You are on page 1of 34

PENDAHULUAN

Tumor sel germinal merupakan neoplasma yang secara spesifik berasal


dari organ reproduksi gonadal yaitu testis dan ovarium. Tumor sel germinal 95%
berasal dari sel germinal testis dan dapat berkembang di tempat lain yang disebut
sebagai tumor ekstra gonadal. Lokasi terbanyak tumor ekstra gonadal terdapat
pada kelenjar pineal, neurohipofisis, mediastinum, retroperitoneum, dan
sakrokoksigeal yang terletak di sepanjang struktur garis tengah tubuh saat migrasi
dari endoderm yolk ke gonadal. Migrasi tumor sel germinal terjadi selama
perkembangan embrionik jaringan gonadal.1,2
Insidensi tumor sel germinal ekstra gonadal primer di mediastinum pada
laki-laki sebesar 2-5%. Data surveillance, epidemiology, and end results (SEER)
tahun 1973-2007 di Amerika Serikat menyebutkan insidensi tumor sel germinal
mediastinum terjadi pada 1,3/1.000.000 laki-laki kulit putih dan 0,1/1.000.000
perempuan kulit putih. Insidensi tumor mediastinum berkembang menjadi ganas
sebesar 10% dan sepertiga dari kasus ganas merupakan jenis seminoma atau
germinoma. Frekuensi tumor mediastinum di Indonesia belum diketahui dengan
pasti karena penelitian masih terbatas.3,4
Tumor sel germinal mediastinum merupakan salah satu tumor solid
dengan perkembangan metastasis yang sangat cepat. Tumor sel germinal
mediastinum sering ditemukan insidental. Gejala yang muncul berhubungan
dengan perkembangan ukuran tumor dan invasi ke organ sekitar. Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2003 menyebutkan bahwa tipe sel tumor sel
germinal mediastinum secara histologi dikategorikan menjadi teratoma,
seminoma, dan non seminoma. Diagnosis definitif tumor sel germinal
mediastinum ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi jaringan yang diduga
tumor. Tumor sel germinal mediastinum primer yang dapat dibedah dan sembuh
dengan baik sebesar 2/3 kasus. Tumor sel germinal mediastinum memiliki respons
baik terhadap terapi multi modalitas dengan kombinasi pembedahan, kemoterapi,
dan radiasi. Komplikasi yang sering terjadi seperti hemoptisis, sindrom vena cava
superior (SVKS), efusi pleura, dan efusi perikardium. Deteksi dini tumor akan
memperbaiki prognosis.5,6

1
Tujuan penulisan tinjauan kepustakaan yang berjudul tumor sel germinal
mediastinum adalah memberikan pengetahuan tentang epidemiologi tumor sel
germinal mediastinum, mengetahui klasifikasi, cara menegakkan diagnosis, serta
langkah penatalaksanaan terbaik sehingga dapat memperbaiki prognosis dan
mencegah kekambuhan penyakit penderita.

DEFINISI

Tumor sel germinal adalah tumor ganas atau jinak yang berasal dari sel
germinal. Sel germinal adalah sel yang berkembang dari embrio menjadi sel
sistem reproduksi pria dan wanita. Sel germinal berkembang mengikuti poros
tengah tubuh ke arah bawah menuju pelvis sebagai sel ovarium atau ke skrotum
sebagai sel testis. Tumor ovarium dan tumor testis sebagian besar berasal dari sel
germinal. Ovarium dan testis disebut sebagai gonadal. Tumor sel germinal yang
berlokasi di luar area gonadal disebut sebagai tumor sel germinal ekstra gonadal.
Tumor sel germinal ekstra gonadal berkembang di sepanjang poros tengah tubuh
dan ditemukan di kelenjar pineal, neurohipofisis, mediastinum, retroperitoneum,
dan sakrokoksigeal posteroinferior.2,7

EPIDEMIOLOGI

Tumor sel germinal sering terjadi di gonadal dan jarang terjadi di rongga
toraks. Tumor sel germinal yang berkembang di mediastinum sebesar 10-15% dan
50-70% kasus terjadi di mediastinum anterosuperior. Tumor sel germinal jarang
ditemukan di mediastinum posterior. Insidensi tumor sel germinal mediastinum
primer sebesar 2-5% dari seluruh tumor sel germinal. Insidensi tertinggi pada laki-
laki usia 5-14 tahun dan wanita usia 0-4 tahun. Insidensi tumor sel germinal
ekstra gonadal di sistem saraf pusat, mediastinum, toraks, abdomen, dan pelvis
bervariasi sesuai kelompok usia. Insidensi awal di mediastinum dan toraks terjadi
pada usia 0-5 tahun, meningkat pada usia 5-20 tahun, dan mulai menurun pada
usia > 30 tahun. Insidensi tumor sel germinal ekstra gonadal per 1.000.000 kasus

2
berdasarkan kelompok umur dan lokasi ekstra gonadal menurut European Cancer
Registry (EUROCARE) dijelaskan oleh gambar satu.8,9

Gambar 1. Insidensi tumor sel germinal ekstra gonadal per 1.000.000 kasus
berdasarkan kelompok usia dan lokasi ekstra gonadal menurut
EUROCARE.
Keterangan: CNS = central nervous system.
Dikutip dari (9)
Tumor sel germinal gonadal terdiri dari seminoma sebesar 59% dan non
seminoma sebesar 44%. Tumor sel germinal ekstra gonadal terdiri dari non
seminoma sebesar 62% dan seminoma sebesar 38%. Insidensi tumor sel germinal
ekstra gonadal pada pria dan wanita tidak berbeda signifikan. Tumor mediastinum
jenis seminoma pada laki-laki sebesar 0,21% sedangkan pada perempuan sebesar
0,01%. Insidensi tumor sel germinal ekstra gonadal di mediastinum jenis non
seminoma pada laki-laki sebesar 0,3% sedangkan pada perempuan sebesar 0,05%.
Insidensi tumor sel germinal ekstra gonadal per 1.000.000 kasus berdasarkan
lokasi ekstra gonadal dan tipe histologi dijelaskan oleh tabel satu.9
Tabel 1. Insidensi tumor sel germinal per 1.000.000 kasus berdasarkan lokasi
ekstra gonadal dan tipe histologi berdasarkan EUROCARE
Laki-laki Perempuan

3
Seminoma Non seminoma Seminoma Non seminoma
Ekstra gonadal 0,90 0,91 0,22 0,97
Sistem saraf pusat 0,51 0,12 0,14 0,03
Mediastinum, toraks 0,21 0,30 0,01 0,05
Abdomen, pelvis 0,10 0,27 0,03 0,76
Dikutip dari (9)
Teratoma merupakan tumor sel germinal ekstra gonadal jenis non
seminoma terbanyak yang insidensinya tidak dipengaruhi oleh waktu pubertas.
Penelitian Dulmet di Perancis pada tahun 1993 menunjukkan bahwa tumor sel
germinal gonadal jenis seminoma lebih sering terjadi dibandingkan non
seminoma. Malignasi tumor sel germinal gonadal sebagian besar terjadi pada laki-
laki pasca pubertas. Tumor yolk sac, karsinoma embrional, dan koriokarsinoma
tumor sel germinal mediastinum memiliki angka kejadian yang rendah pada
pasien laki-laki pasca pubertas. Tumor yolk sac menurut penelitian Dulmet
mencapai 10% dari seluruh kasus tumor sel germinal mediastinum. Insidensi
tumor yolk sac primer di testis sebesar 1% dan tumor sel germinal campuran pada
testis sebesar 66%. Tumor sel germinal mediastinum sebagian besar terdiri dari
satu unsur jaringan embrionik dan sekitar 34% mengandung unsur jaringan
embrionik multipel. Insidensi tumor sel germinal mediastinum ganas terbesar
yaitu jenis seminoma sebesar 88%.8,10,11
Data mengenai frekuensi tumor mediastinum di Indonesia masih sedikit.
Data berasal dari pusat pelayanan kesehatan yaitu staf medis fungsional bedah
toraks RS Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr. Sutomo Surabaya. Penelitian
terhadap 137 kasus operasi yang dilakukan di RS Persahabatan selama tahun
1970-1990 menunjukkan jenis tumor yang ditemukan adalah teratoma sebesar
32%, timoma sebesar 24%, tumor saraf sebesar 8%, dan limfoma sebesar 4,3%.
Data RSUD Dr. Soetomo menjelaskan lokasi tumor pada mediastinum anterior
sebesar 67% kasus, mediastinum medial sebesar 29% kasus dan mediastinum
posterior sebesar 25,5% kasus. Perbedaan hasil beberapa penelitian dipengaruhi
oleh warna kulit dan ras.3

KLASIFIKASI

4
Mediastinum merupakan bagian di antara kedua paru dalam kavum toraks.
Mediastinum berisi berbagai organ yaitu jantung, kelenjar limfonodi, saraf, serta
pembuluh darah besar seperti aorta, vena cava superior, dan vena cava inferior.
Mediastinum dibatasi oleh kavum pleura visceral pada semua sisi lateral, inlet
toraks di sisi superior, dan diafragma di sisi inferior. Kompartemen dan struktur
mediastinum mudah terlihat dari posisi lateral yaitu anterior, medial, dan
posterior. Struktur rongga dan kompartemen mediastinum dijelaskan oleh gambar
dua.12

Gambar 2. Struktur di rongga mediastinum dan kompartemen mediastinum.


Keterangan: H = heart; T = trachea; GV = great vessel; G = gland
thymus.
Dikutip dari (12)
Klasifikasi tumor sel germinal secara histologi menurut PDPI yaitu
seminoma, non seminoma, dan teratoma. Jenis non seminoma terdiri dari
karsinoma embrional, koriokarsinoma, karsinoma yolk sac. Teratoma bersifat
jinak (benign), ganas (malignant), disertai unsur sel germinal, non germinal,
maupun imatur. Klasifikasi lain tumor sel germinal mediastinum menurut World
Health Organization (WHO) pada tahun 2015 terdiri dari seminoma, karsinoma
embrional, tumor yolk sac, koriokarsinoma, teratoma matur, teratoma imatur,
tumor sel germinal campuran, tumor sel germinal dengan keganasan tipe solid-
somatik, dan tumor sel germinal yang berhubungan dengan keganasan
hematologi.3,13

5
Kompartemen mediastinum bagian anterior dibatasi oleh sternum
sedangkan bagian posterior dibatasi oleh perikardium, aorta asenden, dan
pembuluh darah brakiosefalik. Struktur normal kompartemen anterior yaitu
kelenjar limfe, jaringan ikat longgar, dan timus. Massa yang sering dijumpai dan
dapat digunakan sebagai diagnosis banding adalah timoma, tumor sel germinal,
limfoma, goiter. Kompartemen mediastinum secara anatomis dan patologis
dijelaskan oleh tabel dua.12,14
Tabel 2. Kompartemen mediastinum secara anatomis dan patologis
Kompartemen Batas Struktur normal Diagnosis banding
Anterior Anterior: sternum Kelenjar limfe Timoma, tumor sel
Posterior: perikardium, Jaringan ikat longgar germinal, limfoma,
aorta asenden, pembuluh Timus (pada dewasa) pembesaran tiroid
darah brakiosefalik (goiter intratorakal),
tumor lain
Medial Anterior: perikardium Perikardium, jantung, Karsinoma,
anterior, aorta asenden, Pembuluh darah: aorta limfoma, kista
pembuh darah asenden, vena cava, arteri perikardial, kista
brakiosefalik pulmoner bronkogenik,
Posterior: perikardium Trakea pembesaran kelenjar
posterior Kelenjar limfe limfe jinak
Nervus: frenikus, upper (penyakit
vagus granuloma)
Posterior Anterior: posterior Pembuluh darah: aorta Tumor neurogenik
perikardium desenden Hernia
Posterior: dinding torak Esofagus, diafragmatika
posterior Kolumna vertebralis
Nervus: trunkus simpatis,
lower vagus
Kelenjar limfe
Jaringan ikat
Dikutip dari (14)

HISTOPATOGENESIS

Teori histopatogenesis tumor sel germinal mediastinum masih


kontroversial. Hipotesis pertama yaitu sel germinal primordial gagal bermigrasi
pada jalur urogenital ke jalur gonadal selama perkembangan embrionik akibat
abnormalitas sel germinal primordial atau pengaruh lingkungan mikro. Histologi
tumor ditentukan oleh lokasi tumor. Hipotesis kedua yaitu sel germinal
mengalami transformasi dalam testis saat migrasi. Hipotesis kedua didukung oleh
perbedaan kromosom yang menyimpang antara tumor sel germinal gonadal dan
ekstra gonadal mediastinum. Insiden perubahan kromosom non random pada

6
isokromosom 12p ditemukan hampir sama pada tumor sel germinal gonadal
maupun ektra gonadal mediastinum. Isokromosom 12p merupakan material
genetik lengan pendek kromosom 12p. Molekular umum yang berhubungan
dengan evolusi tumor sel germinal yaitu over expression isokromosom 12p.
Isokromosom 12p diidentifikasi sebagai marker genetik semua tumor sel germinal
ganas, karsinoma in situ, dan tumor sel germinal ekstra gonadal. Tumor sel
germinal ekstra gonadal pada anak < 8 tahun tidak memiliki isokromosom 12p
namun menunjukkan perubahan kromosom 1 dan 6. Tumor sel germinal
mediastinum non seminoma memiliki prognosis lebih buruk dan insidensi lebih
tinggi pada jenis tumor yolk sac serta keganasan hematologi. Hipotesis kedua
mengenai asal sel tumor atau pengaruh lingkungan mikro dari sel tumor masih
menjadi perdebatan.4,15
Hipotesis ketiga yaitu tumor sel germinal dihubungkan dengan timus dan
dapat berasal dari sel timik yang berpotensi menjadi sel germinal di mediastinum.
Morfologi tumor sel germinal mediastinum menyerupai sel testikuler namun
berbeda secara histogenetik. Ploidi tumor mediastinum menyerupai tumor sel
germinal pada anak-anak yang selalu diploid. Tumor sel germinal testikuler pada
dewasa selalu aneuploidi. Penelitian Przygodzki di Amerika tahun 1996
menunjukkan bahwa mutasi gen kristen-rat sarcoma 2 (K-RAS 2) pada seminoma
mediastinum terdapat pada kodon 13 sebesar 8% dan seminoma testikuler pada
kodon 12 sebesar 15%. Penelitian Moul di Turkey tahun 1992 menegaskan bahwa
mutasi K-RAS pada tumor sel germinal testikuler diidentifikasi pada kodon 12.
Imunostaining p53 mengidentifikasi non seminoma testikuler sebesar 94%,
seminoma testikuler sebesar 77-90%, dan seminoma mediastinum sebesar 31%.
Mutasi gen pada exon 17 teridentifikasi pada 50% kasus tumor sel germinal
mediastinum primer jenis seminoma.4,16
Sel normal yolk sac fetus memproduksi sel germinal premordial yang akan
bermigrasi ke gonadal. Sel abnormal yolk sac fetus akan mengalami kematian sel
atau berkembang menjadi sel neoplastik. Sel neoplastik yang mengalami
suppressed differentiation berkembang menjadi germinoma. Germinoma terdiri
dari disgerminoma pada ovarium dan seminoma pada testis. Sel neoplastik yang

7
berdiferensiasi secara embrionik akan berkembang menjadi karsinoma embrional,
teratoma matur, dan imatur. Sel neoplastik yang berdiferensiasi secara ekstra
embrionik menjadi koriokarsinoma dan tumor yolk sac. Histopatogenesis tumor
sel germinal ditunjukkan oleh gambar tiga.4,16

Gambar 3. Histopatogenesis tumor sel germinal.


Dikutip dari (16)

Hipotesis mengenai jaringan asal tumor telah dikemukakan. Bukti klinis


menunjukkan bahwa diferensiasi abnormal sel germinal fetus sebagian besar
berasal dari yolk sac. Sel-sel germinal bermigrasi ke gonadal ridge pada minggu
ke-4 dan ke-5 masa gestasi. Diferensiasi teratoma gonadal prepubertas, kista
dermoid, dan epidermoid berasal dari sel germinal jinak. Diferensiasi teratoma
gonadal pasca pubertas berasal dari sel germinal ganas yang berkembang menjadi
tumor sel germinal bentuk non seminomatous dan berdiferensiasi membentuk
elemen teratoma. Teratoma matur atau imatur mengandung elemen sel germinal

8
ganas. Elemen somatik ganas seperti tumor neuroektodermal primitif pada anak-
anak jarang terjadi.4,16

DIAGNOSIS

Tumor mediastinum tidak menunjukkan gejala pada sebagian besar kasus


dan ditemukan secara tidak sengaja pada saat pemeriksaan foto toraks. Gejala dan
tanda lokal berhubungan dengan perkembangan ukuran tumor dan invasi terhadap
organ sekitar yang menyebabkan kompresi. Gejala meliputi hemoptisis, gangguan
menelan, dan disfagia yang muncul apabila terjadi penekanan atau metastasis ke
esofagus. Batuk, sesak napas ringan hingga berat atau stridor muncul apabila
terjadi penekanan atau metastasis ke trakea dan atau ke bronkus utama. Sindrom
vena kava superior sering terjadi pada tumor mediastinum ganas. Suara serak dan
batuk kering terjadi apabila saraf laringeus terlibat. Paralisis diafragma terjadi
apabila terjadi penekanan saraf frenikus. Nyeri dada muncul pada tumor
neurogenik atau pada penekanan sistem saraf dan SVKS.3,17
Pemeriksaan fisik diutamakan untuk mencari adenopati perifer. Biopsi
adenopati perifer dapat dilakukan pada kasus metastasis untuk menentukan
stadium tumor. Massa mediastinum dapat diketahui dengan banyak pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan penunjang dengan foto toraks untuk diagnostik awal
massa opasitas homogen yang besar dari posisi posteroanterior dan lateral. Massa
mediastinum terletak di kompartemen mediastinum anterior hingga medial
ditunjukkan oleh gambar empat.7,14,18

9
Gambar 4. Foto torak pada pasien dengan massa mediastinum yang besar.
Keterangan: A = proyeksi anterior; B = proyeksi lateral.
Dikutip dari (14)
Computerized tomography (CT) scan digunakan untuk melihat lesi secara lebih
akurat, menunjukkan densitas, melihat persebaran lokasi tumor di mediastinum,
mengevaluasi jaringan paru, dan keterlibatan struktur lain di rongga mediastinum.
Evaluasi CT scan awal digunakan untuk mendeteksi metastasis jauh. Magnetic
resonance imaging (MRI) dapat membedakan pembuluh darah dari struktur
mediastinum yang lain tanpa menggunakan kontras. Magnetic resonance imaging
serta CT scan potongan koronal, sagital, dan aksial dapat digunakan untuk menilai
tumor. Penyerapan fluorodeoxyglucose-positron emission tomography (F-PET)
menunjukkan metabolisme jaringan yang akan meningkat pada neoplasma yang
aktif atau proses infeksi dan dapat digunakan untuk diagnosis banding
berdasarkan anatomis. Bronkoskopi fiber optik dipertimbangkan pada pasien
risiko tinggi kanker paru.3,7,14
Diagnosis definitif massa mediastinum memerlukan pemeriksaan jaringan
secara sitohistopatologis meliputi pemeriksaan sitologi dan histologi. Pemeriksaan
sitologi meliputi biopsi jarum halus (BJH) atau fine needle aspiration biopsy
(FNAB) dilakukan bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening atau tumor
superfisial. Trans thoracal biopsy (TTB) atau biopsi trans torakal tanpa tuntunan
fluoroskopi dilakukan apabila lokasi massa dekat dengan dinding dada, besar, dan
tidak dekat pembuluh darah. Trans thoracal biopsy dengan tuntunan fluoroskopi
atau CT scan dapat mengurangi komplikasi seprti pneumotoraks, perdarahan, dan
false negatif. Pungsi pleura dilakukan apabila didapatkan efusi pleura.
Bronkoskopi digunakan untuk melihat stenosis akibat kompresi, melakukan
bilasan, sikatan bronkus, dan biopsi aspirasi jarum apabila terlihat massa
intrabronkial.3,19,20
Biopsi Daniel merupakan pemeriksaan histologi dengan cara mengangkat
jaringan kelenjar getah bening yang dicurigai suatu massa. Biopsi mediastinum
dilakukan bila biopsi Daniel tidak mendukung diagnosis. Biopsi eksisional
dilakukan pada massa tumor yang besar dan staging nodul dengan cara
torakoskopi diagnostik melalui pleuroskopi. Mediastinoskopi dilakukan dengan

10
memasukkan alat rigid scope ke mediastinum melalui insisi suprasternal notch
atau bedah eksplorasi mediastinum anterior melalui sternum (mediastinotomi
parasternal). Mediastinoskopi dilakukan apabila jaringan tidak didapatkan secara
perkutan atau ultrasound endobronkial. Pemeriksaan video assisted thoracic
surgery (VATS) tidak tergantung pada lokasi tumor, namun sering digunakan
untuk tumor yang terletak di bagian posterior. Video assisted thoracic surgery
digunakan untuk pengambilan sampel jaringan mediastinum dan dapat digunakan
untuk tujuan biopsi dan pengangkatan massa tumor secara bersamaan.
Pemeriksaan histokimia dilakukan untuk mendukung diagnosa tumor yang
dicurigai.3,20,21
Children’s Oncology Group (COG) mengklasifikasikan stadium tumor sel
germinal ekstra gonadal ekstra kranial pada pediatri menjadi empat stadium.
Karakteristik stadium I adalah tumor terlokalisir, tanpa keterlibatan secara
mikroskopis pada batas tumor atau regional kelenjar limfe, kadar tumor marker
normal, dan dapat dilakukan reseksi total dengan harapan hidup mencapai 50%
setelah reseksi coccygectomy total pada lokasi sakrokoksigeal. Karakteristik
stadium II adalah tumor minimal secara mikroskopis, kadar tumor marker
meningkat, invasi vaskuler dan atau melibatkan kelenjar limfe secara mikroskopis.
Karakteristik stadium III adalah tumor besar dan melibatkan kelenjar limfe > 2
cm. Stadium IV ditandai dengan metastasis jauh tumor ke organ hepar, otak,
tulang atau paru.16
Moran dan Suster melakukan penelitian di Amerika pada tahun 1997 pada
322 kasus tumor sel germinal mediastinum primer untuk menentukan stadium
tumor berdasarkan hasil klinis. Stadium I merupakan tumor berbatas tegas dengan
atau tanpa adhesi fokal ke pleura atau perikardium dan tanpa invasi atau
keterlibatan struktur secara mikroskopis. Stadium II merupakan tumor yang
melekat pada mediastinum secara makroskopis dan atau mikroskopis dengan
infiltrasi pada perbatasan struktur organ lain seperti pleura perikardium dan
pembuluh darah besar. Stadium III A merupakan tumor yang bermetastasis ke
organ intra toraks seperti kelenjar limfe, paru, dan organ lain. Stadium III B

11
merupakan tumor yang bermetastasis ke ekstra toraks. Stadium tumor sel
germinal mediastinum menurut Moran dan Suster ditunjukkan oleh gambar lima.22

Gambar 5. Stadium tumor sel germinal mediastinum menurut Moran dan Suster.
Keterangan: A = stadium I. Tanda panah menunjukkan tumor
mediastinum; B = stadium II. Tanda panah menunjukkan tumor
mediastinum menginfiltrasi perbatasan struktur organ lain; C =
stadium III A. Tanda panah menunjukkan metastasis intra toraks; D =
stadium III B. Tanda panah menunjukkan metastasis ekstra toraks.
Dikutip dari (22)
Tumor sel germinal non seminoma dan seminoma diklasifikasikan
menurut kelompok risiko meliputi baik, sedang, dan buruk. Kelompok non
seminoma risiko baik apabila kadar alpha feto protein (AFP) < 1000 ng/ml, beta
human chorio gonadotrophin (β-HCG) < 5000 mIU/ml, lactat dehidrogenase
(LDH) < 1,5x batas atas normal, tidak ada metastasis visceral non pulmoner,
lokasi primer gonadal atau retroperitoneal. Kelompok non seminoma risiko
sedang apabila kadar AFP 1000-10.000 ng/ml, β-HCG 5000-50.000 mIU/ml,
LDH 1,5x-10x batas atas normal, tidak ada metastasis visceral non pulmoner,
lokasi primer gonadal atau retroperitoneal. Kelompok seminoma risiko buruk
apabila kadar AFP > 10.000 ng/ml, β-HCG > 50.000 mIU/ml, LDH > 10x batas
atas normal, serta terdapat metastasis visceral non pulmoner seperti tulang, liver,

12
otak, dan mediastinum. Seminoma kelompok risiko baik dan sedang tidak
mengalami peningkatan kadar AFP. Kadar β-HCG dan kadar LDH bervariasi.
Klasifikasi tumor sel germinal berdasarkan kelompok risiko ditunjukkan oleh
tabel tiga.23
Tabel 3. Klasifikasi tumor sel germinal berdasarkan kelompok risiko
Kelompok Non Seminoma Seminoma
risiko
Baik AFP < 1000 ng/ml, β-HCG < 5000 Lokasi dapat dimana saja, tidak ada
mIU/ml, LDH < 1,5 x batas atas normal, metastasis visceral non pulmoner,
tidak ada metastasis visceral non kadar AFP normal, kadar β-HCG
pulmoner, lokasi primer gonadal atau berapapun, kadar LDH berapapun,
retroperitoneal, five year PFS 89%, five year PFS 82%, survival 86%.
survival 92%.
Sedang AFP 1000-10.000 ng/ml, β-HCG 5000- Lokasi dapat dimana saja, terdapat
50.000 mIU/ml, LDH 1,5-10x batas atas metastasis visceral non pulmoner,
normal, tidak ada metastasis visceral non kadar AFP normal, kadar β-HCG
pulmoner, lokasi primer gonadal atau berapapun, kadar LDH berapapun,
retroperitoneal, five year PFS 75%, five year PFS 67%, survival 72%.
survival 80%.
Buruk AFP > 10.000 ng/ml, β-HCG > 50.000 Tidak ada seminoma dengan kategori
mIU/ml, LDH > 10x batas atas normal, buruk.
terdapat metastasis visceral non
pulmoner misal tulang, liver, otak, lokasi
primer mediastinum, five year PFS 41%,
survival 48%.
Keterangan: AFP = alpha feto protein; β-HCG = beta human chorio
gonadotrophin; LDH = lactat dehidrogenase; PFS = progression
free survival.
Dikutip dari (23)

PEMERIKSAAN IMUNOHISTOKIMIA

Pemeriksaan imunohistokimia dan sitogenetik digunakan untuk


membedakan tumor sel germinal mediastinum primer dan sekunder. Ekspresi
cluster of differentiation-30 (CD-30) terdapat pada 80% kasus karsinoma
embrional serta jarang terdapat pada tumor yolk sac dan seminoma. Ekspresi
CD-30 didapatkan pada keganasan hematopoetik yang sering terjadi di
mediastinum seperti limfoma sel besar-B atau limfoma Hodkin. Alpha feto
protein memiliki sensitifitas rendah untuk tumor yolk sac, tetapi diekspresikan
60% pada adenokarsinoma hepatoid paru. Evaluasi AFP dan β-HCG lebih sensitif

13
dibandingkan imunohistokimia. Pemeriksaan β-HCG tidak spesifik untuk tumor
sel germinal dan dapat dilihat pada 50-60% adenokarsinoma paru.24
Imunofenotip tumor sel germinal mediastinum primer menyerupai
gonadal. Ekspresi antigen terutama pada sel tumor seminoma memiliki beberapa
perbedaan signifikan. Pemeriksaan ceratin low molecular weight 5,2 (CAM 5,2)
dengan hasil gambaran strong dot menandai sel paranuklear dengan pewarnaan
yang tajam pada 80% kasus seminoma mediastinum dan 20% kasus seminoma
testikuler. Ekspresi placental alkaline phosphatase (PLAP) pada seminoma
mediastinum sebesar 92,5% dan seminoma testikuler sebesar 50%.4
Pemeriksaan serum marker β-HCG dan AFP digunakan untuk
membedakan seminoma dan nonseminoma. Seminoma berhubungan dengan
peningkatan β-HCG meskipun pada seminoma primer tidak diikuti peningkatan
AFP. Peningkatan β-HCG berhubungan dengan peningkatan ukuran tumor. Kadar
marker β-HCG dan AFP sebesar > 400 mg/ml mendukung diagnosis non
seminoma. Estimasi kadar AFP untuk diagnosis, memantau efektifitas terapi, dan
deteksi kekambuhan sebelum manifestasi klinis. Peningkatan fluorine-18
fluorodeoxyglucose-positron emission tomography (F-18-FDG-PET) dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis seminoma mediastinum primer dan
memastikan metastasis dari organ testis. Cytokeratin dan CD-30 merupakan
marker untuk karsinoma embrional tapi tidak spesifik untuk seminoma.
Pemeriksaan marker tumor lain seperti thyroid transcription factor-1 (TTF-1) dan
cluster of differentiation-5 (CD-5) diduga bermanfaat. Placental alkaline
phosphatase merupakan marker yang digunakan untuk mengetahui asal sel
germinal, terutama seminoma ekstra gonadal.20,24

Teratoma
Teratoma mediastinum merupakan tumor sel germinal mediastinum yang
bersifat jinak dan paling sering ditemukan. Teratoma jinak mediastinum
ditemukan sebanyak 60% kasus. Teratoma sering menyerang anak-anak dan
dewasa muda berusia < 40 tahun. Insidensi teratoma jinak mediastinum pada laki-
laki sama dengan perempuan. Teratoma ganas lebih sering terjadi pada laki-laki.

14
Mediastinum anterior merupakan lokasi kedua terbanyak ditemukan tumor sel
germinal matur yaitu sebesar 80%. Organ yang paling sering terkena adalah
gonadal dan sangat jarang terjadi di paru. Teratoma yang melibatkan jaringan paru
sering terjadi pada lobus kanan atas.25,26
Teratoma terdiri dari tiga lapis sel embrionik yaitu ektoderm, mesoderm,
dan endoderm dengan histologis yang sama pada gonadal maupun ekstra gonadal.
Ectoderm tersusun dari epitel skuamous dan jaringan saraf. Mesoderm tersusun
dari otot, gigi, kartilago, dan tulang. Endoderm tersusun dari epitel glandula
mukus, traktus gastrointestinal, dan respiratorius. Teratoma berdiferensiasi baik
berkembang menjadi teratoma matur yang bersifat jinak, meskipun dapat
berpotensi ganas. Teratoma matur berkembang lambat dan merupakan tumor sel
germinal mediastinum yang paling sering terjadi. Teratoma matur pada orangtua
tidak selalu jinak tapi pada anak bersifat jinak. Teratoma imatur pada orangtua
bersifat ganas tapi pada anak tidak selalu ganas.3,12,27
Klasifikasi teratoma menurut Gonzales-Crussi dibagi menjadi empat
stadium. Stadium 0 apabila semua komponen jaringan berdiferensiasi baik.
Stadium I apabila jaringan berdiferensiasi tidak lengkap < 10% sampel. Stadium
II apabila jaringan imatur sekitar 10-50% sampel. Stadium III apabila jaringan
tidak berdiferensiasi baik > 50% sampel. Stadium 0-I digolongkan sebagai
teratoma imatur. Stadium II-III digolongkan sebagai teratoma matur. Pemeriksaan
sampel histologis multipel sangat penting dilakukan untuk mengetahui keberadaan
jaringan imatur atau elemen ganas tumor sel germinal. Teratoma dengan elemen
keganasan tersusun dari fokus jaringan ganas seperti karsinoma embrional, tumor
yolk sac, atau koriokarsinoma.16
Gejala teratoma sering asimptomatik dan diketahui saat dilakukan
pemeriksaan foto toraks insidental. Gejala muncul apabila terjadi efek mekanik
kompresi organ lain. Gejala meliputi nyeri dada sebanyak 52%, hemoptisis
sebanyak 42%, batuk sebanyak 39%, sesak napas 6,8%, dan gejala lain yang
berhubungan dengan pneumonitis berulang. Trikoptisis merupakan batuk
produktif dengan sputum mengandung rambut atau sekret kelenjar sebasea, terjadi
pada 13% kasus. Trikoptisis terjadi apabila terdapat hubungan antara massa tumor

15
dengan trakeobronkial. Gejala lain yaitu SVKS, efusi pleura masif, dan demam
karena ruptur teratoma ke kavum pleura. Sesak napas dan sianosis lebih sering
terjadi jika massa berada di mediastinum posterior. Gambaran radiologis teratoma
menunjukkan kista berkantong atau massa solid dengan dinding yang tebal di
mediastinum anterior, dekat atau di dalam timus. Teratoma matur dapat berbentuk
kista, padat, atau campuran dan berisi cairan, jaringan lunak, kalsium atau
kumpulan lemak. Kalsifikasi terlihat pada 20-43% kasus.25,26,28
Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk evaluasi lokasi dan
keterlibatan struktur organ lain. Biopsi digunakan untuk mengetahui jenis tumor
ganas atau jinak. Pemeriksaan foto toraks tumor mediastinum menggambarkan
opasitas homogen di perihiler kanan atau kiri. Pemeriksaan CT scan window paru
memungkinkan massa dengan peningkatan haunsfield unit (HU) pasca kontras.
Efusi pleura dapat diketahui dengan pemeriksaan foto toraks maupun CT scan.
Gambaran CT scan teratoma menunjukkan massa besar dengan kalsifikasi
ditunjukkan oleh gambar enam.29

Gambar 6. Gambaran foto toraks dan CT scan teratoma. Foto toraks dengan
infiltrasi massa yang besar di toraks kanan bawah.
Keterangan : (a) = foto toraks proyeksi PA; (b) = CT scan window
paru menggambarkan massa besar dengan sedikit efusi pleura; (c) =
CT scan window mediastinum menggambarkan massa besar dengan
sedikit efusi pleura, komponen cairan dan parenkim eksternal
bercampur dengan kalsifikasi; (d) = CT scan window paru
menggambarkan bertambahnya massa besar dan efusi pleura pada
mediastinum anterior.
Dikutip dari (29)
Positron emission tomography-computed tomography (PET-CT)
menunjukkan penyerapan warna biru fluorodeoxyglucose yang jelas di tepi massa
tumor. Testis yang tidak menyerap fluorodeoxyglucose menunjukkan tidak

16
ditemukan metastasis tumor. Gambar PET-CT pada teratoma yang menunjukkan
massa besar dengan kalsifikasi ditunjukkan oleh gambar tujuh.29

Gambar 7. Gambaran PET-CT pada teratoma.


Keterangan: (a) = fluorodeoxyglucose di sekeliling tumor yang terlihat
pada window paru; (b) = testis tidak menyerap fluorodeoxyglucose.
Dikutip dari (29)
Tatalaksana teratoma adalah pembedahan dengan reseksi total. Mayoritas
tumor berbatas tegas, solid, berdinding tebal, dan multilokuler. Teratoma yang
direseksi menunjukkan jaringan elastis, area kuning sebagai lemak yang sudah
matang, dan permukaan tumor multilokuler solid dengan dinding tebal. Hasil
reseksi tumor teratoma ditunjukkan oleh gambar delapan.29

Gambar 8. Hasil reseksi teratoma.


Keterangan: (a) = reseksi tumor kesan elastis; (b) = permukaan tumor
multilokuler solid dan dinding tebal.
Dikutip dari (29)
Pemeriksaan sitologi dan biopsi jarum bemanfaat untuk menentukan
diagnosis teratoma. Hasil mikroskopis reseksi tumor dengan pewarnaan
haematoxylin dan eosin menggambarkan lapisan teratoma yang mengalami
perubahan inflamasi dengan infiltrasi limfositik. Gambaran teratoma secara

17
mikroskopis menunjukkan sekretasi glandula mukus dan jaringan pankreatik. Hasil
mikroskopis reseksi tumor ditunjukkan oleh gambar sembilan.29

Gambar 9. Gambaran teratoma secara mikroskopis.


Keterangan: (a) = analisis histopatologi menunjukkan sekretasi
glandula mukus dan jaringan pankreatik; (b) = pewarnaan
haematoxylin dan eosin, pembesaran 400x; (c) = pembesaran 100x;
(d) = pembesaran 200x.
Dikutip dari (29)

Seminoma
Seminoma mediastinum merupakan jenis tumor sel germinal mediastinum
dengan insidensi terbesar kedua. Seminoma mediastinum primer sering terjadi
pada laki-laki muda dengan lokasi paling banyak pada mediastinum anterior.
Gejala asimptomatik saat diagnosis ditegakkan sebesar 20-40%. Keluhan pasien
dewasa terjadi apabila ukuran tumor mulai berkembang > 4,5 cm. Progresifitas
tumor ditemukan pada beberapa faktor seperti usia > 35 tahun, efusi pleura,
SVKS, adenopati supraklavikula atau cervikal, dan keterlibatan hilus.5,30
Seminoma berukuran besar, berbatas tegas, berwarna kemerahan dengan
bagian pucat krem kekuningan, berbentuk lobulated, dan homogen sehingga
mudah dibedakan saat pembedahan. Seminoma diduga berasal dari sel somatik
percabangan bronkus, sel ekstra gonadal atau embrionik yolk sac yang tertahan
pada perkembangan timus pada saat bermigrasi jauh dari urogenital ke gonadal.
Tumor yang terbentuk dari lebih dari satu lapis jaringan embrionik disebut sebagai
tumor sel germinal campuran meskipun terdapat komponen seminoma. Asal
histogenesis seminoma primer pada kompartemen mediastinum anterior tidak
diketahui, diperkirakan berkembang dari ekstra gonadal. Seminoma primer tidak
mengalami peningkatan AFP. Peningkatan ringan β-HCG sebesar < 100 ng/ml
dapat terjadi. Peningkatan β-HCG terjadi akibat peningkatan sekresi

18
syncytiothrophoblast yang merupakan komponen dari non seminoma. Hasil
pemeriksaan marker PLAP positif tapi sitokeratin negatif.12,31,32
Gambaran CT scan menunjukkan massa homogen besar di mediastinum
anterior lokal atau metastasis ke paru, sering disertai limfadenopati yang besar,
dan jarang didapatkan kalsifikasi. Tumor dapat membesar dan meluas ke
mediastinum medial. Seminoma sering metastasis ke organ intra torakal sebesar
> 60% kasus tetapi jarang metastasis luas ke tulang, otak, liver, dan nodus
limfatikus. Penyerapan 18F FDG-PET scan di lokasi gonadal dicurigai sebagai
tumor seminoma germinal sehingga perlu dipastikan lokasi primer dan metastasis
ke mediastinum. Gambaran CT scan dan penyerapan 18F FDG-PET scan
ditunjukkan oleh gambar sepuluh.4,5,12

Gambar 10. Gambaran CT scan dan penyerapan 18F FDG-PET scan.


Keterangan: (A) = potongan axial menunjukkan massa di trakea dan
vena cava superior; (B) = potongan axial menunjukkan penyerapan
abnormal 18F FDG-PET tumor mediastinum; (C) = potongan sagital
menunjukkan lokasi massa di trakea dan belakang vena cava; (D) =
potongan sagital menunjukkan penyerapan 18F FDG-PET; (E) =
peningkatan penyerapan 18F FDG-PET di urogenital.
Dikutip dari (5)
Keratin diekspresikan sebesar 39-80% pada tumor sel germinal
mediastinum jenis seminoma dan memiliki sedikit perbedaan dengan karsinoma.
Membran sel tampak jelas pada pemeriksaan imunoreaktivitas cluster of
differentiation-117 (CD-117) pada seminoma dengan hasil positif sebesar
75-100% kasus. Pemeriksaan imunoreaktivitas CD-117 tidak spesifik pada
seminoma karena terekspresi pada tumor sel germinal lain seperti karsinoma sel

19
kecil, adenokarsinoma paru, dan karsinoma timik. Reaktivitas CD-117
menunjukkan hasil rendah pada karsinoma embrional, tumor yolk sac dan
koriokarsinoma.33
Marker octamer binding transcription factor 4 (OCT4) memiliki
sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi untuk seminoma dan karsinoma embrional.
Reaktivitas nuklear OCT4 untuk seminoma sebesar 99% dan karsinoma
embrional sebesar 99%. Spesifitas OCT4 lebih superior dibandingkan tumor
marker lain. Gambaran histologis seminoma menunjukkan sel tunggal dengan
hiperplasia limfoid, sel tumor dengan sarang kecil, tumor dengan sitoplasma
bening dan beberapa nukleus prominen. Gambaran histologis seminoma
ditunjukkan oleh gambar sebelas.11

Gambar 11. Gambaran histologis seminoma.


Keterangan: (a) = sel tumor tunggal dengan hiperplasia limfoid; (b) =
sel tumor dengan sarang kecil; (c) = sel neoplastik dengan
pemeriksaan OCT4; (d) = sel neoplastik dengan pemeriksaan CD-117;
(e) = sel neoplastik dengan pemeriksaan PLAP.
Dikutip dari (11)

Non seminoma
Non seminoma mediastinum merupakan tumor ganas sel germinal
mediastinum yang diklasifikasikan menjadi tumor yolk sac, karsinoma embrional,
koriokarsinoma dan tumor sel germinal campuran. Non seminoma mediastinum
merupakan massa heterogen dengan area nekrotik pada massa yang luas, bentuk
ireguler, dan infiltratif akibat invasi ke jaringan sekitar. Kadar serologi β-HCG

20
dan AFP meningkat pada 90% kasus non seminoma. Konsentrasi β-HCG dan AFP
> 400 mg/ml merupakan diagnosis pasti untuk non seminoma.5,34
Non seminoma mediastinum berkembang sebesar 46% menjadi keganasan
hematologi. Jenis keganasan hematologi paling sering adalah acute myeloblastic
leukemia-M7 (AML-M7) dan sindrom mieloblastik. Tumor hematopoetik dapat
menjadi tumor sel germinal mediastinum primer atau ke ekstra mediastinum.
Hipotesis patogenesis non seminoma dengan keganasan hematologi adalah stem
cell hematopoetik meningkat pada tumor yolk sac dengan berbagai variasi
diferensiasi yang menyebabkan transformasi ganas pada leukemia sumsum tulang.
Sitogenetik abnormal terjadi pada 38% pasien dengan pemeriksaan sitogenik di
sumsum tulang yang mengindikasikan kemungkinan terjadi biologic pathway.
Translokasi terhadap etoposide seperti 11q23 dapat menyebabkan refrakter setelah
25-60 hari terapi multi modalitas dengan survival rate < 2 tahun. Penegakkan
diagnosis sindrom mieloblastik atau leukemia akut menentukan terapi yang
dilakukan.8,27
Non seminoma mediastinum sebagai massa inhomogen sering terdapat di
mediastinum anterior. Efusi pleura dapat terlihat pada CT scan. Gambaran
mikroskopis karsinoma embrional tipikal tersusun dari sel-sel besar dengan celah
sempit, otot lebar dan terdapat gambaran mitotik. Gambaran mikroskopis tumor
yolk sac menunjukkan sel tumor papiler di antara celah mikro kistik, sel tumor di
antara jaringan ikat, dan pembuluh darah kecil. Gambaran mikroskopis
koriokarsinoma tersusun dari syncytiotrophoblas dan cytotrophoblas.
Syncytiotrophoblas merupakan sel raksasa multi nuklear yang terletak di tengah
atau tepi sel. Cytotrophoblas merupakan sel tunggal dengan tepi sel sitoplasma
yang jernih. Gambaran CT scan non seminoma mediastinum dan histologis
karsinoma embrional, tumor yolk sac, serta koriokarsinoma ditunjukkan oleh
gambar dua belas.35

21
BA

CD

Gambar 12. Gambaran CT scan dan histologis non seminoma mediastinum dan
karsinoma embrional, tumor yolk sac, serta koriokarsinoma.
Keterangan: A = CT scan non seminoma mediastinum; B = karsinoma
embrional; C = tumor yolk sac; D = koriokarsinoma.
Dikutip dari (35)

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan prosedur diagnostik disesuaikan dengan kegawatan yang


terjadi. Kegawatan yang sering terjadi adalah kegawatan saluran napas,
kardiovaskuler atau saluran cerna. Prosedur diagnostik dilakukan apabila pasien
dalam kondisi stabil. Prosedur diagnostik bergantung pada sifat tumor, yaitu jinak
atau ganas. Tatalaksana bedah merupakan terapi pilihan untuk tumor mediastinum
jinak. Terapi pilihan untuk tumor sel germinal mediastinum ganas adalah multi
modalitas yaitu bedah, kemoterapi, dan radiasi. Tatalaksana stadium I secara
konservatif menggunakan multi modalitas atau dengan bedah saja, dan
ditambahkan modalitas lain sesuai dengan histologi tumor. Lesi lanjut (stadium II
atau III) memerlukan modalitas lebih agresif untuk kesembuhan. Tatalaksana
paliatif digunakan untuk tumor dengan metastasis ekstra toraks. Deteksi dini dan
tatalaksana tumor sel germinal dilakukan untuk mengurangi risiko morbiditas dan
mortalitas.2,18

22
Teratoma
Teratoma mediastinum matur tidak berpotensi metastasis seperti teratoma
testis dan dapat dilakukan reseksi tanpa adjuvan. Tatalaksana terapi teratoma
mediastinum imatur adalah reseksi bedah. Bedah reseksi total untuk menghindari
komplikasi akibat kompresi ke organ lain menjadi pilihan terapi teratoma
mediastinum. Prognosis teratoma mediastinum primer kongenital pada anak
tergantung pada stadium tumor dan jenis eksisi bedah. Teratoma mediastinum
memiliki prognosis sangat baik ketika dilakukan reseksi total. Teratoma
mediastinum ganas yang tidak dapat dilakukan reseksi lengkap karena infiltratif
ke struktur organ penting lain dapat dilakukan debulking setelah kemoterapi untuk
reduksi massa tumor. Pemantauan reguler dengan pemeriksaan serum marker
tumor dan radiologi harus dilakukan.23,32,36
Kemoterapi dipertimbangkan apabila didapatkan peningkatan AFP karena
kemungkinan terdapat komponen sel tumor germinal ganas. Teratoma
mediastinum dengan elemen keganasan membutuhkan terapi agresif dengan
mempertimbangkan kondisi pasien. Terapi yang disarankan adalah terapi multi
modalitas yaitu kombinasi bedah, radioterapi dan kemoterapi. Kemoterapi
diharapkan dapat mengontrol lesi lokal dan metastasis. Kemoterapi menjadi
standar praktis tatalaksana tumor sel germinal mediastinum primer dengan
cisplatin based. Regimen kemoterapi menggunakan bleomycin, etoposide, dan
cisplatin (BEP). Regimen kemoterapi diberikan setiap tiga minggu sekali.
Respons terhadap kemoterapi ataupun radiasi akan menurun apabila terdapat
komponen jinak sehingga harus dilakukan pembedahan.16,32,36
Kekambuhan pasca pembedahan jarang terjadi. Kekambuhan terjadi apabila
terdapat sisa reseksi karena lokasi anatomis struktur intra toraks, penempelan di
antara lesi maupun dengan organ sekitar yaitu perikardium, paru, pembuluh darah,
timus, dan dinding dada. Sisa tumor berpotensi transformasi struktur menjadi
ganas. Metastasis efusi perikardium banyak dijumpai pada teratoma mediastinum
dan sangat jarang dijumpai pada jenis non seminoma mediastinum.25,32

23
Seminoma
Modalitas utama dan pertama tatalaksana seminoma mediastinum yaitu
kemoterapi inisial dilanjutkan dengan radioterapi dan pembedahan pasca
kemoterapi. Seminoma mediastinum memiliki prognosis baik terhadap
kemoterapi dan sangat sensitif terhadap radiasi dengan angka kelangsungan hidup
yang panjang. Tindakan bedah diperlukan untuk beberapa kasus seminoma.19,30
Regimen kemoterapi standar dengan BEP diberikan kepada laki-laki
dengan seminoma mediastinum dan tumor primer testis. Pemberian empat siklus
kemoterapi menggunakan regimen etoposide dan cisplatin (EP) menjadi pilihan
untuk seminoma dengan risiko baik. Pasien seminoma mediastinum stadium awal
sembuh dengan reseksi bedah total diikuti dengan terapi radiasi sebesar 4000-
4500 cGy. Terapi stadium lanjut menggunakan kemoterapi inisial cisplatin-based.
Terapi radiasi inisial digunakan untuk pasien yang tidak dapat menjalani
kemoterapi awal. Kemoterapi tidak terlalu bermanfaat sehingga kombinasi
kemoterapi dengan tindakan bedah akan memperbaiki long term PFS dan overall
survival. 6,37,38
Pasien dengan seminoma mediastinum yang diterapi dengan kemoterapi
cisplatin based memiliki angka harapan hidup lima tahun sebesar 87-100% dan
angka harapan sepuluh tahun dan sebesar 75-100%, menyerupai seminoma
testikuler. Overall survival seminoma mediastinum sebesar 88-90%. Angka
ketahanan hidup menurun dengan peningkatan usia > 40 tahun pada seminoma
dan non seminoma. Korelasi antara tingkat serum marker tumor sebelum terapi
dan prognosis tidak didapatkan. Pasien dengan serum marker tumor yang lebih
rendah memiliki prognosis lebih baik. Pemberian kemoterapi dengan tingkat
serum yang normal dapat meningkatkan prognosis tumor sel germinal ganas.
Seminoma mediastinum ganas mempunyai prognosis buruk.11,30

Non seminoma
Non seminoma mediastinum memiliki respons baik dengan kemoterapi
advanced cisplatin-based namun bersifat radioresisten. Tindakan bedah reseksi
terhadap massa tumor yang tersisa setelah kemoterapi sangat penting untuk

24
mengendalikan non seminoma mediastinum. Tatalaksana multi modalitas menjadi
strategi yang harus diterapkan untuk mendapatkan respons yang baik,
menghindari resisten terhadap kemoterapi, dan untuk memulai kemoterapi
tambahan. Kontroversi masih terjadi untuk mencari tatalaksana yang paling
efektif antara reseksi bedah, kemoterapi, dan radioterapi tetapi multi modalitas
masih menjadi standar pengobatan non seminoma mediastinum. Terapi multi
modalitas diduga tidak efektif untuk non seminoma mediastinum.10,19,39
Standar kemoterapi non seminoma mediastinum menggunakan 4 siklus
regimen BEP. Pemeriksaan kadar β-HCG dan AFP digunakan untuk menentukan
penghentian terapi, indikasi reseksi bedah, atau melanjutkan kemoterapi.
Penatalaksanaan non seminoma mediastinum ganas dimulai apabila terdapat
peningkatan kadar β-HCG dan AFP meskipun diagnosis definitif tidak dapat
ditegakkan secara histologis. Algoritma penatalaksanaan non seminoma
mediastinum menurut PDPI ditunjukkan oleh gambar tiga belas.3,38
Kemoterapi 3-4 siklus

Kadar β-hCG, AFP Kadar β-hCG dan AFP, foto Kadar β-hCG atau AFP
dan foto toraks normal toraks stabil/abnormal meningkat

Tidak perlu terapi Reseksi (bedah) Lanjutkan kemoterapi


lanjutan

Kadar β-hCG dan Kadar β-hCG


Teratoma jinak dan Tumor dapat
AFP normal. Foto dan AFP tetap
atau jaringan diangkat atau
toraks stabil atau tinggi
nekrotik ada sisa tumor
abnormal

Tidak perlu terapi Lanjutkan Supportive


lanjutan kemoterapi care

Gambar 13. Penatalaksanaan non seminoma mediastinum menurut PDPI.


Keterangan: β-HCG = beta human chorio gonadotrophin; AFP =
alpha feto protein.
Dikutip dari (3)

25
Prognosis non seminoma mediastinum lebih buruk dibandingkan
seminoma mediastinum. Prognosis non seminoma mediastinum semakin buruk
apabila tumor tidak dapat direseksi dan terjadi kekambuhan setelah kemoterapi
inisial. Penelitian Albany di Indiana University pada tahun 2003
merekomendasikan empat siklus regimen etoposide, ifosfamide, dan cisplatin
(VIP) untuk non seminoma mediastinum karena toleransi paru lebih baik
dibandingkan kemoterapi yang mengandung bleomycin. Regimen VIP dapat
diberikan sebagai kemoterapi lini kedua. Pemantauan respons penatalaksanaan
non seminoma mediastinum dengan mengevaluasi massa residual dengan
pemeriksaan CT scan setiap dua bulan pada tahun pertama, setiap empat bulan
pada tahun kedua, dan setiap enam bulan pada tahun ketiga sampai lima.38
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2003 merekomendasikan
penatalaksanaan seminoma mediastinum dengan kemoterapi inisial 3-4 siklus.
International Germ Cell Collaborative Group menyatakan prognosis kurang baik
apabila dijumpai salah satu dari kriteria: non seminoma mediastinum primer,
metastasis ke ekstra pulmoner, dan AFP > 10.000 IU/ml. Angka ketahanan hidup
lima tahun non seminoma mediastinum lebih rendah dibandingkan seminoma
mediastinum atau teratoma mediastinum. Takeda meneliti 105 pasien yang
diberikan terapi multi modalitas tahun 1951-2000 di Jepang. Hasil penelitian
menyatakan angka ketahanan hidup selama 8-19 tahun pasca terapi sebesar 83%.
Angka ketahanan hidup pasien dengan non seminoma mediastinum berdasarkan
terapi ditunjukkan oleh tabel empat.20,38,40
Tabel 4. Angka ketahanan hidup pasien dengan non seminoma mediastinum
berdasarkan terapi
Peneliti Jumlah Terapi Ketahanan Hidup
Pasien
Takeda, dkk 13 Terapi multi modalitas 83% bertahan di 8 bulan
sampai 19 tahun pasca terapi
Sterchi, dkk 105 Radiasi 58% saat 5 tahun
Polansky, dkk 107 Radiasi 75% saat 5 tahun

Bokemeyer, dkk 51 Kemoterapi 74% pasien 88% saat 5 tahun


Radioterapi 9% pasien
Kemoterapi, radioterapi 17%
pasien
Gholam, dkk 12 Kemoterapi saja 100% saat 7 tahun
Dikutip dari (40)

26
Evaluasi
Evaluasi tumor mediastinum meliputi efek samping dan respons terapi.
Evaluasi efek samping dilakukan setiap siklus kemoterapi dan atau setiap lima
fraksi radiasi dosis 1000 cGy. Evaluasi respons terapi dilakukan setelah pemberian
dua siklus kemoterapi pada hari pertama siklus ketiga atau setelah sepuluh fraksi
radiasi dosis 200 cGy dengan foto toraks. Kemoterapi masih dapat dilanjutkan
pada respons sebagian atau stable disease. Kemoterapi dihentikan pada progresive
disease. Pengukuran AFP dan β-HCG digunakan untuk menentukan respons terapi
dan memastikan strategi diagnostik dan terapi. Kadar normal AFP < 10 ng/ml dan
β-HCG < 5 mIU/ml ditemukan pada pasien tidak dalam kondisi hamil.3,16,20

Penelitian tumor sel germinal kambuh atau resisten


Angka keberhasilan kemoterapi dan protokol kemoterapi platinum based
berdasarkan usia, lokasi primer, gambaran histologis, stadium, reseksi bedah total
atau parsial. Kemoresisten atau kekambuhan dapat terjadi setelah kemoterapi.
Rekurensi terjadi pada 40-80% pasien setelah beberapa tahun pemberian
kemoterapi awal. Rekurensi menurunkan prognosis. Harapan hidup pasien tumor
sel germinal mediastinal yang mengalami kekambuhan sebesar < 10%. Data
penelitian rekurensi tumor sel germinal masih sedikit. Tatalaksana reseksi bedah
sangat penting, namun kemoterapi ablasi dan transplantasi sel stem hematopoetik
autolog menjadi pilihan. Penemuan imunoterapi pada banyak tumor solid
dikembangkan sebagai antikanker. Imunoterapi dimanfaatkan untuk kanker seperti
melanoma, kanker paru, dan kanker renal.23,40,41
Kelas risiko, sistem staging, dan pendekatan terapi dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu anak-anak, remaja, dan dewasa muda. Pasien anak berusia < 15
tahun dirawat oleh onkologist anak berkolaborasi dengan bedah anak. Pasien
remaja dan dewasa muda dirawat oleh oncologist, urologist, atau gynekolog
oncologist. Kolaborasi internasional dari kelompok yang berbeda-beda
dikembangkan untuk penatalaksanan tumor sel germinal mediastinum.35,36

SIMPULAN

27
1. Tumor sel germinal merupakan neoplasma yang secara spesifik berasal dari
organ reproduksi gonadal, yaitu ovarium dan testis.
2. Tumor sel germinal 95% berasal dari sel germinal testis dan dapat berkembang
di tempat lain yang disebut sebagai tumor ekstra gonadal.
3. Insidensi tumor sel germinal ekstra gonadal mediastinum sebesar 10-15% dan
50-70% terjadi di mediastinum anterosuperior.
4. Tumor sel germinal mediastinum secara histologis dibagi menjadi tiga jenis
yaitu seminoma, non seminoma, dan teratoma.
5. Diagnosis tumor sel germinal mediastinum ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti petanda tumor,
radiologi, dan histopatologi.
6. Tatalaksana tumor sel germinal mediastinum menggunakan terapi multi
modalitas yaitu radioterapi, kemoterapi, dan bedah.
7. Resistensi terhadap tatalaksana kemoterapi dapat terjadi sehingga para peneliti
mengembangkan terapi toksis terbaik yang dapat memperpanjang angka
harapan hidup penderita tumor sel germinal mediastinum.

Dikuti

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Silva LLC da, Vergilio FS, Yamaguti DCC, et al. Yolk sac primary tumor of
mediastino: a rare case in a young adult. Einstein (São Paulo).
2017;15(4):496-499. doi:10.1590/s1679-45082017rc4008
2. Kohli M, Zhang BY, Costello BA. Management of Germ Cell Tumors. In:
Pathology and Biology of Human Germ Cell Tumors. Berlin, Heidelberg:
Springer Berlin Heidelberg; 2017:181-194. doi:10.1007/978-3-662-53775-
6_5
3. TUMOR MEDIASTINUM. https://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
tumormediastinum/tmrmediastinum.pdf. Accessed November 20, 2018.
4. Roden AC. Mediastinal Germ Cell Tumors. In: Pathology and Biology of
Human Germ Cell Tumors. Berlin, Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg;
2017:327-364. doi:10.1007/978-3-662-53775-6_8
5. Xu J, Zhao J, Geng S, et al. Primary seminoma arising in the middle
mediastinum: A case report. Oncol Lett. 2016. doi:10.3892/ol.2016.4575
6. Huang J, Tan Y, Zhen Z, et al. Role of post-chemotherapy radiation in the
management of children and adolescents with primary advanced malignant
mediastinal germ cell tumors. PLoS One. 2017.
doi:10.1371/journal.pone.0183219
7. Thoracic Oncology - Google Books. https://books.google.co.id/books?
id=3JK1BwAAQBAJ&pg=PA305&dq=histopathology+MEDIASTINAL+g
erm+cell+tumors&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjh7r7_h8veAhWLOI8KHd
9BDrcQ6AEINTAC#v=onepage&q=histopathology MEDIASTINAL germ
cell tumors&f=false. Accessed November 11, 2018.
8. Pathology of the Mediastinum - Google Books.
https://books.google.co.id/books?
id=_RqTAgAAQBAJ&pg=PA149&dq=histopathology+MEDIASTINAL+ge
rm+cell+tumors&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjh7r7_h8veAhWLOI8KHd9
BDrcQ6AEIQDAE#v=onepage&q=histopathology MEDIASTINAL germ
cell tumors&f=false. Accessed November 11, 2018.
9. Trama A, Berrino F. The Epidemiology of Malignant Germ Cell Tumors: The
EUROCARE Study. In: Pathology and Biology of Human Germ Cell
Tumors. Berlin, Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg; 2017:11-21.
doi:10.1007/978-3-662-53775-6_2
10. Tanaka Y, Okamura T, Nagai T, et al. A Study of Patients with Primary
Mediastinal Germ Cell Tumors Treated Using Multimodal Therapy. Adv
Urol. 2017. doi:10.1155/2017/1404610
11. Nogales FF, Jimenez RE, eds. Pathology and Biology of Human Germ Cell
Tumors. Berlin, Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg; 2017.
doi:10.1007/978-3-662-53775-6
12. Atlas of Mediastinal Pathology - Saul Suster - Google Books.
https://books.google.co.id/books?

29
id=E5y4CQAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=histopathology+MEDIAST
INAL+germ+cell+tumors&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjh7r7_h8veAhWL
OI8KHd9BDrcQ6AEISzAG#v=onepage&q=histopathology
MEDIASTINAL germ cell tumors&f=false. Accessed November 11, 2018.
13. Girard N, Harris NL, Jaffe ES. The 2015 WHO Classification of Tumors of
the Thymus: Continuity and Changes. 2015 WHO Classif Tumors Thymus
Contin Chang. 2016;10(10):1383-1395.
doi:10.1097/JTO.0000000000000654.The
14. Weinberger SE, Cockrill BA, Mandel J. Mediastinal Disease. Princ Pulm
Med. 2014:216-223. doi:10.1016/B978-1-4557-2532-8.00016-5
15. Murray MJ, Nicholson JC, Coleman N. Biology of childhood germ cell
tumours, focussing on the significance of microRNAs. Andrology.
2015;3(1):129-139. doi:10.1111/andr.277
16. Olson TA. Chapter 29. Germ Cell Tumors. 2016. doi:10.1016/B978-0-12-
801368-7.00029-6
17. Einhorn L. MTE 23.02 Mediastinal Germ Cell Tumor. J Thorac Oncol.
2017;12(11):S1652-S1653. doi:10.1016/j.jtho.2017.09.175
18. Oncology: An Evidence-Based Approach - Google Books.
https://books.google.co.id/books?id=vxh6u1-
ETk0C&pg=PA655&dq=Multimodality+treatment+of+patients+with+primit
ive+mediastinal+germ+cell+tumors&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwipkIC5se
LeAhWKvI8KHUJEAMEQ6AEINjAC#v=onepage&q=Multimodality
treatment of patients w. Accessed November 20, 2018.
19. Liu Y, Wang Z, Peng ZM, Yu Y. Management of the primary malignant
mediastinal germ cell tumors: Experience with 54 patients. Diagn Pathol.
2014. doi:10.1186/1746-1596-9-33
20. Trama A, Berrino F. The Epidemiology of Malignant Germ Cell Tumors: The
EUROCARE Study. In: Pathology and Biology of Human Germ Cell
Tumors. Berlin, Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg; 2017:11-21.
doi:10.1007/978-3-662-53775-6_2
21. Broaddus VC, Mason RJ, Ernst JD, et al. Murray &amp; Nadel’s Textbook of
Respiratory Medicine.
22. Weissferdt A, Moran CA. Staging of Primary Mediastinal Tumors. Adv Anat
Pathol. 2013;20(1):1-9. doi:10.1097/PAP.0b013e31827b6619
23. Olson TA, Murray MJ, Rodriguez-Galindo C, et al. Pediatric and Adolescent
Extracranial Germ Cell Tumors: The Road to Collaboration. J Clin Oncol.
2015;33(27):3018-3028. doi:10.1200/JCO.2014.60.5337
24. Williamson SR, Ulbright TM. Germ cell tumors of the mediastinum. In:
Marchevsky AM, Wick MR, eds. Pathology of the Mediastinum. Cambridge:
Cambridge University Press; 2015:146-168.
doi:10.1017/CBO9781316160824.010
25. Anushree CN, Shanti V. Mature mediastinal teratoma. J Clin Diagnostic Res.
2015. doi:10.7860/JCDR/2015/11902.6088
26. Elmer ress, No T-H, Seol S-H, et al. Benign Mature Teratoma in Anterior
Mediastinum. J Clin Med Res. 2015;7(9):726-728.
doi:10.14740/jocmr2270w

30
27. Fletcher CDM. Diagnostic Histopathology of Tumors. Saunders/Elsevier;
2013. https://books.google.co.id/books?
id=iXSYYWVMZRkC&pg=PA1612&dq=histopathology+MEDIASTINAL
+germ+cell+tumors&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjh7r7_h8veAhWLOI8K
Hd9BDrcQ6AEIOjAD#v=onepage&q=histopathology MEDIASTINAL
germ cell tumors&f=false. Accessed November 11, 2018.
28. Benign and Malignant Neoplasms of the Mediastinum | Fishman’s
Pulmonary Diseases and Disorders, 5e | AccessMedicine | McGraw-Hill
Medical. https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?
bookid=1344&sectionid=81193892. Accessed June 20, 2018.
29. Fujita K, Hayashi K, Motoishi M, Sawai S, Terashima T, Mio T. Giant
mature teratoma in the mediastinum presenting with rapid growth. 2016:309-
312. doi:10.1093/omcr/omw093
30. Napieralska A, Majewski W, Osewski W, Miszczyk L. Primary mediastinal
seminoma. J Thorac Dis. 2018;10(7):4335-4341.
doi:10.21037/jtd.2018.06.120
31. Bravo-Balado A, Torres Castellanos L, Carrillo Rodríguez A, et al. Primary
Mediastinal Pure Seminomatous Germ Cell Tumor (Germinoma) as a Rare
Cause of Precocious Puberty in a 9-Year-Old Patient. Urology.
2017;110:216-219. doi:10.1016/j.urology.2017.08.038
32. Histopathology Reporting: Guidelines for Surgical Cancer - Derek C Allen -
Google Books. https://books.google.co.id/books?
id=rDCgBQAAQBAJ&pg=PA173&dq=histopathology+MEDIASTINAL+g
erm+cell+tumors&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiExOrTisveAhUOUI8KHe
RTBrY4ChDoAQhGMAU#v=onepage&q=histopathology MEDIASTINAL
germ cell tumors&f=false. Accessed November 11, 2018.
33. Preda O, Nogales FF. Diagnostic Immunopathology of Germ Cell Tumors.
In: Pathology and Biology of Human Germ Cell Tumors. Berlin, Heidelberg:
Springer Berlin Heidelberg; 2017:131-179. doi:10.1007/978-3-662-53775-
6_4
34. Chira RI, Chira A, Mircea PA, Valean S. Mediastinal masses — transthoracic
ultrasonography aspects. 2017;49(November).
35. General Thoracic Surgery - Thomas W. Shields, Joseph LoCicero, Carolyn E.
Reed, Richard H. Feins - Google Books. https://books.google.co.id/books?
id=Gf7x6dZ1smsC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false. Accessed
December 24, 2018.
36. Daher P, Riachy E, Khoury A, Raffoul L, Ghorra C, Rehayem C. Growing
teratoma syndrome: first case report in a 4-year-old girl. J Pediatr Adolesc
Gynecol. 2015;28(1):e5-e7. doi:10.1016/j.jpag.2014.03.003
37. Riggs SB, Burgess EF, Gaston KE, Merwarth CA, Raghavan D.
Postchemotherapy Surgery for Germ Cell Tumors--What Have We Learned
in 35 Years? Oncologist. 2014. doi:10.1634/theoncologist.2013-0379
38. Busch J, Seidel C, Zengerling F. Male Extragonadal Germ Cell Tumors of
the Adult. Oncol Res Treat. 2016;39:140-144. doi:10.1159/000444271
39. Wada Y, Yokoyama T, Yamamoto H, Hanaoka M, Kawakami S, Koizumi T.
Primary nonseminomatous germ cell tumor in the posterior mediastinum.

31
Respirol Case Reports. 2014. doi:10.1002/rcr2.44
40. Sakane T, Moriyama S, Haneda H, et al. MA 16.10 Treatment Outcomes of
Primary Malignant Germ Cell Tumors of the Mediastinum. J Thorac Oncol.
2017;12(11):S1870. doi:10.1016/j.jtho.2017.09.604
41. Adra N, Althouse SK, Liu H, et al. Prognostic factors in patients with poor-
risk germ-cell tumors: a retrospective analysis of the Indiana University
experience from 1990 to 2014. Ann Oncol. 2016;27(5):875-879.
doi:10.1093/annonc/mdw045

32
33
34

You might also like