You are on page 1of 24

ANALISIS DAMPAK ETIKA

KASUS BEDAK PT JOHNSON & JOHNSON YANG DINILAI


SEBABKAN KANKER

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mata Kuliah


Etika Bisnis dan Profesi
DOSEN : Dhika Maha Putri S.pd., M.Acc

DIAJUKAN OLEH:
AZIZAHTUT TA’ZHIYAH 170421619047

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya, makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bu Dhika Maha Putri
S.pd., M.Acc selaku dosen pembimbing mata kuliah Etika Bisnis atas bimbingan
dan arahannya dalam menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini kami akan
membahas mengenai “Analisis Dampak Etika Kasus Bedak PT Johnson &
Johnson Yang Dinilai Sebabkan Kanker”. Makalah ini kami buat dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang membangun. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Malang, 28 November 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.....................................................................................................4
2. Tujuan..................................................................................................................5
BAB II KASUS
1. Kasus.................................................................................................................6
2. Kasus.................................................................................................................6
BAB III PEMBAHASAN
1. Sejarah dan Perkembangan Jhonson & Johnson..................................................4
2. Analisis Dampak Etika Kasus Bedak PT. Johnson & Johnson yang Dinilai
Sebabkan Kanker.................................................................................................5
3. Analisis Etika......................................................................................................9
4. Prinsip Etika yang Dilanggar...............................................................................
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan..........................................................................................................4
2. Saran.....................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kepentingan-kepentingan konsumen telah lama menjadi perhatian,
yang secara tegas telah dikemukakan pada tahun 1962 oleh Presiden
Amerika Serikat John F. Kennedy yang menyampaikan pesan di depan
Kongres tentang pentingnya kedudukan konsumen di dalam masyarakat.
secara tegas telah ditetapkan dalam putusan Sidang Umum PBB pada
sidang ke-106 tanggal 9 April 1985. Resolusi PBB tentang Perlindungan
Konsumen (Resolusi 39/248) telah menegaskan enam kepentingan
konsumen, yaitu sebagai berikut:
1. Perlindungan konsumen dari bahaya terhadap kesehatan dan
keamanannya.
2. Promosi dan perlindungan pada kepentingan ekonomi konsumen.
3. Tersedianya informasi yang mencukupi sehingga memungkinkan
dilakukannya pilihan sesuai kehendak.
4. Pendidikan konsumen.
5. Tersedianya cara-cara ganti rugi yang efektif.
6. Kebebasan membentuk organisasi konsumen dan diberinya
kesempatan kepada mereka untuk menyatakan pendapat sejak saat
proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan
konsumen.
Pada masa kini pembangunan dan perkembangan perekonomian
khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional maupun
internasional, telah menghasilkan berbagai variasi barang dan atau jasa
yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Produk-produk mengandung
bahan tambahan yang dilarang masih sering ditemukan dipasaran, seperti
temuan kosmetik mengandung bahan berbahaya bagi penggunanya.
Kondisi yang demikian berarti sama saja melanggar hukum perlindungan
konsumen serta mengancam kesehatan dan keamanan konsumen. Hal ini
tentunya merugikan masyarakat selaku konsumen. Disini perlu adanya
standar untuk menjamin keamanan serta kualitas produk yang diproduksi
dan diperjualbelikan, agar mampu mencegah beredarnya produk-produk
yang tidak aman dan tidak berkualitas serta perlunya perlindungan hukum
terhadap konsumen agar konsumen dapat terlindungi.
Pertanyaannya kenapa pelanggaran-pelanggaran seperti hal
tersebut masih selalu ditemukan, padahal jelas ada regulasi yang
mengaturnya? Karena kurangnya pengawasan yang tidak berjalan, dan
tidak ada tanggung jawab dari para produsen pruduk-produk berbahaya
tersebut dapat beredar bebas dan mengancam keamanan konsumen.
Salah satu contoh kasus yang terjadi terkait pelanggaran diatas
adalah kasus bedak PT Johnson & Johnson yang dinilai dapat
menyebabkan kanker bagi penggunanya. Dalam masa persidangan selama
enam minggu, para perempuan dan keluarganya mengatakan mereka
menderita kanker rahim karena menggunakan bedak bayi dan produk
bubuk bedak lainnya selama berpuluh tahun. Dari 22 perempuan dalam
kasus ini, enam orang telah meninggal karena kanker rahim. Pengacara
mereka menuduh perusahaan J&J mengetahui bubuk bedak teracuni
asbestos sejak tahun 1970-an tetapi gagal memperingatkan konsumen
terkait dengan risikonya. Talc atau bubuk bedak adalah sebuah mineral
yang kadang-kadang ditemukan di tanah yang berdekatan dengan asbestos.
Akan tetapi J&J menyangkal produk bedaknaya mengandung asbestos dan
menegaskan hal ini tidak menyebabkan kanker. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk mengkaji hal yang berkaitan dengan “Dampak Etika Kasus
Bedak PT Johnson & Johnson yang Dinilai Sebabkan Kanker ”
berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan diatas.

2. Tujuan
Analisis kasus ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui sejarah PT. Johnson & Johnson selama ini hingga
dinilai bedaknya mampu sebabkan kanker.
2. Menganalisis fakta terkait produk bedak PT. Johnson & Johnson
yang dinilai mampu sebabkan kanker.
3. Menganalisis faktor etika yang terjadi berkaitan dengan kasus
produk bedak PT. Johnson & Johnson yang dinilai sebabkan
kanker.
BAB II
KASUS

1. KASUS
Judul : Bedaknya Dinilai Sebabkan Kanker, Johnson & Johnson Didenda Rp
67,6 T
Penulis : Zahrina Yustisia Noorputri
Editor : Aditya Panji
Diterbitkan : Selasa, 14 July 2018 19:46 WIB
(https://kumparan.com/@kumparansains/bedaknya-dinilai-sebabkan-kanker-
johnson-and-johnson-didenda-rp-67-6-t-27431110790545723?ref=re)

Pengadilan di Missouri,
Amerika Serikat memerintahkan
perusahaan pembuat produk kesehatan
asal AS, Johnson & Johnson (J&J),
untuk membayar 4,7 miliar dolar AS
atau sekitar Rp 67,6 triliun kepada 22
orang perempuan yang menuntut
perusahaan ini dengan tuduhan bedak talknya menyebabkan kanker ovarium.
Menurut pernyataan resmi kantor pengacara yang membela penggugat, The
Lanier Law Firm, ke 22 orang perempuan yang mengajukan tuntutan masing-
masing akan menerima uang sebesar 550 juta dolar AS atau sekitar Rp 7,9 miliar
dan J&J juga harus membayar ganti rugi sebesar 4,1 miliar dolar AS, atau sekitar
Rp 58,9 triliun. Dalam persidangan yang berlangsung selama enam minggu ini,
penuntut dan keluarganya mengatakan bahwa ke 22 perempuan tersebut terkena
kanker ovarium setelah memakai bedak talk bayi merek J&J selama puluhan
tahun. Dari 22 orang, enam di antaranya sudah meninggal dunia karena kanker.

Pengacara penuntut, Mark Lanier, mengatakan kalau bedak talk milik J&J
mengandung asbestos dan perusahaan sudah mengetahui hal ini sejak tahun 1970-
an, namun tidak memberi peringatan kepada konsumen mereka mengenai bahaya
dari asbestos tersebut.
"Selama lebih dari 40 tahun, Johnson & Johnson telah menutupi bukti asbestos
dalam produk mereka," kata Lanier. "Kami berharap putusan ini akan mendapat
perhatian dewan J&J dan akan mengarahkan mereka untuk memberi informasi
lebih baik kepada komunitas medis dan masyarakat tentang hubungan antara
asbestos, talk, dan kanker ovarium."

Sementara itu, dilansir dari BBC, pihak J&J mengatakan kalau persidangan ini
tidak adil dan membantah adanya kandungan asbestos di dalam bedak talk
mereka. Johnson & Johnson mengaku bahwa produk mereka telah diuji oleh US
Food and Drug Administration (Badan Pengawas Obat dan Makanan/FDA).

Sementara itu, FDA juga mengatakan kalau mereka sudah melakukan


pemeriksaan pada berbagai merek bedak talk dan tidak ada satupun yang
mengandung asbestos.

Sebuah artikel di The Washington Post di tahun 2017 menulis mengenai


perdebatan tentang apakah bedak talk dapat menyebabkan kanker ovarium.

Talk adalah mineral yang digunakan dalam berbagai kosmetik dan produk untuk
tubuh. Menurut American Cancer Society, dalam bentuk alamiahnya, talk
memang dapat mengandung asbestos, dan kandungan ini dapat menyebabkan
kanker paru-paru bila terhirup.

Lalu, apakah talk yang sudah diolah dan digunakan untuk kosmetik berbahaya?
Hal ini masih jadi perdebatan.
Menurut American Cancer Society, berbagai penelitian telah dilakukan terhadap
risiko kanker ovarium pada talk untuk kosmetik dan hasilnya cukup beragam. Ada
yang menunjukkan bahwa risikonya kecil dan ada juga yang menunjukkan bahwa
tidak ada risiko sama sekali.
National Cancer Institute juga mengatakan bahwa tidak ada bukti yang cukup
bahwa talk pada kosmetik dapat menyebabkan meningkatnya risiko kanker
ovarium.
Di Amerika Serikat, lembaga pemerintah dan asosiasi medis yang fokus pada isu
ini, percaya bahwa mereka harus lebih banyak melakukan riset untuk mengetahui
secara pasti.
2. KASUS
Judul : Produk Bedak Bayi Johnson & Johnson Dituduh Picu Kanker
Penulis : Rehia Sebayang
Diterbitkan : Senin, 16 April 2018 17:30
(https://www.cnbcindonesia.com/news/20180416172108-4-11196/produk-bedak-
bayi-johnson-johnson-dituduh-picu-kanker)

New York, CNBC Indonesia -


Perusahaan produk bayi Johnson &
Johnson (J&J) dinyatakan bersalah
dalam gugatan senilai US$117 juta
(Rp 1,6 triliun) dari seorang pria
yang menderita kanker akibat
penggunaan jangka panjang bedak bayi merek J&J yang disebut mengandung
asbes. Vonis itu dapat menjadi jalan bagi ribuan kasus baru yang mengklaim
produk itu dapat menyebabkan kanker, kata para ahli hukum dan pengacara
penggugat.
J&J telah mendapat 6.000 tuduhan atas produk bedak bayi dan juga
produk Shower to Shower-nya yang dianggap dapart memicu kanker ovarium.
Namun, putusan yang dijatuhkan di New Jersey, Amerika Serikat (AS), minggu
lalu itu, melibatkan satu jenis kanker yang berbeda yang terkait asbestos, dilansir
dari Reuters.
Pengacara penggugat mengklaim bahwa dokumen internal J&J yang
dikeluarkan dalam persidangan itu menunjukkan bahwa bedak bayi telah
terkontaminasi oleh asbes. Saat ini mereka menggunakan dokumen tersebut dalam
uji coba kanker ovarium untuk membuktikan bahwa kontaminasi asbes juga
memicu kanker tersebut.
J&J dan Imerys Talc America menyangkal ada asbes dalam produk
mereka atau bahwa bubuk talc mereka dapat menyebabkan segala bentuk kanker.
Keduanya berencana mengajukan banding atas putusan tersebut.
Kasus Stephen Lanzo, seorang warga New Jersey, yang mengklaim ia terjangkit
mesothelioma setelah menggunakan bedak bayi sejak dilahirkan pada tahun 1972,
adalah pertama kalinya seorang juri melihat dokumen internal J&J, yang diklaim
oleh penggugat, menunjukkan bahwa sejak tahun 1970-an J&J telah mengetahui
talc di bedak bayinya terkontaminasi asbes selama proses penambangannya.
J&J mengatakan dokumen tidak menunjukkan bukti seperti itu, tetapi
hanya menunjukkan kehati-hatian perusahaan.Peter Bicks, seorang pengacara
J&J, mengatakan pada awal tahun 1970-an, perusahaan justru telah berupaya
memisahkan asbes dari talc jika keduanya menyatu dalam proses penambangan.
Dia mengatakan tidak ada kontaminasi yang pernah ditemukan, mengutip
pengujian oleh laboratorium dan ilmuwan independen selama beberapa dekade
ini.
Bicks menyebut klaim hubungan antara talc dan asbes sebagai 'sains
sampah'. Mesothelioma merupakan sejenis kanker langka dan mematikan yang
berkaitan erat dengan paparan asbestos, menjangkit jaringan halus yang melapisi
rongga tubuh. Sementara hubungan antara asbestos dan mesothelioma cukup kuat,
para ilmuwan memperdebatkan apakah paparan asbes dapat menyebabkan kanker
ovarium. Beberapa penelitian menunjukkan adanya dampak dari hubungan antara
keduanya, sementara beberapa penelitian lain tidak menemukan kaitan semacam
itu.
Dari enam persidangan terkait kanker ovarium yang telah dilakukan
sampai saat ini, J&J terbukti bersalah sebanyak lima kali.
Menurut American Cancer Society, sekitar 3.000 orang didiagnosis terjangkit
mesothelioma setiap tahunnya. Angka tersebut menurut Howard Erichson,
seorang profesor hukum di Fordham University yang mengkhususkan diri dalam
litigasi gugatan massal, merupakan angka yang signifikan dari sudut pandang
hukum.
Menurut National Cancer Institute, ada sekitar 22.000 wanita yang
didiagnosis menderita kanker indung telur tahun lalu, memungkinkan lebih
banyak pengacara dari para korban yang melakukan gugatan.
"Ini layaknya puncak gunung es," kata Mark Lanier, salah satu pengacara yang
mewakili konsumen, yang mengatakan penggugat akan mengajukan ribuan
gugatan lagi terkait mesothelioma dan kasus kanker ovarium. (prm)
BAB III
PEMBAHASAN

1. Sejarah dan Perkembangan Jhonson & Johnson


Pada tahun 1886, tiga bersaudara yaitu Robert Wood Johnson, James
Wood Johnson dan Edward Mead Johnson memulai perusahaan, Johnson &
Johnson, di New Brunswick, New Jersey di Amerika Serikat. Dikatakan bahwa
Johnson bersaudara terinspirasi untuk memulai bisnis dalam rangka untuk
membuat garis perban bedah siap digunakan, setelah mendengar pidato advokat
antiseptik Joseph Lister, di tahun 1885 Robert Wood Johnson menjabat sebagai
presiden pertama. Perusahaan didirikan pada tahun 1887 dan sepanjang abad
kesembilan belas, Robert bekerja untuk meningkatkan praktik sanitasi.
“Dikatakan bahwa Johnson bersaudara terinspirasi untuk memulai bisnis
dalam rangka untuk membuat garis perban bedah siap digunakan …”. Setahun
kemudian, J & J memelopori komersial pertama kit pertolongan pertama, yang
awalnya dirancang untuk membantu pekerja kereta api, tetapi segera menjadi
praktek standar dalam mengobati luka.
Produk-produk Johnson & Johnson yang pertama adalah plester adesif
yang mengandung senyawa untuk pengobatan. Produk ini diikuti dengan katun
penyerap dan pembalut tipis yang dikirim ke rumah sakit-rumah sakit, para
dokter, dan ahli farmasi.
Perusahaan memproduksi buku berjudul Modern Method of Antiseptic
Wound Treatment. Buku ini selama bertahun-tahun menjadi teks standar
mengenai praktik-prakti antiseptik. Di dalamnya ada contoh-contoh mengenai
transfer pengetahuan antara pengembang produk perawatan kesehatan komersial
dan penyedia medis dan bedah.
Majalah Johnson & Johnson seperti Red Cross Notes dan The Red Cross
Messenger menjaga dan memperluas hubungan ini di bawah pengarahan direktur
ilmiah perusahaan, Fred B. Kilmer.
Pada 1890, Kilmer menerima keluhan dari seorang dokter bahwa plester
produksi perusahaan menyebabkan iritasi pada kulit pasien. Ia menyarankan
sekaleng bedak talk buatan Italia dikirim kepada pasien tersebut. Usaha ini
berhasil dan perusahan mulai mengemas bedak talk dengan plesternya.
Pada tahun 1893 Dr. Frederick Kilmer menemukan Johnson’s Baby
Powder untuk pertama kalinya. Baby powder ini diciptakan untuk mengurangi
luka lecet pada bayi saat memakai popok. Johnson’s Baby Powder pun lepas ke
pasaran pada 1894.
Tahun 1971 studi yang dilakukan oleh W.J. Henderson dari Tenovus
Institute for Cancer Research, Wales, menjadi studi pertama yang menunjukkan
adanya hubungan antara kanker ovarium dengan talk. Dari 13 subjek penelitian
yang semuanya memiliki kanker ovarium ataupun kanker serviks, pada 10 orang
di antaranya ditemukan partikel talk pada sampel jaringan mereka. Namun hasil
studi tersebut tidak menunjukkan mengapa talk menyebabkan kanker. Selain itu,
ditemukan juga kandungan asbestos pada talk tersebut.
Sejak 1976 kesadaran akan bahaya asbestos yang terkandung pada
kosmetik semakin besar. Karena itu, Food and Drug Administration (FDA) di AS
mengeluarkan peraturan agar talk yang digunakan untuk kosmetik harus terbukti
bebas dari asbestos.
Antara 1976 dan 1989, James E. Burke adalah Chairman dan CEO J & J.
Selama masa ini, J & J masuk ke dalam bidang perawatan penglihatan, penutupan
luka mekanik dan manajemen diabetes. Itu juga selama waktu ini bahwa J & J
membuka perusahaan operasi pertama di Cina dan Mesir.
Selama tahun 1990, Endo-Bedah Ethicon yang memelopori bedah invasif
minimal, yang menggunakan sayatan sangat kecil dan membantu pasien sembuh
lebih cepat dibandingkan dengan operasi tradisional. Pada tahun 1994, stent
koroner pertama diciptakan oleh J & J dan disebut stent Palmaz-Schatz. Langkah
ini merevolusi kardiologi – stent koroner menjaga pembuluh darah terbuka
sehingga bisa mengalir ke jantung. Kemudian, lain J & J perusahaan, Cordis
Corporation, memperkenalkan pertama stent drug-eluting, yang membantu
mencegah arteri dari penyumbatan kembali. Cordis didirikan di Miami pada tahun
1959 dan mengembangkan dan memproduksi peralatan medis untuk mengobati
pasien yang menderita penyakit kardiovaskular.
“Pada tahun 1994, stent koroner pertama diciptakan oleh J & J …”
Mulai tahun 2003, J & J menjadi terlibat dalam serangkaian litigasi dengan
Boston Scientific melibatkan paten mencakup peralatan medis stent jantung.
Kedua belah pihak mengklaim bahwa yang lain telah dilanggar hak paten mereka.
Litigasi telah dilunasi pada tahun 2009, ketika Boston Scientific setuju untuk
membayar $716.000.000 pada bulan September dan tambahan $1730000000
Februari berikut. William C. Weldon menjadi Chairman dan CEO J & J pada
tahun 2002 Di bawah kepemimpinannya, perusahaan memasuki wilayah terapi
baru. Salah satunya adalah daerah baru HIV / AIDS, yang datang sekitar melalui
akuisisi Tibotec-Virco BVBA, untuk membantu memenuhi kebutuhan yang
belum terpenuhi besar pasien dengan HIV / AIDS dan penyakit menular lainnya
seperti tuberkulosis.
Pada tahun 2006, J & J mengakuisisi Pfizer Consumer Healthcare untuk
$16.600.000.000 dalam bentuk tunai. Akuisisi ini termasuk merek terkemuka di
dunia seperti produk perawatan mulut Listerine dan garis Nicorette perawatan
penghentian merokok.
Antara tahun 2009 dan 2010 FDA melakukan survei terhadap berbagai
jenis merek kosmetik, termasuk J&J, Maybelline, Revlon, Urban Decay, dan
banyak lagi. Hasilnya, tidak ada satu pun dari kosmetik tersebut yang
mengandung asbestos.
Pada tahun 2012, penjualan di seluruh dunia adalah $67.200.000.000,
sedangkan total investasi dalam penelitian dan pengembangan adalah sekitar
$7.700.000.000.
“Johnson & Johnson memberikan hasil yang solid pada tahun 2012
mencerminkan melanjutkan momentum penjualan di banyak bagian bisnis kami
didorong oleh fokus kami pada memberikan inovasi yang berarti dalam perawatan
kesehatan untuk pasien dan pelanggan. Hasil kami termasuk pertumbuhan yang
kuat dari produk utama, sukses peluncuran produk baru, dan penambahan Synthes
untuk keluarga kami perusahaan. Selain itu, kami terus melakukan investasi
penting membangun kemitraan strategis dan dalam memajukan pipa kami, posisi
kami dengan baik untuk memberikan pertumbuhan yang berkelanjutan seperti
yang kita masukkan 2013 saya juga ingin mengucapkan terima kasih rekan-rekan
kami yang berbakat di Johnson & Johnson untuk prestasi luar biasa mereka dalam
membantu kesehatan muka dan kesejahteraan bagi pasien dan pelanggan di
seluruh dunia. ” Alex Gorsky, Chairman dan Chief Executive Officer.
Pada tahun 2013 untuk pertama kalinya, J&J menghadapi tuntutan dengan
tuduhan bedaknya menyebabkan kanker ovarium. Deane Berg didiagnosis
menderita kanker ovarium pada 2006.
Dilansir New York Post, Berg mengaku bukan perokok dan tidak
kelebihan berat badan. Satu-satunya kemungkinan penyebab kanker, menurutnya,
adalah kebiasaannya menggunakan talk di selangkangannya sejak usia 18 tahun.
Meskipun hakim dalam persidangan setuju bahwa bedak J&J menambah risiko
kanker pada Berg, Berg tidak mendapat uang ganti rugi.
Pada kurun waktu Februari 2016 sampai Oktober 2017 Keluarga dari
Jacqueline Fox, warga Alabama, AS, menuntut J&J dengan tuduhan bedaknya
menyebabkan kanker ovarium setelah pemakaian selama 35 tahun. Fox meninggal
dunia pada 2015, empat bulan sebelum persidangan. Pihak Fox menang dan J&J
diharuskan membayar 72 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,04 miliar. Namun pada
Oktober 2017, keputusan banding dari pihak J&J keluar dan kali ini, pihak J&J
yang menang. Tak hanya mendapat tuntutan hukum dari keluarga Fox, menurut
trulaw.com, saat ini J&J menghadapi 9.000 tuntutan karena bedak talknya.
6 Juni 2018 J&J menghadapi tuntutan hukum terbesar. Sebanyak 22 orang
perempuan menuntut ganti rugi pada J&J karena dianggap telah menyebabkan
kanker ovarium setelah pemakaian selama puluhan tahun. Pengacara J&J, Peter
Bicks, membantah tuduhan adanya asbestos di produk mereka dan telah
melakukan pengujian di laboratorium mereka.
Pada 12 Juli 2018 pengadilan menyatakan J&J bertanggung jawab pada
kasus kanker 22 perempuan tersebut dan diharuskan untuk membayar uang
sebesar Rp 7,9 miliar ke masing-masing orang, dan juga ganti rugi sebesar Rp
58,9 triliun.
2. Analisis Dampak Etika Kasus Bedak PT. Johnson & Johnson yang
Dinilai Sebabkan Kanker

Produk Bedak J&J Mengandung Talc yang Dinilai Sebabkan Kanker


Ovarium Jika Dipakai Secara Rutin di Area Genital
Tahun 1982, sebelas tahun sejak penelitian Henderson dipublikasikan,
Daniel W. Cramer M.D. dari Harvard University menerbitkan jurnal
berjudul Ovarian Cancer and Talc. Penelitian itu menghasilkan kesimpulan
bahwa penggunaan talk pada alat kelamin dapat meningkatkan risiko kanker
ovarium.
Seorang eksekutif J&J bernama Bruce Semple menemui Cramer setelah
jurnal itu dipublikasikan. Ia menantang penelitian Cramer. Sebaliknya, Cramer
meminta J&J untuk menarik produknya dan meletakkan label peringatan. Tetapi
permintaan itu diabaikan. Label peringatan tak pernah sampai ke konsumen,
termasuk Fox hingga tutup usia. J&J memang mengeluarkan label peringatan, tapi
tidak untuk larangan penggunaan talk di sekitar vagina. Di kemasan bedak bayi
milik J&J yang tersebar di seluruh dunia, tertulis peringatan begini: Jauhkan
bedak dari hidung dan mulut anak-anak untuk menghindari bedak terhirup yang
bisa menyebabkan gangguan pernapasan. Hindari kontak dengan mata. Untuk
penggunaan luar saja. Hindari pemakaian pada kulit yang luka dan pusar bayi
yang baru lahir.
Kemudian pada 1994, J&J mendapat peringatan serupa. Kali ini datang
dari Koalisi Pencegahan Kanker (Cancer Prevention Coalition/CPC) yang
menyurati CEO J&J masa itu, Ralph Larson. “Berbagai studi ilmiah sejak 1960-
an menunjukkan bahwa dengan sering menggunakan bedak di daerah genital
dapat menimbulkan risiko serius kanker ovarium,” tulis CPC dalam surat
tertanggal 10 November 1994. Surat itu masih tersimpan dalam dokumen internal
J&J dan dibeberkan oleh seorang pengacara bernama Ted Meadows dalam
Beasley Allen Legal Conference pada November 2014. Berkas-berkas itu
menunjukkan bahwa J&J telah mengetahui fakta itu sejak sangat lama, tetapi
mereka abaikan dan tetap menjual talk tanpa peringatan penggunaan genital.
Sebuah studi meta-analisis dilakukan oleh Pusat Obstetri dan Ginekologi
Epidemiologi di Boston, Mass, Brigham dan Rumah Sakit Wanita. Penelitian
melibatkan 8.525 perempuan yang menggunakan talk di area genital, dan 9.859
perempuan yang tidak. Para analis menetapkan bahwa wanita yang menggunakan
talk pada alat genitalnya secara teratur meningkatkan risiko kanker ovarium
sebesar 24 persen.
J&J tak menerima hasil penelitian-penelitian itu begitu saja. Perusahaan
yang telah memproduksi bedak selama 100 tahun itu berpendapat, metode
penelitian terbatas, lemah, dan berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan.
Menurut mereka, hubungan sebab akibat biologisnya tidak masuk akal. Pasalnya,
tidak ada bukti bahwa partikel talk dapat bergerak ke atas melalui saluran
reproduksi bisa menyebabkan kanker.
Oleh sebab tak ada hubungan sebab-akibat, J&J menilai tak ada alasan
untuk menambahkan peringatan ke kemasan Baby Powder. J&J bersikeras tak
mau mengeluarkan peringatan bahaya untuk pemakaian talk di daerah genital.
Konsumen akhirnya berpikir bedak itu aman dipakai untuk area genital. Apalagi,
dalam salah satu iklannya, J&J menuliskan for toilet and nursery. Melalui
iklannya yang lain, J&J bahkan mengajak konsumennya untuk terus memakai talk
meskipun mereka telah dewasa.

3. Analilis Etika
1. Stakeholder dalam Kasus
a) Peringkat Stakeholder berdasarkan Besarnya Kerugian
1) Deane Berg
Untuk pertama kalinya, J&J menghadapi tuntutan dengan
tuduhan bedaknya menyebabkan kanker ovarium. Deane Berg
didiagnosis menderita kanker ovarium pada 2006.
Dilansir New York Post, Berg mengaku bukan perokok dan
tidak kelebihan berat badan. Satu-satunya kemungkinan penyebab
kanker, menurutnya, adalah kebiasaannya menggunakan talk di
selangkangannya sejak usia 18 tahun. Meskipun hakim dalam
persidangan setuju bahwa bedak J&J menambah risiko kanker pada
Berg, Berg tidak mendapat uang ganti rugi. Pada waktu itu Berg
tidak memiliki bukti yang cukup kuat serta partisipan yang lain
yang menguatkan gagasannya tersebut sehingga membuat Berg ini
kalah.
2) Jacqueline Fox.
Korban selanjytnya adalah Jacquilene Fox. Jacquilene Fox
adalah warga Alabama, Amerika Serikat pengidap kanker ovarium
yang disebabkan karena penggunanaan bedak talk dari J&J selama
35 tahun. Sebuah studi meta-analisis dilakukan oleh Pusat Obstetri
dan Ginekologi Epidemiologi di Boston, Mass, Brigham dan
Rumah Sakit Wanita. Penelitian melibatkan 8.525 perempuan yang
menggunakan talk di area genital, dan 9.859 perempuan yang
tidak. Para analis menetapkan bahwa wanita yang menggunakan
talk pada alat genitalnya secara teratur meningkatkan risiko kanker
ovarium sebesar 24 persen.
Keluarga dari Jacqueline Fox menuntut J&J dengan
tuduhan bedaknya menyebabkan kanker ovarium. Fox meninggal
dunia pada 2015, empat bulan sebelum persidangan. Pihak Fox
menang dan J&J diharuskan membayar 72 juta dolar AS atau
sekitar Rp 1,04 miliar. Namun pada Oktober 2017, keputusan
banding dari pihak J&J keluar dan kali ini, pihak J&J yang
menang.
Hal ini membuat kasus dari bedak talc yang mampu
sebabkan kanker ini hilang karena kemenangan dari pihak J&J itu
sendiri. Sehingga kasus ini tidak dapat dilakukan penelitian lebih
lanjut padahal sudah ada korban yaitu Jacqueline Fox yang
meninggal karena mengidap kanker ovarium. Tentunya Fox beserta
keluarganya pun juga ikut merasakan kerugian akibat hal ini.
Padahal kelurga Fox berkeinginan agar dari pihak J&J mampu
bertanggung jawab tidak hanya pada keluaga Fox itu sendiri tapi
juga pada konsumen yang lainnya.
3) Masyarakat Sebagai Konsumen
Johnson & Johnson abaikan soal peringatan bahaya atas
penggunaan bedak bayi pada alat genital. Johnson & Johnson
sudah diberikan peringatan beberapa kali dan diminta untuk
menarik produknya. Ia pun harus menghadapi 1.200 gugatan
hukum dari para perempuan yang harus menanggung dampak
negatifnya. J&J sebenarnya sudah lama mengetahui akan hal ini
namun mereka mengabaikannya dan tetap menjual produknya. Di
kemasan bedak bayi milik J&J yang tersebar di seluruh dunia,
hanya tertulis peringatan begini: Jauhkan bedak dari hidung dan
mulut anak-anak untuk menghindari bedak terhirup yang bisa
menyebabkan gangguan pernapasan. Hindari kontak dengan mata.
Untuk penggunaan luar saja. Hindari pemakaian pada kulit yang
luka dan pusar bayi yang baru lahir. Secara tidak langsung
konsumen pasti berfikir jika produk bedak ini aman dan dapat
digunakan di semua area tubuh termasuk area sekitar genital.
Apalagi, dalam salah satu iklannya, J&J menuliskan for toilet and
nursery. Melalui iklannya yang lain, J&J bahkan mengajak
konsumennya untuk terus memakai talk meskipun mereka telah
dewasa.
Hal ini tentunya merugikan konsumen sebab J&J tidak
memberikan pernyataan yang sebenarnya perihal produknya.
Padahal disini konsumen berhak mendapatkan informasi yang
sebenarnya perihal produk yang diinginkannya, selain itu produsen
juga bertanggung jawab jika terjadi suatu hal yang tidak diinginkan
karena penggunaan produknya.
b) Peringkat Stakeholder berdasarkan Tanggung Jawab
1) PT Johnson & Johnson
Bagaimanapun pihak J&J bertanggung jawab penuh atas
kasus bedak talc ini yang mampu sebabkan kanker baik itu untuk
Berg, Fox serta 20 pelapor lainnya serta konsumen yang memakai
produk bedak J&J ini. Walaupun tidak memberikan ganti rugi
seharusnya J&J memilki kesadaran akan keamanan dari konsumen
pemakai bedaknya. Entah itu memberikan ganti rugi atau
memberikan peringatan akan produknya, J&J tetap harus
bertanggung jawab.
Bahkan Johnson & Johnson abaikan soal peringatan bahaya
atas penggunaan bedak bayi pada alat genital. Johnson & Johnson
sudah diberikan peringatan beberapa kali dan diminta untuk
menarik produknya. Akan tetapi J&J bersikeras jika produknya
tersebut tidak berbahaya.
J&J sebenarnya sudah lama mengetahui akan hal ini namun
mereka mengabaikannya dan tetap menjual produknya. Hal ini
tentunya sangat merugikan konsumen. Padahal sebagai produsen
harusnya berkewajiban memberikan perlindungan serta keamanan
bagi konsumen akan produknya. Selain itu produsen juga
berkewajiban untuk menjamin bahwa kepentingan-kepentingan
konsumen tidak dirugikan oleh produk yang mereka tawarkan.
Karena hubungan antara perusahaan dan konsumen pada dasarnya
merupakan hubungan kontraktual, dan kewajiban moral
perusahaan pada konsumen adalah seperti yang diberikan dalam
hubungan kontraktual.
2) Pemerintah
Pemerintah harus ikut bertanggungjawab karena
bagaimanpun pemerintah harus memberikan perlindungan dan
keamanan bagi masyarakatnya. Selain itu pemerintah juga harus
ikut memikirkan nasib serta kesehatan rakyatnya sendiri. Jika
banyak korban yang ada secara tidak langsung kesejahteraan
negara juga ikut terancam. Dan juga dengan adanya undang-
undang perlindungan konsumen harusnya pemerintah mampu
menegakkan hukum dan dapat melindungi keselamatan rakyatnya.
2. Etika Produksi dan Pemasaran Konsumen yaitu meliputi Kewajiban
Produsen terhadap Konsumen
Menurut pandangan Kontraktual menyebutkan bahwa saat konsumen
membeli sebuah produk, konsumen secara sukarela menyetujui “kontrak
penjualan” dengan perusahaan. Pihak perusahaan secara sukarela dan sadar setuju
untuk memberikan sebuah produk pada konsumen dengan karakteristik tertentu,
dan konsumen juga dengan sukarela dan sadar setuju membayar sejumlah uang
pada perusahaan untuk produk tersebut.
Produsen juga berkewajiban untuk mengungkapkan serta memberikan
informasi yang sebenarnya terkait produknya. Namun disini J&J bersikap
sebaliknya bahkan terkesan menutupi. Padahal sebenarnya mereka sendiri sudah
mengetahui terkait bedak talc nya. Sebenarnya J&J sudah memberikan peringatan
untuk produknya akan tetapi tidak sepenuhnya mereka berikan. Hal ini tentunya
bisa mengancam keamanan serta keselamatan konsumen itu sendiri.
Produsen bertanggung jawab serta menjamin bahwa kepentingan-
kepentingan konsumen tidak dirugikan oleh produk yang mereka tawarkan.
Karena pada dasarnya produsen berhak memberikan perlindungan serta menjamin
keselmatan konsumen. Selain itu juga terdapat undang-undang yang mengatur
perihal perlindungan konsumen harusnya produsen disini mampu mematuhinya
serta sadar akan pentingnya keselamatan dan keamanan konsumen.

4. Prinsip Etika yang Dilanggar


Selain etika produksi dan pemasaran konsumen dimana produsen
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mmeberikan perlindungan terhadap
konsumen yang dialnggar di dalam pembahasan mengenai etika, juga
disampaikan mengenai ETIKA BISNIS yaitu studi yang dikhususkan mengenai
moral yang benar dan salah sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi
dan perilaku bisnis. Dalam etika bisnis terdapat empat prinsip yang dilanggar
oleh PT J&J terkait produk bedaknya yaitu:
1. Prinsip Etika Utilitarian, dengan tetap memasarkan produk bedaknya dan
tidak memberikan peringatan penuh terhadap konsumen, J&J telah melanggar
prinsip utilitarian karena keputusannya tidak melahirkan keputusan yang
terbaik bagi banyak pihak tetapi malah berdampak negatif bagi para
stakeholder yang dirugikan yaitu konsumen.
2. Prinsip Etika Hak dan Kewajiban, J&J telah melanggar hak konsumen
untuk mendapatkan informasi sepenuhnya terkait produk bedak ini dan juga
J&J tidak memeberikan peringatan bahkan ganti rugi bagi pihak yang
dirugikan contohnya Berg dan Fox yang jelas-jelas sangat dirugikan. Padahal
konsumen memilki hak untuk mendapatkan ganti rugi jika dirasa dirugikan
karena produk yang mereka gunakan, serta konsumen berhak mendapatkan
perlindungan akan keselamatan dan keamanan terkait penggunaan produk
bedak J&J ini. Disisi lain J&J juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai
perusahaan besar yang tentunya memilki keuntungan yang besar juga
untukmelindungi serta menjamin keselamatan konsumennya.
3. Prinsip Etika Keadilan, tidak adil bagi para konsumen karena hak mereka
yang harusnya dilindungi, dijamin keselamatan dan kemanannya malah
dirugikan bahkan terancam karena produk bedak dari J&J ini.
4. Prinsip Etika Memberi Perhatian, J&J tidak memperhatikan serta sadar
akan pentingnya keselamatan dan keamanan konsumen yang terkena dampak
negatif dari produknya. Bahkan J&J mengabaikan peringatan yang
seharusnya dicantumkan dalam produknya guna menjamin dan mencegah jika
nantinya akan terjadi hal yang tidak diinginkan seperti sekarang ini. J&J
bahkan tetap memasarkan produknya sampai sekarang. Selain itu J&J pada
kenyataannya juga belum mampu melakukan tindakan yang signifikan
terhadap dampak negatif yang terjadi.
Dampak Pelanggaran Etika semacam ini nantinya akan membawa pengaruh
buruk pada reputasi perusahaan dan keuangan perusahaan secara tidak langsung
terutama di masa yang akan datang. Selain itu tentunya juga akan menurunkan
tingkat kepercayaan konsumen akan produk-produk dari J&J yang mereka
tawarkan.
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Berdasarkan kasus yang telah dialami oleh PT J&J dapat
disimpulkan bahwa sebagai perusahaan yang besar bahkan PT J&J adalah
perusahaan multinasional yang telah berdiri sejak lama tentunya telah
dikenal dan diketahui oleh masyarakat banyak. Pasti tentunya saja telah
mengahasilkan atau mendapatkan laba atau keuntungan yang banyak juga
selama ini , namun sayangnya mereka mengabaikan dan tidak sadar akan
pentingnya memberikan perlindungan baik keamanan dan keselamatan
konsumen terkait produknya. Dengan usaha mereka yang dapat dikatakan
berhasil selama ini bahkan namanya yang dikenal oleh masyarakat luas
seharusnya PT J&J melakukan berbagai tindakan nyata untuk
bertanggungjawab terhadap produknya yang dinilai mampu sebabkan
kanker. Karena pada dasarnya meskipun perusahaan telah melakukan
program-program yang secara konsep sangat baik, namun pada prakteknya
mereka mengabaikan tanggung jawab mereka sendiri yang seharusnya
mampu memberikan timbal balik untuk para konsumen mereka yang
berhak mendapatkan perlindungan baik itu keselamatan, keamanan, serta
informasi terkait produk yang mereka tawarkan. Kejadian ini telah
melanggar prinsip ETIKA BISNIS yang dimana akan menimbulkan
kerugian dalam jangka panjang baik bagi perusahaan dan masyarakat
banyak. Karena dalam dunia bisnis tidak hanya mementingkan profit yang
tinggi tapi juga harus mementingkan dan memperhatikan pihak-pihak yang
berhubungan langsung misalnya saja konsumen. Dengan adanya kasus ini
pastinya secara tidak langsung akan menurunkan tingkat kepercayaan
konsumen kepada pihak J&J itu sendiri.
2. Saran
Seharunsya sebagai perusahaan yang besar bahkan multinasional
PT J&J mampu melaksanakan tanggung jawabnya sebagai produsen yang
tentunya dipercaya oleh masyarakat sejak dulu. Selain itu juga sebuah
perusahaan multinasional pastinya mereka telah kompeten di bidangnya
jadi seharusnya mereka harus bisa memperhatikan hal-hal kecil yang wajib
mereka pertanggungjawabkan seperti pemberian perlindungan terhadap
konsumen mereka sendiri. Mereka harusnya sadar pentingnya menjaga
serta memberikan perlindungan kepada para konsumennya. Konsumen
memilki hak yang sama yaitu mendapatkan perlindungan baik itu
keselamatn mereka dan keamanannya. Sebuah perusahaan harusnya
menaati etika dalam dunia kebisnisan agar kedepannya perusahaan
tersebut akan semakin besar keuntungan yang dicapai serta citra dan nama
baik perusahaan akan semakin baik dikalangan masyrakat selaku
konsumen itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Yustisia,Zahrina. “Bedaknya Dinilai Sebabkan Kanker, Johnson & Johnson


Didenda Rp 67,6 T”. 14 July 2018
(https://kumparan.com/@kumparansains/bedaknya-dinilai-sebabkan-
kanker-johnson-and-johnson-didenda-rp-67-6-t-
27431110790545723?ref=re)
Sebayang, Rehia. “Produk Bedak Bayi Johnson & Johnson Dituduh Picu Kanker”.
16 April 2018

(https://www.cnbcindonesia.com/news/20180416172108-4-11196/produk-
bedak-bayi-johnson-johnson-dituduh-picu-kanker)

Nur, Ulfa. “Kebohongan Johnson & Johnson Berujung Ratusan Tuntutan


Hukum”. 4 Mei 2016.
(https://tirto.id/kebohongan-johnson-amp-johnson-berujung-ratusan-
gugatan-hukum-8GB)
Wikipedia. “Johnson & Johnson”.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Johnson_%26_Johnson)
Johnson & Johnson. (https://www.jnj.com/)
BBC Indonesia. “Johnson & Johnson Diperintahkan Membayar Rp67 Triliun
Terkait Kanker Karena Bedak”. 14 Juli 2018.
(https://www.bbc.com/indonesia/majalah-44821019)
Velasquez, M.G. (2002). Business Ethics: Concepts and Cases. Sixth edition.
Prentice Hall (V).

You might also like