You are on page 1of 28

ANALISIS DAMPAK ETIKA LINGKUNGAN

AKTIVITAS PERUSAHAAN TAMBANG BATUBARA


PT MITRABARA ADIPERDANA DI MALINAU
KALIMANTAN UTARA

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mata Kuliah


Etika Bisnis
DOSEN : Dhika Maha Putri, S.Pd., M.Acc

DIAJUKAN OLEH:

LUKYANA IMAMAH 170421619065/AA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
MALANG
2018

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1


1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
2. Tujuan .......................................................................................................... 3
BAB II KASUS ....................................................................................................... 5
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 13
Sejarah dan Perkembangan PT Mitrabara Adiperdana Tbk .............................. 13
Analisis Kasus Pencemaran Lingkungan Akibat Aktivitas Penambangan PT
Mitrabara Adiperdana di Malinau, Kalimantan Utara ....................................... 14
Analisis Etika .................................................................................................... 16
1. Stakeholder dalam Kasus ....................................................................... 16
a. Peringkat Stakeholder berdasarkan Besarnya Kerugian ..................... 16
b. Peringkat Stakeholder berdasarkan Tanggungjawab .......................... 18
2. Budaya Organisasi .................................................................................. 19
3. Kelestarian Lingkungan dan Etika ......................................................... 20
Prinsip Etika yang Dilanggar ............................................................................ 22
1. Prinsip Etika Utilitarian. ......................................................................... 22
2. Prinsip Etika Hak dan Kewajiban .......................................................... 22
3. Prinsip Etika Keadilan. ........................................................................... 23
4. Prinsip Etika Memberi Perhatian ........................................................... 23
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 24
1. Simpulan .................................................................................................... 24
2. Saran ........................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Secara geologis, Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng litosfer,


yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Pertemuan
ketiga lempeng ini membuat wilayah Indonesia menjadi rawan bencana gempa
bumi, gunung meletus, hingga tsunami. Namun di balik dampak negatif ini, ada
beberapa keuntungan akibat letak geologis Indonesia, yakni menghasilkan tanah
yang subur akibat aktivitas vulkanis serta terdapat banyak sumber daya mineral
dan tambang. Keuntungan ini tentunya akan menjadi modal bagi kesejahteraan
masyarakat Indonesia.

Banyaknya sumber daya mineral dan tambang di wilayah Indonesia


dimanfaatkan dalam usaha pertambangan yang diharapkan nantinya akan
memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Usaha pertambangan
merupakan kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang
meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
penjualan, serta pascatambang (Pasal 1 butir 6 UU No.4 tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara). Untuk pelaksanaan usaha pertambangan
sendiri masih membutuhkan izin terlebih dahulu. Izin ini dikenal dengan Izin
Usaha Pertambangan (IUP).

Perusahaan pertambangan yang telah mengantogi IUP akan melakukan


tahapan-tahapan kegiatan pertambangan, mulai penyelidikan umum hingga
pascatambang. Setiap tahapan yang akan dilakukan oleh perusahaan
pertambangan tentu mempunyai pertimbangan-pertimbangan tersendiri, misalnya
dalam eksplorasi dan eksploitasi harus tetap memperhatikan kondisi lingkungan
tempat lokasi pertambangan agar tidak menimbulkan berbagai dampak yang
merugikan (Manik, Jeanne 2018). Selain itu berkaitan dengan kegiatan

1
pengolahan air limbah, dalam Pasal 6 dan Pasal 7 KepMen LH No.113 tahun
2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Pertambangan Batu Bara menyebutkan bahwa “Setiap penanggung jawab usaha
dan atau kegiatan pertambangan wajib melakukan pengolahan air limbah yang
berasal dari kegiatan penambangan dan air limbah yang berasal dari kegiatan
pengolahan/pencucian, sehingga mutu air limbah yang dibuang ke lingkungan
tidak melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan” (Pasal 6) dan
“Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan pertambangan batu bara wajib
mengelola air yang terkena dampak dari kegiatan penambangan melalui kolam
pengendapan (pond)” (Pasal 7). Masih dalam sumber yang sama, berdasarkan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.113 tahun 2003, menyatakan apabila
hasil kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) atau hasil
kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL) dari usaha dan atau kegiatan pertambangan batu bara
mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, maka diberlakukan baku mutu air limbah
sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup atau UKL dan UPL.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang


Pertambangan Mineral dan Batubara, pemerintah menyadari bahwa mineral dan
batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia
merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa
yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak,
karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh Negara untuk memberi nilai
tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan. Realitanya, dalam
pelaksanaan tahapan kegiatan pertambangan, masih banyak perusahaan yang tidak
sesuai dengan yang ditetapkan dalam Undang-Undang maupun Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup. Hal ini tentunya sangat merugikan pihak-pihak yang
terkena dampaknya.

2
Dalam tahapan-tahapan kegiatan pertambangan, ada berbagai kegiatan
yang memberikan keuntungan serta kerugian, baik bagi pihak perusahaan,
masyarakat sekitar, pemerintah atau bahkan alam. Kegiatan yang dimaksud
misalnya seperti proses pengolahan limbah sebagai hasil eksploitasi tambang
batubara. Pengolahan limbah akan mengeluarkan biaya yang besar bagi
perusahaan, namun di sisi lain hal ini akan memunculkan image yang baik bagi
perusahaan yang mampu mengolah limbahnya agar sesuai dengan baku mutu
lingkungan. Tetapi apabila perusahaan tidak bisa mengolah limbahnya dengan
baik, maka lingkungan serta masyarakat sekitar akan dirugikan oleh hal tersebut.
Akibat kesalahan pengolahan limbah ini membuat lingkungan tercemar, kesehatan
dan aktivitas masyarakat terganggu, serta hal ini akan menimbulkan berbagai
tuntutan oleh pihak-pihak yang dirugikan yang nantinya juga akan merugikan
perusahaan.

Salah satu contoh seperti yang terjadi di Sungai Malinau, Kalimantan


Utara. Sungai ini tercemar limbah tambang batu bara sehingga PDAM di Malinau
sempat tidak beroperasi karena tidak mampu mengolah air yang sudah tercemar.
Hal berdampak pada distribusi air bersih masyarakat. Pencemaran ini diakibatkan
oleh aktivitas empat perusahaan tambang batubara di Malinau, namun yang paling
berpengaruh besar ialah yang diakibatkan oleh aktivitas PT Mitrabara Adiperdana.
Perusahaan tersebut ditemukan mengolah limbah bukan pada kolam
pengendapannya sendiri, melainkan pada kolam pengendapan PT Baradinamika
Muda Sukses. Selain itu, JATAM melaporkan bahwa AMDAL PT Mitrabara
Adiperdana hasil copy & paste dari perusahaan lain. Padahal salah satu tujuan
usaha pertambangan ini untuk kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk mengkaji hal yang berkaitan dengan “Dampak Etika Lingkungan
Aktivitas Perusahaan Tambang Batubara PT Mitrabara Adiperdana di Malinau,
Kalimantan Utara” berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas.

2. Tujuan

Analisis kasus ini bertujuan untuk:


1. Mengetahui sejarah PT Mitrabara Adiperdana serta perkembangannya saat ini.

3
2. Menganalisis fakta terkait dengan lingkungan sebagai akibat aktivitas
perusahaan tambang batubara PT Mitrabara Adiperdana di Malinau,
Kalimantan Utara.
3. Menganalisis faktor etika yang terjadi berkaitan dengan dampak lingkungan
sebagai akibat aktivitas perusahaan tambang batubara PT Mitrabara
Adiperdana di Malinau, Kalimantan Utara.

4
BAB II

KASUS

KASUS

Judul : 4 Perusahaan Batu Bara Disanksi “Pencemaran Sungai Malinau


Akibat Aktivitas Penambangan”

Diterbitkan : Jumat, 21 Juli 2017 12:29

Oleh : Bulungan Post

(http://bulungan.prokal.co/read/news/8598-4-perusahaan-batu-bara-disanksi.html)

Pemprov
Kaltara melalui
Dinas Energi dan
Sumber Daya
Mieral (ESDM)
mengambil sikap
tegas terhadap
empat perusahaan
tambang batu bara
yang beroperasi di Kabupaten Malinau, karena dianggap lalai dan aktivitas
penambangan menyebabkan pencemaran lingkungan.

Empat perusahaan itu, yakni PT Baradinamika Muda Sukses (BDMS), PT


Mitrabara Adiperdana (MA), PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) dan PT Atha
Mart Naha Kramo (AMNK).

Plt Kepala Dinas ESDM Kaltara Ferdy Manurun Tandulangi menjelaskan,


akhir-akhir ini pengelolaan tambang di Kabupaten Malinau jadi sorotan
masyarakat. Sebab, ada dugaan sungai di Malinau tercemar limbah tambang batu
bara. Dari laporan yang masuk, kondisi ini sudah sangat meresahkan. Salah satu

5
dampaknya, PDAM di Malinau sempat tidak beroperasi karena tidak mampu
mengolah air yang sudah tercemar. Sehingga, berdampak pada distribusi air bersih
masyarakat.

“Karena itu, Pemprov Kaltara melaui ESDM dan Dinas Lingkungan Hidup
(DLH) menurunkan tim untuk melakukan inspeksi dan melihat kondisi
sebenarnya,” ujarnya, Kamis (20/7).

Dijelaskannya, kegiatan inspeksi pertama dilakukan di PT AMNK yang


berlokasi di Kecamatan Malinau Selatan pada 20 Juni lalu. Dilanjutkan ke PT
KPUC pada 21 Juni, PT Mitrabara Adiperdana pada 22 Juni, serta PT BDMS
pada 6 Juli lalu.

Berdasarkan hasil inspeksi yang dilakukan tim, diketahui bahwa


perusahaan telah lalai dalam pengelolaan limbah. Tim menemukan ada tanggul
kolam pengendapan limbah yang jebol. Temuan itu, kata dia, harus jadi perhatian
perusahaan dan segera mengambil tindakan pembenahan.

Selain tanggul jebol, pihaknya juga menemukan PT Mitrabara Adiperdana


mengalirkan atau mengolah limbah di kolam pengendapan PT BDMS. Menurut
Ferdy, hal ini sudah menyalahi aturan dari kegiatan penambangan batu bara.
Karena, salah satu kewajiban perusahaan harus menyediakan kolam pengendapan
sendiri.

Dalam penambangan batu bara, lanjutnya, ada aturan pokok dan ada
aturan tambahan. Dia menegaskan aturan pokok harus dilaksanakan perusahaan
seperti memiliki kolam pengendapan pengolahan limbah.

Berbeda dengan aturan tambahan seperti jalan dan pelabuhan, jika


perusahaan belum mampu membangun, bisa meminjam dengan perusahaan lain.
Itu juga harus mengikuti ketentuan.

“Tetapi, kalau menyangkut masalah pengelolaan limbah, itu kewajiban


perusahaan. Nah, persoalannya kan PT Mitrabara Adiperdana ini meminjam
kolam pengendapan PT BDMS,” ungkapnya.

6
“Apa mereka mau kalau PT Mitrabara Adiperdana yang melakukan
kesalahan, tapi yang tanggung jawab BDMS,” sambungnya.

Ia menegaskan, pihaknya tidak main-main dengan perusahaan yang tidak


memenuhi kewajiban. Sebab, jika tidak diatasi, maka akan terjadi pencemaran
terus-menerus di Malinau. “Kita tidak mau memojokkan perusahaan, tapi kita
juga harus melindungi masyarakat. Ini sudah sangat meresahkan masyarakat. Jadi
kami juga harus ambil sikap dan memberikan sanksi,” tegasnya.

Sanksi yang diberikan, kata dia, berbeda-beda. Tergantung pelanggaran


yang ditemukan di lapangan. Mulai dari sanksi teguran ringan, keras sampai
penghentian sementara aktivitas penambangan. Sanksi penghentian itu diberikan
kepada PT Mitrabara Adiperdana.

Ferdy juga menegaskan, keempat perusahaan tersebut menjalankan


rekomendasi yang diberikan pihaknya seperti memperbaiki tanggul kolam
pengendapan. Jika dalam waktu yang ditentukan tidak ada upaya perbaikan, maka
pihaknya akan memberikan sanksi lebih berat seperti pencabutan izin.

“Jadi, perusahaan jangan main-main. Saya minta lakukan saja apa yang
direkomedasikan. Supaya masyarakat tahu kalau ada upaya penanganan,”
tegasnya.

Jika upaya perbaikan sudah dilakukan, pihaknya akan kembali melakukan


pengecekan di lapangan. Jika sudah sesuai dengan rekomendasi, maka sanksi
yang diberikan akan dicabut. “Tetapi kalau tidak ada tindakan sampai batas
waktu, sanksinya bisa lebih berat,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan perusahaan yang disanksi penghentian sementara,


tidak melakukan aktivitas di lapangan, selain perbaikan. “Kalau tidak
mengindahkan (sanksi, Red), kita cabut izinnya,” tegasnya lagi. (har/fen)

Keputusan Dinas ESDM Kaltara untuk 4 Perusahaan Batu Bara:

1. PT Baradinamika Mudasukses (BDMS)

7
a. Dinas ESDM Menyampaikan teguran keras atas kelalaian dan
ketikpatuhan dalam melaksanakan ketentuan undang-undang
pertambangan, lingkungan hidup serta keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Menyelesaikan permasalahan untuk tidak meminjamkan setting pond
(kolam pengendapan) ke PT Mitrabara Adiperdana (MA) dan
menyelesaikan masalah tersebut dalam waktu 15 hari kerja. Jika tidak IUP
Operasi Produksi akan dicabut.

2. PT Atha Marth Naha Kramo (AMNK)

a. Dinas ESDM Memberikan teguran ringan kepada PT AMNK untuk


memeprbaiki hasil temuan di lapangan dan melaporkan kembali hasil
perbaikannya kepada dinas terkait. Menginstruksikan kepada PT AMNK
agar mematuhi ketentuan dan peraturan yang berlaku dengan kegiatan
penamabangan batu bara.
b. Apabila hasi temuan dan rekomendasi tidak diindahkan, maka kepala
Inspektur Tambang (IT) akan menghentikan sementara kegiatan
operasional PT AMNK dan mengevaluasi kembali kepala teknik
tambangnya.

3. PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC)

a. Dinas ESDM Menyampaikan teguran keras kepada PT KPUC untuk


memperbaiki hasil temuan di lapangan dan melaporkan kembali hasil
perbaikannya kepada dinas terkait.
b. Dinas ESDM Menginstruksikan kepada PT KPUC agar mematuhi
ketentuan dan peraturan yang berlaku terkait dengan penambangan batu
bara. Apabila temuan dan rekomendsi tidak diindahkan, maka kepala
Inspektur Tambang akan menghentikan sementara kegiatan operasional PT
KPUC dan mengevaluasi kembali kepala teknik tambangnya.

4. PT Mitrabara Adiperdana (MA)

8
a. Dinas ESDM menghentikan sementara sebagian kegiatan pertambangan
yaitu pada Pit Langap dalam jangka waktu paling lama 60 hari kerja. Jika
dalam waktu tersebut tidak mengindahkan rekomendasi masalah yang
menjadi temuan, maka izin akan dicabut permanen.

9
Judul : Tambang Batubara Sokongan Jepang Menghancurkan
Lingkungan Hidup di Malinau, Kalimantan Utara

Oleh : Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Kalimantan Utara

(https://www.jatam.org/2017/11/21/tambang-batu-bara-sokongan-jepang-
menghancurkan-lingkungan-hidup-di-malinau/)

PT Mitrabara Adiperdana (PT MA) adalah perusahaan tambang di


Malinau Selatan, Kalimantan Utara yang berada di bawah Baramulti Group.
Perusahaan ini melakukan peningkatan produksi dari 500.000 ton per tahun
menjadi 4.000.000 ton per tahun di area seluas 1.930 Ha. Mitra dari PT MA
adalah Idemitsu Kosan, perusahaan Jepang yang bergerak di bidang energi dan
tambang. Peranan dari Idemitsu Kosan di sini, selain untuk memastikan
adanya bagian batu bara untuk konsumsi Jepang, juga sebagai perantara yang
berfungsi untuk menjual batu bara ke perusahaan-perusahaan energi Jepang.
PT MA juga memiliki anak perusahaan tambang batubara bernama PT
Baradinamika Mudasukses (PT BM), yang juga beroperasi di Malinau Selatan.
PT BM diakuisisi oleh PT MA pada 2013 dengan kepemilikan saham lebih dari
99,99 persen.

Dalam PT MA, ditemukan beberapa kejanggalan dalam studi Amdal


perusahaan dan wawancara dengan beberapa warga lokal. Temuan-temuan
JATAM antara lain adalah:

a. Dalam dokumen Amdal PT MA muncul nama perusahaan lain, yaitu PT.


Mestika Persada Raya pada lembar abstrak di halaman xii. Penemuan ini
mengindikasikan adanya tindakan salin-tempel (copy-paste) Amdal PT
Mestika Persada Raya dalam pembuatan Amdal PT MA. PT Mestika Persada
Raya adalah perusahaan tambang batubara yang beroperasi di Kabupaten
Malinau Selatan, Kalimantan Utara.
b. Air sungai Malinau warnanya berubah menjadi coklat dalam kurang lebih
sepuluh tahun terakhir. Hal ini menyebabkan air tidak layak pakai untuk
kebutuhan sehari-hari, seperti air minum dan kebutuhan untuk mandi. Oleh
karena itu, banyak warga yang memutuskan untuk membuat sumur di

10
rumah masing-masing, sedangkan sebagian lagi membeli air jika tidak mampu
membuat sumur. Ironisnya, ada juga warga yang tidak mampu membuat
sumur maupun membeli air. Sehingga terpaksa menggunakan air sungai
yang tidak layak tersebut.
c. Debu yang dihasilkan sepanjang aktivitas penambangan perusahaan
menjadi salah satu keluhan utama yang dirasakan oleh warga. Akibatnya,
banyak anak-anak kecil terkena infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
Salah satu warga setempat mengatakan debu terlihat jelas baik dari kaca-
kaca di rumah warga maupun di sepanjang jalan.
d. Aktivitas penambangan berdampak besar terhadap hewan-hewan yang
ada di hutan-hutan yang berada dalam konsesi perusahaan. Burung
enggang sudah jarang terlihat, tidak seperti 10 tahun yang lalu masih
berkeliaran hingga ke desa-desa.

Pada 4 Juli 2017 tanggul kolam pengendapan (settling pond/sediment


pond) di pit Betung milik PT Baradinamika Mudasukses (PT BM) jebol dan
mengakibatkan pencemaran parah di dua sungai utama di Malinau, yakni Sungai
Sesayap dan Sungai Malinau. Pencemaran ini merusak sumber air minum
masyarakat setempat. PDAM Kabupaten Malinau menyatakan bahwa tingkat
kekeruhan air baku pada kedua sungai meningkat tajam. Tingkat kekeruhan
air baku meningkat hampir 80 kali lipat, dari 25 NTU (Nephelometric
Turbidity Unit) menjadi 1.993 NTU. Menurut PDAM Malinau, limbah batubara
yang mencemari sungai tersebut mengandung Silika (SiO2), Alumina (Al203),
Fero Oksida (Fe203), Kalsium Oksida (CaO), Magnesium Oksida (MgO),
Titanium Oksida (TiO2), Alkalin (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O), Sulfur
Trioksida (SO3), Pospor Oksida (P205) dan Karbon.

Kolam pengendapan di pit Betung PT BM tidak hanya digunakan oleh


PT BM saja, namun juga dimanfaatkan oleh PT MA untuk menampung
limbah pertambangan batubara mereka. Proses pinjam meminjam kolam
pengendapan ini tentu saja melanggar ketentuan yang berlaku serta tidak
tercantum dalam AMDAL kedua perusahaan tersebut.

11
Sejak adanya aktivitas pertambangan batubara di Kabupaten Malinau,
warga setempat telah menerima berbagai daya rusak akibat hancurnya ruang
hidup mereka. Aktivitas pertambangan begitu dekat dengan pemukiman
warga serta dua sungai utama yang menjadi sumber air utama warga di
Kabupaten Malinau, yakni Sungai Sesayap dan Sungai Malinau.

Pada 12 Juli 2017 Dinas ESDM Kalimantan Utara mengeluarkan teguran


keras dan penghentian sementara untuk empat perusahaan tambang batubara
di Malinau Selatan dikarenakan pencemaran sungai di Malinau dan jebolnya
pit Betung. Keempat perusahaan tersebut adalah PT MA (No. surat
540/558/ESDM.II/VI/2017), PT BM (No. surat 540/557/ESDM.II/VI/2017), PT
Kayan Prima Utama Coal (No. surat 540/555/ESDM.II/VI/2017) dan PT Atha
Marth Naha Kramo (No. surat 540/556/ESDM.II/VI/2017).

12
BAB III

PEMBAHASAN

Sejarah dan Perkembangan PT Mitrabara Adiperdana Tbk


PT Mitrabara Adiperdana Tbk merupakan bagian dari Group Baramulti
yang didirikan pada 29 Mei 1922 di Jakarta Pusat berdasarkan Akta Notaris
H.A. Kadir Usman, S.H. No. 34. Akta pendirian tersebut telah disahkan oleh
Menteri Kehakiman dalam Surat Keputusan No. C2-8887.HT.01.01.TH’92
tanggal 28 Oktober 1992. Tn. Athanasius Tossin Suharya adalah pemegang
saham pengendali akhir perusahaan. PT Wahana Sentosa Cemerlang adalah
entitas induk Perusahaan.

Kegiatan utama Perusahaan dan entitas anaknya (secara bersama-sama


disebut sebagai “Grup”) mencakup pertambangan, perdagangan dan
perindustrian batubara. Kantor pusat perusahaan beralamat di Graha Baramulti,
Jl. Suryopranoto No. 2, Komplek Harmoni Blok A-8, Jakarta Pusat.
Perusahaan memiliki tambang batubara yang terletak di Kabupaten Malinau,
Propinsi Kalimantan Utara (dahulu Kalimantan Timur). Pada tahun 1995
perusahaan ini memperoleh kuasa pertambangan (KP) eksplorasi, dan untuk KP
eksploitasinya didapatkan pada tahun 2003. Setelah memperoleh kuasa
pertambangan dari eksplorasi hingga eksploitasi, PT Mitrabara Adiperdana
memulai kegiatan penambangan batubara nya pada tahun 2008.

Pada tahun 2009, PT Mitrabara memperoleh Izin Usaha Pertambangan


(IUP) Operasi Produksi sebagai penyesuaian dengan UU No. 4 tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Mitrabara beserta Baradinamika
Muda Sukses (BDMS) mendapatkan sertifikat Clear and Clean dari Direktorat
Jenderal Mineral dan Batubara di tahun 2012. Kemudian di tahun berikutnya,
2013, Mitrabara melakukan akuisisi 99,995% saham BDMS. Pada tanggal 30
Juni 2014, Perusahaan memperoleh pernyataan efektif dari Dewan Komisioner
Otoritas Jasa Keuangan atau “OJK” mengenai penawaran umum saham perdana.

13
Perusahaan melakukan penawaran umum saham sebesar 245.454.400 saham
yang terdiri dari 122.727.200 saham baru dan 122.727.200 saham divestasi milik
PT Wahana Sentosa Cemerlang dengan nilai nominal sebesar Rp100 (angka
penuh) per saham melalui Bursa Efek Indonesia dengan harga penawaran
sebesar Rp1.300 (angka penuh) per saham.

Mitrabara mendirikan entitas anak, yaitu PT Mitra Malinau Energy


(MME) untuk proyek pembangkit listrik tenaga bio massa dan PT Malinau Hijau
Lestari (MHL) untuk proyek perkebunan energi dan pengusahaan hutan di tahun
2015. Pada tahun 2016 Mitrabara melakukan akuisisi PT Cipta Tenaga Surya
(CTS) dan bekerjasama dengan ENGIE Global Development BV serta PT Tritama
Mitra Lestari untuk proyek pembangkit listrik tenaga surya. Mitrabara
mengakuisisi 13,33% saham di DBU, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
pertambangan batubara yang terletak di Kabupaten Muara Enim, Provinsi
Sumatera Selatan pada tahun 2017.

Analisis Kasus Pencemaran Lingkungan Akibat Aktivitas Penambangan PT


Mitrabara Adiperdana di Malinau, Kalimantan Utara
Jebolnya Kolam Pengendapan Limbah Akibat Peningkatan Drastis Produksi
Batubara

PT Mitrabara Adiperdana Tbk, melakukan peningkatan produksi dari


500.000 ton per tahun menjadi 4.000.000 ton per tahun di area seluas 1.930 Ha
(sumber:JATAM). Peningkatan ini dibuktikan dengan penjualan dan laba kotor
yang meningkat dari tahun 2016 ke tahun 2017. Kenaikan penjualan sekitar 38%
dari tahun sebelumnya, sedangkan untuk laba kotor naik hingga 70% dari tahun
sebelumnya. Peningkatan produksi ini tentunya membawa dampak positif dan
negatif. Dampak positif akan dirasakan oleh perusahaan sebagai pihak yang
menjalankan suatu bisnis. Mereka merasa diuntungkan dengan terjadinya
peningkatan produksi ini, membuat penjualan dan laba mereka turut meningkat.
Namun di sisi lain hal ini justru membawa dampak negatif yang merugikan bagi
lingkungan dan masyarakat

14
Peningkatan produksi ini juga akan membutuhkan pengolahan limbah
yang lebih ekstra dari yang biasanya, karena peningkatan yang terjadi cukup
drastis. Kolam pengendapan untuk limbah juga dibutuhkan yang lebih besar, jika
kolam biasanya hanya cukup untuk menampung limbah seperti produksi
umumnya. PT Mitrabara Adiperdana kurang memperhatikan terkait pengolahan
limbah akibat peningkatan produksi ini. Akibatnya limbah dari aktivitas
pertambangannya dititipkan ke kolam pengendapan milik PT Baradinamika Muda
Sukses, yang merupakan anak perusahaannya. Daya tampung limbah di kolam
pengendapan yang tidak sesuai dengan limbah yang dihasilkan membuat kolam
pengendapan limbah tersebut jebol dan akhirnya mencemari sungai. Akibat hal ini
lingkungan dan masyarakat terkena dampaknya serta dirugikan.

Penitipan limbah di kolam pengendapan milik PT BDMS sudah menyalahi


aturan. Padahal dalam Pasal 6 dan Pasal 7 KepMen LH No.113 tahun 2003
tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan
Batu Bara dijelaskan bahwa perusahaan bertanggungjawab dan wajib melakukan
pengelolaan limbah dari aktivitas pertambangannya melalui kolam pengendapan.
Di samping itu terkait penitipan limbah ini juga tidak tercantum dalam AMDAL
kedua perusahaan. Sehingga jelaslah bahwa tindakan ini dilakukan secara diam-
diam.

Peningkatan produksi yang dilakukan dapat merugikan lingkungan dan


masyarakat. Lingkungan dirugikan karena dengan adanya peningkatan produksi
ini maka eksploitasi akan bertambah besar yang justru semakin membuat
lingkungan yang rusak tambah meluas, penggundulan hutan, punahnya spesies
karena kehilangan habitatnya serta pencemaran sungai akibat jebolnya kolam
pengendapan limbah. Air sungai yang tercemar membuat warga kesusahan dalam
memperoleh air yang bersih, karena sungai tersebut merupakan sumber mata air
utama masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Sebagian dari
masyarakat memutuskan untuk membuat sumur di rumahnya, untuk memenuhi
kebutuhan airnya. Namun masyarakat yang tidak mampu membuat sumur
memutuskan untuk membeli air. Ironisnya, masyarakat yang tidak mampu untuk
membuat sumur dan membeli air, terpaksa tetap menggunakan air sungai yang

15
tercemar ini untuk kebutuhan sehari-harinya. Sehingga banyak dari mereka yang
menderita gatal-gatal dan diare. Tak hanya warga, pihak PDAM juga meresahkan
hal tersebut. PDAM di Malinau sempat tidak beroperasi karena tidak mampu
mengolah air yang sudah tercemar. Sehingga, berdampak pada distribusi air bersih
masyarakat.

Aktivitas pertambangan ini juga mencemari kualitas udara. Apalagi


ditambah dengan terjadinya peningkatan produksi. Hal ini justru akan semakin
membuat kualitas udara menjadi semakin buruk. Banyak masyarakat yang
mengeluhkan debu akibat aktivitas pertambangan. Debu tersebut membuat anak-
anak rawan terkena infeksi saluran pernapasan (INSPA)

Analisis Etika
1. Stakeholder dalam Kasus
a. Peringkat Stakeholder berdasarkan Besarnya Kerugian
1) Lingkungan

Lingkungan termasuk dalam kategori stakeholder yang dirugikan


pertama karena proses pertambangan ini melibatkan alam (lingkungan).
Lingkungan yang paling dirugikan pertama akibat aktivitas ini karena
pertambangan berkaitan dengan eksploitasi sumber daya tambang yang
ada di alam. Eksploitasi yang dilakukan akan mengubah suatu kondisi
lingkungan menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Sekalipun dilakukan
proses reklamasi, proses ini tidak akan benar-benar mengubah lingkungan
menjadi seperti semula. Belum lagi ketika proses pertambangan tersebut
mencemari sungai yang merupakan sumber mata air masyarakat.

2) Masyarakat sekitar

Aktivitas pertambangan yang dilakukan PT Mitrabara Adiperdana


dan perusahaan tambang yang lain menyebabkan berubahnya warna air
sungai Malinau menjadi keruh dan kotor. Ditambah lagi semenjak
jebolnya kolam pengendapan limbah milik PT BDMS akibat aktivitas
pertambangan yang dilakukan PT MA membuat sungai semakin kotor.
Masyarakat kesusahan dalam mendapatkan air bersih yang layak untuk

16
kebutuhan sehari-hari. Mereka yang tak sanggup untuk membuat sumur
dan membeli air terpaksa tetap menggunakan air ini untuk kebutuhan
sehari-hari. Masyarakat yang memilih tetap menggunakan air sungai ini
terjangkit berbagai macam penyakit, mulai dari diare, gatal-gatal, dll.
Selain permasalahan air, masyarakat juga dihadapkan dengan
permasalahan terkait kesehatannya. Debu akibat aktivitas pertambangan,
rentan menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan (INSPA)
utamanya pada anak-anak.

3) PT Mitraba Adiperdana

Pencemaran sungai akibat jebolnya kolam pengendapan limbah


akibat aktvitas pertambangannya, PT Mitrabara Adiperdana Tbk juga
menanggung kerugian berupa pertanggungjawaban dan perbaikan kolam
pengendapan limbah milik PT BDMS, sebagai anak perusahaannya. Selain
itu Dinas ESDM menghentikan sementara kegiatan pertambangannya pada
Pit Langap dalam jangka waktu paling lama 60 hari kerja.

4) PT Baradinamika Muda Sukses

PT Baradinamika Muda Sukses juga harus menanggung kerugian


akibat kecerobohannya dalam meminjamkan kolam pengendapan limbah
pada PT MA, selaku induk anak perusahaan. PT BDMS mendapat teguran
keras dari Dinas ESDM atas kelalaian dan ketikpatuhan dalam
melaksanakan ketentuan undang-undang pertambangan, lingkungan hidup
serta keselamatan dan kesehatan kerja serta perlunya menyelesaikan
permasalahan terkait peminjaman kolam pengendapan ke PT Mitrabara
Adiperdana dan menyelesaikan masalah tersebut dalam waktu 15 hari
kerja, jika tidak IUP Operasi Produksi akan dicabut

5) PDAM Malinau

Air sungai yang keruh dan kotor juga membuat PDAM di Malinau
berhenti beroperasi untuk sementara waktu, karena mereka tidak mampu

17
mengolah air yang sudah tercemar. Hal ini mengakibatkan PDAM
Malinau tidak bisa mendistribusikan air bersih ke masyarakat.

b. Peringkat Stakeholder berdasarkan Tanggungjawab


1) PT Mitrabara Adiperdana Tbk.

CSR perusahaan yang terdapat dalam annual report sudah bagus


dan menunjukkan kepedulian pada lingkungan sekitar apabila benar-benar
diterapkan. Pengimplementasian CSR yang dilakukan oleh perusahaan
meliputi bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, ekonomi dan
kemasyarakatan sesuai dengan yang tertera dalam laporan tahunan
perusahaan. Terkait dengan implementasi CSR di bidang kesehatan,
perusahaan mengungkapkan dalam laporan tahunannya yaitu pada tahun
2016&2017 bahwa kebutuhan air bersih bagi masyarakat di sekitar
wilayah operasional Perseroan merupakan salah satu fokus perhatian
dalam program CSR, khususnya di pilar kesehatan. Perseroan menyusun
dan melaksanakan program pembuatan sarana air bersih untuk masyarakat.
Program ini dilaksanakan di desa Laban Nyarit dengan penerima manfaat
90 Kepala Keluarga, desa Long Adiu, dan desa Punan Adiu. Sistem
perawatan sarana air bersih ini dilakukan oleh swadaya masyarakat dengan
iuran bulanan sebesar Rp50.000 per bulan. Melalui program ini, perseroan
berharap masyarakat semakin mudah mendapatkan air bersih sehingga
derajat kesehatan masyarakat dapat meningkat.

Apabila melihat dari laporan CSR tersebut, perusahaan bisa


dikatakan dan dinilai begitu memperhatikan kesehatan masyarakat sebagai
bentuk pertanggungjawabannya atas aktivitas pertambangan yang
dilakukan. Namun dalam kenyataannya di tahun 2017 masyarakat masih
merasa kesusahan untuk mendapatkan air bersih dan mereka mengaku
selama ini sumber air untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya berasal
dari sungai Malinau yang kini telah tercemar. Laporan CSR yang dibuat
PT Mitrabara Adiperdana menjadi tidak bernilai ketika hanya dijadikan
sebagai pelengkap laporan tahunannya dan tidak benar-benar
direalisasikan.

18
2) Pemerintah

Pemerintah ikut bertanggungjawab terkait hal ini karena


pemerintah memperoleh keuntungan berupa pajak dari perusahaan. Selain
itu pemerintah juga perlu melakukan tindakan tegas kepada perusahaan
karena berdasarkan laporan JATAM dan masyarakat sekitar kejadian ini
bukan yang pertama kalinya terjadi. Pemerintah sebaiknya juga membantu
menyelesaikan permasalahan ini agar tidak terulang terus-menerus ke
depannya dan memberikan ganti rugi kepada masyarakat dan PDAM
sebagai pihak yang dirugikan atas kasus ini.

2. Budaya Organisasi

Berdasarkan keputusan yang diambil manajemen PT Mitrabara


Adiperdana Tbk. dalam meningkatkan produksinya untuk menaikkan penjualan
dan laba, ternyata menimbulkan berbagai dampak negatif yang merugikan
berbagai pihak, sehingga dapat dikatakan PT Mitrabara Adiperdana Tbk.
mempunyai budaya organisasi tersendiri

Seorang peneliti dan ahli psikologi organisasional Edger H. Schein


mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola dari asumsi-asumsi yang sudah
diterima bersama dalam organisasi, dan bisa memecahkan masalah adaptasi ke
luar dan integrasi ke dalam organisasi yang sudah dianggap sah oleh organisasi
tersebut dan karena itu harus diajarkan kepada anggota baru sebagai cara
bertindak, cara berfikir, cara merasa yang benar dalam berinteraksi dan
memecahkan masalah-masalah. Selain itu dalam tesis yang ditulis Agus Marimin
(2011), mengutip yang dikatakan Stephen P. Robbins , menjelaskan budaya
organisasi merupakan persepsi umum yang dimiliki oleh para anggota
organisasi yaitu merujuk kepada suatu sistem nilai yang dianut bersama oleh
para anggota dalam organisasi, sehingga membedakan organisasi tersebut dari
organisasi lainnya. Selanjutnya Glaser et al. (dalam Brahmasari) mengemukakan
bahwa budaya organisasional seringkali digambarkan dalam arti yang dimiliki
bersama. Pola-pola dari kepercayaan, simbol-simbol, ritual-ritual, dan mitos-mitos
yang berkembang dari waktu ke waktu dan berfungsi sebagai perekat yang

19
menyatukan organisasi. Berdasarkan definisi dari para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah suatu nilai, norma, asumsi dan
persepsi yang ada dan sah dalam suatu organisasi dan dianut oleh para anggotanya
sebagaipedoman dalam bertindak atau berbuat sesuatu.

Stephen P. Robbins, dalam Marimin (2011) menjelaskan beberapa unsur


yang berhubungan dengan budaya organisasi, yaitu:

a) Identitas anggota;
b) Penekanan kelompok;
c) Fokus pada manusia;
d) Integrasi unit-unit;
e) Pengawasan;
f) Toleransi terhadap resiko;
g) Kriteria penghargaan;
h) Toleransi terhadap konflik;
i) Orientasi kepada hasil akhir;
j) Mengutamakan sistem terbuka;

Dari semua unsur budaya organisasi di atas, perusahaan akan berada dalam
satu kesatuan, dan dengan karakter-karakter ini akan menghasilkan gambaran
yang utuh tentang budaya organisasi. Namun hal ini berbeda dengan yang terjadi
pada PT Mitrabara Adiperdana Tbk. Perusahaan lebih fokus pada budaya
organisasi yang berorientasi pada hasil akhir dengan terjadinya peningkatan pada
penjualan dan laba sebagai akibat peningkatan produksi yang dilakukan. Di sisi
lain perusahaan kurang melakukan pengawasan terhadap proses pengolahan
limbah sehingga perlu meminjam kolam pengendapan milik anak perusahaannya
dan pada akhirnya kolam tersebut jebol. Ditambah lagi tidak adanya upaya
perbaikan yang signifikan dan ganti rugi yang diberikan kepada para stakeholder
yang terkena dampak negatif.

3. Kelestarian Lingkungan dan Etika

Lingkungan merupakan tempat tinggal semua makhluk hidup, mulai dari


manusia, hewan dan tumbuhan. Bukan sekedar tempat untuk tinggal, lebih

20
tepatnya untuk melangsungkan kehidupan. Apabila tempat untuk melangsungkan
kehidupan ini sudah dirusak, maka makhluk yang tinggal di tempat tersebut tak
mampu melangsungkan kehidupannya dan pada akhirnya akan mati/punah.

Berdasarkan fakta di lapangan, tindakan yang dilakukan PT Mitrabara


Adiperdana Tbk. dalam meningkatkan produksinya, juga akan menambah
kerusakan pada lingkungan akibat eksploitasi barang tambang. Apabila hal ini
terus dilakukan, maka makhluk hidup yang berada pada daerah eksploitasi akan
mati dan punah karena hilangnya habibat mereka sehingga tak sanggup untuk
melangsungkan kehidupannya. Belum lagi akibat aktivitas ini juga akan
menambah limbah perusahaan yang akan semakin mencemari lingkungan.

Debu dari aktivitas tambang akan membuat kualitas udara menjadi terus
memburuk. Masyarakat, khususnya anak-anak yang tinggal di daerah dekat
pertambangan, akan rawan sekali menderita penyakit INSPA karena udara yang
mereka hirup mengandung debu-debu dari aktivitas pertambangan. Hal ini akan
meningkatkan jumlah penderita penyakit saluran infeksi pernapasan (INSPA).

Tak hanya debu, akibat aktivitas pertambangan juga membuat sungai


menjadi semakin tercemar apalagi ditambah dengan adanya peningkatan produksi.
Padahal, sungai merupakan sumber air utama masyarakat sekitar (Malinau) untuk
kebutuhan sehari-harinya. Apabila sungai sudah tercemar maka masyarakat tidak
mampu lagi dalam memenuhi kebutuhannya akan air. Mereka yang benar-benar
membutuhkan air dengan terpaksa menggunakan air sungai yang sudah tercemar
ini karena tak ada biaya untuk membuat sumur ataupun membeli air.

Kelestarian lingkungan, merupakan hal yang sangat penting yang


seharusnya juga diperhatikan oleh perusahaan, mengingat bahwa aktivitas
pertambangan yang dilakukan memang erat kaitannya dengan lingkungan.
Tindakan yang dilakukan PT Mitrabara Adiperdana Tbk. dalam melakukan
peningkatan produksi yang menyebabkan semakin memburuknya kualitas udara
dan semakin banyaknya limbah yang mencemari sungai terbukti melanggar etika
ekologi. William T. Blackstone menyatakan, “kepemilikan atas lingkungan yang
nyaman tidak hanya sangat diinginkan, namun merupakan hak bagi setiap

21
manusia.” Oleh karena itu, lingkungan semestinya perlu dijaga dan dilestarikan
sebaik mungkin, karena ini merupakan tempat makhluk hidup melangsungkan
kehidupannya. Selain itu kelestarian ini perlu dipertahankan karena generasi
mendatang juga mempunyai hak atas lingkungan yang baik, sesuai dengan
pernyataan John Rawls bahwa “generasi selanjutnya tidak menerima yang lebih
buruk dari yang kita terima dari generasi sebelumnya”, sebagaimana hal ini
tercantum dalam buku Etika Bisnis karya Velasquez.

Prinsip Etika yang Dilanggar


Selain etika ekologi yang dilanggar oleh PT Mitrabara Adiperdana Tbk.,
juga ada etika yang dilanggar berkaitan dengan etika bisnis. Etika bisnis
merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral benar dan yang salah
(Velasquez, 2002). Dalam etika bisnis terdapat empat prinsip yang dilanggar PT
Mitrabara Adiperdana Tbk. berkaitan dengan kasus pencemaran lingkungan akibat
jebolnya kolam pengendapan limbah yang dipinjam dari PT Baradinamika Muda
Sukses Tbk, yaitu:

1. Prinsip Etika Utilitarian, keputusan PT Mitrabara Adiperdana dalam


melakukan peningkatan produksi membuat pihaknya kesusahan dalam
menampung hasil pengolahan limbah, akibatnya mereka meminjam kolam
pengendapan milik PT Baradinamika Muda Sukses Tbk., selalu anak
perusahaannya dan mengakibatkan jebolnya kolam pengendapan tersebut
karena daya tampungnya tak sesuai. Jebolnya kolam pengendapan ini akan
membuat limbah mengalir lebih banyak ke sungai yang merugikan berbagai
stakeholder. Keputusan yang diambil perusahaan bukannya menguntungkan
stakeholder namun malah semakin membuat kerugian. Jadi jelaslah PT
Mitrabara Adiperdana telah melanggar prinsip etika utilitarian karena
keputusannya tidak melahirkan keputusan yang terbaik bagi para stakeholder.
2. Prinsip Etika Hak dan Kewajiban, jebolnya kolam pengendapan membuat
limbah mencemari sungai. Hal ini melanggar hak masyarakat sekitar untuk
mendapatkan air bersih, karena selama ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari nya akan air, masyarakat bergantung pada sungai Malinau. Selain itu
perusahaan juga melanggar kewajibannya untuk mengolah limbah dalam

22
kolam pengendapannya sendiri sesuai dengan Pasal 7 KepMen LH No.113
tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Pertambangan Batu Bara. Sehingga dapat dikatakan perusahaan juga
melanggar kewajiabnnya dalam menjaga lingkungan yang telah
dimanfaatkannya.
3. Prinsip Etika Keadilan, kasus ini membuat ketidakadilan bagi lingkungan
dan stakeholder lain yang menerima dampak negatifnya. Di samping itu,
lingkungan yang rusak memberikan ketidakadilan pada generasi yang akan
datang. John Rawls mengatakan bahwa “generasi selanjutnya tidak menerima
yang lebih buruk dari yang kita terima dari generasi sebelumnya”,
sebagaimana hal ini tercantum dalam buku Etika Bisnis karya Velasquez.
4. Prinsip Etika Memberi Perhatian, PT Mitrabara Adiperdana Tbk. tidak
memperhatikan lingkungan dan stakeholder lain yang menerima kerugian
akibat aktivitas pertambangannya karena pada kenyataannya mereka belum
melakukan perbaikan yang signifikan dan ganti rugi kepada stakeholder
sebagai bentuk tanggungjawabnya. Justru mereka membantah dan menyatakan
bahwa pencemaran sungai yang terjadi bukan akibat aktivitas
pertambangannya.

Pelanggaran etika yang terjadi ini justru akan memberikan dampak buruk
bagi citra dan reputasi perusahaan, baik saat ini maupun untuk masa mendatang.
Selain itu, keuangan perusahaan juga akan terpengaruh apabila kasus ini berlanjut
terus-menerus.

23
BAB IV

PENUTUP

1. Simpulan

PT Mitrabara Adiperdana Tbk. sebagai sebuah perusahaan tambang


batubara yang terus mengalami peningkatan permintaan tentu membuat
perusahaan menaikkan produksinya untuk memenuhi permintaan pasar.
Peningkatan produksi ini tentunya akan meningkatkan eksploitasi tambang
batubara. Dalam meningkatkan eksploitasi tentu juga akan berdampak pada
lingkungan. Eksploitasi yang tidak diiringi dengan budaya organisasi yang baik
akan mengakibatkan berbagai kerugian pada stakeholder yang bersangkutan,
terutama lingkungan. Oleh karena itu dalam proses eksploitasi ini hendaknya
dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip etis agar tidak menimbulkan
kerugian yang nantinya justru akan berdampak pada kelangsungan perusahaan.
Bagaimanapun, perusahaan tidak bisa hanya berorientasi pada profit dalam
melakukan aktivitasnya, namun juga perlu memperhatikan aspek-aspek lain yang
juga akan mempengaruhinya, seperti lingkungan.

2. Saran

Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, PT Mitrabara


Adiperdana Tbk. semestinya mampu menunjukkan budaya organisasi yang baik.
Hal ini dikarenakan perusahaan dalam melakukan aktivitasnya berhubungan
dengan alam (lingkungan), sehingga sepatutnya perusahaan lebih berkomitmen
lagi dalam menjaga kelestarian ekologi. Di samping itu berdasarkan bukti-bukti
yang sudah ditemukan di lapangan terkait dengan tindakan perusahaan yang tidak
etis sebaiknya perusahaan segera melakukan tindak lanjut karena hal ini juga akan
mempengaruhi citra perusahaan dan aktivitas perusahaan di masa mendatang.

24
DAFTAR PUSTAKA

Brahmasari, Ida Ayu dan Agus Suprayetno. “Pengaruh Motivasi Kerja,


Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi kasus pada
PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia)”
http://jurnalmanajemen.petra.ac.id/index.php/man/article/view/17039

Bulungan Post. “4 Perusahaan Batu Bara Disanksi (Pencemaran Sungai Malinau


Akibat Aktivitas Penambangan)”. 21 Juli 2017
http://bulungan.prokal.co/read/news/8598-4-perusahaan-batu-bara-
disanksi.html

Jaringan Advokasi Tambang. “Tambang Batu Bara Sokongan Jepang


Menghancurkan Lingkungan Hidup di Malinau, Kalimantan Utara”. 21
September 2017
http://www.jatam.org/wp-content/uploads/2017/11/PT-Mitrabara-
Adiperdana-Cemari-Sungai-Malinau.pdf

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 Tentang
Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan Atau Kegiatan Pertambangan
Batu Bara http://luk.tsipil.ugm.ac.id/atur/sda/KepmenLH113-
2003BMALBatubara.pdf

Laporan Keuangan Tahunan PT Mitrabara Adiperdana Tbk dan Entitas Anaknya


Tahun 2017
https://www.mitrabaraadiperdana.co.id/media/kcfinder/docs/audited-fs-pt-
mitrabara-adiperdana-tbk-2017-released-28feb2018.pdf

Manik, Jeanne Darc N. “Pengelolaan Pertambangan Yang Berdampak


Lingkungan Di Indonesia”
http://journal.ubb.ac.id/index.php/promine/article/view/64/55

25
Marimin, Agus. “Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi Kerja dan Budaya
Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada Bank Muamalat Indonesia
Cabang Surakarta”
http://eprints.iain-surakarta.ac.id/45/1/2011TS0006.pdf

Susilawati. “Regional Indonesia”


http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-
MODES/TEMPAT_RUANG_DAN_SISTEM_SOSIAL/BBM_7.pdf

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang


Pertambangan Mineral Dan Batubara
http://psdg.geologi.esdm.go.id/kepmen_pp_uu/UU_4_2009.pdf

Velasques, Manuel G. 20--. Etika Bisnis: Konsep dan Kasus Edisi 5. Yogyakarta:
ANDI Yogyakarta

26

You might also like