You are on page 1of 26

LAPORAN PENDAHULUAN

“ HIPERBILIRUBINEMIA “

Oleh:

KHAERANI DARWIS
C12112634

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang

kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2010). Hiperlirubin adalah akumulasi

berlebihan dari bilirubin didalam darah (Wong, 2003). Ikterus adalah gambaran

klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi

produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada

neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.

B. Etiologi

Penyebab ikterik pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapaat

disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar ikterus neonatorum dapat

disebabkan oleh :

1. Produksi berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada

hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golonagan darah

lain, defesiensi C6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2. Gangguan dalam proses uptake dan konjungasi hepar.

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya subtrat untuk

konjungasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoxia dan

infeksi.
3. Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar.ika

tan antara albumin dan bilirubin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya

salsilat, sulfarazole. Defesiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat

bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat dalam sel otak.

4. Gangguan dalam ekkresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.

Kelainan diluar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi

dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:

1. Faktor Maternal

a. Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American, Yunani)

b. Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)

c. Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.

d. ASI

2. Faktor Perinatal

a. Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)

b. Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

3. Faktor Neonatus

a. Prematuritas

b. Faktor genetik

c. Polisitemia

d. Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl- alkohol, sulfisoxazol)


e. Rendahnya asupan ASI

f. Hipoglikemia

g. Hipoalbuminemia

Metabolisme Bilirubin berlangsung segera setelah lahir bayi harus

mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi

Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah

konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah

tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat

serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil

Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat

patologis.

Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan sel darah merah

(eritrosit ) yaitu HEM dan GLOBULIN. Hem terbagi lagi menjadi besi dan

bilirubin. Setelah pemecahan, bilirubin yang berada dalam darah dikenal dengan

bilirubin indirek ( tak larut dalam air ), kemudian bilirubin ini berikatan dengan

albumin dan masuk ke dalam hepar. Hepatosit mengeluarkan bilirubin indirek

dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya lewat konyungasi (

pengikatan ) menjadi asam glukoronat, sehingga bilirubin ini lebih larut dalam

larutan yang encer, disebut sebagai bilirubin direk. Bilirubin terkonyugasi

disekresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu di dekatnya dan

akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum.

Dalam usus halus bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen yang

sebagian akan diekresikan ke dalam feses dan sebagian lagi akan di absorbsi lewat
mukosa intestinal ke dalam darah portal. Sebagian urobilinogen yang diserap

kembali akan disekresikan sekali lagi ke dalam empedu (sirkulasi sistem

enterohepatik). Urobilinogen akan masuk ke sirkulasi sitemik dan masuk ke ginjal

untuk di eksresikan bersama urin.

Bila terjadi gangguan misalnya karena terjadi percepatan dalam

pemecahan erirosit meskipun fungsi hati normal akan menyebabkan hanya

sebagian bilirubin indirek yang akan masuk ke dalam hati sehingga bilirubin

indirek tersebut akan mengalir mengikuti sistim peredaran darah sistemik ke

seluruh tubuh. Dan efek yang tampak adalah perubahan warna kulit dan

konjungtiva berwarna kuning dan menyebabkan warna feses serta urin menjadi

pucat. Begitu pula bila terjadi gangguan pada hati maka hati tidak akan mampu

mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin terkonyugasi sehingga bilirubin

indirek juga akan mengalir bersama system peredaran darah sistemik. Demikian

pula halnya bila terjadi hambatan oleh batu empedu pada saluran empedu.

C. Patofisiologi

Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan

beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan

bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur

eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya

peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma juga

dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini terjadi apabila

kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan

asidosis atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan


peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar

(defisiensi enzim glukuronil transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi,

misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra

hepatika.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan

otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini

yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat

menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut

kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar

darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi

tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah

melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat

lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat

yang karena trauma atau infeksi.

Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Untuk

penilaian ikterus, Kramer membagi tubuh bayi baru lahir dalam bagian yang

dimulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai

tumit, tumit-pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki serta tangan

termasuk telapak kaki dan telapak tangan dengan keterangan :

0 = tidak ada

1 = wajah dan leher

2 = dada dan punggung

3 = perut (dibawah umbilikus) hingga lutut


4 = lengan dan ekstremitas bawah (dibawah lutut).

5 = tangan dan kaki

Hubungan kadar bilirubin dengan ikterus


Derajat Daerah Ikterus Perkiraan kadar bilirubin (rata-
Ikterus rata)
Aterm Prematur
1 Wajah dan leher 4.3-7,8 4,1-7,5
2 Kepala, badan sampai dengan umbilikus 5,4-12,2 5,6-12,1
3 Kepala, badan, paha sampai dengan lutut 8,1-16,5 7,1-14,8
4 Kepala, badan, ekstremitas sampai 11,1-18,3 9,3-18,4
dengan prgelangan tangan dan kaki
5 Kepala, badan, semua ekstremitas sampai > 15 >13,3
dengan ujung jari
(Sumber: Rachma F. Boedjang, Penatalaksanaan Ikterus Neonatal, Ikterus pada
Neonatus, FKUI, 1984.)

D. Manifestasi klinis

Klasifikasi ikterus sebagai berikut :

1. Ikterus Fisiologis

Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat

adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5

mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3,

biasanya mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl

untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara

lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus

“fisiologis” dan diduga sebagai akibat hancurnya sel darah merah janin yang
disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh

hati.

Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis,

kecuali:

a. Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan

b. Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi

kurang bulan >10 mg/dL.

c. Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam

d. Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL

e. Ikterus menetap pada usia >2 minggu

f. Terdapat faktor risiko

2. Ikterus Patologis

Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:

a. Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan

b. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL / 24 jam

c. Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi

kurang bulan >10 mg/dL.

d. Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL

e. Ikterus menetap pada usia >2 minggu

f. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi

G6PD, atau sepsis)

g. Ikterus yang disertai oleh: Berat lahir <2000 gram, masa gestasi 36

minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN),


infeksi, trauma lahir pada kepala, hipoglikemia, hiperkarbia,

hiperosmolaritas darah

h. ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari atau >14 hari

3. Kernicterus

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak

akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus

striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan

nukleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat

berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum,

tonus otot meningkat, leher kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat

terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan

otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara dan

retardasi mental.

E. Penatalaksanaan

Penanganan secara Non Farmakologi :

1. Berikan ASI yang cukup (8-12 kali sehari).

2. Sinar matahari dapat membantu memecah bilirubin sehingga lebih mudah

diproses oleh hati. Tempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka untuk

mendapat matahari pagi antara jam 7-8 pagi agar bayi tidak kepanasan,

atur posisi kepala agar wajah tidak menghadap matahari langsung.

Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15 menit

tengkurap. Usahakan kontak sinar dengan kulit seluas mungkin, oleh


karena itu bayi tidak memakai pakaian (telanjang) tetapi hati-hati jangan

sampai kedinginan.

3. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.

4. Fototerapi : terdiri atas pemberian lampu fluoresen ke kulit bayi yang

terpajan. Cahaya membantu eksresi bilirubin dengan cara fotoisomerasi,

yang mengubah struktur bilirubin menjadi bentuk larut ( lumirubin ) agar

eksresinya lebih mudah.

Penanganan secara farmakologi

1. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui trasfusi tukar. Transfusi

Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :

a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.

b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.

c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam

pertama.

d. Tes Coombs Positif

e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu

pertama.

f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.

g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.

h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.

i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.


Transfusi Pengganti digunakan untuk :

a. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)

terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.

b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi

(kepekaan)

c. Menghilangkan Serum Bilirubin

d. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan

keterikatan

dengan Bilirubin

F. Komplikasi

1. Enteritis

2. Hypertermi

3. Dehidrasi

4. Kelainan kulit (ruam)

5. Gangguan minum

6. Letargi

7. Iritabilitas

G. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan pigmen :

- Bilirubin serum, direk 0-0,3 mg/dl (0-5,1 µmol/L)

- Bilirubin serum, total 0-0,9 mg/dl (1,7-20,5µmol/L)

- Bilirubin urine 0 (0)


- Bilirubin feses 40-200 mg/24 jam (0,068-0,34 mmol/24

jam)

2. Pemeriksaan protein :

- Protein total serum 7,0-7,5 g/dl (70-75 g/L)

- Albumin serum 3,5-5,5 g/dl (35-55 g/L)

- Globulin serum 1,5-3,0 g/dl (15-30 g/L)

- Elektroforesis protein serum 3,2-5,6 g/dl (32-56 g/L)

- Albumin

Ó 1 – Globulin 0,1-0,4 g/dl ( 1-4 g/L)

Ó 2 – Globulin 0,4-1,2 g/dl (4-12 g/L)

Β – Globulin 0,5-1,1 g/dl (5-11 g/L)

Ρ – Globulin 0,5-1,6 g/dl ( 5-16 g/L)

Rasio albumin / globulin ( A/G ) A>G atau 1,5 : 1 – 2,5 :1

3. Pemeriksaan serum transferase atau transaminase:

AST atau SGOT 10-40 unit (4,8-19 U/L)

ALT atau SGPT 5-35 unit (2,4-17 U/L)

LDH 165-400 unit (80-192 U/L)

Ammonia serum 20-120µg/dl (11,1-67,0µmol/L)

Kolesterol 150-250 mg/dl (3,90-6,50 mmol/L)

Ester 60% dari total kolesterol (fraksi total

kolesterol: 0,60)
4. Pemeriksaan tambahan:

- Pemeriksaan barium esophagus

- Foto rontgen abdomen

- Pemindahan hati dengan preparat techmetium, emes atau rose Bengal yang

berlabel radioaktif

- Kolesistogram dan kolangiogram

- Arteriografi pembuluh darah seliaka (celiac axis)

- Splenoportogram (venografi portal lienalis)


1. Alur Tata laksana pada Ikterus Neonatorum
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan

1. Riwayat orang tua : Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti

Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.

2. Pemeriksaan Fisik : Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis

melengking, refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas.

3. Pengkajian Psikososial : Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua,

apakah orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.

4. Pengetahuan Keluarga meliputi : Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan

lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama,

tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith

Greenberg. 1988)

B. Diagnosa keperawatan

1. Resiko terjadi injuri dengan faktor risiko efek phototherapy imaturity hati &

kerusakan produksi sel darah merah.

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia

3. Ketidaefektifan thermoregulator suhu tubuh (hipertermi, hipotermi)

berhubungan dengan efek fototerapi

4. Gangguan parenting berhubungan dengan pemisahan


5. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai

proses penyakit, pengobatan.

6. Risiko tinggi trauma persepsi sensorik penglihatan berhubungan dengan efek

samping fototherapi

C. Intervensi keperawatan

1. Resiko terjadi injury berhubungan dengan kerusakan produksi Sel Darah Merah

(lebih banyak dari normal) & immaturity hati & efek phototherapy

Tujuan : Akan mendapatkantherapi yang tepat untuk mempercepat ekskresi

bilirubin dan tidak mengalami komplikasi dari phototherapy.

Kriteria Hasil : Bayi dapat minum segera setelah lahir, Bayi terlindung dari

sumber cahaya (jika ditentukan), Pada bayi tidak memperlihatkan tanda-tanda

iritasi mata, dehidrasi, ketidak stabilan temperatur, atau kerusakan kulit.

Intervensi :

a. Anjurkan pada ibu untuk segera memberikan ASI segera setelah lahir.

Rasional : Untuk meningkatkan ekskresi bilirubin melalui feses.

b. Kaji kulit untuk mengetahui tanda joundice.

Rasional : Untuk mengetahui peningkatan kadar bilirubin.

c. Chek kadar bilirubin dengan bilirubinometry transcutaneous.

Rasional : Untuk menetapkan peningkatan kadar bilirubin.


d. Catat waktu / awal terjadinya joundice.

Rasional : Untuk membedakan joundice phisiologik (tampak setelah 24 jam)

dengan Joundice yg disebabkan oleh penyakit hemolytic/yg lain (tampak

sebelum 24 jam).

e. Kaji status kesehatan bayi secara keseluruhan, terutama beberapa faktor

(hypoxia, hypothermia, hypoglikemi & metebolik asidosis).

Rasional : Hal tersebut akan meningkatkan resiko kerusakan otak dari

hyperbilirubinemia.

f. Melindungi kedua mata bayi (Buat penutup mata khusus untuk melindungi

mata bayi)

Rasional : Mencegah iritasi kornea, Chek mata bayi setiap shift untuk

drainage (kekeringan mata) atau iritasi pada mata.

g. Letakakn bayi (telanjang) dibawah lampu.

Rasional : Agar pencahayaan maximum pada kulit.

h. Lakukan perubahan posisi sesering mungkin ( 1 – 2 jam ).

Rasional : Memperluas pencahayaan pada permukaan tubuh.

i. Monitor temperatur tubuh (axilla).

Rasional : Untuk mendeteksi terjadinya hypothermi / hyperthermi.

j. Rencanakan lamanya therapi, type pencahayaan, jarak lampu dengan bayi,

pembuka / penutup tempat tidur & pelindung mata bayi.

Rasional : Dokumen yang tepat dari phototherapi.

k. Dengan bertambah seringnya bab, bersihkan daerah perianal.


Rasional : Untuk mencegah iritasi perianal.

l. Pastikan intake cairan adequt.

Rasional : Untuk mencegah dehydrasi.

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia

Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan

Kriteria hasil: Kadar bilirubin dalam batas normal, Kulit tidak berwarna kuning,

Daya isap bayi meningkat, Pola BAB dan BAK normal

Intervensi :

a. Kaji warna kulit tiap 8 jam

Rasional: untuk mendeteksi awal

b. Pantau bilirubin direk dan indirek

Rasional : untuk menentukan intervensi selanjutnya

c. Rubah posisi setiap 2 jam

Rasional : mencegah terjadinya luka dekubitus akibat penekanan yang terlalu

lama pada posisi yang tetap

d. Masase daerah yang menonjol

Rasional : daerah yang menonjol sangat berisiko tinggi terjadinya luka akibat

penekanan

e. Jaga kebersihan kulit dan kelembabannya

Rasional : mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit


3. Diagnosa Keperawatan : Ketidaefektifan thermoregulator (hipertermi)

berhubungan dengan efek fototerapi

Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan

Kriteria hasil : suhu tubuh 36-37OC dan Membran mukosa lembab

Intervensi :

a. Beri suhu lingkungan yang netral

Rasional :

b. Pertahankan suhu antara 35,50 - 370C

rasional : suhu tubuh yang stabil pada bayi

c. Pantau tanda-tanda vital tiap 2 jam

rasional : pada bayi baru lahir suhu tubuhnya masih tidak stabil untuk itu

observasi suhu tubuh harus dilakukan secara berkala

4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting berhubungan dengan pemisahan

Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang

tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.

Intervensi :

a. Bawa bayi ke ibu untuk disusui atau sebaliknya

Rasional: meningkatkan interaksi ibu dan bayi

b. buka tutup mata saat disusui stimulasi sosial dengan ibu

Rasional: meningkatkan interaksi ibu dan bayi dan mencegah kekhawtiran ibu
dengan melihat kondisi bayi yang ditutupi kasa

c. anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya

Rasional: menunjukkan kedekatan ibu dan bayi

d. libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan

Rasional: meningkatkan kerja sama dengan orang tua untuk proses perawatan

e. dorong orang tua mengekspresikan perasaannya

Rasional: meluapkan perasan ibu sehingga orang tua bisa menerima kondisi

bayinya saat ini dan mengurangi rasa kecemasan

5. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang

pengetahuan mengenai proses penyakit, pengobatan.

Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-

gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan

Intervensi :

a. beri penyuluhan pada orang tua mengenai proses penyakit, pengobatan

Rasional : memberikan pemahaman yang jelas sehingga dapat menurunkan

kecemasan orang tua

b. Berian suport mental

Rasional : dukungan yang baik dapat meningkatkan rasa nyaman dan

mengurangi kecemasan

c. Libatkan orang tua dalam prosedur fototerapi

Rasional: partisipasi orang tua dapat menurunkan kecemasan dengan terlibat


langsung pada proses pengobatan

6. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi trauma persepsi sensorik penglihatan

berhubungan dengan efek samping fototherapi

Tujuan : Tidak terjadi gangguan pada retina pada masa perkembangan

Intervensi :

a. Kaji efek samping foto terapi

Rasional: untuk mengetahui adakah efek samping fototherapi yang telah

dilakukan

b. Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya

Rasional: mengurangi pemajanan yang terlalu dekat dan mencegah terjadinya

efek samping

c. biarkan neonatus dalam keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal

serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya

Rasional: pemajanan cahaya tidak baik pada mata karena dapat merusak

jaringanya

d. usahakan agar penutup mata tidak menutupi hidung dan bibir

rasional : jika menutupi mata atau pun hidung dapat menggangu proses

pernafasan bayi yang dapat menimbulkan sesak nafas dan gangguan nafas

lainnya, selain itu dapat meningkatkan ketidaknyamanan bagi bayi

e. buka penutup mata apabila diberi minum atau saat tidak di bawah sinar

untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam

Rasional : mendeteksi adanya peradangan pada konjungtiva bayi dan


menetapkan rencana selanjutnya
PATOFISIOLOGI KULIT KUNING

Herediter
(rhesus)
ERITROSIT Destruksi sel

Ikterus
Hemoglobin

Heme Globulin

Kerusakan sel hati (viru


+albumin ABCDEG)
Fe (besi) Bilirubin indirek HEPAR

Asam glukoronat Ikterus h

Kandung Empedu Bilirubin direk Disfungsi hati (hipertensi


portal,asites)

Obstruksi Inflamasi / Duodenum Ikterus


empedu tumor

Ikterus obstruksi Eksresi urin dan feses


Bayi dirawat HIPERBILIRUBINEMIA
diruang terpisah
dari ibu

Perubahan satus Penatalaksanaan


Gangguan kesehatan bayi fototherapi
parenting

Kecemasan orang
tua

Kulit terpapar sinar Mata terpapar


Efek samping fototherapi sinar
pemberian
fototerapi

Risiko gangguan
persepsi sensorik
penglihatan
Risiko
injury/cedera

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Sudart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 2 Edisi 8. Jakarta:

EGC
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC

Surasmi, Asrining, dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC

Suriadi, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

http://medicastore.com/penyakit/264/Sakit_Kuning_Jaundice.html

You might also like