You are on page 1of 38

LAPORAN KASUS

STRUMA MULTINODUSA

Oleh:
Hazbia Fauqi Ramadhan
NIM 142011101088

Pembimbing:
dr. Atika Purnamasari , Sp.PD

LAB/ KSM ILMU PENYAKIT DALAM RSD dr. SOEBANDI


FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JEMBER
2019
LAPORAN KASUS

STRUMA MULTINODUSA

Disusun untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik Madya


KSM Ilmu Penyakit Dalam RSD dr. Soebandi Jember

Oleh:
Hazbina Fauqi Ramadhan
NIM 142011101088

Pembimbing:
dr. Atika Purnamasari , Sp.PD

LAB/ KSM ILMU PENYAKIT DALAM RSD dr. SOEBANDI


FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JEMBER
2019
BAB 1. PENDAHULUAN

Pada keadaan normal kelenjar tiroid berukuran kecil, hingga tidak


mempengaruhi bentuk leher. Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid terdapat
pembesaran dari kelenjar tiroid disebut dengan struma dan apabila teraba suatu
nodul maka pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma adalah pembesaran
kelenjar tiroid yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar tiroid itu
sendiri. Pembesaran kelenjar tiroid ini ada yang menyebabkan perubahan fungsi
pada tubuh dan ada juga yang tidak mempengaruhi fungsi. Pembesaran kelenjar
tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan efek fisiologisnya, klinis, dan
perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi menjadi struma toksik (diffusa,

nodosa), struma non toksik (diffusa, nodosa). (1,2)


Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme. Istilah
struma nodosa menunjukkan adanya suatu proses, baik fisiologis maupun patologis
yang menyebabkan pembesaran asimetris dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai
tanda-tanda toksisitas pada tubuh, maka pembesaran asimetris ini disebut sebagai
struma nodosa non toksik. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat

hidup dengan strumanya tanpa keluhan. (1)


Struma nodosa atau struma adenomatosa merupakan pembesaran kelenjar
tiroid terutama di temukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium. Struma
endemik ini dapat dicegah dengan substitusi iodium. Diluar daerah endemik,
struma nodosa ditemukan secara insidental atau pada keluarga tertentu. Etiologinya
umum nya multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia muda dan

dapat berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. (1,2,3)


Struma nodosa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut, dan
perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk
involusi. Kebanyakan struma multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin. Penderita
struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme
atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi dapat berkembang menjadi

multinoduler yang tidak berfungsi hingga keganasan. (1,3)


BAB 2. LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


 Nama : Ny. Astutik
 Umur : 51 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Alamat : Talang Babatah 1/12 Jenggawah, Jember
 Status : Menikah
 Pendidikan : SMP
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Suku : Jawa dan Madura
 Agama : Islam
 Pembayaran : BPJS Non PBI
 No. RM : 236754
 Tanggal MRS : 5 Desember 2018
 Pemeriksaan : 7 Desember 2018 (H3MRS)
 Tanggal KRS : 12 Desember 2018

2.2 Anamnesis
Autoanamnesis dan heteroanamnesis dilakukan kepada pasien pada tanggal 7
Desember 2018 di Ruang Rawat Inap Catlyea Bawah RSUD dr. Soebandi

2.2.1 Keluhan Utama


Nyeri dada kiri

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh nyeri dada kiri dan sesak, keluhan nyeri dada dan sesak
dialami sejak H1SMRS. Pasien juga mengeluh adanya benjolan di leher depan
sejak 5 tahun yang lalu, awalnya benjolan dirasakan sebesar kelereng, namun
benjolan semakin membesar. Pasien tidak merasakan adanya nyeri telan, pasien
mengeluh dadanya sering sakit, sesak, dan berat badan menurun, tidak ada
keluhan demam.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengeluh timbul benjolan sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu dan
hipertensi

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga dengan riwayat penyakit yang sama.

2.2.5 Riwayat Pengobatan


-pasien mengaku mengkonsumsi obat jantung

2.2.6 Riwayat Sosial Lingkungan Ekonomi


Pasien tinggal di Jenggawah, Jember. Pasien tinggal pada sebuah rumah
yang luasnya 40 meter persegi, berdinding tembok dan berlantai keramik yang
terdiri dari 3 kamar tidur dengan ventilasi, 1 kamar mandi, dapur, dan ruang tamu.
Pasien tinggal bersama suami, kedua anaknya, dan cucunya. Pasien bekerja
sebagai ibu rumah tangga. Kesan sosio lingkungan ekonomi: menengah

2.2.7 Riwayat Gizi


Sehari pasien makan 3 kali. Rata-rata menu setiap harinya adalah nasi,
kadang-kadang sayur, daging, ikan, tempe, tahu, telur, dan buah-buahan. Pasien
tidak ada batasan dalam mengkonsumsi makanan.

BB: 45 kg
TB: 154 cm
BMI = Berat Badan (Kg) = 45
Tinggi Badan(m)2 (1,54)2
BMI = 18,98kg/m2 (Berat badan kurang)
Kesan : Gizi Kurang
2.2.8 Anamnesis Sistem
 Sistem serebrospinal
Pusing (+),penurunan kesadaran (-),kejang (-), demam (-)
 Sistem kardiovaskular
Berdebar-debar (+)
 Sistem pernapasan
Sesak (+), batuk (-)
 Sistem gastrointestinal
Mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (-), nyeri perut ulu hati (-)
 Sistem urogenital
BAK lancar
 Sistem integumentum
Pucat (-), lebam (-)
 Sistem muskuloskeletal
(-)

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : compos mentis, GCS 4-5-6
Vital sign : TD : 130/90 mmHg
Nadi : 82 x/menit, regular, kuat angkat
RR : 24 x/menit
Suhu Aksila : 36,8o C
2.3.2 Status Generalis
a. Kepala
- Bentuk : normal
- Rambut : hitam, lurus, pendek
- Mata : konjungtiva anemis : - /-
sklera ikterus : -/-
edema palpebra : -/-
refleks cahaya : +/+
- Hidung : sekret (-), bau (-), pernapasan cuping hidung (-)
- Telinga : sekret (-), bau (-), perdarahan (-)
- Mulut : sianosis (-), bau (-)

b. Leher
- KGB : tidak ada pembesaran
- Tiroid : terdapat massa multinoduler
- JVP : tidak meningkatan
c. Dada
1. Jantung:
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS VI AAL Sinistra
- Perkusi : Batas jantung melebar
- Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, ekstrasistole (-), gallop (-), murmur
(-)
2. Paru-paru
Ventral Dorsal
Inspeksi: Inspeksi:
 Simetris  Simetris
 Retraksi -/-  Retraksi -/-
 Ketertinggalan  Ketertinggalan gerak -/-
gerak -/-
Palpasi: P: Palpasi:
 Fremitus raba  Fremitus raba
N N N N
N N N N
N N N N
Perkusi : Perkusi :
S S S S
S S S S
S S S S
Ventral Dorsal
Auskultasi : Auskultasi :
DS DS
V V V V
V V V V
V V V V

Rhonki Rhonki
- - - -
- - - -
- - - -

Wheezing Wheezing
- - - -
- - - -
- - - -

d. Perut
- Inspeksi : Flat
- Auskultasi: Bising usus (+) normal
- Palpasi :Soepel, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Timpani

e. Ekstremitas
- Superior : akral hangat +/+, edema-/-
- Inferior : akral hangat +/+, edema -/-
2.3.3 Status Lokalis
Regio : Colli Anterior
Inspeksi : Tampak benjolan multinoduler di leher, Warna kulit pada benjolan
sama dengan warna kulit sekitar.
Palpasi : Benjolan permukaan rata, teraba padat kenyal, permukaan halus. Massa
berukuran 16x10 cm dan 15x8 cm, batas tegas, nyeri tekan (-). Pembesaran KGB (-
).
Gambaran klinis status lokalis

Kesan : tampak pembesaran tyhroid multinoduler, batas tegas, dengan konsistensi padat
kenyal.

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Hasil pemeriksaan laboratorium
HLT, RFT, LFT dan GDA pada tanggal 5-12-2018

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Normal


HEMATOLOGI
Hematologi Lengkap (HLT)
Hemoglobin 12,5 12.0-16.0
Lekosit 10,1 4.5.0-11.0
Hematokrit 36,0 36-46
Trombosit 242 150-450
FAAL HATI
SGOT 17 10-35
SGPT 14 9-43

GDA 143 <200

FAAL GINJAL
Kreatinin Serum 0,8 0.5-1,1
BUN 18 6-20

Kesan dari pemeriksaan Laboratorium :


Normal

Thorax Foto pada tanggal 5-


12-2018:
Kesan:
Cardiomegali (LV) disertai cephalisasi
Pulmo tak tampak infiltrat

EKG pada tanggal 05-12-2018

Kesan : Takikardi

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 6-12-2018


Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Normal

TSH < 0,05 0,25-5

FT 4 76,11 10,60-19,4

Kesan dari pemeriksaan Laboratorium :


Penurunan TSH dan peningkatan FT 4

USG Colour (06-12-2018)


Hasil : Carcinoma thyroid bilateral yang meluas ke submandibula kelenjar bilateral.

FNAB (07-12-2018)
Hasil FNAB : Primary Hiperplasia

2.5 Planning
2.5.1 Planning Monitoring
 Keadaan umum
 Vital Sign

2.5.2 Planning Terapi


- Inf. PZ 14 tpm
- Inj. Santagesik 3x1
- Inj. Furosemid 2x1
- Inj. Dexametason 3x1
- p/o :
- propanolol 3 x 100mg
- Ramipril 5gram 0-0-1
- ISDN 3 x 1
- PTU 3 x 1

2.5.3 Planning Edukasi


 Menjelaskan mengenai penyakit, pemeriksaan yang perlu dilakukan, dan
tindakan medis kepada pasien serta keluarga.
 Menjelaskan kemungkinan komplikasi dan prognosis kepada pasien dan
keluarga.
 Menjelaskan tentang faktor risiko yang perlu dihindari nantinya.
 Perlu menjaga asupan cairan moderat dan jangan berlebihan.

2.6 Indeks Wayne

Wayne thyrotoxicosis index pada tanggal 7-12-2018

No Gejala yang Baru Timbul dan atau Bertambah Berat Nilai


1 Sesak saat kerja +1
2 Berdebar-debar +2
3 Kelelahan +2
4 Suka udara panas -5
5 Suka udara dingin +5
6 Keringat berlebihan +3
7 Gugup +3
8 Nafsu makan meningkat +3
9 Nafsu makan turun -3
10 Berat badan meningkat -3
11 Berat badan turun +3
Jumlah 22

No Tanda Ada Tidak Ada


1 Tiroid teraba +3 -3
2 Bising tiroid +2 -2
3 Exoftalmos +2 0
4 Lid lag sign +1 0
5 Hiperkinetik +4 -2
6 Tremor jari +1 0
7 Tangan panas +2 -2
8 Tangan basah +1 -1
9 Fibrilasi atrial +4 0
10 Nadi teratur:
<80 -3
81-90 0
>90 +3
Jumlah 18
Jumlah indeks wayne: 22 + 18 = 40
Intepretasi: Hipertiroid

2.7 Prognosis

Ad Vitam : Dubia ad Bonam


Ad Functionam : Dubia ad Malam
Ad Sanationam : Dubia ad Malam
Follow Up
8 Desember 2018
H4MRS
S) Pasien mengeluh pusing dan dada nyeri
O)
KU :lemah TD : 120/80 RR : 20x/menit
Kes :CM HR : 75x/menit Tax : 36,6°C
K/L : a/i/c/d -/-/-/-
Tho : Cor/ SIS2 tunggal e/g/m -/-/-
Pulmo/ Sim +/+ Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
Abd : flat, BU + normal, soepel, timpani
Ext : akral hangat di keempat ekstremitas (+), oedema di ekstermitas(-)
A) Impending Crisis Tyroid
P)
Inf. PZ 14 tpm
Inj. Santagesik 3x1
Inj. Furosemid 3x1
Inj. Dexametason 3x1
Propanolol 3x100
Ramipril 5 mg 0-0-1
ISDN 3x1
PTU 3x1

9 Desember 2018
H5MRS
S) Keluhan nyeri dada berkurang
O)
KU :lemah TD : 130/80 RR : 20x/menit
Kes :CM HR : 78x/menit Tax : 36,7°C
K/L : a/i/c/d -/-/-/-
Tho : Cor/ SIS2 tunggal e/g/m -/-/-
Pulmo/ Sim +/+ Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
Abd : flat, BU + normal, soepel, timpani
Ext : akral hangat di keempat ekstremitas (+), oedema di ekstermitas (-)
A) Impending crisis tyroid
P)
Inf. PZ 14 tpm
Inj. Santagesik 3x1
Inj. Furosemid 3x1
Inj. Dexametason 3x1
Propanolol 3x100
Ramipril 5 mg 0-0-1
ISDN 3x1
PTU 3x1

10 Desember 2018
H6MRS
S) Pasien tidak ada keluhan
O)
KU :lemah TD : 130/90 RR : 18x/menit
Kes :CM HR : 76x/menit Tax : 36,8°C
K/L : a/i/c/d -/-/-/-
Tho : Cor/ SIS2 tunggal e/g/m -/-/-
Pulmo/ Sim +/+ Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
Abd : flat, BU + normal, soepel, timpani
Ext : akral hangat di keempat ekstremitas (+), oedema di ekstermitas (-)

A) Impending Crisis Thyroid + susp. Ca thyroid + HHD


P)
Inf. PZ 14 tpm
Inj. Santagesik 3x1
Inj. Furosemid 3x1
Inj. Dexametason 3x1
Propanolol 3x100
Ramipril 5 mg 0-0-1
ISDN 3x1
PTU 3x1
Pro FNAB
11 Desember 2018

H7MRS
S) Pasien tidk ada keluhan
O)
KU :lemah TD : 160/100 RR : 24x/menit
Kes :CM HR : 80x/menit Tax : 36,8°C
K/L : a/i/c/d -/-/-/-
Tho : Cor/ SIS2 tunggal e/g/m -/-/-
Pulmo/ Sim +/+ Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
Abd : flat, BU + normal, soepel, timpani
Ext : akral hangat di keempat ekstremitas (+), oedema di ekstermitas(-)
A) Impending Crisis Thyroid + susp. Ca Thyroid + CAD + Left ventrikel Disfuntion
P) Inf. PZ 14 tpm
Inj. Santagesik 3x1
Inj. Furosemid 3x1
Inj. Dexametason 3x1
Propanolol 3x100
Ramipril 5 mg 0-0-1
ISDN 3x1
PTU 3x1
12 Desember 2018
H8MRS
S) Pasien tidak ada keluhan
O)
KU :lemah TD : 130/90 RR : 22x/menit
Kes :CM HR : 76x/menit Tax : 36,8°C
K/L : a/i/c/d -/-/-/-
Tho : Cor/ SIS2 tunggal e/g/m -/-/-
Pulmo/ Sim +/+ Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
Abd : flat, BU + normal, soepel, timpani
Ext : akral hangat di keempat ekstremitas (+), oedema di ekstermitas (-)

B) Impending Crisis Thyroid + susp. Ca thyroid + Left ventrikel disfuntion + CAD


P)
Inf. PZ 14 tpm
Inj. Santagesik 3x1
Inj. Furosemid 3x1
Inj. Dexametason 3x1
Propanolol 3x100
Ramipril 5 mg 0-0-1
ISDN 3x1
PTU 3x1
CPG 25 mg 1-0-0
Atrovastatin 20mg 0-0-1
Pasien KRS
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Struma

Definisi
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa

gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. (1)


Klasifikasi
Berdasarkan Fisiologisnya
Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang
disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan
kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau
struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada
leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid
sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar
untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien
hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai
kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh
antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.Gejala hipotiroidisme adalah
penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit
berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi
berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara. Gambar
penderita hipotiroidisme dapat terlihat di bawah ini
Gambar 2.5 Hipotiroidisme

c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan
sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid
yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi
dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi
hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala
hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat
berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat
gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot
(eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot. Gambar
penderita hipertiroidisme dapat terlihat di bawah ini.
Bagan 1Gambar 2.6 Hipertiroidism

Berdasarkan Klinisnya
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai
berikut:
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan
struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan
bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain.
Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan
benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler
toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena
jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah.
Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic
goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara
hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap
selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam
sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid
hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan
peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon
tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan
antibodi tetapi bukan mencegah pembentuknya. Apabila gejala gejala
hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi
krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit
dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.

b. Struma Non Toksik

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma
diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan
oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter,
struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air
minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat
sintesa hormon oleh zat kimia.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka
pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda
hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya
tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi
multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan
karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat
karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien
mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau
trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul
perdarahan di dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya
endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan
seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang
diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI
adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20
% - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.

3.2 Hipertiroid

Definisi
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam

sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang

hiperaktif (Djokomoeljanto R,2006).

Menurut Haznam tirotoksikosis adalah suatu keadaan hipermetabolisme dari tubuh,

dimana jaringan-jaringan tubuh dipengaruhi oleh dan memberi respon terhadap hormon-

hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Tirotoksikosis bukanlah suatu penyakit tetapi

suatu sindrom yang biasa disebabkan oleh beberapa kelainan(Haznam MW,1991).

Sementara menurut Martin A Walter hipertiroid adalah kondisi umum yang

berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas, khususnya yang disebabkan

oleh komplikasi kardiovaskuler. Komplikasi hipertiroid pada mereka yang berusia lanjut

dapat mengancam jiwa sehingga apabila gejalanya berat harus segera dibawa ke rumah

sakit (Haznam MW,1991).

Epidemiologi

Prevalensi hipertiroidisme pada praktek umum dapat mengenai 25-30 dalam 10.000

wanita, sedang di rumah sakit didapatkan 3 kasus dalam 10.000 pasien.Di USA 3 kasus

dari 10.000 wanita.Perbandingan antara wanita dan pria adalah 10:1. Dengan insiden

terbanyak antara umur 30-40 tahun (Haznam MW,1991).Di RSU Dr.Soetomo Surabaya

periode 2001-2005 didapatkan perbandingan antara penderita wanita dan pria adalah 10:1

dengan jumlah penderita wanita sebanyak 174 orang dan pria 17 orang. Insiden terbanyak

didapatkan antara umur 31-40 tahun yaitu 62 wanita (Haznam MW,1991).

Etiologi

Penyebab hipertiroidisme yang paling sering adalah penyakit autoimun pada tiroid

(biasanya penyakit Grave), struma toksik multinodular dan adenoma toksik.Penyakit


Grave 75% kasus.Merupakan sebuah kelainan autoimun akibat interaksi antara antibodi

terhadap reseptor TSH imunoglobulin IgG dengan reseptor TSH pada kelenjar tiroid yang

menyebabkan stimulasi kelenjar tiroid, sekresi tiroksin (T4) yang meningkat, dan

pembesaran tiroid. Penyakit lain yang berkaitan dengan penyakit Grave adalah

oftalmopati dan penyakit autoimun yang spesifik pada organ tertentu. Struma toksik

multinodular 15% kasus.Struma yang berkepanjangan dapat menyebabkan

hipertiroidisme. Sering terjadi relaps setelah terapi dengan obat antitiroid, sehingga

diperlukan pembedahan atau radioterapi. Adenoma toksik 5% kasus. Suatu nodul yang

hiperfungsi secara otonom yang menyebabkan kelebihan hormon tiroid dan menekan

sekresi TSHTumer (HE,2006).

Patofisiologi
Kelenjar tiroid terletak di depan dan disamping bagian atas trakea. Terdiri dari 2

lobus, kiri dan kanan yang saling berhubungan dengan isthmus. Masing-masing lobus

mempunyai tebal sekitar 2 cm, lebar 2,5 cm dan panjang 4 cm. Berat seluruh kelenjar

sekitar 20 gram(Haznam MW,1991).

Pembentukan hormon-hormon tiroid tergantung dari jumlah yodium eksogen yang

masuk ke dalam tubuh.Sumber utama untuk memelihara keseimbangan yodium yang

normal adalah yodium dari makanan dan air minum.yodium masuk dalam tubuh sebagai

organic iodine dan kemudian diabsorpsi dalam intestinum sebagai anorganic iodide.

Banyaknya yodium dalam bentuk anorganic iodide atau ionic iodide yang diperlukan

tiroid untuk memproduksi hormon-hormon tiroid untuk kebutuhan sehari-hari adalah

sekitar 100-200 ug per hari(Haznam MW,1991).


Gambar III.1 Kelenjar Tiroid(Djokomoeljanto R,2006)

Efek metabolik hormon tiroid adalah(Djokomoeljanto R,2006)

1. Kalorigenik

2. Termoregulator

3. Metabolisme protein

4. Metabolisme karbohidrat

5. Metabolisme lipid

6. Konversi provitamin A

7. Pertumbuhan syaraf otak dan perifer

8. Sintesa hormon gonadotropin, reseptor beta adrenergik

Reaksi-reaksi yang diperlukan untuk sintesis dan sekresi dari hormon-hormon

tiroid dapat dibagi dalam 4 tahap(Djokomoeljanto R,2006):

1. Transpor aktif iodide dari plasma ke dalam tiroid dan lumen dari folikel-folikel.

Proses ini dibantu oleh TSH (thyrotroop stimulating hormone)

2. Dalam kelenjar tiroid, iodide dioksidasi menjadi iodine yang aktif, suatu reaksi

yang dikatalisir oleh peroksidase. TSH juga membantu reaksi ini. Reseptor-

reseptor dari iodine aktif ini adalah residu-residu dari tiroglobulin. Tirosin-tirosin
ini dengan iodinasi menjadi MIT (3-monoiodotyrosine) dan DIT (3,5-

diiodotyrosine)

3. Kemudian iodotirosin-iodotirosin ini mengalami kondensasi oksidatif, juga

dengan bantuan peroksidase. Reaksi-reaksi coupling ini terjadi dalam molekul

tiroglobulin dan membentuk berbagai iodotironin-iodotironin, diantaranya T4 dan

T3. Hanya 8-10% dari iodine yang terikat pada tirosin dalam kelenjar tirod

didapat dalam bentuk tiroksin, terbanyak adalah dalam bentuk MIT dan DIT.

4. Tahap akhir adalah pelepasan iodotironin-iodotironin yang bebas (free

iodothyronines) ke dalam darah. Setelah tiroglobulin dipecah oleh suatu protease,

maka terdapat T4 bebas dan T3 bebas (free T4 dan free T3) dalam kelenjar tiroid.

Kini T4 dan T3 dapat dilepas ke dalam darah.

Cara keluarnya hormon tiroid dari tempat penyimpanannya di sel belum diketahui

secara sempurna, tetapi jelas dipengaruhi oleh TSH.Hormn ini melewati membran basal,

fenestra sel kapiler, kemudian ditangkap oleh pembawanya dalam sistem sirkulasi yaitu

thyroid binding protein.Produksi sehari T4 80-100 mg sedangkan T3 26-39 mg.

Pengaturan faal tiroid ada 4 kontrol :

1. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone), dihasilkan hipotalamus dan merangsang

kelenjar hipofisis

2. TSH (Thyroid Stimulating Hormone), bekerja dengan mengikat reseptor

dipermukaan sel tiroid (TSH-R) dan terjadi pengikatan produksi hormon tiroid.

Tetapi pada penyakit Graves, TSH-R akan ditempati dan dirangsang oleh

immunoglobulin yaitu Thyroid Stimulating Antibody (TSI) yang serupa dengan

TSH endogen, namun tidak seperti TSH, TSI tidak dipengaruhi oleh inhibisi

umpan balik negatif oleh hormon tiroid sehingga sekresi dan pertumbuhan tiroid

terus berlangsung.
3. Umpan balik sekresi hormon tiroid (T3,T4) pada tingkat hipofisis, khususnya T3,

T4 yang bebas (free T3,T4) bukan yang terikat. Dengan mengukur naik turunnya

kadar TSH dapat dijadikan sebagai tanda dini gangguan fungsi tiroid.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid.

Penyakit Graves adalah penyakit autoimun dimana tubuh menghasilkan antibodi

terhadap reseptor hormon TSH. Antibodi ini menyebabkan hipertiroid oleh karena

mereka berikatan dengan reseptor TSH dan menstimulasinya secara kronis.Reseptor TSH

diekspresikan di sel folikular pada kelenjar tiroid dan hasil dari stimulasi kronis tersebut

adalah produksi T3 dan T4 secara berlebihan. Ini yang menyebabkan munculnya simptom

klinis hipertiroidisme dan pembesaran kelenjar tiroid yang dikenal dengan istilah goiter

(Djokomoeljanto R,2006)

Ada 3 tipe autoantibodi terhadap reseptor TSH yang dapat

dikenali(Djokomoeljanto R,2006):

1. TSI, antibodi ini (sebagian besar IgG) bertindak sebagai LATS ( Long Acting

Thyroid Stimulants), mengaktivasi sel dengan cara yang lebih panjang dan lambat

daripada TSH, menyebabkan peningkatan produksi hormon tiroid.

2. TGI (Thyroid Growth Immunoglobulins). Antibodi ini terikat secara langsung ke

reseptor TSH dan berimplikasi dalam pertumbuhan folikel tiroid.

3. TB II (Thyrotrophin Binding-Inhibiting Immunoglobulins). Antibodi ini

menghambat ikatan normal TSH dengan reseptornya. Sebagian akan bertindak

seperti TSH yang terikat pada reseptor dan menginduksi fungsi tiroid. Tipe lain

mungkin tidak menstimulasi kelenjar tiroid, tapi akan mencegah TSI dan TSH dari

ikatan dan menstimulasi reseptornya.


Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis tergantung dari berat ringannya tirotoksikosis, umur penderita

dan ada atau tidak adanya penyakit pada organ lain seperti jantung.

Basedow (1840) pernah melaporkan kasus-kasus yang menderita struma, gejala-

gejala jantung (palpitationes kordis, aritmia kordis) dan eksoftalmus. Demikian pula pada

Graves, sehingga ketiga gejala-gejala tersebut dikenal sebagai trias dari Graves. Tetapi

pada waktu itu mereka belum mengetahui hubungan antara ketiga gejala tersebut dan

belum mengetahui bahwa penyakit itu disebabkan oleh hiperfungsi dari kelenjar tiroid

sehingga terdapat hormon-hormon tiroid berlebihan dalam darah.

Gejala-gejala utama adalah menurunnya berat badan dan tenaga berkurang tetapi

nafsu makan tidak perlu berkurang.Penderita juga banyak berkeringat dan kurang tahan

terhadap panas.Palpitationes kordis adalah suatu gejala yang sering ditemukan.Penderita

biasanya juga mengeluh tremor.pemarah dan cepat tersinggung.

Keluhan tentang membesarnya leher dan berubahnya bentuk mata

bervariasi.Retraksi dari konjungtiva palpebralis dan tidak bisa menutup mata seluruhnya

sering kali mendahului gejala eksoftalmus.Jika terdapat struma yang agak besar mungkin

menelan menjadi sukar dan suara menjadi serak. Dalam kasus-kasus yang lebih berat bisa

terdapat vomitus dan diare disertai menurunnya berat badan dengan cepat (Haznam

MW,1991).

Hipertiroidisme pada usia lanjut memerlukan perhatian khusus, sebab gejala dan

tanda sistem kardiovaskular sangat menonjol dan kadang-kadang berdiri sendiri. Pada

beberapa kasus ditemukan adanya payah jantung, sedangkan tanda-tanda kelainan tiroid

sebagai penyebabnya hanya sedikit. Payah jantung yang tidak dapat diterangkan pada

umur pertengahan harus dipikirkan hipertiroidisme, terutama bila ditemukan juga curah
jantung yang tinggi atau atrium fibrilasi yang tidak dapat diterangkan(Haznam

MW,1991).

Hipertiroidisme pada anak menyebabkan gangguan pertumbuhan, peningkatan

tinggi badan serta biasanya disertai dengan pematangan tulang yang cepat.Manifestasi

klinis pada anak sering ditemukan sampai beberapa tahun sebelum diagnosis ditegakkan.

Rata-rata waktu antara timbulnya gejala pertama sampai diagnosis ditegakkan sekitar 1

tahun(Haznam MW,1991).

Tabel III.1 Gejala serta tanda hipertiroidisme(Haznam MW,1991).

Sistem Gejala dan Tanda

Umum Tak tahan hawa panas, hiperkinesis, capek, BB turun,

tumbuh cepat, toleransi obat, youth-fullness

Gastrointestinal Hiperdefekasi, lapar, makan banyak, haus, muntah,

disfagia, splenomegaly

Muskular Rasa lemah

Genitourinaria Oligomenorea, amenorea, libido turun, infertil,

ginekomasti

Kulit Rambut rontok, berkeringat, kulit basah, silky hair dan

onikolisis

Psikis dan saraf Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas.

Jantung Paralisis periodik dispneu, hipertensi, aritmia, palpitasi,

gagal jantung

Darah dan limfatik Limfositosis, anemia, splenomegaly

Skelet Leher membesar, osteoporosis, epifisis cepat menutup

dan nyeri tulang


Diagnosis
Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis.Untuk ini

telah dikenal indeks Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik. Kemudian diteruskan dengan pemeriksaan penunjang untuk konfirmasi diagnosis

anatomis, status tiroid dan etiologi(Djokomoeljanto R,2006).

Tabel III.2 Indeks Wayne(Haznam MW,1991)

Gejala yang baru timbul Nilai Tanda Ada Tidak

dan atau bertambah berat

1. Sesak saat kerja +1 1. Tiroid teraba +3 -3

2. Berdebar +2 2. Bising tiroid +2 -2

3. Kelelahan +2 3. Exoptalmus +2 -

4. Suka udara panas -5 4. Kelopak mata +1 -

tertinggal bola mata

5. Suka udara dingin +5 5. Hiperkinetik +4 -2

6. Keringat berlebihan +3 6. Tremor jari +1 -

7. Gugup +2 7. Tangan panas +2 -2

8. Nafsu makan naik +3 8. Tangan basah +1 -1

9. Nafsu makan turun -3 9. Fibrilasi atrial +4 -

10. Berat badan naik -3 10. Nadi teratur

< 80 x/menit - -3

80-90 x /menit - -

>90 x/menit +3 -

11. Berat badan turun +3


Indeks Wayne(Haznam MW,1991)

 Eutiroid : <10

 Mungkin hipertiroid : +10  +20

 Hipertiroid : >20

Untuk fase awal penentuan diagnosis, perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada

pemantauan cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal keadaan

membaik(Djokomoeljanto R,2006).

Diagnosis Banding

Untuk membuat diagnosis tirotoksikosis perlu diagnosis banding dengan keadaan

bukan tirotoksikosis, yaitu dengan(Djokomoeljanto R,2006):

1. Hipertiroidisme sekunder karena terlalu banyak TSH

 Tumor hipofisis

 Stimulator abnormal yang berasal dari sejenis trofoblast (mola hidatidosa atau

khoriokarsinoma dari uterus atau testis)

2. Hipertiroidisme oleh :

 Adenoma toksik

 Tiroiditis subakut

 Tiroiditis kronik dengan spontaneous resolving thyrotoxicosis

3. Tirotoksikosis di mana hormon tiroid berasal bukan dari kelenjar tiroid seperti:

 Jaringan tiroid ektopik (struma ovarii)

 Tirotoksikosis factitia (hormon tiroid eksogen)


Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium : TSH ↓, T3 atau FT3, T4 atau FT4 ↑

2. Tyroid scan : Menunjukkan struma difusa

3. EKG dan Foto Thoraks

Terapi

Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid

yang berlebihan dengan cara menekan produksi (dengan obat anti tiroid) atau merusak

jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal). Ada 3 metode yang dapat

dilakukan

a. Obat Anti Tiroid (OAT)

Obat anti tiroid diberikan atas indikasi (Reksoprawiro S,2006):

1. Sebagai terapi yang bertujuan memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi

yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan

tirotoksikosis.

2. Sebagai obat untuk kontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau

sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif.

3. Sebagai persiapan untuk tiroidektomi.

4. Pengobatan pada wanita hamil dan usia lanjut.

5. Pasien dengan krisis tiroid

Obat anti tiroid umumnya diberi dengan dosis besar pada mulanya sampai eutiroid

tercapai, baru kemudian diberi dosis maintenance untuk mempertahankan eutiroid

tersebut.
Tabel 3. Obat Anti Tiroid (OAT)

Obat Dosis awal (mg.hari) Dosis pemeliharaan

(mg/hari)

Propiltiourasil 300-600 50-200

Metimazol 30-60 5-20

Karbimazol 30-60 5-20

Ketiga obat tersebut bersifat imunosupresif, dapat menurunkan konsentrasi TSI

yang bekerja pada sel tiroid.Dosis dimulai dengan 30 mg karbimazol,30 mg metimazol

atau 400 mg propiltiourasil sehari dalam dosis terbagi. Biasanya 4-6 minggu tercapai

eutiroidisme.Kemudian dosis dititrasi sesuai respons klinis.Lama pengobatan 1-1,5 tahun,

kemudian dihentikan untuk melihat apakah terjadi remisi. Terapi tambahan selain OAT

yaitu B-Adrenergic-Antagonis seperti propanolol, metoprolol, atenolol dan nadolol yang

mempunyai efek mengurangi dampak hormon tiroid pada jaringan. Propanolol juga

menghambat perubahan tiroksin perifer menjadi triiodotironin(Reksoprawiro S,2006).

b. Tiroidektomi

Prinsip umumnya operasi baru dikerjakan bila keadaan pasien eutiroid, klinis

maupun biokimiawi. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi subtotal dupleks mensisakan

jaringan seujung ibu jari atau lobektomi total termasuk istmus dan tiroidektomi subtotal

lobus lain. Operasi yang tidak dipersiapkan dengan baik membawa resiko terjadinya

krisis tiroid dengan mortalitas amat tinggi(Reksoprawiro S,2006).

Pengobatan dengan metode operatif dilakukan atas indikasi(Reksoprawiro

S,2006).

1. Pasien umur muda dengan struma yang besar serta tidak mempan dengan OAT.

2. Wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan OAT dosis besar


3. Alergi terhadap OAT, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif

4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik

5. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

c. Yodium Radioaktif (Radio Active Iodium-RAI)

Dengan yodium radioaktif kemungkinan terjadi hipotiroidisme cukup besar.Untuk

menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan OAT menjadi

eutiroid.Meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil akhir pengobatan RAI. Dosis

RAI berbeda, ada yang bertahap untuk membuat eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang

langsung dengan dosis besar untuk mencapai hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin

sebagai substitusi(Reksoprawiro S,2006).

Pengobatan dengan yodium radioaktif dapat diberikan atas indikasi(Reksoprawiro

S,2006).

1. Pasien umur 35 tahun atau lebih.

2. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah dioperasi.

3. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian OAT.

4. Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan OAT.

5. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik.

3.1.9 Komplikasi

Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis

tirotoksik.Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang

menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid atau terjadi pada pasien hipertiroid

yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan hormon tiroid dalam jumlah yang

sangat besar yang menyebabkan takikardi, agitasi, tremor, hipertermia dan apabila tidak

diobati mengakibatkan kematian (Corwin EJ,2000).


DAFTAR PUSTAKA
Ala I, Sharara S, Don C, Rockey R. Gastroesophageal variceal hemorrhage. N Engl J
Med 2001. Available from: www.nejm.org., Accessed January 6, 2012Associated
with Treatment of Gastric Fundal Varices / www.mayoclinicproceedings.GOW
P.J; Chapman R.W; Modern Management of Oesophageal Varices, Postgrad Med,
2001 Feb, 75-81
Anonymous.Portal hypertension & cirrhosis 2010. Available from:
http://www.scribed.com/doch/25439382/gi-pathophysiology.,
B.T Cooper, M. J Hall, R.E Barry; Manual Gastroenterologi, Churchill Livingstone,
1989, 244 – 248
Guyton AC, Hall JE. Prinsip-prinsip umum fungsi gastrointestinal-motilitas, pengaturan
saraf, dan sirkulasi darah. Dalam: Guyton AC, ed. Buku ajar fisiologi kedokteran.
Edisi 11. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2002. hal. 817-9.
Gastrointestinal,Tumor& Endocrine Surgery, University of Colorado Denver and Health
Science Center, Denver Colorado Longo et al. 2013. Harrison`s Manual of
Medicine. Edisi ke- 18. New York: Mc Graw Hill Medical
John R, Saltzman S. Acute upper gastrointestinaleeding. In: Greenberger N, Blumberg R,
Burakoff R, eds. Current diagnosis & treatment: gastroenterology. Hepatology &
Endoscopy. 2nd ed. USA: McGraw Hill Companies Inc; 2009. p. 324-42.
Kenneth R, McQuaid M. Gastrointestinal disorders. In: Stephen J, McPhee M, Maxine
A, Papadakis P, eds. Current Medical Diagnosis & Treatment. 48th ed. USA:
McGraw Hill Companies Inc; 2009. p. 523-6.
Matsumoto, Akio; Takimoto, Kengo; Inokuchi, Hideto; Prevention of Systemic
Embolization Associated with Treatment of Gastric Fundal Varices /
www.mayoclinicproceedings.
Nurdjanah, Siti. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kelima. Jakarta: Interna
Publishing.
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson.2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit.Vol 2.Ed. 6. Jakarta: EGC.
Sarin, SK; Negi, S; Management of Gastric Variceal Hemorhage, Indian Journal
Gastroenterologi 2006 /www.indianjgastro.com
Starr, S. Paul MD & Raines, Daniel MD. 2011. Cirrhosis: Diagnosis, Management, and
Prevention. Am Fam Physician, 84 (12) : 1353-1359.
Stiegmann V, Greg ; Endoscopic Approaches to Upper Gastrointestinal Bleeding, From
Silbernagl, Stefan & Lang, Florian. 2012. Teks dan Atlas Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Tjokroprawiro, Askandar. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya : Unair Press.
Tsochatzis, E. A., Bosch, J, dan Burroughs, A. K. 2014.Liver Cirrhosis.The Lancet,
S0140-6736 (14) : 60121-60125.
Vaezi MF. Upper gastrointestinal bleeding. In: Vaezi MF, Park W, Swoger J, eds.
Esophageal diseases. Oxford: An imprint of atlas medical publishing Ltd; 2006. p.
110-4.

You might also like