Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
dr. Aditiyono, Sp.OG, (K) Onk
Disusun oleh :
Disusun oleh:
Mengetahui,
Dokter Pembimbing
Lise Holst Thamsborg1, George Napolitano1, Lise Grupe Larsen2 and Elsebeth Lynge3
1
Department of Public Health, University of Copenhagen, Copenhagen 1014, Denmark
2
Department of Pathology, Zealand University Hospital, Roskilde 4000, Denmark
3
Nykøbing Falster Hospital, University of Copenhagen, Ejegodvej 63 DK-4800, Denmark
ABSTRAK
C. ANALISIS STATISTIK
Studi dilakukan sebagai studi kohort berdasarkan pendaftaran, berskala
nasional, memasukkan semua wanita yang sesuai dengan kriteria. Tidak ada
kekuatan kalkukasi sebelum dimulainya penelitian ini.
Indikasi sitologi tidak dilaporkan di NPR, namun wanita yang
diskrining sebelum usia 23 tahun juga diskrining karena keinginan sendiri atau
skrining karena anjuran dokter berdasarkan gejala yang muncul pada pasien.
Karenanya, hasil nya kemudian diklasifikasi berdasarkan usia pertama kali
dilakukan sitologi. Untuk mencegah bias seleksi, perbandingan primer kami
adalah antara kohort pada tahun 1993 dan seluruh kohort tahun 1983.
Meskipun begitu, hasil subanalisis penelitian untuk kohort lahir tahun 1993
juga diklasifikasikan oleh status vaksinasi HPV. Sitologi yang tidak
memuaskan lebih sering terjadi pada sitologi konvensional dari pada LBC.
Kami kemudian merestriksikan perbandingan antara dua kohort dari sitologi
pertama terhadap wanita dengan sampel ketidakpuasan yang pertama.
Karena kami mengoperasikan dengan kohort tertutup pada wanita
dengan follow up secara total/penuh selama seluruh periode penelitian,
proporsi insidensi (IP) dikalkukalisan dengan interval kepercayaan (CI)
Clopper–Pearson 95%. resiko relatif untuk kohort lahir 1993 dan kohort 1983
dikalkulasikan mengunakan test X2 dengan CI sebesar 95%. Nilai P nya <0,05
dianggap sudah signifikan secara statistik. Data pendaftaran pesudo-
anonymized diakses melalui pusat pelayanan statistik penelitian denmark.
Software versi 9.4 (TS1M3) digunakan untuk analisis data ini.
D. HASIL
1. Populasi Penelitian
Sebanyak 26.331 wanita lahir tahun 1983 dan tinggal Denmark
pada 1 januari 1999, 6870 wanita diekslusikan dari penelitian karena
mereka tinggal atau telah pindah ke negara kopenhagen (tabel 1 dan
informasi pendukung, gambar E dan F). Sebanyak 34.140 wanita yang
lahir ditahun 1993 dan tinggal di denmark 1 januari 2009, dan dari semua
ini, 8662 wanita diekulsikan karena alasan yang sama seperti pada kohort
1983. Persentasi wanita yang diekslusikan adalah sama, 26% untuk 1983
dan 25% untuk 1993. Dua populasi penelitian terdiri dari 19461 dan 25478
wanita masing-masingnya. Jumlah Kohort 1983 lebih kecil dari pada
kohort 1993. Pada permulaan tahun 1980, angka lahir secara umum lebih
rendah dari pada di tahun 1990, mungkin karena ada krisis ekonomi, dan
ditahun 1983, angka lahir berada di titik terendah dalam sejarah.
Distribusi wanita yang melewati regio Denmark secara umum
sama dengan dua kohort lahir, begitu juga pada proporsi wanita dengan
setidaknya derajat sekolah yang tinggi pada usia 22 tahun. Proporsi
perempuan yang merokok rutin tiap hari di usia 15 tahun menurun dari
21% hingga 10%. Usia rata rata wanita aktif seksual adalah di usia 16
tahun untuk kedua kohort penelitian. Hal ini harus diambil kedalam akun
yang menyediakan data yang melingkupi range luas untuk kohort lahir.
Pada kohort 1993, 37% wanita dilaporkan sudah aktif seksual di usia 15
tahun.
Pada wanita yang lahir 1993, 86% telah menjalani vaksinasi HPV
pada usia ≤ 15 tahun, dan 6% diatas usia tersebut (tabel 2). Wanita wanita
ini semuanya divaksinasi dengan 4vHPV terpisah dari ketiga wanita
divaksinasi dengan vaksin HPV bivalent (2vHPV). Sebagian besar peserta
peneltiian divaksinasi saat (child vaccination program) program vaksinasi
Anak, sedangkan sebagian kecil melakukan vaksin dengan uang mereka
sendiri. Usia rata rata pasien tersebut saat divaksin adalah 14.9 tahun.
Proporsi wanita dengan bentuk sitologi apapunsecara umum sama pada
kedua kohort, 63% vs 61%; namun hasil sitologi sebelum usia
dilakukannnya skrining (23 tahun) lebih sering terjadi pada kohort tahun
1983 dari pada di kohort 1993, 27% versus 19%. Sedangkan 38% wanita
yang divaksin di tahun 1993 tidak memiliki data sitologi, hal ini adalah
kasus untuk 55% wanita yang tidak menjalani vaksinasi.
2. Sitologi Serviks
Proporsi sampel yang tidak memuaskan dan sampel dengan
patologi diagnosis yang missing/hilang menurun dari 6% pada kohort
tahun 1983 menjadi 1.2% saja untuk kohort 1993. (tabel 3 dan gambar 1).
Pada kedua kohort, 60% wanita memiliki sampel pertama yang
memuaskan. Usia rata rata sitologi pertama yang pasien jalani adalah 21.7
tahun untuk wanita yang lahir tahun 1983 vs 22.1 tahun untuk wanita yang
lahir tahun 1993. Dari semua wanita wanita ini, sebagain besar memiliki
proporsi yang sama, 9% nya untuk kohort 1983 dan 9.4% untuk kohort
1993 yang memiliki sitologi abnormal yang didefinisikan sebagai
ASCUS+. RR=1.04 (95% CI 0.96– 1.12), p=0.29. meskipun begitu, resiko
untuk mendapatkan HSIL secara statistik lebih rendah di kohort tahun
1993 dari pada 1983, RR=0.6 (95% CI 0.5–0.7), p<0.0001.
Pada wanita dengan sitologi pertama sebelum usia 23 tahun, resiko
untuk hasil dengan ASCUS+ lebih sering terjadi pada kohort tahun 1993
dari pada kohort 1983. Persentasinya 11.8% dan 9.3% untuk masing
masing kohort. RR=1.28 (95% CI 1.13–1.43), p<0.001 (tabel 4 gambar 1).
Resiko nya sebagian besar berasal dari ASCUS RR=1.78 (95% CI 1.45–
2.18). pada wanita yang diperiksa di usia muda, proporsi HSIL hampir
sama, RR=0.93 (95% CI 0.65–1.31), p=0.67. pada wanita yang diperiksa
pertama kali saat usia skrining rutin (tepat di usia 23 tahun), resiko
ASCUS+ hampir sama pada kedua kohort. RR=0.94 (95% CI 0.85–1.04),
p=0.24. sebagian besar penurunan jumlah proporsi wanita dengan HSIL
berasal dari kelompok dengan usia yang lebih tua. RR=0.49 (95% CI
0.38–0.63), p <0.0001.
Cakupan vaksinasi HPV pada kohort 1993 kami lebih tinggi dari
pada 78% yang secara resmi dilaporkan. Kami kemudian membuat dua
analisis sensitifitas. Kami memasukkan negara kopenhagen dengan asumsi
bahwa negara ini mungkin memiliki cakupan vaksinasi yang lebih rendah
dari pada seluruh negara, namun bukan pada kasusnya. Kedua, analisis
kami didasarkan pada wanita yang lahir ditahun 1993 dan ada di Denmark
sejak 1 januari 2009 hingga 1 april 2017, jika kami memasukkan data ini
bukan data semua wanita yang lahir ditahun 1993, ada didenmark ditahun
2016, dan divaksinasi saat program vaksinasi di usia anak, kami akan
mendapatkan cakupan vaksinasi dengan persamaan sebesar 77.7% sesuai
dengan laporan resminya dari data yang sama. Perbedaan antara 91.6%
data kami dan cakupan resmi sebesar 78% dari data ini dapat dijelaskan
karena adanya perpindahan populasi, dimana beberapa wanita yang
divaksinasi meninggalkan denmark selama periode follow up penelitian
dan beberapa wanita yang divaksinasi yang datang menuju denmark. Kami
kemudian memasukkan vaksin yang dibayar sendiri oleh pasien dalam
perhitungan cakupan ini.
Dari 15.315 wanita pada kelompok kohort 1993 dengan hasil
sitologi yang memuaskan pertama, sebanyak 13543 adalah wanita yang
divaksinasi HPV diusia ≤15 tahun, 815 wanita divaksinasi di usia >15
tahun, dan 957 nya tidak divaksinasi. (tabel 5). Resiko ASCUS + secara
umum lebih rendah pada wanita yang divaksinasi dari pada yang tidak
divaksinasi. RR=0.78 (95% CI 0.65–0.93), p=0.008. pola ini tampak pada
semua subdiagnosis, namun jumlah wanita yang tidak divaksinasi
tergolong besar. Wanita dengan terlambat vaksinasi memiliki resiko
ASCUS+ yang sama dengan wanita yang tidak divaksin. RR=1.09 (95%
CI 0.85–1.40), p=0.5, mengisyaratkan bahwa proporsinya yang lebih besar
dari wanita HPV non-naive ada dan tersedia pada kelompok penelitian ini.
Tabel 1. Karakteristik populasi penelitian
Tabel 2. Usia sitologi pertama kali dan vaksinasi HPV pada populasi penelitian
Keterangan: beberapa wanita yang memasuki usia 24 tahun sebelum menjalani
pemeriksaan sitologi pertama mereka.
Tabel 3. Hasil dari sitologi serviks pertama kali pada wanita yang diajukan untuk
menjalani vaksinasi HPV (1993) dan wanita yang tidak ditawari vaksin HPV
(1983)
Gambar 1. Deteksi abnormalitas servikal saat hasil sitologi pertama kal pada
kohort yang divaksin HPV (1993) dibandingkan dengan kohort non vaksinasi
1983 di denmark. Resiko relatif dan interval kepercayaan 95%.
F. KESIMPULAN
Kami menyajikan data dari kohort vaksinasi 4vHPV yang
membadingkannya dengan kohort yang tidak di vaksin pada waktu dimana
semua peserta penelitian diajak untuk ikut serta dalam program skrining.
Tampak adanya penurunan temuan HSIL patologis yang memberikan
outcome yang cukup menjanjikan dari penerapan vaksin HPV pada wanita.
DAFTAR PUSTAKA
Brotherton JML, Malloy M, Budd AC, et al. Effectiveness of less than three doses
of quadrivalent human papillomavirus vaccine against cervical
intraepithelial neoplasia when administered using a standard dose spacing
schedule: observational cohort of young women in Australia.
Papillomavirus Res 2015;1:59–73.
Cameron RL, Kavanagh K, Watt DC, et al. The impact of bivalent HPV vaccine
on cervical intraepithelial neoplasia by deprivation in Scotland: reducing
the gap. J Epidemiol Community Health 2017;71:954–60.
Garland SM, Kjaer SK, Munoz N, et al. Impact and effectiveness of the
quadrivalent human papillomavirus vaccine: a systematic review of 10
years of real-world experience. Clin Infect Dis 2016;63:519–27.
Jorgensen MJ, Maindal HT, Christensen KS, et al. Sexual behavior among young
Danes aged 15–29 years: a cross-sectional study of core indicators. Sex
Transm Infect 2015;91:171–7.
Kjar SK, Munk C, Junge J, et al. Carcinogenic HPV prevalence and age-specific
type distribution in 40,382 women with normal cervical cytology,
ASCUS/LSIL, HSIL or cervical cancer: what is the potential for
prevention? Cancer Causes Control 2014;25:179–89.
Palmer TJ, McFadden M, Pollock KG, et al. HPV immunisation and increased
uptake of cervical screening in Scottish women; observational study of
routinely collected national data. Br J Cancer 2016;114:576–81.
Paynter CA, Van Treeck BJ, Verdenius I, et al. Adherence to cervical cancer
screening varies by human papillomavirus vaccination status in a high-risk
population. Prev Med Rep 2015;2: 711–6.
Virlev L. Farre siger ja til hinanden under okonomisk krise (In Danish).
Publication from Statistics Denmark, May 25th 2011. http://www.
dst.dk/da/Statistik/bagtal/2011/2011-05-25- vielser [Accessed 2 November
2017]
II. TELAAH KLINIS
A. Critical Appraisal
Questions Keterangan
Studi ini menggunakan populasi yang jelas, yaitu
populasi wanita di Denmark dengan usia yang dipilih
1. Did the study berdasarkan tahun lahir dimana vaksinasi HPV telah
address a clearly Ya menjadi bagian dar program vaksin. Outcome yang
focused issue? diharapkan juga jelas, yaitu jumlah hasil sitologi
abnormal antara perempuan yang tidak divaksinasi dan
yang divaksinasi dalam jarak waktu yang disamakan.
Subjek dalam penelitian ini sudah cukup untuk
2. Was the cohort merepresentasikan populasi di Denmark karena seluruh
recruited in acceptable Ya wanita di Denmark dijadikan sampel penelitian.
way? Sampel yang diambil juga hanya yang menetap di
Denmark dalam rentang waktu penelitian.
Kriteria subjek yang menjadi inklusi sudah dicocokkan
antara kasus dan kontrol. Subjek juga dianggap drop
out jika meninggalkan daerah yang menjadi daerah
eksklusi dalam rentang waktu follow up yang
3. Was the exposure ditentukan. Daerah yang memiliki kebijakan berbeda
accurately measured Ya terkait alur pembacaan hasil sitologi juga diekslusi
to minimize bias? untuk menghindari bias. Untuk mencegah bias seleksi,
perbandingan primer penelitian adalah antara kohort
pada tahun 1993 dan seluruh kohort tahun 1983. Hanya
saja, tidak semua subjek merupakan HPV naive karena
mereka aktif secara seksual.
Alur pembacaan semua subjek sudah disamakan,
4. Was the outcome seluruh sampel berada pada daerah yang pengaturan
Can’t
accurately measured pembacaannya mengikuti aturan nasional, tetapi
tell
to minimize bias? metode pembuatan preparat pada kedua kohort
menggunakan metode yang berbeda.
5. a) Have the author Peneliti sudah mengidentifikasi imigrasi sebagai faktor
Ya
identified all perancu sehingga membuat restriksi pada kedua
important kelompok kohort. Peneliti juga sudah mengidentifikasi
confounding perbedaan pembacaan preparat sitologi sehingga
factors? membuat restriksi pada kedua kohort.
b) Have they taken
account of Setiap hal yang diperkirakan menjadi faktor perancu
confounding factors Ya akan dilakukan restriksi dalam pemilihan sampel
in the design and/or penelitian.
analysis?
6. a) Was the follow up Follow up dilakukan selama 8 tahun, yaitu sejak
of the subjects Ya pertama subjek divaksinasi hingga melakukan skrining
complete enough? serviks pertama kali.
b) Was the follow up Follow up dilakukan pada subjek yang beusia 23 tahun
of the subjects long Ya karena program skrining serviks ertama di Denmark
enough? dilakukan pada wanita berusia 23 tahun.
Jumlah kohort 1983 lebih sedikit daripada kohort
1993
Usia rata rata sitologi pertama yang pasien jalani
adalah 21.7 tahun untuk wanita yang lahir tahun
1983 vs 22.1 tahun untuk wanita yang lahir tahun
1993
7. What are the result
Sebagain besar memiliki proporsi yang sama, 9%
of this study?
nya untuk kohort 1983 dan 9.4% untuk kohort 1993
yang memiliki sitologi abnormal yang didefinisikan
sebagai ASCUS+
Dampak vaksinasi secara statistik menurun hingga
40%, dari 1.8% hingga 1.1% dalam jumlah proporsi
wanita yang mengalami HSIL
8. How precise are the
Baik, karena memiliki Confidence Interval 95%.
result?
Design penelitian sudah dibuat sebaik mungkin untuk
meminimalisisasi bias yang ada, meskipun 21% dari
9. Do you believe the
Ya sampel mungkin merupakan HPV non naive dan
results?
terdapat perbedaan metode pembacaan pada kedua
kohort.
10. Can the results be Tidak Hasil penelitian ini kurang sesuai di Indonesia, karena
applied to the local karakteristik perempuan Indonesia biasanya baru aktif
population? secara seksual di usia >19 tahun. Hanya 0,7% wanita
sudah aktif secara seksual di usia 15-19 tahun
(Kemenkes RI, 2015).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang
dibandingkan dalam hal penurunan HSIL, tetapi tidak
11. Do the results of
Can’t sesuai dalam proporsi ditemukannya ASCUS+. Hal ini
this study fit with other
tell dapat disebabkan karena perbedaan cakupan vaksinasi
available evidence?
dan perbedaan metode pembacaan dan pembuatan
preparat.
12. What are the Sebagai rekomendasi dari penelitian observasional
implications of this yang dapat mendukung penelitian yang lain terkait
study for practice? dampak vaksinasi 4vHPV di kehidupan nyata.
B. PICO
1. Population
Penelitian ini menggunakan metode kohort berdasarkan populasi di
Denmark menggunakan data register dari kementrian kesehatan setempat
yang dilakukan dari 1 Januari 2009 hingga 1 April 2017. Penelitian ini
menggunakan sampel data sitologi terdiri dari periode 8 tahunan, mulai
dari usia 15 tahun (usia divaksinasi HPV) hingga usia 23 tahun (usia untuk
dilakukan skrining serviks pertama kalinya). Negara Copenhagen tidak
dimasukkan dalam penelitian ini. Penelitian ini meneliti dua kohort
tertutup, pertama, wanita yang lahir tahun 1993 dan tinggal di Denmark
sepanjang tahun antara 1 Januari 2009 dan 1 April 2017. Kedua, wanita
yang lahir tahun 1983 dan tinggal di Denmark sepanjang tahun sejak 1
Januari 2009 hingga 1 April 2017. Jumlah wanita yang lahir tahun 1983
yang masuk pada penelitian ini sebanyak 19.461. Sedangkan jumlah
wanita yang lahir tahun 1993 sebanyak 25.478.
2. Intervention
Tidak ada intervensi yang dilakukan pada penelitian ini. Penelitian ini
menggunakan sampel data sitologi.
3. Comparison
Penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil setelah
skrining serviks pertama kali antara kohort lahir yang sudah divaksinasi
dan yang belum divaksinasi. Diambil dari sampel data sitologi wanita di
Denmark.
4. Outcome
a. Outcome primer penelitian ini adalah hasil diagnosis saat sitologi
pertama. Sedangkan outcome sekundernya adalah termasuk proporsi/
jumlah wanita yang menjalani sitologi pertama (sitologi apapun), dan
usia saat menjalani sitologi pertama.
b. Dari semua wanita wanita ini, sebagain besar memiliki proporsi yang
sama, 9% nya untuk kohort 1983 dan 9.4% untuk kohort 1993 yang
memiliki sitologi abnormal yang didefinisikan sebagai ASCUS+.
RR=1.04 (95% CI 0.96– 1.12), p=0.29. Meskipun begitu, resiko untuk
mendapatkan HSIL secara statistik lebih rendah di kohort tahun 1993
dari pada 1983, RR=0.6 (95% CI 0.5–0.7), p<0.0001.
c. Pada wanita dengan sitologi pertama sebelum usia 23 tahun, resiko
untuk hasil dengan ASCUS+ lebih sering terjadi pada kohort tahun
1993 dari pada kohort 1983. Persentasinya 11.8% dan 9.3% untuk
masing masing kohort. RR=1.28 (95% CI 1.13–1.43), p<0.001.
Resiko nya sebagian besar berasal dari ASCUS+ RR=1.78 (95% CI
1.45–2.18).
d. Pada wanita yang diperiksa di usia muda, proporsi HSIL hampir
sama, RR=0.93 (95% CI 0.65–1.31), p=0.67. pada wanita yang
diperiksa pertama kali saat usia skrining rutin (tepat di usia 23 tahun),
resiko ASCUS+ hampir sama pada kedua kohort. RR=0.94 (95% CI
0.85–1.04), p=0.24. Sebagian besar penurunan jumlah proporsi wanita
dengan HSIL berasal dari kelompok dengan usia yang lebih tua.
RR=0.49 (95% CI 0.38–0.63), p <0.0001.
e. Dari 15.315 wanita pada kelompok kohort 1993 dengan hasil sitologi
yang memuaskan pertama, sebanyak 13543 adalah wanita yang
divaksinasi HPV diusia ≤15 tahun, 815 wanita divaksinasi di usia >15
tahun, dan 957 nya tidak divaksinasi. Resiko ASCUS + secara umum
lebih rendah pada wanita yang divaksinasi dari pada yang tidak
divaksinasi. RR=0.78 (95% CI 0.65–0.93), p=0.008.
f. Jumlah wanita yang tidak divaksinasi juga tergolong besar. Wanita
dengan terlambat vaksinasi memiliki resiko ASCUS+ yang sama
dengan wanita yang tidak divaksin. RR=1.09 (95% CI 0.85–1.40),
p=0.5.
g. Adanya penurunan temuan HSIL patologis yang memberikan
outcome yang cukup menjanjikan dari penerapan vaksin HPV pada
wanita.
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. VAKSINASI HPV
1. Human Papilloma Virus (HPV)
Human Papilloma Virus (HPV) adalah virus yang paling sering
dijumpai pada penyakit menular seksual dan diduga berperan dalam
proses terjadinya kanker. Terdapat sekitar 130 tipe HPV yang telah
berhasil diidentifikasi dan lebih dari 40 tipe HPV dapat menginfeksi area
genital lakilaki dan perempuan, mulut, serta tenggorokan. Virus ini
terutama ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat
berbahaya dari virus ini adalah HPV tipe 16, 18, 45 dan 56 (Bernard et al.,
2010).
2. Vaksin HPV
a. 9vHPV (Gardasil 9)
Baru disetujui pada tahun 2014, vaksin HPV 9-valent (Gardasil
9 [9vHPV]) adalah satu-satunya vaksin yang tersedia di Amerika
Serikat yang terbukti mengurangi risiko kanker tertentu dan lesi
prakanker pada pria dan wanita berusia 9-45 tahun. Vaksin 9vHPV
mencakup subtipe HPV 6, 11, 16, 18, 31, 33, 45, 52, dan 58. Cervarix
(2vHPV) dan Gardasil (4vHPV) dihentikan di Amerika Serikat pada
Oktober 2016. Anak-anak dan remaja berusia 15 tahun dan yang lebih
muda membutuhkan dua, bukan tiga, dosis vaksin 9vHPV;
rekomendasi ACIP ini berasal dari imunogenisitas vaksin yang
ditingkatkan pada praremaja dan remaja berusia 9-14 tahun. Jadwal
untuk remaja yang lebih tua dan dewasa muda berusia 15-45 tahun
adalah tiga suntikan dalam 6 bulan (Petrosky et al., 2015).
Persetujuan untuk orang dewasa berusia hingga 45 tahun
didasarkan pada studi sekitar 3.200 wanita berusia 27-45 tahun yang
dipantau selama rata-rata 3,5 tahun. Vaksin 9vHPV 88% efektif dalam
mencegah gabungan titik akhir infeksi persisten, kutil kelamin, lesi
prakanker vulva dan vagina, lesi prakanker serviks, dan kanker serviks
terkait dengan jenis HPV yang dicakup oleh vaksin. Efektivitas
9vHPV pada pria berusia 27-45 tahun disimpulkan dari data yang
dijelaskan tersebut pada wanita, serta data efikasi pada pria yang lebih
muda (usia 16-26 tahun) dan data imunogenisitas dari uji klinis di
mana 150 pria berusia 27-45 tahun tahun menerima rejimen 3 dosis
selama 6 bulan (FDA, 2018).
Vaksin ini paling efektif bila diberikan sebelum dimulainya
aktivitas seksual. Efektivitas biaya dapat dimaksimalkan ketika
vaksinasi diberikan sejak usia 12 tahun. Dampaknya pada kejadian
kanker serviks tidak akan terlihat selama bertahun-tahun. Efektivitas
akan tergantung pada durasi kekebalan dan akan dioptimalkan dengan
mencapai cakupan maksimum populasi target. Vaksinasi terhadap
jenis HPV tertentu paling efektif dalam mencegah infeksi dari virus ini
pada individu yang sebelumnya tidak terinfeksi jenis HPV tersebut
(Haug, 2008).
b. 4vHPV (Gardasil)
Vaksin HPV Gardasil dapat diberikan pada pria dan wanita,
fungsinya untuk mencegah kanker serviks, kanker vagina, kanker
vulva pada wanita dan kutil genital pada pria dan wanita. 4vHPV
adalah vaksin quadrivalent 40 μg protein HPV 11 L1 HPV (
GARDASIL yang diproduksi oleh Merck) Protein L1 dari VLP HPV
tipe 6/11/16/18 diekspresikan lewat suatu rekombinant vektor
Saccharomyces cerevisiae (yeast). Tiap 0,5 cc mengandung 20μg
protein HPV 6 L1, 40 μgprotein HPV 11 L1, 20 μg protein HPV18 L1.
Tiap 0,5 ml mengandung 225 amorph aluminium hidroksiphosphatase
sulfat. Formula tersebut juga mengandung sodium borat. Vaksin ini
tidak mengandung timerasol dan antibiotika. Vaksin ini seharusnya
disimpan pada suhu 20 – 80 C (Setiawati, 2014).
Sebuah randomized, double-blind, placebo-controlled trial
menunjukkan bahwa vaksin HPV quadrivalent mencegah infeksi HPV
tipe 6, 11, 16, dan 18 dan mencegah perkembangan lesi genital
eksternal terkait pada pria berusia 16-26 tahun (Giuliano et al., 2011).
Dalam uji coba kontrol-plasebo double-blinded yang menguji vaksin
HPV kuadrivalen (HPV tipe 6, 11, 16, dan 18) pada 277 wanita muda
yang diamati rata-rata selama 3 tahun, wanita yang menerima vaksin
mengalami pengurangan 90% pada infeksi dengan 4 tipe HPV ini
dibandingkan dengan perempuan yang menerima plasebo (Villa et al.,
2005). Penelitian lain juga memberikan hasil yang baik, tetapi data
lebih lanjut tentang keamanan vaksin dan lamanya waktu respon imun
terhadap vaksin masih diperlukan (Read et al., 2011).
c. 2vHPV (Cervarix)
Vaksin Cervarix adalah jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1
VLP vaksin yang diproduksi oleh Glaxo Smith Kline Biological,
Rixensart, Belgium. Vaksin Cevarix hanya diberikan pada wanita dan
hanya untuk mencegah kanker serviks. Pada preparat ini, Protein L1
dari HPV diekspresikan oleh recombinant baculovirus vector dan VLP
dari kedua tipe ini diproduksi dan kemudian dikombinasikan sehingga
menghasilkan suatu vaksin yang sangat merangsang sistem imun.
Preparat ini diberikan secara intramuskuler dalam tiga kali pemberian
yaitu pada bulan ke 0, kemudian diteruskan bulan ke 1 dan ke 6
masing-masing 0,5 ml (Setiawati, 2014).
B. CA SERVIKS
1. Etiologi Ca Serviks
HPV, virus herpes dan Chlamydia trachomatis bertindak sebagai
ko-faktor dari karsinoma serviks. Infeksi Human papilloma virus (HPV)
telah dideteksi pada lebih dari 90% wanita dengan karsinoma skuamosa
serviks. Terdapat lebih dari 100 tipe HPV dan lebih dari 30 tipe yang
berpengaruh terhadap saluran genital bawah. Berdasarkan dari potensi
malignannya, subtipe HPV dikategorikan ke dalam tipe resiko rendah dan
resiko tinggi. Tipe resiko rendah adalah tipe 6, 11, 43 dan 44 yang
dikaitkan dengan kondiloma dan lesi NIS 1 sedangkan tipe resiko tinggi
yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 73 dan 82
dikaitkan dengan lesi NIS 2 dan 3 serta ditemukan pada kanker invasif,
dua diantaranya adalah HPV 16 dan 18 yang ditemukan lebih dari 62%
pada karsinoma serviks (Sahli, 2007).
Peranan infeksi virus HIV terhadap patogenesis karsinoma serviks
tidak sepenuhnya dipahami. Beberapa studi menunjukkan tingginya
prevalensi HPV pada wanita dengan HIV positif dibanding wanita dengan
HIV negatif. Kegagalan fungsi leukosit dapat meningkatkan aktivitas laten
HPV sehingga menghasilkan infeksi yang persisten (Garcia, 2009).
2. Staging Ca Serviks
The International Federation of Gynecology and Obstetrics
(FIGO) telah memberikan stadium bagi kanker ginekologi selama lebih
dari 50 tahun. Stadium kanker ini menggambarkan perluasan penyakit
yang penting dalam menegakkan diagnosis sebelum diterapi. Stadium
berdasarkan FIGO ini digunakan di seluruh dunia untuk membandingkan
gambaran klinik dan hasil dari terapi.
Benedet dkk. Cancer of The Cerviks Uteri. In: Staging Classifications and
Clinical Practice Guidelines og Gynaecologic Cancers. USA: Elsevier; 2000.
Berek JS. Cervical and Vaginal Cancer. In: Berek & Novak’s Gynecology
Fourteenth Edition. Boston: Lippincot Williams & Wilkins; 2007.
Bernard HU, Burk RD, Chen Z, van Doorslaer K, Hausen Hz, de Villiers EM.
Classification of papillomaviruses (PVs) based on 189 PV types and proposal
of taxonomic amendments. Virology. 2010 May 25. 401(1):70-9.
Eifel, dkk. Cervical Cancer. In: Gynecologic Cancer. USA Springer; 2008. Garcia
A Cervical Cancer. 2009. Available from:
http://emedicine.com/article/253513-overview.
Insinga RP, Dasbach EJ, Elbasha EH. Epidemiologic natural history and clinical
management of Human Papillomavirus (HPV) Disease: a critical and
systematic review of the literature in the development of an HPV dynamic
transmission model. BMC Infect Dis. 2009 Jul 29. 9:119.
Petrosky E, Bocchini JA, Hariri S, Chesson H, Curtis CR, Saraiya M, et al. Use of
9-Valent Human Papillomavirus (HPV) Vaccine: Updated HPV Vaccination
Recommendations of the Advisory Committee on Immunization
Practices MMWR. 2015;64(11);300-304.
Read TR, Hocking JS, Chen MY, Donovan B, Bradshaw CS, Fairley CK. The
near disappearance of genital warts in young women 4 years after
commencing a national human papillomavirus (HPV) vaccination
programme. Sex Transm Infect. 2011 Dec. 87(7):544-7.
U.S. Food and Drug Administration. FDA approves expanded use of Gardasil 9 to
include individuals 27 through 45 years old. FDA News Release. 2018 Oct
05.
Villa LL, Costa RL, Petta CA, et al. Prophylactic quadrivalent human
papillomavirus (types 6, 11, 16, and 18) L1 virus-like particle vaccine in
young women: a randomised double-blind placebo-controlled multicentre
phase II efficacy trial. Lancet Oncol. 2005 May. 6(5):271-8.
Winer RL, Lee SK, Hughes JP, Adam DE, Kiviat NB, Koutsky LA. Genital
human papillomavirus infection: incidence and risk factors in a cohort of
female university students. Am J Epidemiol. 2003 Feb 1. 157(3):218-26.