You are on page 1of 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/282292009

Peta Batimetri Danau Rawapening

Article · December 2012


DOI: 10.14710/bioma.14.2.78-84

CITATIONS READS

5 680

1 author:

Tri Retnaningsih Soeprobowati


Universitas Diponegoro
66 PUBLICATIONS   80 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

DIATOMS STRATIGRAPHY AND RECONSTRUCTION OF PAST ENVIRONMENTAL CHANGES IN TELAGA WARNA DIENG View project

Floral Diversity Of Mangrove Forest In The Kaliuntu Bay- Rembang Based on Palynological Evidences View project

All content following this page was uploaded by Tri Retnaningsih Soeprobowati on 29 September 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BIOMA, Desember 2012 ISSN: 1410-8801
Vol. 14, No. 2, Hal. 75-78

Peta Batimetri Danau Rawapening

Tri Retnaningsih Soeprobowati


Jurusan Biologi FMIPA Universitas Diponegoro
Jalan Prof Soedarto SH, Tembalang Semarang
trsoeprobowati@yahoo.co.id

Abstrak

Lake has an important function as source of water; maintain biodiversity; source of protein; manage toxicity;
device to reduce river flooding; source of groundwater; device climate; transportation and touris; medium; and for
cultural and religion activities. Semi natural lake of Rawapening has function for hydroelectricity power, irrigation
for agriculture, fisheries, and tourism. For maintaning those functions, lake batimetric map is required for
limnological study as well as for basic informasi for development lake management. However, there is no batimetric
map of Rawapening Lake after1976 lake’s sketch by Goltenboth. Therefore, this survey was conducted in order to
update batimetric map of Rawapening. On August 16th, 2008, echosounding was donecfross section and lake edge
every 30 second. Recorded data on the GPS then interpolated to the lake depth form in every dot of
echosounding.The deepest part of Rawapening Lake was 18 metres, around Bukit Cinta spring. Comparing to
Goltenboth sketch, the Rawapening Lake depth was not quite change. North West part of the lake remain has 2-4.7
metres depth. However, based on sedimentation rate, the shallowness lake was very sharply, and predicted that in
2021 Rawapening Lake will full of sediment. Maintaning lake depth is a must to maintain lake’s function.

Key words: batimetri, Danau Rawapening, limnologi

PENDAHULUAN 1. epilimnion, merupakan lapisan bagian atas


Danau merupakan cekungan pada perairan, temperatur relatif konstan dan hangat,
permukaan bumi yang berisi air sehingga seluruh air dapat tercampur dengan baik oleh
merupakan ekosistem perairan tawar yang angin maupun gelombang;
tergenang (lentik), yang lebih besar dibandingkan 2. metalimnion, merupakan lapisan di bawah
dengan kolam. Menurut Moss et al. (1996), badan epilimnion dan di atas hipolimnion dengan
air yang berukuran lebih dari 2 ha merupakan perubahan temperatur relatif besar antara
danau, termasuk di dalamnya waduk dan gravel epilimnion dan hipolimnion, sehingga disebut
pits(Williams, et al., 2003). Namun, Dwoning et juga sebagai termoklin;
al. (2006) menetapkan ukuran danau minimal 0,1 3. hipolimnion, merupakanlapisanbawahdanau,
ha. temperaturlebihdingin, densitas air lebihbesar
Danau merupakanbadan air yang sangat (Effendi, 2003).
penting, sebagai bagian dari ekosistem penyangga Berdasarkanproses pembentukan-nya, maka
yang menopang kehidupan. Danau adalahsumber danau dibedakan menjadi2 yaitu danau alami dan
air, penopang fungsi biodiversitas, sumber dan danau buatan (waduk). Antara danau dan waduk
tempat pembentukan protein, pengendali toksisitas berbeda dalam hal:daerah aliran, bentuk,
di badan air, peredam fluktuasi banjir di sungai, kedalaman, gradient kedalaman, erosi garis pantai,
sumber yang mengisi air tanah, pengendali iklim, perkembangan garis pantai, muatan sedimen,
sarana transportasi dan olah raga dan wisata, serta deposisi sedimen, turbiditas, fluktuasi muka air,
yang tidak kalah penting adalah posisinya yang inflow, outflow, dan laju penggelontoran (Wetzel,
sentral dalam tradisi, budaya, dan religi (Hehanusa 2001).
& Haryani, 2009). Kedalaman bawah air dan studi tiga dimensi
Berdasarkan stratifikasi thermal, maka danau dikenal sebagai batimetri. Peta batimetri
secara vertikal danau dapat dibagi menjadi 3 menunjukkan relief dasar atau dataran danau
lapisan, yaitu: dengan garis-garis kontur kedalaman, sehingga
Tri Retnaningsih Soeprobowati

memberikan informasi tambahan untuk navigasi dengan total inflow pada musim penghujan sebesar
permukaan. Data batimetri diperoleh dengan 18.190 liter/detik dan pada musim kemarau 3.848
teknik interpolasi untuk pendugaan kedalaman. liter/detik dari 9 Sub-sub DAS (Pemerintah
Teknik interpolasi yang sering digunakan adalah Kabupaten Semarang, 2000). Kondisi tersebut di
teori universal Kriging (Larson, 2002). atas menyebabkan air di danau mengalami
Keunggulanteknik Kriging antara lain dapat penambahan terus menerus, sementara air yang
menghubungkan titik-titik bernilai ekstrim tanpa keluar hanya melalui 1 outlet yaitu Sungai
mengisolasinya, lebih akurat karena memadukan Tuntang: melalui penguapan, rembesan,
korelasi spasial antar data dan mampu pemanfaatan lahan pasang surut dan area genangan
mengkuantifikasi variansi nilai yang diestimasi air menjadi daerah pertanian, dan bertambahnya
(Largueche, 2006), dan mengadaptasi parameter pulau terapung, sehingga volume air danau
untuk memprediksi perubahan nilai masukan fluktuatif. Penambahan air juga membawa
(Siregar dan Selamat, 2009). Namun material-material dari daerah hulu yang kemudian
teknikKriging memiliki kelemahan berdasarkan diendapkan di danau, sehingga memberi
asumsi bahwa data menyebar normal, sementara sumbangan endapan yang cukup besar. Seiring
kebanyakan data lapangan tidak demikian; perjalanan waktu, maka ada kecenderungan
estimasi variogram sulit diperoleh bila titik yang perubahan tipe danau menjadi tipe “piring” karena
digunakan tidak mencukupi (Siregar dan Selamat, proses pendangkalan yang terjadi .
2009). Danau Rawapening memiliki fungsi utama
Secara alami, Danau Rawapening terbentuk untuk menahan laju aliran air permukaan,
melalui proses letusan vulkanik yang mengalirkan menampungnya, yang kemudian dimanfaatkan
lava basalt dan menyumbat aliran Kali Pening di untuk PLTA, irigasi pertanian, pengendali banjir
daerah Tuntang. Sebagai akibatnya lembah Kali daerah hilir, pariwisata, perikanan darat, penyedia
Pening menjadi terendam air dan kemudian air baku dan air untuk industri, persawahan pasang
menjadi reservoir alami yang keberadaannya surut, handicraft, dan penambangan gambut untuk
sangat penting bagi sistem ekologi pupuk organik dan sarana budidaya jamur (KLH,
(Wardani,2002). Rawapening berubah menjadi 2011).
danau semi alami sejak pembangunan pertama Berdasarkan klasifikasi Oldeman, Danau
dam dikembangkan di hulu Sungai Tuntang, pada Rawapening termasuk zone C, dan zone D, dan
tahun 1912 – 1916, sehingga permukaan air rawa berdasarkan klasifikasi iklim Koppen beriklim Af
naik dengan memanfaatkan Sungai Tuntang sehingga klasifikasi iklimnya memiliki ciri sebagai
sebagai satu-satunya pintu keluar. Penggenangan iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi. Suhu
lembah Kali Pening tersebut membawa dampak rata-rata antara 25OC - 29OC serta kelembaban
besar terhadap perubahan ekosistemnya, seperti udara antara 70-90%. Mengacu kepada curah
penggambutan sisa-sisa hutan tropik, invasi hujan, maka dapat diketahui bahwa pada musim
tumbuhan air, terbentuknya pulau terapung dan penghujan terjadi debit banjir dan pada musim
berkembangnya komunitas akuatik. Perluasan kemarau terjadi defisit hingga mengalami
danau dilakukan pada tahun 1936, sehingga kekeringan. Dalam 5 tahun terakhir, telah terjadi
genangan air maksimum mencapai ± 2.667 hektar perubahan iklim, mengakibatkan semakin
pada musim penghujan dan ± 1,650 hektar pada menurunnya banyak hari hujan dan curah hujan
musim kemarau (Goltenboth & Timotius, 1994). dan setiap daerah memiliki variasi yang tinggi,
Danau Rawapening memiliki kapasitas sehingga mengakibatkan pada musim kering, air
tampung air maksimum 65 juta m3 pada elevasi danau semakin berkurang dan sebaliknya pada
muka air 463,9 m dan kapasitas air minimum 25 musim penghujan air danau berlebihan sehingga
juta m3 pada elevasi muka air 462,05 m. Pada menimbulkan banjir(KLH, 2011).Penelitian ini
tahun 1998, volume air danau Rawapening bertujuan untuk menyajikan peta batimetri Danau
sebanyak 45.930.578 m3 dengan luas genangan Rawapening sebagai landasan penelitian
antara 1.650 sampai 2.770 ha. Curah hujan rata- limnologi dan pengembangan pengelolaaannya
rata pada daerah tangkapan 1.437 mm/tahun agar fungsinya tetap optimal.
Peta Batimetri Danau Rawapening

METODE PENELITIAN kedalaman relatif berbeda dengan area yang cukup


Metode akustik digunakan untuk pembuatan luas, dan 6 lokasi dengan area yang kecil(Gambar
peta batimetri Danau Rawapening. Pada 1). Pada saat dilakukan pemetaan, tinggi muka air
prinsipnya metode akustik berdasarkan philscale Tuntang 168 cm, rerata elevasi danau
perambatan suara, sehingga ada sistem akustik 477,43±3,15 mdpal.
aktif dan sistem akustik pasif. Guna penentuan Analisis dari peta batimetri Danau
batimetri danau digunakan sistem akustik aktif, Rawapening menunjukkan kedalaman maksimum
berupa sinyal akustik yang diemisikan dan 18,4 meter yang terletak di dekat sumber mata air
direfleksikan oleh dasar danau. Waktu yang (tuk) Bukit Cinta (warna biru tua), sedangkan
diperlukan untuk pergerakan gelombang akustik kedalaman kurang dari 0,5 meter banyak dijumpai
secara vertikal ke dasar danau dan kembali ke di bagian timur laut – tenggara yang penuh dengan
permukaan merupakan data yang diolah untuk eceng gondok dan cenerung permanen. Semakin
menentukan kedalaman danau. tua warna dalam peta batimetri menunjukkan
Peta batimetri Danau Rawapening disusun kedalaman danau yang semakin dalam. Jika
berdasarkan hasil Echosounding yang dilakukan dibandingkan dengan sketsa batimetri yang dibuat
pada tanggal 16 Agustus 2008. GPS pada tahun 1976 (Goltenboth, 1979, Gambar 2),
dihubungkandenganaccu dan echo-sounder. maka kedalaman Danau Rawapening tidak banyak
Petunjuk datum GPS diatursebagai WGS 84 dan mengalami perubahan. Sisi Barat laut danau yang
sistem koordinatsebagai UTM. semula memiliki kedalaman lebih besar dari 4
Dilakukanpenyisiranbadan air sebagaicross meter, pada tahun 2008 masih memiliki
section dan penyisiran bibir pantai kedalaman 2-4,7 meter. Namun Goltenboth
danau.Penelusuran inti danau hanya dapat (1979) tidak menyampaikan data kedalaman,
dilakukan pada lokasi dengan komunitas eceng hanya kisaran kedalaman. Data kedalaman dalam
gondok tidak terlalu padat, sehingga perahu masih sketsa batimetri > 4 meter, terlalu bias untuk
mampu menerabasnya. diinterpretasikan, sehingga tingkat perubahan
Pada umumnya di lokasi yang penuh dengan kedalaman danau tidak dapat diketahui.
eceng gondok, kedalaman perairan hanya sekitar Kedalaman Danau Rawapening pada
1-2 meter. Rute penelusuran hanya dapat penelitian yang dilakukan Goltenboth pada tahun
dilakukan pada separoh inti danau, karena pada 1976 diketahui bahwa titik terdalam pada waktu
bagian timur laut sampai dengan tenggara musim hujan adalah 11 meter yang terletak di
kepadatan eceng gondok sangat tinggi dan relatif daerah utara (Gambar 2, Golthenboth, 1979).
permanen, sehingga tidak dapat ditembus perahu. Eksploitasi gambut yang sangat besar mungkin
Echo-sounding dilakukan setiap 30 detik telah merubah lapisan tersebut (Goltenboth &
selama penelusuran Danau Rawapening Timotius, 1994). Pada tahun
berlangsung.Pada tahap ini proses pemetaan sudah 2008ketikadilakukanechosounding (Gambar 1)
berjalan dan data yang didapat adalah posisi titik- bagian utara tersebut memiliki kedalaman 4 meter,
titik dan elevasibawah air. sedangkan bagian terdalam dijumpai di sekitar tuk
Pengunduhan data lapangandari GPS Bukit Cinta dengan kedalaman 18 meter.
dengan program Mapsourcedan mengubah Berdasarkan perbandingan tersebut, maka
formatnya agar kompatibel dengan program kedalaman Danau Rawapening sejak tahun 1976
Arcview 3.3. Selanjutnya dilakukan pembuatan tidak banyak mengalami perubahan.Namun,
kontur kedalaman danau berbasis prinsip berdasarkanlajusedimentasi,
interpolasi.Pemberian warna kontur gradual
menunjukkan perubahan kedalaman.Warna paling
gelap merupakan daerah yang paling dalam.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil pemetaan batimetri yang
telah dilakukan, maka dijumpai 4 lokasi dengan
Tri Retnaningsih Soeprobowati

Maka diprediksipendangkalan danau terjadi tersebut kemampuan maksimum PLTA Jelok


sangat cepat, tahun 2021 Danau Rawapening menghasilkan 15,500 KW dan Timo 10,500
diprediksi akan menjadi daratan (Pemerintah KW.Lahan pertanian yang dialiri air Danau
Kabupaten Semarang, 2000). Berdasarkan Rawapening 39,277 Ha (BalitBang Prov
prediksi tersebut, volume Danau Rawapening Jateng, 2003). Berdasarkan fakta tersebut,
pada tahun 2008 adalah 29.360.945 m3 dengan maka dalam penghitungan prediksi
rerata kedalaman 1,06. Namun berdasarkan pengurangan volume danau seharusnya
pengukuran batimetri Danau Rawapening yang mempertimbangkan faktor pemanfaatan air
dilakukan pada 16 Agustus 2008, rerata danau.
kedalaman 3,87±4,03 dan volume danau
16.082.908,447 m3. Terdapat perbedaan KESIMPULAN
volume danau yang cukup besar antara Berdasarkan analisis peta batimetri
prediksi pengurangan volume dan data riil Danau Rawapening, maka kedalaman
yang diperoleh dari pengukuran batimetri maksimal 18,4 meter.
danau.
Prediksi penurunan volume Danau UCAPAN TERIMAKASIH
Rawa pening yang dilakukan semata-mata Terima kasih diucapkan kepada Arif
berdasarkan laju sedimentasi dan erosi. Sudihatmono Fakultas Geografi UGM, Hari
Pemanfataan air untuk irigasi dan PLTA tidak Wibowo dan Nina Desianti yang telah
dipertimbangkan dalam melakukan prediksi. membantu dalam kegiatan echosounding.
PLTA Jelok dan Timo dapat beroperasi
apabila debit minimum danau 3,5 m/det, pada
elevasi minimal 460,5 mdpal. Pada kondisi
Peta Batimetri Danau
Rawapening

Gambar 1. Petabatimetritahun 2008. Warna semakin tua menunjukkan kedalaman yang lebih
besar.
Tri Retnaningsih Soeprobowati

0,5 km

1,5 –2 m 3,01–3,5 m
3,01–3,5 m
0–0,5 m 2,01–2,5 m 3,51–4
3,51–4 m
m
0,51–1 m 2,51–3 m >4
>4 m
m
1,01-1,5
1,01-1,5 m
m rel kereta api

Gambar 2. Sketsapeta batimetrik Danau Rawapening tahun 1976 (Goltenboth, 1979)

DAFTAR PUSTAKA Goltenboth, F. and K.H. Timotius. 1994.


BalitBang Prov Jateng, 2003. Penelitian Danau Rawapening di Jawa Tengah,
karakteristik Rowopening Indonesia. Satya Wacana University
Downing J.A., Prairie Y.T., Cole J.J., Duarte Press, Salatiga.
C.M., Tranvick L.J., Striegel R.G., Hehanusa, P.E. dan Haryani, G.S.
McDowell W.H., Kortelainen P., 2009.Klasifikasi morfogenesis danau di
Melack J.M., Middleburg J.J. 2006. The Indonesia untuk mitigasi dampak
global abundance and size distribution perubahan iklim.Makalah disampaikan
of lakes, ponds and dalamKonferensiNasional Danau
impoundments.Limnology and Indonesia I, Sanur-Denpasar-Bali, 13-15
Oceanography, 51: 2388-2397. Agustus 2009.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi KLH (Kementerian Lingkungan Hidup). 2011.
Pengelola Sumber Daya dan Profil 15 danau Prioritas Nasional
Lingkungan Perairan. Kanisius, 2010 - 2014.kelemterian Lingkungan
Yogyakarta. Hidup. Jakarta.
Goltenboth, F. 1979. Preliminary final Largueche, F.Z.B. 2006. Estimating Soil
report.The Rawapening Project.Satya Contamination with Kriging
Wacana Christian University, Salatiga. Interpolation Method. American
Peta Batimetri Danau
Rawapening

Journal of Applied Science 3(6): batimetri. E-Journal Ilmu dan


1894-1898 Teknologi Kelautan Tropis 1(1): 39-47
Larson, T.M.J. (2002) Kriging Water Levels Wardani, N.S. 2002. Sisitem Geologi
with a Regional-Linear and Point Rawapening. Paper dalam Simposium
Logarithmic Drift, Ground Water33 (1): dan Lokakarya Pelestarian
338-35 DanauRawapening untuk
Moss, B.; Johnes, P.; Philips, G. 1996.The Pemberdayaan Masyarakat. 18-19 April
Monitoring Of Ecological Quality And 2002. Pusat Studi Rawapening,
The Classification Of Standing Waters Universitas Kristen Satya Waca,
In Temperate Regions: A Review And Salatiga
Proposal Based On A Worked Scheme Wetzel, R.G. 2001. Limnology, Lake and
For British Waters River Ecosystems. 3rded. Academic
Biological Reviews 71(2): , 301-339. Press, NY.
Cambridge Philosophical Society William, P.; Whitfield, M.; Biggs, J.; Bray, S.;
Pemerintah Kabupaten Semarang. 2000. Fox, G.; Nicolet, P.; and Sear, D.
Proyek Perencanaan Tata Lingkungan 2003.Comparative biodiversity of rivers,
Daerah Aliran Sungai (DAS) streams, ditches and ponds in an
Rawapening. PT. Comarindo agricultural landscape in Southern
Mahameru, Semarang. England.Biological Conservation 115:
Siregar, V.P. dan M.B. Selamat. 2009. 329-341.
Interpolasi dalam pembuatan peta
Tri Retnaningsih Soeprobowati
BIOMA, Desember 2012 ISSN: 1410-8801
Vol. 14, No. 2, Hal. 75-78

View publication stats

You might also like