You are on page 1of 19

PENGOLAHAN DATA SEISMIK REFLEKSI

Farhan Agoel Albazie, Nur Isnaini Rahmaningtyas, Rizki Putri Amaliastuti, Ade
Sababurrohmah, Reyhan Dzaky Darmawan, Dillon Amangda B.M, M. Yusuf
Ibrahim
Departemen Teknik Geofisika – Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Jl. Arif Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

Abstrak
Telah dilakukan pengolahan data seismik refraksi berdasarkan data akuisisi di Jl. Mojo
Kopek, Mulung, Driyorejo, Kabupaten Gresik, Jawa Timur dengan tujuan untuk lebih
memahami proses pengolahan data pada Seismik Refleksi menggunakan software
VISTA. Data akuisisi berupa seismic trace Data ini berupa domain waktu. Dalam akuisisi
jumlah shot yang didapatkan adalah 103 dengan jumlah receiver yang digunakan adalah
18. Dari 103 shot yang ada akan dilakukan merge (penggabungan) didalam Wysegycat
dengan diurutkan shot pertama hingga terakhir. Setelah itu dilakukan pembuatan header
di tesseral sampai recgather with header dengan menggunakan matlab. Setelah
didapatkan file rec gather with header maka kita masuk ke dalam software VISTA, yang
kemudian dilakukan proses geometri labelling. Dan dilakukan proses filtering yaitu AGC
dan Ormsby.Langkah selanjutnya adalah memberi tanda dari trace yang menurut
kelompok kami merupakan noise ataupun trace yang tidak terekam yang ingin di killing
dan muting Setelah itu dilakukan Velan (Velocity Analysis) dan dilanjutkan dengan
picking data. Kemudian dilakukan koreksi NMO dan akan terlihat hasilnya. Maka dari
proses tersebut kita dapat melakukan interpretasi penampang bawah permukaan. dihasil
penampang ini kemungkinan merupakan batas reflektor, karena dilihat dari nilai
amplitude yang besar. kemungkinan pada penampang ini memiliki sebuah
ketidakmenerusan lapisan namun, dari data yang kami hasilkan penampang tersebut tidak
terlihat, karena penetrasi yang dihasilkan kurang dalam. Hal tersebut kemungkinan terjadi
karena adanya kesalahan saat pengukuran.

Kata Kunci : Filtering, Interpetasi , NMO, Refleksi, Velocity Analysis

1. PENDAHULUAN
Metode seismik merupakan salah satu metode geofisika yang memanfaatkan
laju perambatan gelombang di dalam bumi dari suatu sumber getaran yang diberikan
di permukaan bumi. Metode seismik terbagi menjadi dua yakni seismik refraksi yang
memanfaatkan prinsip pembiasan gelombang dan seismik refleksi yang memanfaatkan
prinsip pemantulan gelombang. Dalam pencarian prospek hidrokarbon metode seismik
refleksi, kerena metode ini dapat menjangkau lapisan dalam bumi bahkan sampai pada
bagian mantel bumi.
Metode seismik memiliki tiga tahapan utama dalam penerapannya, antara lain
akuisisi, pengolahan data, dan interpretasi. Ketiga tahapan ini masing-masing
memegang peranan yang sangat penting guna tercapainya tujuan eksplorasi. Akan
tetapi tahapan yang dijelaskan dalam penulisan laporan ini difokuskan pada
pengolahan data khususnya seismik refleksi, karena pada tahap inilah data hasil
akuisisi diolah sehingga menghasilkan suatu penampang bawah permukaan untuk
dapat diinterpretasi.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Seismik Refleksi
Metode seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang
menggunakan gelombang akustik untuk mengetahui keadaan bawah permukaan bumi.
Gelombang seismik yang digunakan berasal dari sumber getaran (berupa dinamit,
vibroseis, palu hammer) yang melewati bawah permukaan kemudian di pantulkan oleh
bidang batas batuan sehingga dapat diterima oleh receiver (geophone dan hydrophone).
Biasanya metode seismik refleksi ini dipadukan dengan metode geofisika lainnya,
misalnya metode grafitasi, magnetik, dan lain-lain. Namun metode seismik refleksi
adalah yang paling mudah memberikan informasi paling akurat terhadap gambaran atau
model geologi bawah permukaan dikarenakan data-data yang diperoleh lebih akurat.
Seismik refleksi terjadi akibat penjalaran gelombang seismik di bawah
permukaan, yangmana terjadinya adalah sebelum sudut kritisnya. Refleksi atau
pemantulan gelombang terjadi karena adanya reflektor yang menunjukkan adanya
kontras impedan (akustik impedan) antar lapisan bawah permukaan.

Gambar 2. 1 Konsep Seismik Refleksi


2.2. Demultiplexing
Merupakan suatu tahapan untuk mengatur kembali atau mengurutkan data
berdasarkan kelompok trace/channel-nya. Gelombang seismik yang diterima oleh
sensor geophone pada mulanya berbentuk analog, yang kemudian dilakukan sampling
dan digitalisasi dengan menggunakan multiplexer pada interval tertentu saat
perekaman berlangsung.
2.3. Geometri/Labelling
Labeling menandakan catatan untuk shot point dan receiver posisition (koordinat)
dan geometri spread (template). Tahapan ini dimaksudkan untuk mendefinisikan
geometri dari data yang telah di-loading agar sesuai dengan geometri penembakan pada
akusisi data di lapangan.
Gambar 2. 1 Geometri/Labelling
Adapun aplikasi geometri/labelling pada perpindahan linear adalah seperti gambar
berikut:

2.4. Noise Editing/Atenuasi


Tahapan editing merupakan tahapan untuk mengkoreksi amplitudo-amplitudo
yang dianggap buruk pada setiap trace seismiknya. Sedangkan muting adalah tahapan
untuk menghapus sinyal-sinyal gelombang langsung (direct wave) yang terekam selama
pengukuran dan gelombang-gelombang refraksi yang tidak dibutuhkan.

Gambar 2. 2 Sebelum dan sesudah Editing


2.5. Koreksi Amplitudo
Ketika perekaman berlangsung, data yang terekam telah diberikan penguatan
(gain), namun dengan fungsi yang bersifat instantaneous floating point yang dapat
menyebabkan adanya distorsi pada data. Fungsi penguatan tersebut kemudian dapat
dikoreksi dengan cara mengalikan nilai-nilai trace seismik dengan inversi dari fungsi
penguatan, dan nilai rata-rata amplitudo trace seismik dikalkulasi sebagai fungsi waktu,
sehingga hasilnya dapat diketahui parameter-parameter fungsi penguatan yang baru.

Gambar 2. 3 Koreksi Amplitudo


Fungsi penguatan yang benar akan menghasilkan trace seismik dengan perbandingan
amplitudo-amplitudo yang sesuai dengan perbandingan dari masing-masing koefisiensi
refleksinya, sehingga akan mempermudah dalam interpretasi. Fungsi penguatan g(t)
secara dapat dinyatakan sebagai:
𝐺𝑎𝑖𝑛 (𝑑𝐵) = 𝐴𝑡 + 𝐵 20 log(𝑡) + 𝐶 (2.1)
dimana t merupakan waktu, A sebagai faktor atenuasi, B sebagai faktor spherical
divergence, dan C adalah nilai tetapan penguatan. Dalam penerapannya, terdapat
beberapa jenis penguatan, yaitu:
 Programmed Gain Control (PGC); Fungsi penguatan berdasarkan interpolasi
antara nilai skalar amplitudo sampel pada laju sampling dengan satu window
tertentu.

Gambar 2. 4 Programmed Gain Control (PGC)


 Automatic Gain Control (AGC); Fungsi penguatan berdasarkan root mean square
(RMS), dimana dikalkulasikan RMS dari kuadrat amplitudo di tiap sampel pada
satu window tertentu.
Gambar 2. 5 Automatic Gain Control (AGC)
2.6. Dekonvolusi
Ketika gelombang seismik diberikan pada suatu model geologi, maka akan terjadi
konvolusi antara model geologi dan gelombang seismik sehingga hasil respon
gelombang tersebut tidak sesuai dengan Reflection Cofficient. Proses deconvolution ini
akan menghilangkan efek konvolusi tersebut agar respon gelombang seismik yang
didapat lebih maksimal.

Gambar 2. 6 Dasar Dekonvolusi

Gambar 2. 7 Setelah Dekonvolusi


Dekonvolusi adalah suatu proses untuk menghilangkan pengaruh wavelet sumber
dari suatu jejak seismik. Dengan proses tersebut diperoleh deret pseudo refleksi yang
berupa deretan spike dengan panjang tertentu yang menggambarkan harga
amplitudonya. Dengan pengertian ini maka proses dekonvolusi adalah proses untuk
mengkompres wavelet agar dapat memberikan daya pisah terhadap perlapisan batuan
dalam bumi pada penampang seismik.
Gambar 2. 8 Dekonvolusi
Dekonvolusi biasanya dilakukan sepanjang sumbu waktu. Tahapan ini bertujuan
untuk meningkatkan reolusi temporal dengan meningkatkan basic seismik wavelet
(sinyal seismik sebagai fungsi waktu) dari data seismik. Jejak seismik yang diterima dan
terekam di alat perekaman merupakan suatu hasil dari konvolusi gelombang seismik
yang terjadi dalam bumi yang dinyatakan sebagai berikut:
𝑠(𝑡) = 𝑤(𝑡) 𝑥 𝑒(𝑡) + 𝑛(𝑡) (2.2)
Dimana s(t) adalah jejak seismik yang terekam, w(t) adalah wavelet yang dibangkitkan,
e(t) adalah respon impuls atau koefisien refleksi dan n(t) adalah noise.
Dekonvolusi bertujuan untuk :
 Meningkatkan resolusi vertical.
 Menghilangkan ringing.
 Memperbaiki penampilan dari stacked section sehingga menjadi lebih mudah
untuk diinterpretasi.
 Seismik section menjadi lebih mirip dengan model geologi.
 Menghilangkan multiple
2.7. Interpolasi Trace
Trace seismik yang hilang akibat tidak berfungsinya salah satu atau beberapa
instrumen seismik seperti sumber suara, sensor geophone atau hidrophone, dan juga
akibat editing karena buruknya data menyebabkan adanya gap dalam data. Interpolasi
prediksi FX seringkali digunakan untuk mengatasi masalah ini.
2.8. Koreksi Statik
Koreksi statik bertujuan menghilangkan pengaruh yang tidak diinginkan pada data
rekaman seismik sehingga didapatkan informasi geologi bawah permukaan yang bisa
dipercaya. Koreksi statik dilakukan pada data seismik dengan cara menggeser sejauh
waktu tertentu (time shift) faktor-faktor yang mempengaruhi pada lingkungan laut
antara lain sebagai berikut:
a) Perbedaan elevasi antara sumber suara dan sensor pada kabel streamer.
b) Perhitungan ketinggian ombak secara periodik yang mempengaruhi posisi sumber
suara dan sensor secara pola tertentu. Informasi ini dapat diperoleh dari stasiun
peramal cuaca dan diaplikasikan terhadap informasi kedudukan sumber dan
sensor.
c) Adanya perbedaan kecepatan gelombang dalam medium air yang dikarenakan
perbedaan temperatur pada kondisi lingkungan laut. Hal ini kritis terutama pada
penggabungan dua data seismik dengan jarak waktu akuisisi yang cukup lama.
Koreksi statik lapangan (field statics) pada dasarnya menghitung koreksi akibat
selisih jarak antara datum dan sumber maupun datum dan sensor.

Gambar 2. 9 Koreksi Statik

2.8. Koreksi NMO


Normal Moveout atau NMO adalah perbedaan antara dua kali waktu tempuh
gelombang refleksi pada offset tertentu dengan dua kali waktu tempuh gelombang
refleksi pada offset nol. Koreksi NMO dilakukan untuk menghilangkan efek jarak,
dengan kata lain membawa seluruh refleksi seismik pada CMP gather ke offset nol.
Koreksi NMO juga dimaksudkan untuk menghasilkan stack yang baik. Koreksi NMO
dilakukan dengan mengaplikasikan model kecepatan yang sesuai terhadap CMP gather.
Pada model reflektor datar, kecepatan yang sesuai akan membuat reflektor pada CMP
gather menjadi flat.
Gambar 2. 10 (a) trace seimik sebelum (b) sesudah koreksi NMO
Koreksi NMO dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:

Gambar 2. 11 Koreksi NMO


2.9. Koreksi NMO
Pencitraan bawah tanah/laut membutuhkan model kecepatan yang mewakili
perubahan geologi di kedalaman. Model kecepatan dibuat berdasarkan analisis
kecepatan yang dibuat setiap titik crossline dengan jarak tertentu. Total data kecepatan
akan membentuk model kecepatan akhir yang mewakili struktur kompleks geologi
sebagai referensi dalam komputasi pencitraan akhir.
Koherensi dibuat pada kedua data sensor tunggal dan sensor ganda sehingga data
tersebut dapat dibandingkan. Koherensi yang dibuat dari data sensor ganda Pup yang
lebih unggul dengan titiktik homogen yang lebih terfokus dan tanpa ambiguitas yang
disebabkan oleh ghost sehingga memiliki produk koherensi yang lebih jelas, gather
dengan even yang koheren dan kuat, dan stack dengan tampilan reflector yang lebih
definitif sehingga analisis kecepatan dilakukan dengan lebih sempurna. Koherensi yang
dibuat dari data sensor tunggal itu sendiri tidak memiliki kualitas sebaik data sensor
ganda Pup yang berarti lebih banyak kemungkinan atau ambiguitas dalam pemilihan
besaran kecepatan terbaik dalam suatu lokasi tertentu.

Gambar 2. 12 Tipe Noise dan Ambiguitas dalam Pemilihan Besaran Kecepatan


Keunggulan dari data sensor ganda ini sangat membantu dalam proses pengerjaan
model kecepatan dari segi waktu pengerjaan dikarenakan analisis yang lebih mudah
dengan adanya koherensi data yang lebih menonjol sehingga pada kesimpulan akhirnya
akan lebih valid. Model kecepatan akhir yang diperoleh setelah empat proses analisis
kecepatan dengan input data yang telah diproses migrasi.
2.10. Koreksi Statik Residual
Residual statik dilakukan pada pengolahan data yang merupakan lanjutan yang
dilakukan pada tahap sebelumnya yaitu koreksi statik. Pada tahap koreksi statik
mungkin masih ada file yang belum terkoreksi atau masih dalam keadaan posisi
statiknya. Maka untuk koresi statik selanjutnya digunakan tahapan residual statik.
Residual statik dimaksudkan memperbaiki posisi wavelet pada trace seismik. Faktor
topografi mengakibatkan gelombang seismik membentuk kurva hiperbolik yang tidak
sempurna, penyimpangan wavelet dari bentuk hiperbolik pada CDP gather Gambar
berikut mengakibatkan tidak maksimal yang membuat hasil picking menjadi jelek dan
membuat refleksi menjadi kurang fokus. Residual statik yang digunakan menggunakan
konsep dari surface consistent static dengan cara menggeser sumber dam perekam
secara vertikal sehingga posisi trace yang lebih selaras. Pergeseran statik merupakan
selisih waktu yang bergantung pada kondisi sumber dan penerima di permukaan. Hal
ini dapat digunakan jika gelombang seismik (tidak memperhitungkan jarak antara
sumber dan dan penerima) menjalar secara vertikal pada lapisan dekat permukaan.
Karena laipsan dekat permukaan biasanya merupakan lapisan lapuk dan gelombang
merambat dengan kecepatan yang rendah sehingga refraksi pada dasar lapisan tersebut
cenderung membentuk jalur vertikal.

Gambar 2. 13 Proses Residual Statik dengan Pergeseran pada Data sehingga Menjadi Flat
2.11 Dip Move Out (DMO)
Proses DMO merupakan koreksi yang digunakan untuk membuat sinyal seismik
berada pada CDP yang sama, hal ini terjadi karena adanya lapisan miring yang ada pada
struktur bawah permukaan sehingga sinyal-sinyal seismik yang terpantul dari lapisan
miring ini akan berpindah ke arah atas dari CDP. Maka dengan koreksi DMO ini sinyal-
sinyal seismik yang berpindah ke arah atas ini dikembalikan pada CDP. Hal ini biasa
disebut juga dengan keadaan zerooffset. DMO pada dasarnya prosesnya sama seperti
NMO. Gambar berikut menunjukan hasil dari koreksi DMO, secara keseluruhan CDP
gather sebelum koreksi memperlihatkan bentuk trace yang kurang begitu teliti dan fokus
dan spektrum amplitudo tidak terlihat tajam serta jelas dan setelah dilakukan koreksi
DMO trace yang merupakan gelomabng refleksi atau data yang diharapkan terlihat
dengan semakin jelas dan tajam serta lebih fokus dengan amplitudo yang lebih tebal.
Hal ini diduga karena faktor moveout pada lapisan miring yang membuattitik reflektor
berpindah ke arah atas di geser kembali pada titik CDP yang sesuai dengan CMP.

Gambar 2. 14 Koreksi DMO


2.12 Migrasi
Tahap akhir dalam pengolahan data ini adalah migrasi, teknik migrasi yang
digunakan adalah post stack migration dalam domain waktu. Post stack migration
dilakukan setelah proses stacking dengan hasil dari stacksection digunakan sebagai
masukan pada tahap migrasi. Migrasi merupakan suatu langkah memindahkan reflektor
semu hasil rekaman ke keadaan reflektor yang sebenarnya yang merupakan
kemungkinan reflektor yang bersifat miring dan efek difraksi.
3. METODOLOGI
Setelah dilakukan akuisisi, data-data hasil akuisisi tersebut akan diolah agar
nantinya diperoleh penampang bawah permukaan dan dapat diinterpretasikan. Data
tersebut berupa seismik trace dalam format (*.sgy). Data ini berupa data dalam domain
waktu. Jumlah shot yang didapatkan adalah 103 dengan jumlah receiver yang digunakan
adalah 18. Dari 103 shot yang ada akan dilakukan merge (penggabungan) didalam
Wysegycat dengan diurutkan shot pertama hingga terakhir. Setelah itu dilakukan
pembuatan header yang memiliki tujuan untuk memberi nama trace pada shot yang kita
dapatkan pada saat akuisisi. Pada proses ini dibuat 2 model pada tesseral, model pertama
digunakan untuk membuat header shot gather dengan 24 receiver dan 103 shot kemudian
dilakukan grid merge dan convert dalam bentuk (*.sgy) dari hasil domain waktu yang
didapatkan. Dan, model kedua digunakan untuk membuat header receiver gather dengan
103 receiver dan 18 shot kemudian dilakukan grid merge dan convert dalam bentuk
(*.sgy) dari hasil domain waktu yang didapatkan. Proses selanjutnya adalah membuat
rec gather dari shot gather dengan matlab. Setelah itu, rec gather ditrim sebanyak 103
trace sehingga didapatkan 24 rec gather, kemudian di merge dengan menggunakan
Wysegycat hanya sampai rec gather ke-18. Setelah itu input header. Maka akan
menghasilkan rec gather with header
Setelah didapatkan file rec. gather with header maka kita masuk ke dalam software
VISTA, yang kemudian dilakukan proses geometri labelling. Kemudian dilakukan proses
filtering yaitu AGC dan Ormsby. Dengan diagram alir kerja atau jobflow. Proses awalnya
adalah memasukkan data rec gather with header, AGC, Ormsby, dan Output. Setelah itu
ditandai trace yang menurut kelompok kami merupakan noise ataupun trace yang tidak
terekam yang ingin di killing dan muting dan kemudian di save. Proses selanjutnya yaitu
diagram alir kerja atau Job Flow dengan memasukkan data yang sudah dilakukan filter
AGC dan Ormsby, killing, mutting dan output. Output yang dihasilkan ini adalah file
dengan trace yang sudah dilakukan killing atau muting. Setelah itu dilakukan Velan
(Velocity Analysis) dan dilanjutkan dengan picking data. Kemudian dilakukan koreksi
NMO dan akan terlihat hasilnya. Maka dari proses tersebut kita dapat melakukan
interpretasi penampang bawah permukaan.
Gambar 3.1 Flowchart Pengolahan Seismik Refleksi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Data yang sudah digabung dan dijadikan recgather with header akan dimasukkan
ke Vista untuk selanjutnya dilakukan pengolahan. Hal pertama yang dilakukan adalah
melakukan penghitungan geometri labelling dengan shot dan receiver yang ada.

Gambar 4.1 Geometri Labelling Shot


Gambar 4.2 Geometri Labelling Receiver
Yang kemudian akan menghasilkan tampilan fold seperti gambar dibawah ini :
Gambar 4.3 Hasil Fold dari proses Geometri Labelling
Setelah itu dilihat hasil stacking receiver dan shot yang akan menampilkan posisi receiver
dan shot, seperti gambar dibawah ini :

Gambar 4.4 Hasil Stacking Receiver dan Shot


Kemudian di lakukan input data ,terlihat pada tampilan data awal banyak terdapat noise
dan data yang tidak terekam. Sehingga tidak terlihat trace yang baik.

Gambar 4.5 Tampilan data awal


Kemudian dilakukan filtering yaitu AGC dan Ormsby. Filtering AGC memiliki fungsi
untuk meratakan amplitude. Sedangkan filtering Ormsby memiliki fungsi untuk memilih
frekuensi yang paling cocok. Frekuensi yang dimasukkan dalam Band Pass Filter adalah
3Hz, 8Hz, 25Hz, dan 40 Hz.

Gambar 4.6 Jobflow filtering AGC dan Ormsby


Gambar 4.7 Pengaturan Band Pass Filter pada Ormsby
Kemudian, dari proses filtering yang ada akan dihasilkan tampilan seperti gambar
dibawah ini :

Gambar 4.8 Tampilan data seismik yang sudah dilakukan filtering AGC dan
Ormsby
Terlihat perbedaan tampilan data sebelum dan sesudah dilakukan filtering. Pada data
sebelum dilakukan filtering tidak terlihat trace-trace yang detail. Sedangkan, tampilan
data yang sudah dilakukan filtering terlihat trace yang lebih detail dan jelas. Langkah
selanjutnya adalah melakukan proses muting dan killing karena terlihat banyak noise dan
data yang tidak terekam, sehingga hanya terlihat garis-garis lurus saja(tidak terlihat jejak
refleksi). Terdapat perbedaan pada kelompok kami, proses muting dan killing dilakukan
setelah filtering AGC dan Ormsby karena jika dilakukan sebelum filtering, trace yang
terlihat tidak jelas.

Gambar 4.9 Jobflow muting dan killing


Gambar 4.10 Hasil Killing
Gambar 4.11 Hasil Muting

Pada jobflow diatas input yang digunakan


adalah data AGC. Proses killing dilakukan
dengan menghilangkan data yang tidak
terekam trace nya seperti terlihat pada gambar
(4.8) sedangkan proses killing dilakukan
dengan menghilangkan noise yang ada. Sehingga dihasilkan data seismik dengan trace
event refleksi yang lebih terlihat jelas seperti terlihat pada gambar (4.12). Setelah itu,
dilakukan proses Velocity Analysis (Velan) dengan CVS, Offset Compstack dan
Semblance. Pada CVS dan Semblance dimasukkan range nilai velocity (10-500)mV
berdasarkan geologi regional. Kemudian offset dimasukkan nilai minimum dan
maksimum offset.

Gambar 4.12 Langkah pertama untuk membuka Velocity Analysis


Gambar 4.13 Jobflow dalam proses Velocity Analysis
Pada proses ini, input yang digunakan data
yang sudah melalui killing dan mutting.
Gambar 4.14 Tampilan Velocity Analysis
Dari tampilan gambar 4.14 akan dilakukan picking velocity dengan memilih 3 data CVS,
Offset Compstack, Semblance seperti terlihat pada gambar (4.14). Kemudian dilakukan
saving data, setelah itu hasil velocity tersebut akan dilakukan koreksi NMO, dengan
membuat Job Flow dengan urutan input file yang sudah melalui filter killing dan muting,
NMO(input hasil picking velocity), Compstack, kemudian Output. Setelah itu dihasilkan
penampang bawah permukaan.

Gambar 4.15 Jobflow Koreksi NMO


Setelah itu didapatkan hasil seperti gambar berikut,

Gambar 4.16 Hasil penampang bawah permukaan


Garis yang ada dihasil penampang ini kemungkinan merupakan batas reflektor, karena
dilihat dari nilai amplitude yang besar. Dan jika dilihat seperti gambar (4.17)
kemungkinan pada penampang ini memiliki sebuah ketidakmenerusan lapisan namun,
dari data yang kami hasilkan penampang tersebut tidak terlihat, karena penetrasi yang
dihasilkan kurang dalam. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena adanya kesalahan saat
pengukuran. Sedangkan pada penampang bagian atas tidak terlihat ada trace yang muncul
karena diduga merupakan noise yang sudah dikilling atau muting.
Gambar 4.17 Hasil penampang bawah permukaan

5. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum seismik refleksi adalah kelompok
kami menggunakan filtering yaitu AGC (digunakan untuk meratakan nilai amplitude
yang ada) dan Ormsby(mengatur band pass filter) , proses filtering ini dilakukan pada
proses awal sebelum melakukan killing dan muting dengan alasan trace yang dihasilkan
dari akuisisi kelompok kami tidak terlihat, setelah hasil filtering tersebut trace yang
dihasilkan akan semakin detail yang kemudian bisa dilakukan proses killing dan muting.
Dari penampang yang dihasilkan kemungkinan terdapat adanya batas reflektor ditandai
dengan nilai amplitude yang besar. Dan kemungkinan lainnya adalah adanya
ketidakmenerusan pada lapisan yang ada namun, tidak terlihat jelas dikarenakan penetrasi
kedalaman yang didapatkan kurang. Data yang dihasilkan dalam trace-trace tersebut
banyak yang berupa noise ataupun data yang tidak terekam karena receiver yang mati
sehingga ketika dilakukan pengolahan kelompok kami mengalami kesulitan. Hal ini bisa
terjadi dikarenakan adanya kesalahan dalam melakukan akuisisi data saat dilapangan.
Saran untuk praktikum selanjutnya, perlu dilakukan beberapa hal yaitu koordinasi yang
baik antar anggota kelompok, estimasi waktu, pengecekan alat-alat sebelum dilakukan
akuisisi agar menghasilkan data yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA

M. Fajrina, Y. Ghazali. 2015. “Evaluation of Seismik Exploration in Sub-Volcanic


Reservoir Area by Synthetic Seismik Modelling”. In Proceedings, Indonesian
Petroleum Association Thirty-Ninth Annual Convention & Exhibition.
Banuboro, Adib. Dwa Desa Warnana. Firman S, Alpius D. 2017. “Analisa Parameter
Desain Akuisisi Seismik 2D dengan Metode Dinamik pada Lingkungan Vulkanik,
Studi Kasus: Cekungan Jawa Barat Bagian Utara. ITS
Meunier, Julien. 2011. “Seismik Acquisition from Yesterday to Tomorrow”. European.
Society of Exploration Geophysicist European Assosiation of Geoscientist &
Engineers.
Sheriff, R.E. and Geldart, L.P., (1995). Exploration Seismology Cambridge University
Press, Second Edition
Telford, W.M. et al. (2004). Aplied Geophysics, Second Edition. New York: Cambridge
University Press.
Pettijohn, F.J., Potter, P.E., dan Siever, R., (1987), Sand and Sandstones, 2nd
ed.,Springer-Verlag, New York,553h.
Daryono. (2011). Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap
Satuan Bentuk Lahan Di Zona Graben Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.
Disertasi, Fakultas Geografi: Universitas Gadjah Mada.
Badan Standarisasi Nasional (SNI) 1726. (2010). Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa dan Struktur Bangunan Gedung dan non Gedung. Jakarta
Burger, H.R. (1992). Exploration Geophysics of the Shallow Subsurface. Englewood
Cliffs. NJ
M. Fajrina, Y. Ghazali. 2015. “Evaluation of Seismik Exploration in Sub-Volcanic
Reservoir Area by Synthetic Seismik Modelling”. In Proceedings, Indonesian
Petroleum Association Thirty-Ninth Annual Convention & Exhibition.
Meunier, Julien. 2011. “Seismik Acquisition from Yesterday to Tomorrow”. European.
Society of Exploration Geophysicist European Assosiation of Geoscientist &
Engineers.
Pratama. S.Y.,2008. Estimasi Kecepatan Interval Melalui Pemilihan Semblace
Berdasarkan NMO Secara Otomatis. Skripsi, Departemen Fisika UI, Depok
Riyadi, P., 2011.Analisis Kecepatan data Seismik Refleksi 2D Zona Darat Menggunakan
Metode Semblance. Skripsi. UIN Jakarta

You might also like