Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Verantika Indra Susetiyo
142011101036
Pembimbing:
dr. Adi Nugroho, Sp.B
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
i
LAPORAN KASUS
ILMU PENYAKIT BEDAH
STRUMA MULTI NODOSA NON TOKSIK
Oleh :
Verantika Indra Susetiyo
142011101036
Pembimbing:
dr. Adi Nugroho, Sp.B
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
ii
DAFTAR ISI
Cover .............................................................................................................. i
Daftar Isi ........................................................................................................ iii
BAB 1 Pendahuluan ................................................................................. 1
BAB 2 Tinjauan Pustaka .......................................................................... 2
2.1 Anatomi Tiroid .......................................................................... 2
2.2 Fisiologi Tiroid .......................................................................... 5
2.3 Struma........................................................................................ 8
2.4 Struma Nodosa Non Toksik ..................................................... 12
BAB 3 Laporan Kasus .............................................................................. 31
Daftar Pustaka ............................................................................................... 39
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
2
2.1.2 Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terletak diantara fascia koli media dan fascia prevertebralis.
Di dalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan
saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakhea dan melingkari dua pertiga sampai tiga
perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada
permukaan belakang. (4)
Tiroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus yang tipis
dibawah kartilago krikoidea. Dalam keadaan normal, berat kelenjar tiroid pada
orang dewasa sekitar 10 sampai 20 gram. Kapsul fibrosa menggantung kelenjar
tiroid pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti
dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini dapat digunakan untuk
menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid
atau tidak. (5)
Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari A. Tiroidea Superior (cabang dari a.
Carotis Eksterna) dan a. Tiroidea Inferior (cabang dari truncus thyrocervicalis).
Sedangkan vena-venanya adalah V. Tiroidea superior dan media yang bermuara ke
dalam vena jugularis interna, sedangkan V. Tiroidea inferior bermuara ke V.
Brachiocephalica sinistra. Glandula tiroid memiliki hubungan topografi dekat
3
fengan Nn. Laryngei reccurent. Pada sulcus di antara trachea dan oesophagus, saraf-
saraf tersebut berjalan kranial menuju laring. (4)
4
2.2 Fisiologi Tiroid
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu Tiroksin (T4).
Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari
konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar
tiroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku
hormon tiroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan
selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam tiroglobulin sebagai
monoiodotirosin (MIT) atau diiodotirosin (DIT). Senyawa DIT yang terbentuk dari
MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tyroid.
Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam
kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur
ulang. Dalam sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat
tyroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin
(Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA).(1) Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari
sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat
proses monodeiodonasi menjadi T3. Kelenjar tiroid memerlukan iodin untuk
menghasilkan hormon tiroid. Berikut ini adalah fungsi hormon dari kelenjar
tiroid:(7)
a. Hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)
1. Katabolisme protein, lemak, dan karbohidrat dalam semua sel.
2. Mengatur kecepatan metabolisme semua sel
3. Mengatur produksi panas tubuh
4. Antagonis terhadap insulin
5. Mempertahankan sekresi hormon pertumbuhan dan pematangan tulang
6. Mempertahankan mobilisasi kalsium
b. Hormon kalsitonin
1. Mengurangi kalsium dan fosfat serum
2. Mengurangi absorbsi kalsium dan fosfor oleh GI.(2)
5
Terdapat empat macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid yaitu sebagai
berikut: (2,7)
1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)
Tripeptida yang disentesis oleh hipothalamus. Merangsang hipofisis
mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar
tiroid teransang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi.
2. TSH (thyroid stimulating hormone)
Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi
akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R)
dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat.
3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).
T4 ini mempunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas.
T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH.
4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.
Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid. (7)
7
2.3 Struma
2.3.1 Definisi
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa
gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. (1)
2.3.2 Klasifikasi
2.3.2.1 Berdasarkan Fisiologisnya
Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:(1,2,5,6)
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang
disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan
kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau
struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada
leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid
sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar
untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien
hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai
kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh
antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.Gejala hipotiroidisme adalah
penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit
berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi
berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara. Gambar
penderita hipotiroidisme dapat terlihat di bawah ini
8
Gambar 2.5 Hipotiroidisme
c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan
sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid
yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi
dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi
hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala
hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat
berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat
gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot
(eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot. Gambar
penderita hipertiroidisme dapat terlihat di bawah ini.
2.3.3 Patogenesis
Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat
pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula
penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut
memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH
kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah
yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin
bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid
dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.(1,6,17)
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang
menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia
11
(goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit
Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan
penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma non
toksik (struma endemik).(1,6,11)
2.4.2 Epidemiologi
Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung menemukan diantara 696 pasien
struma, sebanyak 415 (60%) menderita struma nodosa dan hanya 31 diantaranya
yang bersifat toksik. Penelitian Lukitho di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
didapatkan dari 325 kasus struma nodosa perbandingan pria dan wanita adalah 1:4,2
sedangkan penelitian di Jakarta oleh Hamzah dari tahun 1986-1995 perbandingan
penderita struma nodosa antara pria dan wanita adalah 1:5,6. Etiologi umumnya
multifaktorial, terutama ditemukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium.
(12)
Data rekam medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo tahun 2001-2005
struma nodusa toksik terjadi pada 495 orang diantaranya 60 orang laki-laki (12,12
%) dan 435 orang perempuan (87,8 %) dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun
259 orang (52,3 2%), struma multinodusa toksik yang terjadi pada 1.912 orang
diantaranya17 orang laki-laki (8,9 %) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia
yang terbanyak pada usia 31-40 tahun berjumlah 65 orang (34,03 %).(12)
12
2.4.3 Etiologi
Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium.
Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum
diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (1,6,16)
1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang
yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah
kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.
2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit
tiroid autoimun
3. Goitrogen :
▪ Obat: Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide,
expectorants yang mengandung yodium
▪ Agen lingkungan: Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol
berasal dari tambang batu dan batubara.
▪ Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica (misalnya, kubis, lobak cina,
brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam
rumput liar.
4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid.
5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak
mengakibatkan nodul benigna dan maligna.
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena
tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Hal penting pada diagnosis Struma nodusa non
toksik ini adalah tidak adanya gejala toksik yang disebabkan oleh perubahan kadar
hormon tiroid, dan pada palpasi dirasakan adanya pembesaran kelenjar tiroid pada
salah satu lobus. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-
angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian
besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa
keluhan. (9,13,15)
13
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena
menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila
pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan
pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian mungkin
tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang berarti
menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor
inspiratoar. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea
naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada
trakea. (1)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit
tiroid terbagi atas: (1, 6, 10, 16)
1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid. Pemeriksaan untuk
mengetahui kadar T3 dan T4 serta TSH paling sering menggunakan teknik
radioimmunoassay (RIA) dan ELISA dalam serum atau plasma darah.
Kadar normal T4 total pada orang dewasa adalah 50-120 ng/dl. Kadar
normal untuk T3 pada orang dewasa adalah 0,65-1,7 ng/dl.
2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi
terhadap macam-macam antigen tiroid yang ditemukan pada serum
penderita dengan penyakit tiroid autoimun. Seperti antibodi tiroglobulin
dan thyroid stimulating hormone antibodi.
3. Pemeriksaan radiologis
• Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea atau
pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun
sudah bisa diduga. Foto rontgen leher posisi AP dan lateral biasanya
menjadi pilihan.
• USG tiroid yang bermanfaat untuk menentukan jumlah nodul,
membedakan antara lesi kistik maupun padat, mendeteksi adanya
15
jaringan kanker yang tidak menangkap iodium dan bisa dilihat dengan
scanning tiroid.
• Scanning Tiroid dasarnya adalah presentasi uptake dari I 131 yang
didistribusikan tiroid. Dari uptake dapat ditentukan teraan ukuran,
bentuk lokasi dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid
(distribusi dalam kelenjar).
• FNAB. Pemeriksaan histopatologis akurasinya 80%. Dilakukan
khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi
aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya
penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika
hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi
kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu
karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.
2.4.6 Tatalaksana
2.4.6.1 Pembedahan
Tindakan operatif masih merupakan pilihan utama pada Struma Nodusa non
toksik. Macam-macam teknik operasinya antara lain:(6)
1. Tiroidektomi : pengangkatan kelenjar tiroid.
2. Lobektomi : pengangkatan satu lobus kelenjar tiroid.
3. Ismolobektomi : pengangkatan satu lobus kelenjar tiroid beserta
isthmusnya.
16
4. Subtotal tiroidektomi: mengangkat sebagian besar tiroid kedua lobus (kiri-
kanan) dengan menyisakan jaringan tiroid masing-masing 2–4 gram.
17
5. Perluasaan kedaerah substernal
6. Pembesaran yang progresif
7. Kosmetik
Teknik Operasi
1. Posisi penderita telentang, leher ekstensi dg ganjal bantal dibawah pundak
penderita, posisi meja sedikit “head up”, dg sudut 20 derajat (reverse
Trendelenburg).
2. Kepala diletakkan diatas donut baloon, yakinkan posisi dagu sejajar dg long
axis tubuh pada garis median.
18
5. Insisi kulit, subkutis dan platysma, sekaligus menjadi satu flap, untuk
mencegah perdarahan, edema, dan perlengketan pasca operasi.
19
6. Klem lurus (5 bh) pada dermis untuk traksi. Pertama kali flap atas. Diseksi
dapat dikerjakan secara tumpul, atau secara tajam menggunakan kauter atau
skalpel.
7. Diseksi tumpul dengan jari atau kassa pada batas platysma dengan loose
areolar tissue dibawahnya, tepat superfisial dari vena jugularis anterior.
Diseksi dilakukan ke arah kaudal (sampai sternal notch) dan kranial (sampai
terlihat cartilago tiroidea) dan dibuat flap yang difiksasi ke kain drapping.
20
8. Insisi fascia coli superficialis secara vertikal pada garis tengah strap muscle
hingga batas bawah sampai level sternal notch, batas atasnya sampai cartilago
tiroid.
9. Diseksi tumpul pertengahan strap muscles sampai fascia colli profunda.
21
10. Strap muscle (m.sternohyoid dan m.sternotiroid) diretraksi ke kiri dan ke
kanan.
11. Dilakukan pemisahan kelenjar tiroid pada cleavage plane (antara kel.tiroid
dengan m.sternokleidomastoideus).
22
12. Pada tumor yang besar dapat dilakukan pemotongan strap muscle secara
horizontal di 1/3 proksimalnya (seproksimal mungkin) setelah sebelumnya
v.jugularis anterior diligasi.
13. Dilakukan diseksi tumpul dan tajam mulai dari tiroid di bagian tengah dengan
mengidentifikasi v.tiroid media.
23
14. Vena tiroid media diligasi dan dipotong.
15. Profunda dari vena ini, kelj. Paratiroid & RLN dapat diidentifikasi.
20. Identifikasi arteri dan vena tiroidea superior pada pool atas tiroid, kemudian
dibuat 2 (3) ligasi pada pembuluh darah tadi dan dipotong diantaranya, yang
diligasi betul-betul hanya pembuluh darah saja.
25
21. Untuk hindari cedera n. laringeus superior : hindari kauter & diseksi dari
medial ke lateral.
22. Kelenjar paratiroid dilepaskan dari kel.tiroid, sambil dipreservasi arteri yang
memperdarahinya.
23. Diseksi dilanjutkan kearah isthmus (pada cleavage plane), ligamentum Berry
dan isthmus diklem dan dipotong.
24. Perhatian : a & v kecil (laryngeal inferior) yang biasanya menembus posterior
lig. Berry sisi cranial / pada lokasi RLN memasuki m. krikotiroid → pressure
/ Gelfoam.
26
32. Kalau kelenjar paratiroid terambil, sebelum menutup luka operasi kelenjar
paratiroid ditanam (replantasi) pada m. SCM, strap muscles atau otot lengan
bawah. Dipotong-potong setebal 1 mm dan ditanamkan dalam kantong-
kantong secara terpisah.
33. Strap muscle diaproksimasikan dengan jahitan interrupted CCG 3-0.
34. Platysma didekatkan dan dijahit interrupted dg chromic 3/0.
35. Kulit dijahit secara subkutikular dgn benang sintetis 4/0.
36. Luka operasi ditutup dg kassa steril.
37. Pada waktu ekstubasi, perhatikan keadaan pita suara dg melihat laring
menggunakan laringoskop, adakah parese / asimetri pada korda vokalisnya.
27
obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian
obat tiroksin.(1,5,6)
2.4.8 Komplikasi
Komplikasi tiroidektomi: (1,5,6)
1. Komplikasi Awal :
a. Perdarahan
b. Paralise n.rekuren laringeus
c. Paralise n.laringeus superior
d. Trakeomalasia
e. Infeksi
f. Tetani hipokalsemia
g. Krisis tiroid (tiroid storm)
h. Trakeomalasia
28
2. Komplikasi Lanjut :
a. Keloid
b. Hipotiroid
c. Hipertiroid yang kambuh
Penanganan Komplikasi :
1. Hipoparatiroidisme
a. Terjadi sekitar 0,6-2,8%
b. Klinis: baal-baal, baal ujung jari, gelisah, spasme carpopedal (tetani)
c. Terapi :
10 cc Calcium Gluconas IV dilanjutkan pemberian kalsium oral 1,5-
2 g per hari atau Calcitriol (Rocatrol) 0,25 – 10 microgram, 2 kali
sehari.
2. Tiroid Storm
Dapat dicetuskan bila terdapat trauma atau stress surgical.Mortalitas
±75% jika tidak ditangani dengan baik.
Gejala :
• Febris
• Delirium
• Kejang
• Diare
• Muntah
• Takikardia
• Congestive heart failure
• Berkeringat
Terapi :
• Hentikan operasi / manipulasi tiroid
• Oksigen
• Bolus D 40% (large dose)
29
• Beta bloker (propranolol) 40 – 60mg p.o. tiap 4 jam atau 2 mg iv
selama 4 jam
• PTU 1200 – 1500 mg/ hari (200-250 mg/ 4 jam peroral)
• Methimazole 120 mg/ hari (20 mg/ 4 jam peroral) atau carbimazole
14-40 mg peroral
• Lugolisasi (KI 5 gtt/ 6 jam)
• Dexamethason 2 mg / 6 jam iv
• Antipiretik
• Koreksi elektrolit
• Cegah hipotermi
30
BAB 3. LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
• Keluhan Utama: Benjolan di leher kanan
• Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh adanya benjolan yang muncul di leher depan sejak 1
tahun yang lalu. Awalnya benjolan dirasakan sebesar biji jagung, tapi sejak
Januari yang lalu, benjolan semakin membesar. Pasien tidak merasakan
adanya nyeri di daerah leher. Pasien mengatakan terdapat nyeri saat
menelan. Pasien tidak mengeluhkan sering berkeringat pada kedua
tangannya, nafsu makan normal, dan tidak ada penurunan berat badan.
Tidak ada keluhan demam, cepat haus, gangguan buang air besar, gangguan
siklus menstruasi, rasa berdebar-debar, cepat lelah, rasa cemas dan sulit
tidur. Pasien mengaku kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung
garam beryodium dirumahnya.
31
• Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien menyatakan belum pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya.
Hipertensi : (+)
Asma : Disangkal
Diabetes mellitus : Disangkal
Alergi : Disangkal
• Riwayat Penyakit Keluarga: Pasien menyangkal bahwa anggota
keluarganya mempunyai keluhan serupa.
• Riwayat Pengobatan: Pasien menyangkal pernah menjalani pengobatan.
32
Abdomen:
I = flat
A = bising usus (+) normal
P = soepel, nyeri tekan (-), massa (-)
P = timpani
Extremitas = Akral hangat, kering, merah di keempat ekstremitas
tidak didapatkan edema di keempat ekstremitas
Status Lokalis
Regio : Colli anterior
Inspeksi : Tampak benjolan di leher, berukuran + 6x5 cm. Warna kulit pada
benjolan sama dengan warna kulit sekitar. Benjolan ikut bergerak ke
atas pada saat menelan.
Palpasi : Benjolan permukaan rata, teraba padat kenyal, permukaan halus. Massa
berukuran 6x5 cm, batas tegas, nyeri tekan (-). Trakea berada di tengah.
Pembesaran KGB (-).
Laboratorium (26-05-2018)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hb 12,3 12,0 – 16,0
Leukosit 7,7 4,5 – 11
Hematokrit 35,4 41-53
Trombosit 270 150-450
SGOT 12 10-31
SGPT 10 9-36
Albumin 4,3 3,4-4,8
Natrium 140,1 135-155
33
Kalium 3,57 3,5-5,0
Chlorida 108,6 90-110
Kreatinin Serum 1,0 0.5-1.1
BUN 11 6-20
Urea 24 12-43
Asam Urat 5,5 2,0-5,7
3.5 Diagnosa
Struma multinodosa non toxica + HT grade I
3.7 Planning
Pro subtotal tiroidektomi
Infus asering 1000cc/24jam
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram
Peroral valsartan 80 mg 1-0-0
Peroral concor 2,5 mg 0-0-1
3.8 Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
34
LAPORAN OPERASI
Instruksi post-operasi:
- Infus asering 1000cc/24jam
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram
- Inj. ketorolac 3 x 30 mg
- Inj. omeprazole 2 x 40 mg
- Inj. Asam tranexamat 3 x 500 mg
35
- Evaluasi produksi drain
FOLLOW UP
22 Mei 2018
S/ Nyeri di luka operasi, suara normal, suara serak (-), nyeri telan (-), sesak (-),
kejang (-)
O/ Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Composmentis
VAS : Skala 3
Tanda-Tanda Vital :
TD = 130/90 mmHg
HR= 78x/m
RR= 20x/m
Tax= 36,3 0C
Status Generalis :
Mata = Sklera → tidak didapatkan ikterus
Konjunctiva → tidak didapatkan anemis
Telinga= tidak didapatkan sekret dan darah
Hidung= tidak didapatkan sekret dan darah, tidak didapatkan
pernafasan cuping hidung
Mulut = tidak didapatkan perdarahan, tidak sianosis
Thorax :
Cor = Iktus cordis tidak tampak dan teraba di ICS V MCL
sinistra, batas jantung normal, S1S2 tunggal e/g/m = -/-/-
Pulmo = Gerak dada simetris, fremitus raba n/n, sonor +/+, suara
nafas vesikuler, rhonki -/- , wheezing -/-
Abdomen:
I = fatty
A = bising usus (+) normal
P = soepel, nyeri tekan (-), massa (-)
P = timpani
36
Extremitas = Akral Hangat di keempat ekstremitas
Edema tidak didapatkan di keempat ekstremitas
Status Lokalis Regio Colli Anterior:
I = Dressing (+), rembesan (-), darah (-), bengkak (-)
P = Teraba hangat, nyeri (+), chvostek sign (-)
Produksi drain : 30 cc
A/ Struma multinodosa non toxica post subtotal tiroidektomi H-1 + HT grade I
P/ Infus asering 1000cc/24jam
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram
Inj. ketorolac 3 x 30 mg
Inj. omeprazole 2 x 40 mg
Inj. Asam tranexamat 3 x 500 mg
Peroral valsartan 80 mg 1-0-0
Peroral concor 2,5 mg 0-0-1
Mobilisasi duduk
Diet bebas 1800 kcal/hari
Aff drain besok
23 Mei 2018
S/ Tidak ada keluhan, suara normal, suara serak (-), nyeri telan (-), sesak (-), kejang
(-)
O/ Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Composmentis
VAS : Skala 1
Tanda-Tanda Vital :
TD = 120/90 mmHg
HR= 76x/m
RR= 16x/m
Tax= 36,8 0C
Status Generalis :
Mata = Sklera → tidak didapatkan ikterus
37
Konjunctiva → tidak didapatkan anemis
Telinga= tidak didapatkan sekret dan darah
Hidung= tidak didapatkan sekret dan darah, tidak didapatkan
pernafasan cuping hidung
Mulut = tidak didapatkan perdarahan, tidak sianosis
Thorax :
Cor = Iktus cordis tidak tampak dan teraba di ICS V MCL
sinistra, batas jantung normal, S1S2 tunggal e/g/m = -/-/-
Pulmo = Gerak dada simetris, fremitus raba n/n, sonor +/+, suara
nafas vesikuler, rhonki -/- , wheezing -/-
Abdomen:
I = fatty
A = bising usus (+) normal
P = soepel, nyeri tekan (-), massa (-)
P = timpani
Extremitas = Akral Hangat di keempat ekstremitas
Edema tidak didapatkan di keempat ekstremitas
Status Lokalis Regio Colli Anterior:
I = Dressing (+), rembesan (-), darah (-), bengkak (-)
P = Teraba hangat, nyeri (+), chvostek sign (-)
A/ Struma multinodosa non toxica post subtotal tiroidektomi H-2 + HT grade I
P/ Tidak terpasang infus
KRS
Terapi pulang:
Cefixime 2 x100 mg
Asam mefenamat 3 x 500mg
Valsartan 80 mg 1-0-0
Concor 2,5 mg 0-0-1
38
DAFTAR PUSTAKA
40