You are on page 1of 48

PRESENTASI KASUS

MENINGITIS BAKTERIALIS
PADA ANAK

Disusun Oleh:
Anindya Anjas Putriavi, S.Ked
1102014027

Pembimbing:
Djaja Noezoeliastri, dr. Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON
2018
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menampilkan presentasi
kasus yang berjudul “Meningitis Bakterialis pada Anak”. Adapun presentasi
kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian kepaniteraan
klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Cilegon.

Terwujudnya presentasi kasus ini merupakan berkat bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dr. Djaja Noezoeliastri, Sp.A, selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Anak ini dan teman-teman Kepaniteraan yang ikut membantu
memberikan dorongan semangat serta moril. Semoga Allah SWT memberikan
balasan yang sebesar-besarnya atas bantuan yang diberikan selama ini.

Akhir kata, penulis menyadari presentasi kasus ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
sehingga penyusunan presentasi kasus ini dapat menjadi lebih baik. Dengan
mengucapkan alhamdulillahi rabbil ‘alaamiin, semoga Allah SWT selalui
meridhai kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Cilegon, Juni 2018

Penulis

ii
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI

I. IDENTITAS
Nama : An. F Nama Ayah : Tn. S
Umur : 10 November 2013 Umur : 42 tahun
(4,5 tahun) Pendidikan : SMP (9 tahun)
Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petani
Alamat : Binangun, Waringin Nama Ibu : Ny. M
Kurung, Serang Umur : 37 tahun
Pendidikan Terakhir : Belum sekolah Pendidikan : SMP (9 tahun)
Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah
Suku : Jawa Tangga
Nomor Rekam Medis : 675xxx
Tanggal Masuk : 8 Mei 2018 (14.30 WIB)
Tanggal Keluar : 21 Mei 2018

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dari ibu kandung pasien.

1. Keluhan Utama
Sulit diajak berkomunikasi setelah kejang 2 kali dalam sehari.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dibawa keluarga ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Kota Cilegon dengan keluhan kejang yang terjadi 2 kali dalam
sehari. Kejang pertama pukul 03.00 WIB, kejang kedua pukul 13.00 WIB lalu
pasien dibawa ke Klinik diberikan Diazepam puyer dan Proris suppositoria
serta dirujuk ke RSUD Kota Cilegon. Ibu mengatakan saat kejang seluruh
tubuh kelojotan, kedua tangan menekuk dan kedua kaki lurus kaku, mata
mendelik ke atas, keduanya kurang lebih selama 10 menit. Setelah kejang yang
1
kedua pasien sulit diajak berkomunikasi. Terdapat riwayat demam sejak 2 hari
sebelum masuk RS dan ibu mengatakan pasien bibirnya mengecap-ngecap
selama demam. Mual, muntah dan diare disangkal ibu pasien. Saat di IGD
pasien cenderung mengantuk.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelumnya pasien belum pernah kejang.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluarga dengan kejang disangkal.

5. Riwayat Pribadi
 Riwayat Kehamilan
Pasien lahir dari ibu G2P1A0 dengan usia kehamilan 9,5 bulan (sekitar 38
minggu). Selama hamil, ibu pasien memeriksakan kandungannya secara
teratur tiap bulan ke klinik atau pun bidan dan tidak ada keluhan yang
berarti. Riwayat ibu minum obat-obatan dan jamu disangkal.

 Riwayat Persalinan
Ibu pasien melahirkan di klinik bidan dan dipimpin oleh bidan. Bayi lahir
secara spontan pervaginam, presentasi kepala, cukup bulan, spontan dan
langsung menangis, tidak ada cacat, berat badan lahir 3.400 gram namun ibu
lupa panjang badan lahir pasien. Pasien merupakan anak terakhir dari 2
bersaudara.

 Riwayat Pasca Lahir


Riwayat trauma dan kuning disangkal oleh ibu pasien.

6. Riwayat Makanan
a. Lahir hingga umur 6 bulan
Pasien mengonsumsi ASI.
2
b. Umur 6 bulan
Pasien mengonsumsi ASI dan susu formula.
c. Umur 8 bulan
Pasien mengonsumsi ASI diselingi susu formula, bubur, nasi tim dan
pisang.
d. Umur 18 bulan
Pasien berhenti mengonsumsi ASI namun masih mengkonsumsi susu
formula, bubur, nasi tim dan pisang.
e. Umur 24 bulan
Pasien mulai mengonsumsi nasi dengan lauk yang disuwir atau dihaluskan
dan susu formula.
f. Umur 36 bulan hingga sekarang
Pasien mengonsumsi nasi dengan lauk yang tidak disuwir atau dihaluskan
(makanan keluarga) dan susu formula.

7. Perkembangan
Ibu pasien mengatakan anaknya mulai bisa tersenyum saat berumur 2 bulan,
tengkurap sendiri 3 bulan, duduk tanpa berpegangan 5 bulan, berdiri dengan
bertumpu pada sesuatu atau berpegangan 9 bulan, berjalan usia 11 bulan dan
berlari usia 14 bulan.

8. Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengatakan imunisasi anaknya lengkap sesuai yang diberikan
Puskesmas Waringin Kurung.
- Polio : 4 kali, lengkap
- Hepatitis B : 4 kali, lengkap
- BCG : 1 kali, lengkap
- DPT : 3 kali, lengkap
- Campak : 2 kali

3
9. Sosial Lingkungan
Sosial Ekonomi
Ayah pasien sebagai kepala keluarga merupakan seorang tani yang memiliki
sawah di sekitar tempat tinggalnya. Kepala keluarga menghidupi keluarga
intinya yaitu istri dan kedua anaknya. Ibu pasien sebagai ibu rumah tangga
mengurusi kedua anaknya termasuk mendampingi anak-anaknya di berbagai
kegiatan di rumah maupun di sekolah. Ibu pasien tidak memiliki pekerjaan
lainnya.

Lingkungan
Pasien merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara. Kakak pasien laki-laki berumur
9 tahun sudah bersekolah di tingkat SD. Pasien kini tinggal bersama ayah, ibu
dan kakak pasien. Terkadang jika pasien atau kakak pasien sedang sakit, nenek
pasien dari keluarga ibu menginap di rumah pasien untuk membantu ibu pasien
dalam merawat. Pasien saat ini bersekolah di Taman Kanak-kanak (TK), pasien
sering bermain bersama teman di sekolah maupun di sekitar lingkungan
rumahnya, pasien memiliki hubungan yang dekat dengan ibunya dan
cenderung manja.

Pasien tinggal di rumah yang terdapat 3 kamar tidur dan 2 kamar mandi. Pasien
tidur bersama kakak pasien. Rumah dan kamar pasien memiliki penerangan
dan ventilasi yang baik. Rumah pasien dan rumah tetangga lainnya berdekatan.
Rumah pasien dekat dengan sawah dan jarak ke TK ditempuh kurang lebih
dalam 10 menit menggunakan motor.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. PEMERIKSAAN UMUM
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang, mengantuk.
2. Kesadaran : Apatis. Glasgow Coma Scale E3/M5/V4.
3. Tanda Utama
- Suhu : 38,8 oC
4
- Frekuensi Nadi : 104 x/menit, reguler, isi cukup
- Frekuensi Napas : 28 x/menit
- Tekanan darah : 100/80 mmHg

4. Status Gizi

Tabel Interpretasi Kurva Pertumbuhan WHO

- BB/U: 15 kg/4,6 tahun = -2 < Z-Score < 2


 Rata-rata (median)
5
- TB/U: 113 cm/4,6 tahun = -2 < Z-Score < 2
 Rata-rata (median)

- BMI/U: 11,7 kg/m2/4,6 tahun = Z-Score < -3


 Sangat kurus

6
- BB/TB: 15 kg/113 cm = Z-Score < -3
 Sangat kurus

5. Klinis : Tidak tampak edema dan tampak kurus.


6. Antropometris
- Berat badan (BB) : 15 kg
- Tinggi badan (TB) : 113 cm
- Lingkar kepala : 50 cm
- Lingkar lengan atas : 15 cm
- BMI : 11,7 kg/m2

B. PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Kulit : Lembab, turgor kembali cepat, tidak terdapat kelainan
2. Kepala : Normocephali
3. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks
cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung
(+/+), kedua pupil isokor 2 mm/2 mm.
4. Leher : Simetris, tidak terdapat deformitas, KGB tidak teraba

7
membesar, trakea berada di tengah.
5. Telinga : Simetris, tidak terdapat sekret yanng keluar dari liang
telinga.
6. Hidung : Septum nasi tidak deviasi, tidak terdapat sekret.
7. Tenggorokan : Dinding faring tidak hiperemis.
8. Mulut : Ukuran tonsil T1/T1, mukosa mulut basah tidak
hiperemis.
9. Dada : Simetris, datar.
a. Jantung
- Inspeksi : Denyut iktus kordis tidak terlihat.
- Palpasi : Pulsasi iktus kordis tidak teraba.
- Perkusi : Tidak dikaji.
- Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, tidak ada murmur, tidak
ada gallop.

b. Paru
- Inspeksi : Pergerakan nafas simetris dalam keadaan statis dan
dinamis, tidak terdapat retraksi.
- Palpasi : Fremitus vokal dan fremitus taktil simetris kanan dan kiri.
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler normal, tidak terdapat ronkhi
maupun wheezing di kedua lapang paru.

10. Abdomen
- Inspeksi : Simetris.
- Palpasi : Soepel, turgor kembali cepat, tidak terdapat nyeri tekan.
- Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen.
- Auskultasi : Terdengar bising usus.
a. Hati : Tidak teraba.
b. Limpa : Tidak teraba.
c. Ginjal : Tidak teraba.

8
11. Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill time < 2 detik
a. Ekstremitas atas
- Gerakan : Aktif kanan dan kiri
- Tropi : Normal kanan dan kiri
- Tonus : Baik kanan dan kiri
- Kekuatan : 5/5
b. Ekstremitas bawah
- Gerakan : Aktif kanan dan kiri
- Tropi : Normal kanan dan kiri
- Tonus : Baik kanan dan kiri
- Kekuatan : 5/5

c. Tanda Rangsang Meningeal


- Kaku kuduk : Positif
- Brudzinski 1 : Positif
- Laseque : Terbatas
- Kernig : Terbatas
- Brudzinski 2 : Positif

12. Anogenital
- Kelamin : Laki-laki, tidak ada kelainan, belum disunat.
- Anus : Ada.
- Perkembangan Pubertas
Aksila : Belum ditumbuhi rambut
Rambut Pubis : Belum ditumbuhi rambut

IV. DIAGNOSIS KERJA


Meningitis Bakterialis

V. DIAGNOSIS BANDING
- Kejang Demam Kompleks
- Encephalitis
9
VI. TATALAKSANA
a. Terapi
- Oksigen kanul 3-4 Liter per menit
- IVFD KAEN 3B 13 tpm makro
- Paracetamol drip 150 mg (jika suhu > 38,5 oC)
- Paracetamol syrup 3 x 7,5 mL (jika suhu < 38,5 oC)
- Diazepam IV 5 mg atau Diazepam supposutoria 10 mg (jika kejang)
- Ampicillin 6 x 1025 mg
- Kloramfenikol 4 x 375 mg
- Dexamethason 7,5 mg (15 menit sebelum pemberian antibiotik), 12 jam
kemudian injeksi Dexamethason 3 x 2,5 mg.
- Aminofusin 200 mL/24 jam
- Puasa
- Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital (rawat ICU)

b. Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
 Laboratorium Klinik (8 Mei 2018)
- Hemoglobin : 11 g/dL
- Hematokrit : 33 %
- Leukosit : 12.700/µL
- Trombosit : 181.000/µL
- LED : 35 mm/jam
 Laboratorium RSUD Kota Cilegon (8 Mei 2018)
- Hemoglobin : 11,2 g/dL
- Hematokrit : 32,5 %
- Eritrosit : 4,52 x 106/µL
- MCV : 71,9 fL
- MCH : 24,8 pg
- MCHC : 34,5 g/dL
- Jumlah Leukosit : 13.880/µL
10
- Jumlah Trombosit : 173.000/µL
- GDS : 111 mg/dL
- Natrium darah : 126,4 mEq/L
- Kalium darah : 3,76 mEq/L
- Klorida darah : 104,9 mEq/L

VII. PROGNOSIS
- Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
- Quo ad Functionam : Dubia ad malam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

11
FOLLOW UP

TANGGAL 08 – 05 – 2018 09 – 05 – 2018 10 – 05 – 2018


RUANG ICU ICU ICU
PUKUL 22.15 WIB 13.00 WIB 18.00 WIB
Keluhan:
- Menangis (-) Kuat Kuat
- Demam (+) (+) (-)
- Kejang (-) (-) (-)
- Muntah (-) (-) (-)
- Lemas (-) (-) (-)
- Sesak (-) (-) (-)
- Pusing (-) (-) (-)
- BAK (-) 300 cc/6 jam 200 cc/6 jam
- BAB (-) (-) (-)
Keadaan Umum Lemah Lemah Lemah
Kesadaran Delirium Perbaikan: Compos Mentis
(E4/M5/V3) Compos Mentis
pukul 04.00 WIB
Vital Sign:
- Nadi 142 x/menit 113 x/menit 98 x/menit
- Pernafasan 35 x/menit 33 x/menit 29 x/menit
- Suhu 39 ºC 37,6 ºC 37 ºC
- Tekanan darah 101/75 mmHg 102/61 mmHg 128/100 mmHg
- Saturasi 98% 98% 98%
Oksigen
Pemeriksaan
Fisik:
- Kulit Lembab, hangat Lembab, hangat Lembab, hangat
- Kepala Normocephali Normocephali Normocephali
- Mata Konjungtiva Konjungtiva Konjungtiva
anemis (-/-) anemis (-/-) anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-) Sklera ikterik (-/-) Sklera ikterik (-/-)
- Hidung Sekret (-) Sekret (-) Sekret (-)
- Telinga Simetris, sekret (-) Simetris, sekret (-) Simetris, sekret (-)
- Mulut Tonsil T1/T1 Tonsil T1/T1 Tonsil T1/T1
- Tenggorokan Hiperemis (-) Hiperemis (-) Hiperemis (-)
- Leher KGB membesar (-) KGB membesar (-) KGB membesar (-)
- Dada Simetris, retraksi Simetris, retraksi Simetris, retraksi
(-) (-) (-)
- Jantung BJ I dan II Reguler BJ I dan II Reguler BJ I dan II Reguler
Murmur (-), Murmur (-), Murmur (-),
Gallop (-) Gallop (-) Gallop (-)
- Paru Suara vesikuler Suara vesikuler Suara vesikuler
paru (+/+), paru (+/+), paru (+/+),
Ronkhi (-/-), Ronkhi (-/-), Ronkhi (-/-),
12
Wheezing (-/-) Wheezing (-/-) Wheezing (-/-)
- Abdomen Soepel, bising usus Soepel, bising usus Soepel, bising usus
(+) normal, nyeri (+) normal, nyeri (+) normal, nyeri
tekan (-) tekan (-) tekan (-)
- Ekstremitas Akral hangat Akral hangat Akral hangat
- Tanda
Rangsang
Meningeal:
 Kaku kuduk (+) (+) (+)
 Brudzinski I (+) (+) (+)
 Laseque (-) (-) (-)
 Kernig (-) (-) (-)
 Brudzinski II (-) (-) (-)
Laboratorium GDS: 117 mg/dL
Diagnosis Penurunan Suspek Suspek
Kesadaran et causa Meningitis Meningitis
suspek Meningitis
Terapi - Oksigen kanul 2 - Oksigen kanul 2 - Oksigen kanul 2
Liter per menit Liter per menit Liter per menit
- IVFD KAEN 3B - IVFD KAEN 3B - IVFD KAEN 3B
13 tpm makro 13 tpm makro 13 tpm makro
- Paracetamol drip - Paracetamol drip - Paracetamol drip
150 mg (jika 150 mg (jika 150 mg (jika
suhu > 38,5 oC) suhu > 38,5 oC) suhu > 38,5 oC)
- Paracetamol - Paracetamol - Paracetamol
syrup 3 x 7,5 syrup 3 x 7,5 syrup 3 x 7,5
mL (jika suhu < mL (jika suhu < mL (jika suhu <
38,5 oC) 38,5 oC) 38,5 oC)
- Diazepam IV 5 - Diazepam IV 5 - Diazepam IV 5
mg atau mg atau mg atau
Diazepam Diazepam Diazepam
supposutoria 10 supposutoria 10 supposutoria 10
mg (jika kejang) mg (jika kejang) mg (jika kejang)
- Ampicillin 6 x - Ampicillin 6 x - Ampicillin 6 x
1025 mg 1025 mg 1025 mg
- Cloramphenicol - Cloramphenicol - Cloramphenicol
4 x 375 mg 4 x 375 mg 4 x 375 mg
- Dexamethason 3 - Dexamethason 3 - Dexamethason 3
x 2,5 mg x 2,5 mg x 2,5 mg
- Aminofusin 200 - Aminofusin 200 - Aminofusin 200
mL/24 jam mL/24 jam mL/24 jam
- Puasa - Diit makanan - Diit makanan
lunak 8 x 15 mL lunak 8 x 15 mL
- Pindah ruangan

13
TANGGAL 11 – 05 – 2018 12 – 05 – 2018 13 – 05 – 2018
RUANG MELATI A MELATI A MELATI A
PUKUL 07.00 WIB 04.00 WIB 16.00 WIB
Keluhan:
- Menangis (-) (-) (-)
- Demam (-) (-) (-)
- Kejang (-) (-) (-)
- Lemas (+) (+) (+)
- Pusing (-) (-) (+)
- BAK Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih
- BAB (+) (+) (-)
- Nafsu makan Baik Baik Baik
- Keluhan lain Belum aktif Belum aktif Kepala terasa
berbicara berbicara berat
Keadaan Umum Lemah Lemah Lemah
Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis
Vital Sign:
- Nadi 71 x/menit 96 x/menit 80 x/menit
- Pernafasan 26 x/menit 20 x/menit 24 x/menit
- Suhu 36,6 ºC 36 ºC 36,4 ºC
- Tekanan darah 95/75 mmHg 100/70 mmHg 100/70 mmHg
- CRT < 2 detik < 2 detik < 2 detik
Pemeriksaan
Fisik:
- Kulit Wajah pucat Wajah pucat Lembab, hangat
- Kepala Normocephali Normocephali Normocephali
- Mata Konjungtiva Konjungtiva Konjungtiva
anemis (-/-) anemis (-/-) anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-) Sklera ikterik (-/-) Sklera ikterik (-/-)
- Hidung Sekret (-) Sekret (-) Sekret (-)
- Telinga Simetris, sekret (-) Simetris, sekret (-) Simetris, sekret (-)
- Mulut Tonsil T1/T1 Tonsil T1/T1 Tonsil T1/T1
- Tenggorokan Hiperemis (-) Hiperemis (-) Hiperemis (-)
- Leher KGB membesar (-) KGB membesar (-) KGB membesar (-)
- Dada Simetris, retraksi Simetris, retraksi Simetris, retraksi
(-) (-) (-)
- Jantung BJ I dan II Reguler BJ I dan II Reguler BJ I dan II Reguler
Murmur (-), Murmur (-), Murmur (-),
Gallop (-) Gallop (-) Gallop (-)
- Paru Suara vesikuler Suara vesikuler Suara vesikuler
paru (+/+), paru (+/+), paru (+/+),
Ronkhi (-/-), Ronkhi (-/-), Ronkhi (-/-),
Wheezing (-/-) Wheezing (-/-) Wheezing (-/-)
- Abdomen Soepel, bising Soepel, bising Soepel, bising
usus (+) normal, usus (+) normal, usus (+) normal,
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
14
- Ekstremitas Akral hangat Akral hangat Akral hangat
- Tanda
Rangsang
Meningeal:
 Kaku kuduk (+) (+) (+)
 Brudzinski I (+) (+) (+)
 Laseque (-) (-) (-)
 Kernig (-) (-) (-)
 Brudzinski II (-) (-) (-)
Laboratorium
Diagnosis Meningitis Meningitis Meningitis
Bakterialis Bakterialis Bakterialis
Terapi - IVFD KAEN 3B - IVFD KAEN 3B - IVFD KAEN 3B
13 tpm makro 13 tpm makro 13 tpm makro
- Paracetamol drip - Paracetamol drip - Paracetamol drip
150 mg (jika 150 mg (jika 150 mg (jika
suhu > 38,5 oC) suhu > 38,5 oC) suhu > 38,5 oC)
- Paracetamol - Paracetamol - Paracetamol
syrup 3 x 7,5 syrup 3 x 7,5 syrup 3 x 7,5
mL (jika suhu < mL (jika suhu < mL (jika suhu <
38,5 oC) 38,5 oC) 38,5 oC)
- Diazepam IV 5 - Diazepam IV 5 - Diazepam IV 5
mg atau mg atau mg atau
Diazepam Diazepam Diazepam
supposutoria 10 supposutoria 10 supposutoria 10
mg (jika kejang) mg (jika kejang) mg (jika kejang)
- Ampicillin 6 x - Ampicillin 6 x - Ampicillin 6 x
1025 mg 1025 mg 1025 mg
- Cloramphenicol - Cloramphenicol - Cloramphenicol
4 x 375 mg 4 x 375 mg 4 x 375 mg
- Dexamethason 3 - Dexamethason 3 - Dexamethason 3
x 2,5 mg x 2,5 mg x 2,5 mg
- Aminofusin 200 - Aminofusin 200 - Aminofusin 200
mL/24 jam mL/24 jam mL/24 jam
- Diit makanan - Diit makanan - Diit makanan
lunak 8 x 15 mL lunak 8 x 15 lunak 8 x 15 mL,
- Konsul Dokter mL, 1.250 kalori 1.250 kalori
Spesialis THT-
KL
- Konsul Dokter
Gigi: gigi-gigi
atas berlubang,
perbaiki oral
hygiene

15
TANGGAL 14 – 05 – 2018 15 – 05 – 2018 16 – 05 – 2018
RUANG MELATI A MELATI A MELATI A
PUKUL 06.00 WIB 06.00 WIB 06.00 WIB
Keluhan:
- Demam (-) (-) (-)
- Kejang (-) (-) (-)
- Lemas (+) (+) (+)
- Pusing (-) (-) (-)
- BAK Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih
- BAB (+) (+) (-)
- Nafsu makan Baik Baik Baik
- Keluhan lain Nyeri tengkuk Nyeri tengkuk Nyeri tengkuk
kepala, batuk kepala, batuk kepala, batuk
Keadaan Umum Lemah Lemah Lemah
Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis
Vital Sign:
- Nadi 88 x/menit 100 x/menit 136 x/menit
- Pernafasan 20 x/menit 20 x/menit 24 x/menit
- Suhu 36 ºC 36 ºC 36 ºC
- Tekanan darah 90/60 mmHg 110/80 mmHg 110/80 mmHg
- CRT < 2 detik < 2 detik < 2 detik
Pemeriksaan
Fisik:
- Kulit Wajah pucat Wajah pucat Wajah pucat
- Kepala Normocephali Normocephali Normocephali
- Mata Konjungtiva Konjungtiva Konjungtiva
anemis (-/-) anemis (-/-) anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-) Sklera ikterik (-/-) Sklera ikterik (-/-)
- Hidung Sekret (-) Sekret (-) Sekret (-)
- Telinga Simetris, sekret (-) Simetris, sekret (-) Simetris, sekret (-)
- Mulut Tonsil T1/T1 Tonsil T1/T1 Tonsil T1/T1
- Tenggorokan Hiperemis (-) Hiperemis (-) Hiperemis (-)
- Leher KGB membesar (-) KGB membesar (-) KGB membesar (-)
- Dada Simetris, retraksi Simetris, retraksi Simetris, retraksi
(-) (-) (-)
- Jantung BJ I dan II Reguler BJ I dan II Reguler BJ I dan II Reguler
Murmur (-), Murmur (-), Murmur (-),
Gallop (-) Gallop (-) Gallop (-)
- Paru Suara vesikuler Suara vesikuler Suara vesikuler
paru (+/+), paru (+/+), paru (+/+),
Ronkhi (-/-), Ronkhi (-/-), Ronkhi (-/-),
Wheezing (-/-) Wheezing (-/-) Wheezing (-/-)
- Abdomen Soepel, bising Soepel, bising Soepel, bising
usus (+) normal, usus (+) normal, usus (+) normal,
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)

16
- Ekstremitas Akral hangat Akral hangat Akral hangat
- Tanda
Rangsang
Meningeal:
 Kaku kuduk (+) (+) (+)
 Brudzinski I (+) (+) (+)
 Laseque (-) (-) (-)
 Kernig (-) (-) (-)
 Brudzinski II (-) (-) (-)
Laboratorium
Diagnosis Meningitis Meningitis Meningitis
Bakterialis Bakterialis Bakterialis
Terapi - IVFD KAEN 3B - IVFD KAEN 3B - IVFD KAEN 3B
13 tpm makro 13 tpm makro 15 tpm makro
- Paracetamol drip - Paracetamol drip - Paracetamol drip
150 mg (jika 150 mg (jika 150 mg (jika
suhu > 38,5 oC) suhu > 38,5 oC) suhu > 38,5 oC)
- Paracetamol - Paracetamol - Paracetamol
syrup 3 x 7,5 syrup 3 x 7,5 syrup 3 x 7,5
mL (jika suhu < mL (jika suhu < mL (jika suhu <
38,5 oC) 38,5 oC) 38,5 oC)
- Diazepam IV 5 - Diazepam IV 5 - Diazepam IV 5
mg atau mg atau mg atau
Diazepam Diazepam Diazepam
supposutoria 10 supposutoria 10 supposutoria 10
mg (jika kejang) mg (jika kejang) mg (jika kejang)
- Ampicillin 6 x - Sanpicillin 6 x - Sanpicillin 6 x
1025 mg 1000 mg 1000 mg
- Cloramphenicol - Cloramphenicol - Cloramphenicol
4 x 375 mg 4 x 375 mg 4 x 375 mg
- Dexamethason 3 - Dexamethason 3 - Dexamethason 3
x 2,5 mg x 2,5 mg x 2,5 mg
- Diit makanan - Diit makanan - Diit makanan
lunak 8 x 15 lunak 8 x 15 lunak 8 x 15 mL,
mL, 1.250 kalori mL, 1.250 kalori 1.250 kalori
 Bubur 3 kali  Bubur 3 kali  Bubur 3 kali
 Snack 2 kali  Snack 2 kali  Snack 2 kali
 Tambah susu  Tambah susu  Tambah susu

17
TANGGAL 17 – 05 – 2018 18 – 05 – 2018 19 – 05 – 2018
RUANG MELATI A MELATI A MELATI A
PUKUL 07.00 WIB 06.00 WIB 06.00
Keluhan:
- Demam (-) (-) (-)
- Kejang (-) (-) (-)
- Lemas (+) (+) (-)
- Pusing (+) (+) (+)
- BAK Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih
- BAB (+) (-) (+)
- Nafsu makan Baik Baik Baik
- Keluhan lain Nyeri tengkuk Tidak nyeri
Lemas jika berdiri tengkuk, lemas
berkurang
Keadaan Umum Lemah Baik Baik
Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis
Vital Sign:
- Nadi 106 x/menit 60 x/menit 64 x/menit
- Pernafasan 28 x/menit 24 x/menit 24 x/menit
- Suhu 36 ºC 36,2 ºC 36 ºC
- Tekanan darah 80/50 mmHg 90/40 mmHg 90/50 mmHg
- CRT < 2 detik < 2 detik < 2 detik
Pemeriksaan
Fisik:
- Kulit Wajah pucat Wajah pucat Lembab, hangat
- Kepala Normocephali Normocephali Normocephali
- Mata Konjungtiva Konjungtiva Konjungtiva
anemis (-/-) anemis (-/-) anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-) Sklera ikterik (-/-) Sklera ikterik (-/-)
- Hidung Sekret (-) Sekret (-) Sekret (-)
- Telinga Simetris, sekret (-) Simetris, sekret (-) Simetris, sekret (-)
- Mulut Tonsil T1/T1 Tonsil T1/T1 Tonsil T1/T1
- Tenggorokan Hiperemis (-) Hiperemis (-) Hiperemis (-)
- Leher KGB membesar (-) KGB membesar (-) KGB membesar (-)
- Dada Simetris, retraksi Simetris, retraksi Simetris, retraksi
(-) (-) (-)
- Jantung BJ I dan II Reguler BJ I dan II Reguler BJ I dan II Reguler
Murmur (-), Murmur (-), Murmur (-),
Gallop (-) Gallop (-) Gallop (-)
- Paru Suara vesikuler Suara vesikuler Suara vesikuler
paru (+/+), paru (+/+), paru (+/+),
Ronkhi (-/-), Ronkhi (-/-), Ronkhi (-/-),
Wheezing (-/-) Wheezing (-/-) Wheezing (-/-)
- Abdomen Soepel, bising Soepel, bising Soepel, bising
usus (+) normal, usus (+) normal, usus (+) normal,
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
18
- Ekstremitas Akral hangat Akral hangat Akral hangat
- Tanda
Rangsang
Meningeal:
 Kaku kuduk (+) (-) (-)
 Brudzinski I (+) (-) (-)
 Laseque (-) (-) (-)
 Kernig (-) (-) (-)
 Brudzinski II (-) (-) (-)
Laboratorium
Diagnosis Meningitis Meningitis Meningitis
Bakterialis Bakterialis Bakterialis
Terapi - IVFD KAEN 3B - IVFD KAEN 3B - IVFD KAEN 3B
16 tpm makro 16 tpm makro 16 tpm makro
- Paracetamol drip - Paracetamol drip - Paracetamol drip
150 mg (jika 150 mg (jika 150 mg (jika
suhu > 38,5 oC) suhu > 38,5 oC) suhu > 38,5 oC)
- Paracetamol - Paracetamol - Paracetamol
syrup 3 x 7,5 syrup 3 x 7,5 syrup 3 x 7,5
mL (jika suhu < mL (jika suhu < mL (jika suhu <
38,5 oC) 38,5 oC) 38,5 oC)
- Diazepam IV 5 - Diazepam IV 5 - Diazepam IV 5
mg atau mg atau mg atau
Diazepam Diazepam Diazepam
supposutoria 10 supposutoria 10 supposutoria 10
mg (jika kejang) mg (jika kejang) mg (jika kejang)
- Sanpicillin 6 x - Sanpicillin 6 x - Sanpicillin 6 x
1000 mg 1000 mg 1000 mg
- Cloramphenicol - Cloramphenicol - Cloramphenicol
4 x 375 mg 4 x 375 mg 4 x 375 mg
- Dexamethason 3 - Dexamethason 1 - Dexamethason 1
x 2,5 mg x 2,5 mg x 2,5 mg

19
TANGGAL 20 – 05 – 2018 21 – 05 – 2018
RUANG MELATI A MELATI A
PUKUL 06.00 WIB 06.00 WIB
Keluhan:
- Demam (-) (-)
- Kejang (-) (-)
- Lemas (-) (-)
- Pusing (+) (-)
- BAK Kuning jernih Kuning jernih
- BAB (-) (+)
- Nafsu makan Baik Baik
- Keluhan lain
Keadaan Umum Baik Baik
Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis
Vital Sign:
- Nadi 100 x/menit 64 x/menit
- Pernafasan 24 x/menit 22 x/menit
- Suhu 36,2 ºC 36,3 ºC
- Tekanan darah 100/70 mmHg 120/70 mmHg
- CRT < 2 detik < 2 detik
Pemeriksaan
Fisik:
- Kulit Lembab, hangat Lembab, hangat
- Kepala Normocephali Normocephali
- Mata Konjungtiva anemis (-/-) Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-) Sklera ikterik (-/-)
- Hidung Sekret (-) Sekret (-)
- Telinga Simetris, sekret (-) Simetris, sekret (-)
- Mulut Tonsil T1/T1 Tonsil T1/T1
- Tenggorokan Hiperemis (-) Hiperemis (-)
- Leher KGB membesar (-) KGB membesar (-)
- Dada Simetris, retraksi (-) Simetris, retraksi (-)
- Jantung BJ I dan II Reguler BJ I dan II Reguler
Murmur (-), Gallop (-) Murmur (-), Gallop (-)
- Paru Suara vesikuler paru (+/+), Suara vesikuler paru (+/+),
Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-) Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
- Abdomen Soepel, bising usus (+) Soepel, bising usus (+)
normal, nyeri tekan (-) normal, nyeri tekan (-)
- Ekstremitas Akral hangat Akral hangat
- Tanda
Rangsang
Meningeal:
 Kaku kuduk (-) (-)
 Brudzinski I (-) (-)
 Laseque (-) (-)

20
 Kernig (-) (-)
 Brudzinski II (-) (-)
Laboratorium
Diagnosis Meningitis Bakterialis Meningitis Bakterialis
- IVFD KAEN 3B 13 tpm - IVFD KAEN 3B 13 tpm
makro makro
- Paracetamol drip 150 mg - Paracetamol drip 150 mg
(jika suhu > 38,5 oC) (jika suhu > 38,5 oC)
- Paracetamol syrup 3 x 7,5 - Paracetamol syrup 3 x 7,5
mL (jika suhu < 38,5 oC) mL (jika suhu < 38,5 oC)
- Diazepam IV 5 mg atau - Diazepam IV 5 mg atau
Terapi Diazepam supposutoria 10 Diazepam supposutoria 10
mg (jika kejang) mg (jika kejang)
- Sanpicillin 6 x 1000 mg - Sanpicillin 6 x 1000 mg
- Cloramphenicol 4 x 375 - Cloramphenicol 4 x 375
mg mg
- Dexamethason 1 x 2,5 mg - Boleh pulang (BLPL),
Terapi pulang: Neurotam 1
x 5 mL

21
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Meningitis bakteralis adalah suatu peradangan selaput jaringan otak dan medulla
spinalis yang disebabkan oleh bakteri patogen. Peradangan tersebut mengenai
araknoid, piamater dan cairan serebrospinalis. Peradangan ini dapat meluas
melalui ruang subaraknoid sekitar otak, medulla spinalis dan ventrikel. Penyakit
ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir 40%
diantara pasien meningitis mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran
dan defisit neurologis. Meningitis harus ditangani sebagai keadaan emergensi.
Kecurigaan klinis meningitis sangat dibutuhkan untuk diagnosis karena bila tidak
terdeteksi dan tidak diobati dapat mengakibatkan kematian.1

2. Epidemiologi
Insidens tertinggi meningitis bakterialis terjadi pada anak berusia kurang dari 1
tahun. Insidens tertinggi terjadi pada suku asli Amerika, suku asli Alaska dan suku
Aborigin Australia, hal ini menunjukkan faktor genetika berpengaruh besar dalam
kerentanan penyakit.2

Kasus meningitis bakterialis terdistribusi di seluruh belahan bumi. Di negara


dengan empat musim, MB lebih banyak terjadi di musim dingin dan awal musim
semi. Meningitis bakterialis lebih banyak terjadi pada pria. Insiden meningitis
bakterialis adalah 2-6/100.000 per tahun dengan puncak kejadian pada kelompok
bayi, remaja, dan lansia. Tingkat insiden tahunan (per 100.000) MB sesuai
patogennya adalah Streptococcus pneumonia, 1,1; Neisseria meningitidis, 0,6;
Streptococcus, 0,3; Listeria monocytogenes, 0,2; dan Haemophilus influenza, 0,2.3

3. Etiologi
Faktor risiko utama adalah kurangnya imunitas pada usia muda, seperti:
 Defek imunitas spesifik, seperti defek pada produksi immunoglobulin dan
sistem komplemen sehingga meningkatkan kerentanan terhadap meningokok

22
 Asplenia meningkatkan kerentanan terhadap pneumokok dan Haemophilus
influenzae tipe B
 AIDS, keganasan atau pasca kemoterapi rentang terinfeksi Listeria
monocytogenes
 Pada neonatus faktor risiko utama adalah prematuritas, riwayat infeksi
intrapartum pada ibu, infeksi saluran kemih pada ibu dan ketuban pecah dini.4

Penyebab umum meningitis bakterialis berdasarkan usia:


 Usia 0-2 bulan: Streptococcus grup B, Escherichia coli
 Usia 2 bulan-5 tahun: Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis,
Haemophillus influenzae.
 Usia diatas 5 tahun: Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis.1

Organisme penyebab
Streptococcus pneumoniae
S pneumoniae adalah diplokokus berbentuk lonjong-positif, yang merupakan
penyebab utama meningitis. Dari 84 serotipe, nomor 1, 3, 6, 7, 14, 19, dan 23
adalah yang paling sering dikaitkan dengan bakteremia dan meningitis. Anak-
anak dari segala usia mungkin terpengaruh, tetapi insiden dan keparahannya
paling tinggi pada orang yang sangat muda dan lanjut usia.

Pada pasien dengan meningitis berulang, faktor predisposisi adalah defek anatomi,
asplenia, dan defisiensi imunitas primer. Seringkali, sejarah termasuk trauma
kepala baru atau lama. Organisme ini juga memiliki predileksi untuk
menyebabkan meningitis pada pasien dengan penyakit sel sabit, hemoglobinopati
lainnya, dan asplenia fungsional.

S. pneumoniae menjajah saluran pernapasan atas individu yang sehat. Namun,


penyakit sering disebabkan oleh isolat yang baru saja didapat. Transmisinya
adalah orang-ke-orang, biasanya melalui kontak langsung; kasus sekunder jarang
terjadi. Masa inkubasi adalah 1-7 hari, dan infeksi lebih sering terjadi di musim
dingin, ketika penyakit pernapasan virus sering terjadi. Penyakit ini sering
23
menyebabkan kehilangan pendengaran sensorineural, hidrosefalus dan sekuele
sistem saraf pusat (SSP) berikutnya. Demam berkepanjangan meskipun terapi
yang adekuat biasanya adalah meningitis karena S. pneumoniae. 5

Neisseria meningitidis
N. meningitidis adalah organisme gram-negatif berbentuk kacang yang sering
ditemukan secara intraseluler. Organisme dikelompokkan secara serologis
berdasarkan polisakarida kapsuler; A, B, C, D, X, Y, Z, 29E dan W-135 adalah
serotipe patogenik. Di negara maju, serotipe B, C, Y, dan W-135 bertanggung
jawab untuk sebagian besar kasus anak-anak. Grup A paling banyak terjadi di
negara berkembang dan telah menyebabkan epidemi meningitis meningokokus di
seluruh dunia, serta wabah di barak militer.

Saluran pernapasan bagian atas sering dijajah dengan meningokok dan


transmisinya adalah orang-ke-orang melalui kontak langsung dengan tetesan yang
terinfeksi dari sekresi pernapasan, sering dari operator tanpa gejala. Masa inkubasi
umumnya kurang dari 4 hari (kisaran, 1-7 hari). Sebagian besar kasus terjadi pada
bayi usia 6-12 bulan; puncak kedua, lebih rendah terjadi di kalangan remaja.
Ruam petekie atau purpura sering terlihat. 5

Haemophilus influenzae type b (Hib)


Hib adalah batang gram negatif pleomorfik yang bentuknya bervariasi dari bentuk
kokobasiler ke batang melengkung panjang. Meningitis Hib terjadi terutama pada
anak-anak yang belum diimunisasi dengan vaksin Hib; 80-90% kasus terjadi pada
anak usia 1 bulan hingga 3 tahun. Pada usia 3 tahun, sejumlah besar anak-anak
yang tidak diimunisasi memperoleh antibodi terhadap polyribophosphate kapsul
Hib yang bersifat protektif.

Cara penularannya adalah orang-ke-orang melalui kontak langsung dengan tetesan


yang terinfeksi dari sekresi pernapasan. Masa inkubasi umumnya kurang dari 10
hari. Kematian saat ini kurang dari 5%. Sebagian besar kematian terjadi selama
beberapa hari pertama penyakit. 5
24
Listeria monocytogenes
L. monocytogenes menyebabkan meningitis pada bayi baru lahir, anak-anak
immunocompromised dan wanita hamil. Penyakit ini juga telah dikaitkan dengan
konsumsi makanan yang terkontaminasi (misalnya, susu dan keju). Sebagian
besar kasus disebabkan oleh serotipe Ia, Ib, dan IVb. Tanda dan gejala pada
pasien dengan meningitis listerial cenderung halus, dan diagnosis sering tertunda.
Di laboratorium, patogen ini dapat salah diidentifikasi sebagai difteri atau
streptokokus hemolitik.5

4. Patofisiologi
Bakteri dapat mencapai sistem saraf pusat melalui cara:
a. Hematogen
Infeksi dari fokus lain menyebar secara hematogen langsung ke sistem saraf
pusat. Fokus infeksi tersering adalah saluran napas, dapat juga dari
endokarditis, tromboflebitis atau sepsis.
b. Perkontinuitatum
Infeksi meluas secara langsung dari lokasi yang berdekatan dengan sistem saraf
pusat seperti sinus paranasal, mastoid, sinus cavernosus atau otitis media
supuratif kronik (OMSK).
c. Implantasi langsung
Terjadi infeksi langsung ke sistem saraf pusat seperti fraktur terbuka pada
trauma kepala, iatrogenik pada tindakan pungsi lumbal atau prosedur bedah.
d. Meningitis neonatus
Neonatus mengalami infeksi yang berasal dari aspirasi amnion, kuman pada
jalan lahir atau infeksi transplasental. 4

Metode penyebaran paling sering adalah hematogen dari fokus infeksi yang jauh
misalnya nasofaring. Transmisi bakteri patogen umumnya melalui droplet
respirasi atau kontak langsung dengan karier. Bakteri melakukan kolonisasi
nasofaring dengan berikatan pada sel epitel menggunakan villi adhesive dan
25
membran protein. Kolonisasi bakteri disertai dengan infeksi saluran napas oleh
virus pada waktu bersamaan akan meningkatkan patogenisitas bakteri. Bakteri
akan menembus mukosa saluran napas dan menyebar secara hematogen, virulensi
bertambah bila terdapat defek pada sistem imun penjamu. 3,4

Komponen polisakarida pada kapsul bakteri membantu bakteri tersebut mengatasi


mekanisme pertahanan immunoglobulin A (IgA) pada mukosa inang. Bakteri
kemudian melewati sel epitel ke dalam ruang intravaskuler di mana bakteri relatif
terlindungi dari respons humoral komplemen karena kapsul polisakarida yang
dimilikinya. Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal dan ruang subaraknoid
melalui pleksus koroid di ventrikel lateral dan meningens serta bereplikasi dengan
cepat didalamnya. Komponen dinding bakteri atau toksin bakteri akan
menginduksi proses inflamasi di meningen dan parenkim otak. Akibatnya,
permeabilitas sawar darah otak meningkat dan menyebabkan kebocoran protein
plasma ke dalam CSS yang akan memicu inflamasi dan menghasilkan eksudat
purulen di dalam ruang subaraknoid. Eksudat akan menumpuk dengan cepat dan
akan terakumulasi di bagian basal otak serta meluas ke selubung saraf-saraf
kranial dan spinal. Selain itu, eksudat akan menginfiltrasi dinding arteri dan
menyebabkan penebalan tunika intima serta vasokonstriksi, yang dapat
mengakibatkan iskemia serebral. Terjadi infiltrasi polimorfonuklear dan produksi
berbagai sitokin inflamasi seperti TNF-α, IL-1 dan prostaglandin E secara masif.
Akibatnya sawar darah otak mengalami kerusakan, terjadi trombosis vaskular dan
permeabilitas vaskular meningkat. Produksi sitokin inflamasi secara besar-besaran
inilah yang bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala sisa inflamasi kronis di
kemudian hari, bahkan ketika cairan serebrospinal telah bersih dari bakteri.
Eksudat tersebut juga dapat mengelilingi saraf-saraf kranial dan menyebabkan
neuropati kranial fokal. 3,4

Peningkatan permeabilitas vaskular dan kerusakan sawar darah otak menyebabkan


transudasi, efusi subdural, edema serebri yang dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) dan iskemia serebral. Trombosis vaskular yang terjadi
di sinus venosus menyebabkan perdarahan subaraknoid yang akhirnya
26
menyebabkan nekrosis kortikal. Kerusakan korteks secara klinis menyebabkan
perubahan status mental, kejang, defisit sensorik, motorik dan retardasi
psikomotor. 4

Tanda rangsang meningeal muncul karena inflamasi pada saraf dan akar spinal,
sementara paresis saraf kranial terjadi karena inflamasi juga mengenai saraf
kranial yang keluar dari batanng otak. Paresis saraf kranial, terutama okulomotor
dan abdusen juga dapat terjadi karena herniasi tentorial akibat peningkatan TIK.4

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sangat bervariasi bergantung pada usia, respons imun terhadap
infeksi dan lama sakit sebelum dibawa ke pelayanan kesehatan.
 Neonatus hingga 3 bulan
Gambaran klinis sering tidak khas. Bayi tampak letargi, malas minum dan
muntah. Pemeriksaan fisik menunjukkan demam atau hipotermia, ubun-ubun
besar (UUB) membonjol, kejang hingga apnea. Setiap neonatus dengan demam
tinggi, pneumonia atau sepsis disertai kejang harus dicurigai meningitis
bakterialis. Semakin muda si kecil, semakin kecil kemungkinannya untuk
menunjukkan gejala klasik demam, sakit kepala, dan tanda meningeal.
Meningitis pada periode neonatal dikaitkan dengan infeksi maternal atau
demam pada saat persalinan. Seorang anak yang lebih muda dari 3 bulan
mungkin memiliki gejala yang sangat tidak spesifik, termasuk hipertermia atau
hipotermia, perubahan dalam tidur atau kebiasaan makan, lekas marah atau
kelesuan, muntah, tangisan bernada tinggi atau kejang. Meningismus dan
fontanel menonjol dapat diamati tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis.
Seorang anak yang tenang saat istirahat tetapi yang menangis ketika bergerak
atau terhibur mungkin mengalami iritasi meningeal (iritabilitas paradoks).4,5

 Usia 3 bulan – 2 tahun


Meningitis bakterialis harus dipikirkan pada setiap anak usia 3 bulan-2 tahun
yang mengalami manifestasi kejang demam kompleks. Secara klinis bayi
mengalami demam, muntah, tampak gelisah/iritabel, kejang, UUB membonjol,
27
namun tanda rangsang meningeal sulit dievaluasi. Salah satu tanda khas adalah
high pitched-cry (tangisan dengan lengkingan tinggi). Anak juga dapat
menunjukkan gejala lekas marah, lesu atau perubahan perilaku.4,5
 Usia > 2 tahun
Gambaran klinis lebih klasik menunjukkan infeksi meningens. Anak demam,
menggigil, terdapat tanda peningkatan TIK (sakit kepala, muntah, UUB
membonjol, paresis N. III dan N. VI, hipertensi dengan bradikardi, apnea atau
hiperventilasi, postur dekortikasi atau deserebrasi, pupil anisokor, stupor, koma
atau perubahan tingkah laku. Tanda rangsang meningeal jelas diperoleh pada
pemeriksaan fisik, defisit neurologis fokal, kejang fokal atau umum dan
neuropati kranial. Tanda lain meningitis adalah fotofobia dan tache cérébrale
(munculnya garis merah menimbul 30-60 detik setelah kulit dipukul dengan
benda tumpul).4

a. Gejala infeksi akut


Anak menjadi lesu, mudah terangsang, panas, muntah, anoreksia dan pada anak
yang besar mungkin didapatkan keluhan sakit kepala. Pada infeksi yang
disebabkan oleh Meningococcus terdapat petekia dan herpes labialis.
b. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi
Anak sering muntah, nyeri kepala (pada anak besar), moaning cry (pada
neonatus) yaitu tanngis yang merintih. Kesadaran bayi/anak menurun dari
apatis sampai koma. Kejang yang terjadi dapat bersifat umum, fokal atau
twitching. Ubun-ubun besar menonjol dan tegang, terdapat gejala kelainan
serebral lainnya seperti paresis atau paralisis, strabismus. “Crack pot sign” dan
pernafasan Cheyne-Stokes. Kadang-kadang pada anak besar terdapat hipertensi
dan “Chocked disc” dari papila nervus optikus.
c. Gejala rangsangan meningeal
Terdapat kuduk kaku, dapat terjadi rigiditas umum. Tanda rangsang meningeal
positif. Pada anak besar sebelum gejala tersebut terjadi, sering terdapat keluhan
sakit di daerah leher dan punggung.6

28
Meningitis meningokokal harus dicurigai jika terjadi perburukan kondisi yang
sangat cepat (kondisi delirium atau sopor dalam hitungan jam), terdapat ruam
petechiae atau purpura, syok sirkulasi, atau ketika ada wabah lokal meningitis.
Ruam petechiae muncul pada sekitar 50% infeksi meningokokal, manifestasi
tersebut mengindikasikan pemberian antibiotik secepatnya. 3

Meningitis pneumokokal sering didahului oleh infeksi paru, telinga, sinus atau
katup jantung. Etiologi pneumokokal juga patut dicurigai pada pasien alkoholik,
pascasplenektomi, lansia, anemia bulan sabit dan fraktur basis kranium.
Sedangkan etiologi H. influenzae biasanya terjadi setelah infeksi telinga dan
saluran napas atas pada anak-anak. 3

Tanda-tanda serebral fokal pada stadium awal meningitis paling sering disebabkan
oleh pneumokokus dan H. influenza. Meningitis dengan etiologi H. influenza
paling sering menyebabkan kejang. Lesi serebal fokal persisten atau kejang yang
sulit dikontrol biasanya terjadi pada minggu kedua infeksi meningen dan
disebabkan oleh vaskulitis infeksius, saat terjadi sumbatan vena serebral
superfisial yang berujung pada infark jaringan otak. Abnormalitas saraf kranial
sering terjadi pada meningitis pneumokokal, karena invasi eksudat purulen yang
merusak saraf yang melalui ruang subaraknoid. 3

6. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Anamnesis
Sering didahului infeksi pada saluran napas atas atau saluran cerna seperti demam,
batuk, pilek, diare dan muntah. Gejala meningitis antara lain demam, nyeri kepala,
meningismus dengan atau tanpa penurunan kesadaran, letargi, malaise, kejang dan
muntah merupakan hal yang sangat sugestif meningitis tetapi tidak ada satu gejala
pun yang khas. Banyak gejala meningitis yang berkaitan dengan usia, misalnya
anak kurang dari 3 tahun jarang mengeluh nyeri kepala. Pada bayi gejala hanya
berupa demam, iritabel, letargi, malas minum dan high pitched-cry.1

29
Pemeriksaan Fisik
- Gangguan kesadaran, dapat berupa penurunan kesadaran atau iritabilitas.
- Dapat ditemukan ubun-ubun besar yang menonjol, kaku kuduk atau tanda
rangsang meningeal lain, kejang, defisit neurologis fokal. Tanda rangang
meningeal mungkin tidak ditemukan pada anak berusia kurang dari 1 tahun.
- Dapat ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
- Cari tanda infeksi di tempat lain (infeksi THT, sepsis, pneumonia).1

Algoritma Tatalaksana Meningitis Bakterialis7

Pemeriksaan Penunjang
A. Pungsi Lumbal

30
Pungsi lumbal dilakukan untuk menemukan bakteri penyebab di dalam cairan
serebrospinal melalui pewarnaan Gram, kultur serta analisis cairan
serebrospinal.
- Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
etiologi:
 Didapatkan cairan keruh atau opalesence dengan Nonne (-)/(+) dan
Pandy (+)/(++)
 Jumlah sel 100-10.000/mm3 dengan hitung jenis predominan
polimorfonuklear, protein 200-500 mg/dL, glukosa < 40 mg/dL,
pewarnaan Gram, biakan dan uji resistensi. Pada stadium dini jumlah sel
dapat normal dengan predominan limfosit.
 Apabila telah mendapat antibiotik sebelumnya, gambaran LCS dapat
tidak spesifik.
- Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap dimulai
pemberian antibiotik empirik (penundaan 2-3 hari tidak mengubah nilai
diagnostik kecuali untuk identifikasi kuman, itu pun jika antibiotiknya
sensitif)
- Jika memang kuat dugaan ke arah meningitis, meskipun terdapat tanda-
tanda peningkatan tekanan intrakranial, pungsi lumbal masih dapat
dilakukan asalkan berhati-hati. Pemakaian jarum spinal dapat
meminimalkan komplikasi terjadinya herniasi.
- Pemeriksaan computed tomography (CT Scan) dengan kontras atau
magnetic resonance imaging (MRI) kepala (pada kasus berat atau curiga ada
komplikasi seperti empiema subdural, hidrosefalus dan abses otak).
- Pada pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) dapat ditemukan perlambatan
umum.1

Perlu dilakukan juga:


 Kultur cairan serebrospinal

31
Merupakan baku emas, memiliki sensitivitas hingga 85% bila belum
mendapat terapi antimikrobial sebelumnya, namun membutuhkan waktu
setidaknya 48 jam sampai diperoleh hasil.
 Pewarnaan Gram
Memberikan hasil yang lebih cepat dan relatif lebih murah untuk
mengidentifikasi bakteri penyebab. Pewarnaan Gram dapat memiliki
sensitivitas 60-90% dan spesifisitas 97%, namun hasil ini dapat berkurang
secara signifikan bila sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya.
 Latex agglutination
Menggunakan antiserum untuk mendeteksi antigen kapsul polisakarida dari
bakteri patogen. Kelebihan pemeriksaan ini lebih cepat dan sederhana. Cara
ini disarankan sebagai alternatif bagi pasien yang telah mendapat terapi
antibiotik sebelumnya dan pemeriksaan kultur maupun Gram menunjukkan
hasil negatif.
 PCR
PCR dapat mendeteksi DNA dari patogen meningens yang umum, seperti N.
meningitidis, S. pneumoniae, H. influenzae tipe B, S. Agalactiae dan L.
Monocytogenes. Sensitivitas dan spesifisitasnya sangat baik (>90%) dan
menjadi salah satu alternatif pemeriksaan yang sangat menjanjikan di
kemudian hari.
 Analisis cairan serebrospinal
Selain mengisolasi bakteri patogen penyebab, diagnosis juga dapat
ditegakkan dari karakteristik cairan serebrospinal yang diperoleh. Infeksi
bakteri memiliki gambaran khas dan berbeda dari infeksi virus maupun
tuberkulosis.4

Kontraindikasi:
1. Terdapat tanda-tanda peningkatan TIK yang disebabkan oleh lesi desak
ruang seperti abses atau tumor karena dapat menyebabkan herniasi otak
yang fatal
2. Kegagalan sirkulasi kardiopulmoner dan perlu dilakukan resusitasi
32
3. Infeksi di kulit tempat dilakukannya pungsi lumbal
4. Gangguan hemostasis dan koagulasi
5. Kontraindikasi relatif: trombositopenia, tidak boleh dilakukan pungsi
lumbal jika jumlah trombosit < 50.000/µL.4

Perbandingan karakter cairan serebrospinal pada jenis meningitis yang berbeda3

B. Kultur Darah
Kultur darah harus dilakukan sebelum terapi antibiotik dimulai. Pemeriksaan
ini dapat mengisolasi bakteri penyebab pada 80-90% kasus meningitis. Bila
pungsi lumbal ditunda, kultur darah tetap dilakukan sambil dilakukan CT scan
untuk mengonfirmasi atau menyingkirkan adanya lesi desak ruang (abses,
tumor, perdarahan). Pemeriksaan gula darah dan elektrolit jika ada indikasi.1,4

Meningitis parsial diobati


Banyak anak-anak menerima antibiotik sebelum diagnosis definitif dilakukan.
Sebagai aturan, beberapa dosis agen antimikroba oral, atau bahkan suntikan
tunggal antibiotik, tidak secara signifikan mengubah temuan CSF, termasuk kultur
bakteri, terutama pada pasien dengan penyakit H. influenzae tipe b (Hib).
Antibiotik oral tidak pernah secara meyakinkan ditunjukkan untuk membuat
pasien dengan kultur meningitis bakteri CSF-negatif. 5

33
Kultur CSF dapat menjadi steril dengan cepat jika patogennya adalah
pneumokokus atau meningokokus, meskipun perubahan sel, peningkatan protein,
dan kadar glukosa yang rendah tetap ada. Dalam kasus seperti itu, CSF, darah dan
urin harus diuji untuk antigen bakteri; Namun, kehadiran hasil antigen negatif
tidak sepenuhnya mengesampingkan sumber bakteri. 5

Dalam kasus di mana pemberian antibiotik menyebabkan sterilisasi CSF,


pengujian polymerase chain reaction (PCR) mungkin memiliki peran untuk
bermain dalam mengidentifikasi patogen. Pengujian PCR mampu
mengidentifikasi patogen dengan cepat dan akurat dan tidak memerlukan
sejumlah besar organisme; Namun, ini memang membutuhkan validasi lebih
lanjut dalam pengaturan ini. 5

Nigrovic dkk menemukan bahwa hasil pewarnaan Gram (hitung WBC dan jumlah
neutrofil absolut) pada CSF tidak terpengaruh oleh pretreatment dengan
antibiotik; Namun, tingkat kultur CSF positif dan kultur darah lebih rendah
dengan pretreatment antibiotik. Setelah pretreatment dengan antibiotik selama 12
jam atau lebih, pasien memiliki kadar glukosa CSF yang lebih tinggi dan kadar
protein CSF yang lebih rendah.5

Bakterial Meningitis Score (BMS) adalah suatu sistem skoring yang dapat
digunakan untuk membedakan meningitis bakteri dengan meningitis aseptik dan
memiliki nilai prediksi negatif 100% dan sensitivitas 100%. BMS sebenarnya
dapat diterapkan di fasilitas kesehatan yang tidak memungkinkan dilakukannya
kultur. BMS terdiri dari pengecatan gram cairan serebrospinal, protein cairan
serebrospinal, neutrofil darah tepi, riwayat kejang dan neutrofil cairan
serebrospinal.8

Skor BMS berkisar antara 0-6. Apabila pasien memiliki skor < 2 artinya pasien
memiliki resiko rendah untuk menderita meningitis bakterialis. Sebaliknya apabila
memiliki skor BMS ≥ maka mempunyai resiko tinggi untuk menderita meningitis
bakterialis.8

34
Kriteria Bacterial Meningitis Score8

Diagnosis Banding
Diagnosis pasti meningitis membutuhkan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF)
melalui pungsi lumbal. Adanya atau tidaknya tanda dan gejala meningeal klasik
tidak boleh digunakan sebagai kriteria tunggal untuk merujuk pasien untuk
pengujian diagnostik lebih lanjut.5

Meningitis yang hilang adalah salah satu tuntutan hukum yang paling sering
dalam pediatri, yang menyebabkan klaim besar. Oleh karena itu, diperlukan
indeks kecurigaan yang tinggi dan pencatatan akurat temuan positif dan negatif
yang relevan sangat penting. Meningitis yang hilang adalah yang kedua setelah
gagal infark miokard dalam total kerusakan per tahun. Banyak tuntutan hukum
yang diajukan meskipun pengobatan segera dilembagakan karena frekuensi gejala
sisa neurologis.5

Keterlambatan dalam memulai terapi antibiotik telah menghasilkan tuntutan


hukum. Meskipun morbiditas diketahui terkait dengan terapi yang paling tepat
dan tepat, jika ada gejala sisa dan antibiotik tertunda, dokter akan mengalami
kerugian jika tindakan hukum diambil.5

Meningitis parsial diobati sulit untuk didiagnosis; Oleh karena itu, anak-anak
yang menggunakan antibiotik harus dievaluasi secara hati-hati. Anak-anak yang
telah menderita meningitis sebagian atau mengembangkannya sementara pada
antibiotik telah memodifikasi tanda dan gejala, dan diagnosis biasanya tertunda.
Selain kondisi yang tercantum dalam diagnosis banding, masalah lain yang perlu
dipertimbangkan termasuk yang berikut:
35
- Abses otak
- Abses subdural / epidural
- Tumor otak
- Sistem saraf pusat (CNS) leukemia
- Encephalopathy memimpin
- TBC tuberkulosis
- Hipersensitivitas terhadap obat-obatan (misalnya, trimethoprim-
sulfamethoxazole, globulin imun intravena, dan globulin antithymocyte)
- Gangguan yang terkait dengan vaskulitis (mis., Penyakit Kawasaki dan
penyakit vaskular kolagen)5

7. Tatalaksana
a. Farmakologi
Meningitis bakterialis adalah kegawatdaruratan medik. Pemilihan antibiotik
yang tepat adalah langkah yang krusial, karena harus bersifat bakterisidal
pada organisme yang dicurigai dan dapat masuk ke CSS dengan jumlah
yang efektif. Pemberian antibiotik harus segera dimulai sambil menunggu
hasil tes diagnostik dan nantinya dapat diubah setelah ada temuan
laboratorik. Pilihan antibiotik empirik pada pasien MB harus berdasarkan
epidemiologi lokal, usia pasien, dan adanya penyakit yang mendasari atau
faktor risiko penyerta. Antibiotik harus segera diberikan bila ada syok
sepsis. Jika terjadi syok sepsis, pasien harus diterapi dengan cairan dan
mungkin memerlukan dukungan obat inotropik. Jika terjadi peningkatan
tekanan intrakranial, pertimbangkan pemberian manitol.3

Terapi dexamethasone yang diberikan sebelum atau bersamaan dengan dosis


pertama antibiotik dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas secara
bermakna, terutama pada meningitis pneumokokal. Dexamethasone dapat
menurunkan respons inflamasi di ruang subaraknoid yang secara tak
langsung dapat menurunkan risiko edema serebral, peningkatan tekanan
intrakranial, gangguan aliran darah otak, vaskulitis, dan cedera neuron.

36
Dexamethasone diberikan selama 4 hari dengan dosis 10 mg setiap 6 jam
secara intravena. Sejumlah pakar berpendapat pemberian dexamethasone
harus dihentikan jika hasil kultur CSS menunjukkan penyebab meningitis
bakterialis bukan H. influenzae atau S. pneumoniae, namun kelompok pakar
lain merekomendasikan pemberian dexamethasone apapun etiologi
meningitis bakterialis yang ditemukan. Pemberian dexamethasone pada
pasien meningitis bakterialis dengan sepsis berat atau syok sepsis dapat
meningkatkan kesintasan.3

Pasien meningitis bakterialis harus dipantau ketat. Kejadian kejang sering


muncul dan terapi antikonvulsan sering kali diperlukan. Jika kesadaran
pasien menurun setelah kejang, maka pasien terindikasi untuk pemeriksaan
elektroensefalografi. Kondisi pasien harus dipertahankan dalam status
normoglikemia dan normovolemia. Proton pump inhibitor perlu diberikan
untuk mencegah stress-induced gastritis. Jika kondisi klinis pasien belum
membaik dalam 48 jam setelah terapi antibiotik dimulai, maka analisis CSS
ulang harus dilakukan.3

Terapi Empirik Antibiotik


- Usia 1-3 bulan:
 Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +
Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau
 Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis
- Usia > 3 bulan:
 Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau
 Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau
 Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +
Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.1

Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotik disesuaikan dengan


hasil kultur dan resistensi. Pemberian Deksametason 0,6 mg/kgBB/hari IV
dibagi dalam 4 dosis selama 4 hari, injeksi deksametason diberikan 15-30
37
menit sebelum atau pada saat pemberian antibiotik. Lama pengobatan
tergantung dari kuman penyebab, umumnya 10-14 hari.1

Tatalaksana pemberian steroid berdasarkan WHO:


 Prednison 1-2 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, diberikan selama 2-4
minggu, dilanjutkan tappering off. Bila pemberian oral tidak
memungkinkan dapat diberikan deksametason dengan dosis 0,6
mg/kgBB/hari IV selama 2-3 minggu
 Tidak ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan penggunaan rutin
deksametason pada semua pasien dengan meningitis bakteri.9

Berikan Ampisilin IV sebanyak 400 mg/kgBB/hari dibagi dalam 6 dosis


ditambah Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis. Pada
hari ke-10 pengobatan lakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata
menunjukan hasil yang normal, pengobatan dilanjutkan 2 hari lagi namun
bila masih belum normal maka pengobatan dilanjutkan dengan obat dan cara
yang sama atau diganti dengan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan uji
resistensi kuman.6

Pungsi lumbal tidak perlu diulangi setelah terapi, kecuali bila:


1. Pasien tidak berespon dengan baik setelah terapi selama 48 jam
2. Neonatus dengan infeksi basil Gram negatif, pungsi lumbal perlu
dilakukan kembali untuk mengevaluasi dan mendokumentasikan apakah
cairan serebrospinal sudah steril. Hal ini disebabkan karena respon
neonatus terhadap terapi tidak khas dan sering terjadi keterlambatan
sterilisasi cairan serebrospinal.4

b. Non-Farmakologi
Bedah
Umumnya tidak diperlukan tindakan bedah kecuali jika ada komplikasi
seperti empiema subdural, abses otak atau hidrosefalus. 1

38
Suportif
- Periode kritis pengobatan meningitis bakterialis adalah hari ke-3 dan ke-
4. Tanda vital dan evaluasi neurologis harus dilakukan secara teratur.
Guna mencegah muntah dan aspiras sebaiknya pasien dipuasakan lebih
dahulu pada awal sakit.
- Lingkar kepala harus dimonitor setiap hari pada anak dengan ubun-ubun
besar yang masih terbuka.
- Peningkatan tekanan intrakranial, Syndrome Inappropiate Antidiuretic
Hormone (SIADH), kejang dan demam harus dikontrol dengan baik.
Restriksi cairan atau posisi kepala lebih tinggi tidak selalu dikerjakan
pada setiap anak dengan meningitis bakterial.
- Perlu dipantau adanya komplikasi SIADH. Diagnosis SIADH ditegakkan
jika terdapat kadar natrium serum < 135 mEq/L (135 mmol/L),
osmolaritas serum < 270 mOsm/kg, osmolaritas urin > 2 kali osmolaritas
serum, natrium urin > 30 mEq/L (30 mmol/L) tanpa adanya tanda-tanda
dehidrasi atau hipovolemia. Beberapa ahli merekomendasikan
pembatasan jumlah cairan dengan memakai cairan isotoni, terutama jika
natrium serum < 130 mEq/L (130 mmol/L). Jumlah cairan dapat
dikembalikan ke cairan rumatan jika kadar natrium serum kembali
normal. 1

Pemantauan
Terapi
Untuk memantau efek samping penggunaan antibiotik dosis tinggi,
dilakukan pemeriksaan darah perifer secara serial, uji fungsi hati dan uji
fungsi ginjal bila ada indikasi. 1

Tumbuh Kembang
Gangguan pendengaran sebagai gejala sisa meningitis bakterialis terjadi
pada 30% pasien, karena itu uji fungsi pendengaran harus segera dikerjakan
setelah pulang. Gejala sisa lain seperti retardasi mental, epilepsi, kebutaan,
39
spastisitas dan hidrosefalus. Pemeriksaan penunjang dan konsultasi ke
departemen terkait disesuaikan dengan temuan klinis pada saat follow-up.1

8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin ditemukan ialah efusi subdural, empiema subdural,
ventrikulitis, abses serebri, sekuele neurologis berupa paresis atau paralisis
sampai deserebrasi, hidrosefalus akibat sumbatan pada jalannya atau resorbsi
atau produksi cairan serebrospinalis yang berlebihan. Pada pengawasan yang
lama mungkin akan ditemukan tanda-tanda retardasi mental, epilepsi maupun
meningitis berulang.6

Kejang merupakan komplikasi umum meningitis bakterial, yang


mempengaruhi hampir sepertiga pasien. Kejang persisten, kejang terlambat
dalam perjalanan penyakit, dan kejang fokal lebih mungkin dikaitkan dengan
gejala sisa neurologis.5

Sekuele jangka panjang terlihat pada sebanyak 30% anak-anak; mereka


bervariasi sesuai dengan organisme yang menginfeksi, usia pasien, fitur yang
ditampilkan, dan perjalanan rumah sakit. Perawatan follow up jangka panjang
dari anak-anak sangat penting untuk deteksi dini gejala sisa. 5

Gangguan pendengaran ringan hingga berat dicatat pada sebanyak 20-30%


anak-anak yang terkena penyakit H. influenzae tetapi kurang umum dengan
patogen lainnya. Pemberian dexamethasone secara dini mengurangi kejadian
komplikasi audiologi pada meningitis Hib. Gangguan pendengaran yang parah
mengganggu perkembangan bicara normal; dengan demikian, evaluasi
audiologi yang sering dan penilaian perkembangan harus dilakukan selama
kunjungan pelayanan kesehatan. 5

40
Kapan sekuele motor terdeteksi, fisik, pekerjaan dan layanan rehabilitasi harus
mengevaluasi pasien untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan untuk
memberikan status fungsional yang optimal. 5

Kemungkinan terjadinya komplikasi semakin besar bila pengobatan diberikan


terlambat, tidak selesai atau pasien tidak mengalami perbaikan klinis setelah
terapi antibiotik satu minggu pertama. Komplikasi neurologi jangka panjang
tersering adalah tuli sensorineural akibat labirintitis setelah infeksi koklea.
Selain itu dapat juga terjadi hidrosefalus komunikans, gangguan perkembangan
motorik, bicara dan perilaku, retardasi mental, gangguan penglihatan dan
epilepsi.4

9. Prognosis
Meningitis bakterialis yang tidak diobati biasanya berakhir fatal. Meningitis
pneumokokal memiliki tingkat fatalitas tertinggi, yaitu 19-37%. Pada sekitar 30%
pasien yang bertahan hidup, terdapat sekuel defi sit neurologik seperti gangguan
pendengaran dan defisit neurologik fokal lain. Individu yang memiliki faktor
risiko prognosis buruk adalah pasien immunocompromised, usia di atas 65 tahun,
gangguan kesadaran, jumlah leukosit CSS yang rendah, dan infeksi pneumokokus.
Gangguan fungsi kognitif terjadi pada sekitar 27% pasien yang mampu bertahan
dari meningitis bakterialis.3

Prognosis bergantung pada:


 Usia pasien
Bayi usia < 6 bulan memiliki prognosis lebih buruk.
 Manifestasi kejang dan penurunan kesadaran
Kejang yang menetap setelah hari keempat sejak awitan berhubungan dengan
defisit neurologi yang lebih buruk.
 Jenis dan jumlah mikroorganisme penyebab

41
Infeksi oleh Pneumokok memiliki angka mortalitas dan gejala sisa neurologi
yang tinggi. Jumlah mikroorganisme lebih dari 106 colony-forming/mL dalam
cairan serebrospinal lebih sulit diobati.
 Kadar glukosa
Kadar glukosa yang sangat rendah berkorelasi dengan gangguan pendengaran
permanen.
 Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi cairan serebrospinal
Umumnya dalam 24-36 jam setelah terapi antimikrobial, cairan serebrospinal
sudah menjadi steril. Waktu yang lebih lama untuk mensterilisasi cairan
serebrospinal berkorelasi dengan luaran yang lebih buruk.4

10. Pencegahan
Individu yang mengalami kontak dengan pasien meningitis meningokokal harus
diberi antibiotik profilaksis. Pilihan antibiotik yang biasa diberikan adalah
ciprofloxacin 500 mg dosis tunggal atau rifampicin 2 x 600 mg selama 2 hari.
Profilaksis tidak dibutuhkan jika durasi sejak penemuan kasus meningitis
meningokokal sudah lebih dari 2 minggu. Imunisasi S. pneumoniae, H. influenza
dan N. meningitidis diketahui menurunkan insiden meningitis secara bermakna.
Imunisasi rutin terhadap Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumoniae
direkomendasikan untuk diberikan mulai usia 2 bulan. Vaksin terhadap Neisseria
meningitidis direkomendasikan untuk remaja, pelajar perguruan tinggi, anggota
militer dan para pelancong yang pergi ke area endemik.2

42
ANALISA KASUS

Pada pasien ini ditemukan:


- Riwayat demam terus menerus 2 hari SMRS
- Kejang 2 kali dalam sehari, riwayat kejang sebelumnya disangkal
- Kejang kelojotan seluruh tubuh, mata mendelik ke atas dengan durasi kurang
lebih 10 menit
- Sulit diajak berkomunikasi setelah kejang kedua, di IGD cenderung mengantuk
- Glasgow Coma Scale: E3 M5 V4 (penurunan kesadaran)
- Kaku kuduk : positif
- Brudzinski : positif
- Hemoglobin : 11,2 g/dL (menurun)
- Hematokrit : 32,5 % (menurun)
- MCV : 71,9 fL (menurun)
- MCH : 24,8 pg (menurun)
- Jumlah Leukosit : 13.880/µL (meningkat)
- GDS : 111 mg/dL (meningkat)
- Natrium darah : 126,4 mEq/L (menurun)

Pada pasien ini didiagnosis dengan meningitis:


a. Memiliki beberapa riwayat WHO:
- Demam (+)
- Muntah (-)
- Tidak bisa minum/menyusu (-)
- Sakit kepala atau nyeri di bagian belakang leher (-)
- Penurunan kesadaran (+)
- Kejang (+)
- Gelisah (-)
- Cedera kepala yang baru dialami (-)9

43
b. Memiliki kriteria pemeriksaan WHO:
- Tanda rangsang meningeal (+)  kaku kuduk, Brudzinski I dan Brudzinski
II
- Kejang (+)
- Letargis (+)
- Gelisah (-)
- Ubun-ubun cembung (-)
- Ruam: petekiae atau purpura (-)
- Bukti adanya trauma kepala yang menunjukkan kemungkinan fraktur tulang
tengkorak yang baru terjadi (-)
- Peningkatan intrakranial (-)9

Pada pasien ini diberikan terapi:


- Rawat Intensive Care Unit (ICU)
Menurut WHO pasien meningitis harus berada dalam observasi yang ketat untuk
memantau perubahan derajat kesadaran, kejang dan perilaku anak. Keadaan
umum dan tanda vital perlu dipantau setiap 6 jam setidaknya dalam 48 jam
pertama. Tetesan infus juga perlu dipantau secara rutin.9

- Ampicillin 6 x 1025 mg
Merupakan pengobatan antibiotik lini kedua dengan dosis 400 mg/kgBB/kali IV
dibagi dalam 6 dosis.6

- Cloramphenicol 4 x 375 mg
Pengobatan antibiotik lini kedua dengan dosis 25 mg/kgBB/kali IM/IV setiap 6
jam.9

- Dexamethason 3 x 2,5 mg
Menurut WHO jika pemberian oral steroid tidak memungkinkan maka prednison
dapat diganti menjadi deksametason dengan dosis 0,6 mg/kgBB/hari secara IV
selama 2-3 minggu. Menurut Behrman, et al, dosis terapi deksametason 0,6-0,8
44
mg/kgBB/hari dan dibagi menjadi 2-3 dosis selama 2 hari sebagai terapi
tambahan dimulai tepat sebelum atau bersamaan dengan dosis pertama
antibiotik.9

- Terapi suportif dan simptomatik:


 Aminofusin 200 mL/24 jam
 IVFD KAEN 3B 13 tpm makro
 Paracetamol drip 150 mg (jika suhu > 38,5 oC)
 Paracetamol syrup 3 x 7,5 mL (jika suhu < 38,5 oC)
 Diazepam IV 5 mg atau Diazepam supposutoria 10 mg (jika kejang)
Menurut Donald, L., terapi suportif perlu diberikan. Menurut WHO, pasien
meningitis perlu diberikan dukungan nutrisi dan cairan sesuai dengan
kebutuhan.2,9

45
DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:


Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009. pp. 187-193.
2. Lewis, Donald W. Neurologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia (ed). Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Esensial, 6 ed. Singapore: Elsevier Singapore Pte Ltd; 2018.
pp. 745-748.
3. Meisadona, G., Soebroto, A., Estiasari, R. Diagnosis dan Tatalaksana
Meningitis Bakterialis. Cermin Dunia Kedokteran 2015; 2(224): .
http://www.kalbemed.com/Portals/6/06_224Diagnosis%20dan%20Tatalaksana
%20Meningitis%20Bakterialis.pdf (accessed 15 Mei 2018).
4. Lilihata, G., Handryastuti, S.. Meningitis Bakterialis. (ed). Kapita Selekta
Kedokteran, 4 ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2016. pp. 105-110.
5. Muller, Martha L.. Pediatric Bacterial Meningitis.
https://emedicine.medscape.com/article/961497-
overview?src=iphone&ref=email#a1 (accessed 19 Mei 2018).
6. Latief, Abdul, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. pp. 558-
562.
7. Tunkel, A., Hartman, B., Kaplan, S., Kaufman, B., Roos, K. Practice
guidelines for management of bacterial meningitis. Clinical Infectious
Diseases; 2004. pp 1267-8.
8. Arydina. Bacterial Meningeal Score (BMS) Sebagai Indikator Diagnosis
Meningitis Bakterialis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Sari Pediatri Arydina;
15(5): https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/219 (accessed
15 Mei 2018).
9. World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. Jakarta: WHO Indonesia; 2009. Pp 175-179

46

You might also like