
CITATIONS READS
5 680
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
DIATOMS STRATIGRAPHY AND RECONSTRUCTION OF PAST ENVIRONMENTAL CHANGES IN TELAGA WARNA DIENG View project
Floral Diversity Of Mangrove Forest In The Kaliuntu Bay- Rembang Based on Palynological Evidences View project
All content following this page was uploaded by Tri Retnaningsih Soeprobowati on 29 September 2015.
Abstrak
Lake has an important function as source of water; maintain biodiversity; source of protein; manage toxicity;
device to reduce river flooding; source of groundwater; device climate; transportation and touris; medium; and for
cultural and religion activities. Semi natural lake of Rawapening has function for hydroelectricity power, irrigation
for agriculture, fisheries, and tourism. For maintaning those functions, lake batimetric map is required for
limnological study as well as for basic informasi for development lake management. However, there is no batimetric
map of Rawapening Lake after1976 lake’s sketch by Goltenboth. Therefore, this survey was conducted in order to
update batimetric map of Rawapening. On August 16th, 2008, echosounding was donecfross section and lake edge
every 30 second. Recorded data on the GPS then interpolated to the lake depth form in every dot of
echosounding.The deepest part of Rawapening Lake was 18 metres, around Bukit Cinta spring. Comparing to
Goltenboth sketch, the Rawapening Lake depth was not quite change. North West part of the lake remain has 2-4.7
metres depth. However, based on sedimentation rate, the shallowness lake was very sharply, and predicted that in
2021 Rawapening Lake will full of sediment. Maintaning lake depth is a must to maintain lake’s function.
memberikan informasi tambahan untuk navigasi dengan total inflow pada musim penghujan sebesar
permukaan. Data batimetri diperoleh dengan 18.190 liter/detik dan pada musim kemarau 3.848
teknik interpolasi untuk pendugaan kedalaman. liter/detik dari 9 Sub-sub DAS (Pemerintah
Teknik interpolasi yang sering digunakan adalah Kabupaten Semarang, 2000). Kondisi tersebut di
teori universal Kriging (Larson, 2002). atas menyebabkan air di danau mengalami
Keunggulanteknik Kriging antara lain dapat penambahan terus menerus, sementara air yang
menghubungkan titik-titik bernilai ekstrim tanpa keluar hanya melalui 1 outlet yaitu Sungai
mengisolasinya, lebih akurat karena memadukan Tuntang: melalui penguapan, rembesan,
korelasi spasial antar data dan mampu pemanfaatan lahan pasang surut dan area genangan
mengkuantifikasi variansi nilai yang diestimasi air menjadi daerah pertanian, dan bertambahnya
(Largueche, 2006), dan mengadaptasi parameter pulau terapung, sehingga volume air danau
untuk memprediksi perubahan nilai masukan fluktuatif. Penambahan air juga membawa
(Siregar dan Selamat, 2009). Namun material-material dari daerah hulu yang kemudian
teknikKriging memiliki kelemahan berdasarkan diendapkan di danau, sehingga memberi
asumsi bahwa data menyebar normal, sementara sumbangan endapan yang cukup besar. Seiring
kebanyakan data lapangan tidak demikian; perjalanan waktu, maka ada kecenderungan
estimasi variogram sulit diperoleh bila titik yang perubahan tipe danau menjadi tipe “piring” karena
digunakan tidak mencukupi (Siregar dan Selamat, proses pendangkalan yang terjadi .
2009). Danau Rawapening memiliki fungsi utama
Secara alami, Danau Rawapening terbentuk untuk menahan laju aliran air permukaan,
melalui proses letusan vulkanik yang mengalirkan menampungnya, yang kemudian dimanfaatkan
lava basalt dan menyumbat aliran Kali Pening di untuk PLTA, irigasi pertanian, pengendali banjir
daerah Tuntang. Sebagai akibatnya lembah Kali daerah hilir, pariwisata, perikanan darat, penyedia
Pening menjadi terendam air dan kemudian air baku dan air untuk industri, persawahan pasang
menjadi reservoir alami yang keberadaannya surut, handicraft, dan penambangan gambut untuk
sangat penting bagi sistem ekologi pupuk organik dan sarana budidaya jamur (KLH,
(Wardani,2002). Rawapening berubah menjadi 2011).
danau semi alami sejak pembangunan pertama Berdasarkan klasifikasi Oldeman, Danau
dam dikembangkan di hulu Sungai Tuntang, pada Rawapening termasuk zone C, dan zone D, dan
tahun 1912 – 1916, sehingga permukaan air rawa berdasarkan klasifikasi iklim Koppen beriklim Af
naik dengan memanfaatkan Sungai Tuntang sehingga klasifikasi iklimnya memiliki ciri sebagai
sebagai satu-satunya pintu keluar. Penggenangan iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi. Suhu
lembah Kali Pening tersebut membawa dampak rata-rata antara 25OC - 29OC serta kelembaban
besar terhadap perubahan ekosistemnya, seperti udara antara 70-90%. Mengacu kepada curah
penggambutan sisa-sisa hutan tropik, invasi hujan, maka dapat diketahui bahwa pada musim
tumbuhan air, terbentuknya pulau terapung dan penghujan terjadi debit banjir dan pada musim
berkembangnya komunitas akuatik. Perluasan kemarau terjadi defisit hingga mengalami
danau dilakukan pada tahun 1936, sehingga kekeringan. Dalam 5 tahun terakhir, telah terjadi
genangan air maksimum mencapai ± 2.667 hektar perubahan iklim, mengakibatkan semakin
pada musim penghujan dan ± 1,650 hektar pada menurunnya banyak hari hujan dan curah hujan
musim kemarau (Goltenboth & Timotius, 1994). dan setiap daerah memiliki variasi yang tinggi,
Danau Rawapening memiliki kapasitas sehingga mengakibatkan pada musim kering, air
tampung air maksimum 65 juta m3 pada elevasi danau semakin berkurang dan sebaliknya pada
muka air 463,9 m dan kapasitas air minimum 25 musim penghujan air danau berlebihan sehingga
juta m3 pada elevasi muka air 462,05 m. Pada menimbulkan banjir(KLH, 2011).Penelitian ini
tahun 1998, volume air danau Rawapening bertujuan untuk menyajikan peta batimetri Danau
sebanyak 45.930.578 m3 dengan luas genangan Rawapening sebagai landasan penelitian
antara 1.650 sampai 2.770 ha. Curah hujan rata- limnologi dan pengembangan pengelolaaannya
rata pada daerah tangkapan 1.437 mm/tahun agar fungsinya tetap optimal.
Peta Batimetri Danau Rawapening
Gambar 1. Petabatimetritahun 2008. Warna semakin tua menunjukkan kedalaman yang lebih
besar.
Tri Retnaningsih Soeprobowati
0,5 km
1,5 –2 m 3,01–3,5 m
3,01–3,5 m
0–0,5 m 2,01–2,5 m 3,51–4
3,51–4 m
m
0,51–1 m 2,51–3 m >4
>4 m
m
1,01-1,5
1,01-1,5 m
m rel kereta api