You are on page 1of 5

Antara Masyarakat Madani dan Masyarakat Islami 1

Oleh: Nasir Dimyati2

Legitimasi semua lembaga di dalam sistem pemerintahan Islam adalah dari sisi Allah yang maha Esa.
Masyarakat madani di sana mendapatkan legitimasi dari sistem Islam, dan efektifitas sistem Islam di masa
kini dengan menggunakan metode masyarakat madani, --metode yang dapat membantu dalam
mengaktualisasikan hukum-hukum agama yang bertujuan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke
arah kebahagiaan yang abadi--, dan di saat yang sama menjamin hak dan keuntungan anggota masing-
masing. Inilah mungkin maksud orang-orang yang memperkenalkan "madinah Nabi Muhammad
SAWW" sebagai tempat lahirnya masyarakat madani. Namun mengingat istilah masyarakat madani (civil
society) memiliki background tersendiri, maka lebih baik menggunakan istilah umat atau masyarakat
Islami untuk menghindari interpretasi yang tidak benar.

Bismihi Ta'ala

Jika kita pandang eksistensi manusia, kita menemukannya tersusun dari jiwa dan raga,
oleh karenanya dia dapat merasa dan menjalin hubungan dengan segala sesuatu yang
berada di luar dirinya. Namun, mental dan kecenderungannya untuk mendominasi yang
lain, memotivasinya untuk berkreasi menciptakan konsep-konsep baru dalam posisi
mangelola segala sesuatu demi melestarikan keberadaannya. Kemudian secara natural
manusia ingin memperbudak manusia yang lain, semata-mata demi keuntungan
individual dirinya. Hanya saja ketika dia menyaksikan kecenderungan serupa pada
sejenisnya yang dapat menimbulkan perselisihan dan dia tidak mampu untuk memaksa
mereka, maka secara terpaksa dia berdamai dan menciptakan kehidupan sosial yang lebih
beradab

Terminologi Masyarakat Madani

Dari kronologi singkat lahirnya masyarakat beradab di atas, mudah dimengerti bahwa
masyarakat madani telah ada sejak lama, dan sudah terlontarkan sejak sekitar dua ribu
lima ratus tahun silam sehingga memiliki beragam istilah. Dan yang menjadi pusat
perhatian sekarang adalah empat terminologi pokok dari pada masyarakat madani,
khususnya istilah keempat, civil society.

Terminus pertama, masyarakat madani adalah masyarakat yang tindakan mereka diatur
oleh undang-undang; tidak seorangpun berhak menghakimi seseorang yang lain dengan
menggunakan tolok ukur pribadi. Kedua, perspektif filosofis memandang masyarakat
madani adalah masyarakat yang dibangun atas dasar hikmah atau kebijakan. Ketiga,
masyarakat madani adalah masyarakat yang dengan suka rela mengemban mayoritas
tugas-tugas sosial, sehingga sebisa mungkin mengurangi beban negara. Dan terminus
keempat, yang akhir-akhir ini menjadi buah bibir para aktivis dan cendekiawan adalah
masyarakat yang memiliki lapisan dari kehidupan sosial manusia yang independen, yang
tidak bergantung pada negara dan berperan sebagai penghubung antara individu dan
negara, seperti organisasi, lembaga, partai dan lain sebagainya.

Islam Memandang Konsep Masyarakat Madani

Sikap Islam -dalam kapasitasnya sebagai satu-satunya agama yang benar dan sempurna
sampai akhir zaman- terhadap tiga konsep pertama berbeda dengan sikapnya terhadap
konsep terakhir. Islam menerima bahkan lebih daripada itu, Islam menekankan konstitusi.
Islam memberlakukan undang-undang tanpa mengenal posisi seseorang, baik dia
pemimpin umat maupun rakyat biasa. Islam juga menerima hikmah sebagai asas sebuah
masyarakat. Tentunya hikmah yang dimaksud dan yang benar adalah hikmah ke-Tuhanan
yang maha Esa, -- "Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di
antara mereka untuk membacakan keterangan-keterangan Tuhan kepada mereka,
membersihkan mereka dan mengajarkan kitab dan hikmah kepada mereka"--(QS Jum'ah,
ayat ke-2). Dalam surat yang lain Allah berfirman: "sesungguhnya yang paling mulia dari
kalian di sisi Tuhan adalah yang paling bertakwa" (QS hujurat 13). Begitu pula dengan
konsep ketiga, Islam menyetujuinya sebagaimana telah diterapkan dalam bentuk wakaf,
zakat dan semisalnya.

Terminologi Keempat, Masyarakat Madani (civil society)

Masyarakat madani (civil society), yang adalah terminologi keempat-sebagaimana yang


telah disebutkan diatas-- sedikit banyak tidak sesuai dengan prinsip Islam; oleh karena
konsep ini memiliki prinsip-prinsip tertentu sebagai berikut.

Sekularisme merupakan salah satu prinsip pokok teori masyarakat madani modern. Ia
beranggapan bahwa agama hanya berhak mengatur kehidupan individual manusia, dan
sama sekali tidak boleh mengatur kehidupan sosial manusia, sehingga konsekwensinya
adalah liberalisme, demokrasi dan kebebasan mutlak.

Prinsip berikutnya adalah Humanisme, yang menjadikan manusia dan keuntungan dirinya
sebagai pokok dalam segala bidang, atau dengan kata lain keuntungan manusia sebagai
parameter dalam segala hal. Maka manusia harus mengabdi pada dirinya, sehingga nilai
segala sesuatu tergantung pada keuntungan manusia itu sendiri.

Lebih jauh lagi, masyarakat madani modern berprinsip pada relativitas norma dan
pengetahuan; tidak ada pengetahuan yang benar secara mutlak, kendatipun bersandarkan
pada akal budi manusia dan atau agama. Begitu pula dengan norma; semua itu
bergantung pada keinginan masyarakat, apabila mereka menerimanya, maka norma itu
bernilai, dan jika tidak, maka selayaknya dibuang dan sama sekali tak berarti. Inilah tiga
prinsip penting masyarakat madani di samping prinsip-prinsip lain seperti rasionalitas,
positivis, pragmatisme dan lain sebagainya.3

Analisa atas Konsep

Sebelum menganalisa prinsip-prinsip tersebut di atas, terlebih dahulu kita sempurnakan


diskripsi masyarakat madani ini dengan menyebutkan nilai atau tujuannya yang
seringkali digunakan sebagai justifikasi kebenaran prinsip-prinsip tersebut. Tujuan-tujuan
utama masyarakat madani adalah menjamin kesejahteraan material masyarakat dan
memenuhi hak-hak mereka, mencegah kerusakan sosial dan penindasan negara,
pendidikan, toleransi, aspirasi, motivasi, koordinasi, modernisasi, integrasi, emansipasi,
komparasi dan lain sebagainya.
Logika masyarakat madani modern ini adalah logika positivis yang berusaha
menggunting hubungan antara fisik dan metafisik dan memandang manusia seperti robot
yang tak bernyawa, logika ini telah mengakibatkan krisis universal, baik dalam bidang
filsafat, etika, politik dsb. Liberalisme adalah produk logika positivis yang mendominasi
belahan barat dunia, yang menawarkan kebebasan mutlak atau maksimal, membelenggu
undang-undang, membangun masyarakat madani yang sekuler, acuh tak acuh terhadap
agama bahkan yang lebih tragis mencegah turut campurnya agama dalam pemerintahan.
4

Sementara pandangan dunia Islam adalah pandangan dunia (world view) ke-Tuhanan
yang maha Esa, bukan hanya menerima alam metafisik bahkan meyakini kesejatian alam
tersebut di atas alam materi, sehingga apabila alam metafisika tidak ada maka alam
materi tidak akan pernah ada. Disamping itu pula kita meyakini bahwa ada hubungan
yang sangat erat antara pandangan dunia dan ideologi, antara teori dan tindakan, antara
ide dan realita. Oleh karenanya merupakan keharusan bagi kita untuk mengaktualisasi
hubungan yang selaras antara keduanya.

Adalah tidak berarti bahwa keyakinan terhadap ke-Esaan Tuhan dan iman akan
kebenaran agama-Nya tanpa aplikasi dalam kehidupan individual dan sosial kita. Ke-
Esaan Tuhan artinya otoritas mutlak Dia dalam penciptaan dan pengaturan, sebagaimana
hak penciptaan hanya milikNya, kepemimpinan dan perundang-undangan adalah hak Dia
semata, "Dan barang siapa tidak menghakimi sesuai apa yang telah diturunkan Allah
maka mereka adalah orang-orang kafir/dzalim/fasiq".(QS Maidah 44,45,dan 47).
Pemerintahan dan undang-undang menjadi legal apabila mendapatkan legitimasi dari-
Nya, sebagaimana kenabian yang merupakan kepanjangan dari kepemimpinan-Nya.

Dengan demikian sikap Islam terhadap prinsip-prinsip masyarakat madani dalam


terminologi keempat adalah negatif; sekularisme tertolak karena yang berhak mengatur
kehidupan manusia hanyalah Allah yang maha mengetahui dan maha bijak, bukan
manusia yang dzalim dan bodoh, "Sesungguhnya manusia adalah dzalim dan bodoh".(QS
Ahzab 72). Hanya Allah yang di kenal Islam sebagai pokok segala sesuatu, bukan
manusia, semua harus mengabdi kepada-Nya bukan kepada manusia, penyembahan
kepada Tuhan yang maha Esa, bukan humanisme. Islam juga berseberangan dengan
relativitas semua pengetahuan dan norma, karena setidaknya dia menerima kebenaran
mutlak sebagian pengetahuan dan norma, baik secara rasional, tektual, atau experimental
yang pasti. Oleh karena itu Islam tidak mengajarkan cara memandang sesuatu dengan
kaca mata tradisional atau modern, lama atau baru, melainkan dengan tolok ukur benar
atau salah. Menerima yang benar meskipun tradisional, dan menolak yang salah
kendatipun modern. Begitupula halnya dengan prinsip-prinsip lainnya, jangan membatasi
rasionalitas dan pragmatisme hanya dalam dunia materi yang fana, tapi juga harus lebih
memperhitungkan kebangkitan manusia di alam baka.

Namun demikian, Islam menerima sebagian besar dari nilai dan tujuan masyarakat
madani tersebut tanpa ada keharusan untuk menerima prinsip-prinsip di atas, karena tidak
ada korelasi antara keduanya, bahkan semua tujuan mulia dan keistimewaan masyarakat
madani bisa didapatkan di dalam umat atau masyarakat Islami dengan lebih sempurna.
Kita memandang masyarakat madani tidak lebih dari sebuah metode baru yang efektif
dalam kehidupan sosial manusia sekarang, oleh karena itu masyarakat madani bisa
diterapkan dalam tubuh umat atau masyarakat Islami dengan komitmen terhadap prinsip
dan ajaran-ajaran agama Islam, dan sama sekali tidak ada keharusan dalam meraih
tujuan-tujuan mulia tersebut untuk menciptakan masyarakat madani yang sekuler,
humanis, relativis dst, bahkan sebaliknya, tujuan itu tidak akan tercapai setidaknya secara
sempurna.

Masyarakat Islami

Di dalam masyarakat madani yang terbentuk dalam tubuh umat atau masyarakat Islami di
samping ada keterikatan lapisan tengah dalam bentuk partai atau semacamnya, ada
keterkaitan yang lebih kuat yaitu kesatuan keyakinan atau iman. Oleh karena itu
senantiasa komitmen agama lebih dahulu dari pada komitmen partai, dan maslahat umat
atau masyarakat yang lebih luas lebih dahulu dari pada keuntungan kelompok tertentu.
Artinya umat Islam adalah payung dari pada masyarakat madani.

Legitimasi semua lembaga di dalam sistem pemerintahan Islam adalah dari sisi Allah
yang maha Esa. Masyarakat madani di sana mendapatkan legitimasi dari sistem Islam,
dan efektifitas sistem Islam di masa kini dengan menggunakan metode masyarakat
madani, --metode yang dapat membantu dalam mengaktualisasikan hukum-hukum agama
yang bertujuan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah kebahagiaan yang
abadi--, dan di saat yang sama menjamin hak dan keuntungan anggota masing-masing.
Inilah mungkin maksud orang-orang yang memperkenalkan "madinah Nabi Muhammad
SAWW" sebagai tempat lahirnya masyarakat madani. Namun mengingat istilah
masyarakat madani (civil society) memiliki background tersendiri, maka lebih baik
menggunakan istilah umat atau masyarakat Islami untuk menghindari interpretasi yang
tidak benar.

Untuk merealisasikan peradaban Islam dan umat Islami sekarang, serta mengembalikan
muslimin kepada kemajuan dan kejayaan mereka yang telah dicuri setelah perang salib,
dibutuhkan islamisasi global mencakup madrasah, universitas dan lembaga-lembaga yang
lain, meningkatkan informasi dan kecerdasan kognitif setiap muslim dan juga
memperhatikan kecerdasan efektif dan emosional mereka, agar dapat menciptakan
generasi yang islami baik secara prakatis maupun secara teoritis.

Jangan pernah putus asa, karena Allah menjanjikan kita kemenangan. Dalam pandangan
Islam, dunia manusia yang akan datang adalah dunia global yang telah melewati
perselisihan berdarah antar ideologi dan mazhab, adalah satu sistem Islam yang global
dan dominan, sehingga umat manusia dapat menyaksikan kesatuan atau hubungan yang
sangat erat antara realita, hakekat, alam ghaib, keabadian dan alam materi.
INDEK
______________________________________

1. Makalah ini disampaikan dalam seri diskusi Masyarakat Madani yang diselenggarakan oleh Himpunan
Pelajar Indonesia, Qom Iran berkerjasama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Iran, pada tanggal
1 Mei 2003, di Qom.
2. Nasir Dimyati, Mahasiswa S2 Jurusan Ulumuh Quran, Imam Khomeini International University, Qom
Iran. Saat ini aktif sebagai Ketua Divisi Budaya, Himpunan Pelajar Indonesia.
3. Lebih jauh mengenai prinsip-prinsip dasar pandangan dunia Barat dan kritik Islam atasnya, lihat
Falsafatuna Bagir Shadr (Mizan,1997).
4. Semenjak ditemukannya ilmu pengetahuan di Barat dan ketidakmampuan Gereja dalam mengimbangi
perkembangan ilmu pengetahuan-puncaknya setelah terjadi revolusi industri-terjadilah permberontakan
terhadap Gereja dan kemudian menempatkan agama pada wilayah domestik. Seiring dengan itu
kolonialisme dan imperialisme-sebagai efek berantai revolusi industri di Eropa-bukan hanya menguras
kekayaan nagara-negara jajahan, akan tetapi juga para kolonial, untuk memperlicin jalannya kolonialisme,
mereka membawa ideologi baru ini dan memaksakannya di Negara jajahan. Untuk kasus Indonesia, kita
bisa lihat produk hukum sekuler warisan Belanda, yang berlaku sampai saat ini. Dan ternyata, upaya
menyingkirkan peran agama dalam kehiduopan politik dan ekonomi, tidak hanya terjadi pada zaman
kolonial saja, akan tetapi paling tidak sampai era militeristik sekuler (aliansi militer dan katolik) dua
dasawarsa, awal orde baru. Lebih jauh lagi mengenai upaya peminggiran peran politik Islam dalam
masyarakat madani, lihat artikel DR. Abdul Hadi W.M. Islam Kultural, perannya dalam masyarakat Madani
(Jurnal Universitas Paramida Vol.1 No.1 September 2001) Sebagaimana Tuhan adalah mutlak
kesempurnaan, maka Dia tidak berfisik, karena kebendaan adalah keterbatasan dan kekurangan yang tidak
bisa berkumpul dengan murni kesempurnaan. Begitu pula dalam hal penciptaan-Nya, berangkat dari
kesederhanaan atau kemurniaan sampai pada ketersusunan yang sangat rumit, seperti halnya angka; tiga
jatuh setelah dua, dan tidak mungkin kita merubah urutan tersebut.

You might also like