You are on page 1of 18

LAPORAN KASUS

DIVISI ALERGI

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK DISERTAI NEFRITIS LUPUS

Rahmawati
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin / RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar

I. PENDAHULUAN

Penyakit lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit sistemik evolutif


yang mengenai satu atau beberapa organ tubuh, seperti ginjal, kulit, sel darah dan
sistem saraf, ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat,
bersifat episodik yang diselingi oleh periode remisi dan ditandai oleh adanya
autoantibodi, khususnya antibodi antinuklear. Manifestasi klinis LES sangat bervariasi
dengan perjalanan penyakit yang sulit diduga, tidak dapat diobati dan sering berakhir
dengan kematian. Kelainan tersebut merupakan sindrom klinis disertai kelainan
imunologik, seperti disregulasi sistem imun, pembentukan kompleks imun dan yang
terpenting ditandai oleh adanya antibodi antinuklear dan hal tersebut belum diketahui
penyebabnya. 1,2
Insiden LES pada anak secara keseluruhan mengalami peningkatan, sekitar 15-
17%, jarang terjadi pada usia dibawah 5 tahun dan menjelang remaja. Perempuan lebih
sering terkena dibandingkan laki-laki dan rasio tersebut juga meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Onset LES paling sering didapatkan pada anak perempuan usia
antara 9 sampai 15 tahun. Rasio perempuan dan laki-laki adalah 2:1 sebelum pubertas
dan setelah pubertas menjadi 9:1. 1
Etiologi LES masih belum jelas, namun telah terbukti bahwa LES merupakan
interaksi antara faktor genetik (disregulasi imun, hormon) dan lingkungan (sinar UVB,
obat), yang berakibat pada terbentuk limfosit T dan B autoreaktif yang persisten.
Diagnosis LES pada anak ditegakkan dengan terpenuhinya paling sedikit 4 dari 11
kriteria klasifikasi yang dibuat oleh American College of Rheumatology 1982. 1,2,3

1
Tata laksana LES tergantung sistem organ yang terlibat dan beratnya penyakit
serta toksisitas diusahakan seminimal mungkin. Golongan kortikosteroid dapat
mengontrol gejala dan produksi autoantibodi pada LES. 4
Prognosis penderita tergantung keterlibatan organ yang terkena. Angka harapan
hidup 20 tahun meningkat sampai 85% bila lupus terdeteksi sejak dini dan pengobatan
yang teratur.

LAPORAN KASUS
H, perempuan, 16 tahun 10 bulan, masuk ke Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo pada
tanggal 4 februari 2018

ANAMNESA
Keluhan utama : Nyeri pada sendi lutut dan bahu
Anamnesa terpimpin :
Nyeri dirasakan hilang timbul, dialami sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Ada
kemerahan pada wajah yang dialami sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, selain
diwajah juga terdapat kemerahan pada kedua telapak tangan, kedua siku dan
punggung belakang. Pasien tidak demam, tidak ada sesak, tidak batuk dan tidak
muntah. Anak mau makan dan minum. Buang air besar biasa kuning, buang air kecil
lancar kuning. Riwayat keluarga yang mengalami keluhan yang sama tidak ada, ada
riwayat sering demam yang dialami 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, demam saat
itu turun setelah mengkonsumsi obat penurun panas. Ada riwayat penurunan berat
badan yang diperhatikan sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit, riwayat pasien
pernah mengalami keluhan yang sama yakni wajah kemerahan dan demam selama 1
bulan yang dialami pada bulan September 2016 dan berobat ke dokter kulit, diberikan
cream wajah namun tidak ada perubahan. Ruam kemerahan diwajah semakin
bertambah dalam 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Riwayat pasien berobat di
dokter praktek di Mamuju dan dilakukan pemeriksaan ANA test dengan hasil titer
1:1000 (normal <1:100), pasien kemudian dirujuk ke RS Wahidin untuk tatalaksana
lebih lanjut.

2
Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum sakit sedang, gizi baik ,sadar. Tekanan
darah (TD) 90/60 mmHg, Pernapasan (P) 26 x/mnt, Nadi (N) 80 x/mnt, Suhu (S) 37 0C.
Berat badan (BB) 44 kg, Tinggi badan (TB) 152 cm, Lingkar kepala (LK) 53 cm, Lingkar
lengan atas (LLA) 12 cm. Pasien tidak pucat, tidak ikterus dan tidak ada limfadenopati.
Tidak terdapat manifestasi perdarahan spontan. Ada butterfly rash pada wajah, tidak
terdapat ulkus pada pada palatum. Kulit : ruam eritema pada kedua telapak tangan,
siku kedua tangan, ruam punggung belakang tampak menebal, hiperpigmentasi disertai
skuama. Pemeriksaan paru didapatkan bunyi pernapasan vesikuler, tidak ditemukan
ronkhi atau wheezing pada kedua lapangan paru. Pemeriksaan jantung didapatkan
bunyi jantung I/II murni reguler, tidak didapatkan bising. Pemeriksaan abdomen tidak
didapatkan pembesaran hepar dan lien. Pada ekstremitas didapatkan tidak ada
wasting, ada pembengkakan pada articulatio genu dextra dan sinistra. Status pubertas
A3M3P3.

Gambar 1. Pasien saat diperawatan

3
Hasil laboratorium
Darah rutin (4/2/2018)
Hemoglobin 11,3 gr/dL MCV 87 fL Netrofil 58,5%
Leukosit 6.400/mm3 MCH 30 pg Limfosit 12,4%
Eritrosit 4,05 x 106/mm3 MCHC 32,8 g/dL Monosit 8,2%
Trombosit 206.000/mm3 HCT 34,3 % Eosinofil 0,5%
Basofil 0,6%
Urine Rutin (4/2/2018)
Warna Kuning pH 7,0 Sedimen :
BJ 1,015 Protein negatif Leukosit =2
Glukose Negatif Bilirubin Negatif Eritrosit = 5
Urobilinogen Normal Keton Negatif
Blood +/25 Leukosit negatif

Kimia Darah dan Elektrolit (4/2/2018)

Ureum 37 mg/dL GDS 106 mg/dl Natrium 140 mmol/L


Kreatinin 0,4 mg/dL SGOT 220 U/L Kalium 3,5 mmol/L
Albumin 3,6 gr/dL SGPT 135 U/L Klorida 107 mmol/L

Foto thoraks (4/2/2018)

Hasil :
- Corakan bronkhovaskuler kedua
paru normal
- Tidak tampak bercak infiltrat pada
kedua paru.
- Jantung dan aorta normal.
- Sinus dan diafragma normal
- Tulang-tulang intake
Kesan : tidak tampak kelainan pada foto
thoraks

4
Diagnosis kerja
Lupus Eritematosus Sistemik
Peningkatan Enzim Transaminase
Anemia Penyakit Kronik

Tatalaksana
Infus dextrose 5% 10 tetes/menit
Metilprednisolon 20 mg/kgBB/iv= 880 mg/24 jam/intravena
Natrium diklofenak 25 mg/12jam/oral
Asam ursodeoxycolic 150 mg/8 jam/oral
Makanan biasa protein 2400 kkal, protein 90 gram

5
PENGAMATAN LANJUT
Perawatan hari ke-2, Tanggal 5/ 2/2018
S : Ada nyeri pada kedua sendi lutut dan bahu, ada ruam kemerahan pada wajah, kedua
telapak tangan dan siku, tidak demam, tidak sesak. Buang air besar dan kecil normal.

O : Kesan umum : lemah, Tanda vital : tekanan darah 100/60 mmHg, nafas 22 kali/menit, nadi
98 kali/menit , suhu 36,5 ºC. Ada rash eritema pada wajah. Bengkak pada sendi lutut kanan dan
kiri. Paru, jantung dan abdomen kesan normal.
Hasil laboratorium :
 Apusan darah tepi kesan : anemia normositik normokrom, suspek kausa penyakit kronik
 Urinalisis : Warna kuning, pH 7,0 BJ 1,015, protein negatif, glukose negatif, bilirubin negatif,
urobilinogen normal, keton negatif, blood +/25, leukosit negatif. sedimen leukosit negatif,
eritrosit negatif
 Ferritin : 1100 ng/ml
 Retikulosit : 1,25 %

A : 1. Lupus eritematosus sistemik


2. Anemia penyakit kronik
3. Peningkatan enzim transaminase

P : Infus dextrose 5% 10 tetes/menit


Metilprednisolon 20 mg/kgBB/iv=880 mg/24 jam/intravena
Natrium diklofenak 25 mg/12jam/oral
Asam ursodeoxycolic 200 mg/12 jam/oral
Makanan biasa protein 2400 kkal, protein 90 gram

Perawatan hari ke-4, 7/ 2/2018


S : Ada nyeri sendi bahu kanan dan kiri (berkurang), Ada ruam kemerahan pada wajah, kedua
telapak tangan dan siku, tidak demam, tidak sesak. Buang air besar dan kecil normal.

O : Kesan umum : Baik, Tanda vital : tekanan darah 100/60 mmHg, nafas 22 kali/menit, nadi 98
kali/menit , suhu 36,5 ºC. ada rash eritema pada wajah. Bengkak pada sendi lutut berkurang,
Paru, jantung dan abdomen kesan normal

6
Hasil Laboratorium : Hasil DsDNA : 336,1 IU/mL

A: 1. Lupus eritematosus sistemik


2. Anemia penyakit kronik
3. Peningkatan enzim transaminase

P : Infus dextrose 5% 10 tetes/menit


Metilprednisolon 20 mg/kgBB/iv=880 mg/24 jam/intravena
Natrium diklofenak 25 mg/12jam/oral Asam ursodeoxycolic 150 mg/8 jam/oral
Makanan biasa protein 2400 kkal, protein 90 gram
Rencana : biopsi ginjal

Perawatan hari ke-6, 9/ 2/2018

S : Ada nyeri pada kedua sendi lutut dan bahu (berkurang) , Ada ruam kemerahan pada wajah,
kedua telapak tangan dan siku, tidak demam, tidak ada batuk. Buang air besar dan kecil
normal.

O: Kesan umum : Baik, Tanda vital : tekanan darah 100/60 mmHg, nafas 22 kali/menit, nadi 98
kali/menit , suhu 36,5 ºC. Ada rash eritema pada wajah. Paru, jantung dan abdomen kesan
normal.
 Urinalisis : Warna kuning, pH 7,0, BJ 1,015, protein negatif, glukose negatif, bilirubin
negatif, urobilinogen normal, keton negatif, Blood +/25, leukosit negative. sedimen leukosit
negatif, eritrosit negatif
A : 1. Lupus eritematosus Sistemik
2. Anemia penyakit kronik
3. Peningkatan enzim transaminase

P : Metilprednisolon 1 mg/kgBB/24 jam/oral= 44 mg/24 jam= 24 mg-0-20 mg


Natrium diklofenak 25 mg/12jam/oral
Asam ursodeoxycolic 150 mg/8 jam/oral
Makanan biasa protein 2400 kkal, protein 90 gram

7
Perawatan hari ke-7, 11/ 2/2018

S : Ruam kemerahan pada wajah berkurang , nyeri sendi bahu kanan dan kiri berkurang, tidak
demam, tidak ada batuk. Buang air besar dan kecil normal.

O : Kesan umum : Baik, Tanda vital : tekanan darah 100/60 mmHg, nafas 22 kali/menit, nadi 98
kali/menit , suhu 36,5 ºC. ada rash eritema pada wajah (berkurang) Paru, jantung dan abdomen
kesan normal.
 Urinalisis : Warna kuning, pH 7,0, BJ 1,015, protein negatif, glukose negatif, bilirubin
negatif, urobilinogen normal, keton negatif, blood negatif, leukosit negatif. sedimen leukosit
negatif, eritrosit negatif
A : 1. Lupus eritematosus sistemik
2. Anemia penyakit kronik
3. Peningkatan enzim transaminase

P : Metilprednisolon 1 mg/kgBB/24 jam/oral= 44 mg/24 jam= 24 mg-0-20 mg


Natrium diklofenak 25 mg/12jam/oral
Asam ursodeoxycolic 150 mg/8 jam/oral
Makanan biasa protein 2400 kkal, protein 90 gram
Menunggu hasil biopsi ginjal
Pasien dipulangkan

Kontrol poliklinik alergi tanggal 13/2/2018


S : ruam kemerahan diwajah berkurang, tidak ada nyeri sendi.
O : Kesan umum : Baik, Tanda vital : tekanan darah 100/60 mmHg, nafas 22 kali/menit, nadi 98
kali/menit , suhu 36,5 ºC. ada rash eritema pada wajah (berkurang) Paru, jantung dan abdomen
kesan normal.

Hasil biopsi ginjal : focal global glomerulonephritis (class III)

A : 1. Lupus eritematosus sistemik


2. Nefritis lupus
3. Anemia penyakit kronik
4. Peningkatan enzim transaminase

P : Metilprednisolon 1 mg/kgBB/24 jam/oral= 44 mg/24 jam= 24 mg-0-20 mg

8
Diagnosis definitif
Lupus Eritematosus Sistemik
Nefritis Lupus
Peningkatan Enzim Transaminase
Anemia Penyakit Kronik

Prognosis
Quo ad vitam dubia
Aua ad sanationam dubia

Diskusi
Penyebab lupus eritematosus sistemik sampai saat ini belum diketahui dengan
jelas. Diduga ada kaitan dengan faktor genetik dan faktor lingkungan. Risiko meningkat
25–50% pada kembar identik dan 5% pada kembar dizygotic, menunjukkan kaitannya
dengan faktor genetik. Faktor lingkungan yang mungkin berperan dalam patogenesis
lupus yaitu sinar ultraviolet B, hormon seks, diet, infeksi dan paparan dengan obat
tertentu.5,6
Patogenesis LES ditandai oleh terjadinya penyimpangan sistem imun yang
melibatkan sel T, sel B dan monosit. Akibatnya terjadi aktivasi sel B poliklonal yaitu
meningkatnya jumlah sel yang menghasilkan antibodi, hypergammaglobulinemia,
produksi autoantibodi dan terbentuknya kompleks imun. Aktivasi sel B poliklonal
tersebut akan membentuk antibodi yang tidak spesifik yang dapat bereaksi terhadap
berbagai jenis antigen termasuk antigen tubuh sendiri. Gagalnya supresi terhadap sel B
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penyakit berlangsung terus. 1,2,5

9
Gambar 2. Patogenesis LES

Berbagai kriteria diagnosis klinis penyakit lupus telah diajukan akan tetapi yang
paling banyak dianut adalah adalah kriteria menurut American College of Rheumatology
(ACR). Diagnosis LES ditegakkan bila terdapat paling sedikit 4 dari 11 kriteria ACR
(tabel 1). Pada pasien ini didapatkan kriteria klasifikasi American College of
Rheumatology (ARA) yaitu : ruam malar, ruam discoid, artritis, gangguan imunologi
(anti ds DNA positif) dan Antibodi anti nuklear (ANA tes positif).

Tabel 1. Kriteria American College of Rheumatology (ACR)


No Kriteria Definisi
1 Bercak malar Eritema datar atau menimbul yang menetap di daerah pipi, cenderung
(butterfly rash) menyebar ke lipatan nasolabial
2 Bercak discoid Bercak eritema yang menimbul dengan adherent keratotic scaling dan
follicular plugging, pada lesi lama dapat terjadi parut atrofi
3 Fotosensitif Bercak di kulit yang timbul akibat paparan sinar matahari, pada anamnesis
atau pemeriksaan fisik
4 Ulkus mulut Ulkus mulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri
5 Artritis Artritis nonerosif pada dua atau lebih persendian perifer, ditandai dengan
nyeri tekan, bengkak atau efusi
6 Serositis a. Pleuritis
Riwayat pleuritic pain atau terdengar pleural friction rub atau terdapat efusi
pleura pada pemeriksaan fisik, atau
b. Perikarditis

10
Dibuktikan dengan EKG atau terdengar pericardial friction

rub atau terdapat efusi perikardial pada pemeriksaan fisik


7 Gangguan ginjal a. Proteinuria persisten > 0,5 g/hr atau pemeriksaan +3 jika pemeriksaan
kuantitatif tidak dapat dilakukan, atau
b. Cellular cast : eritrosit, Hb, granular, tubular atau campuran

Gangguan saraf Kejang


8 Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan metabolik (uremia, ketoasidosis
atau ketidakseimbangan elektrolit), atau

Psikosis

Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan metabolik (uremia, ketoasidosis


atau ketidakseimbangan elektrolit)

9 Gangguan darah Terdapat salah satu kelainan darah


Anemia hemolitik dengan retikulositosis

Leukopenia: < 4000/mm3 pada > 1 pemeriksaan

Limfopenia: < 1500/mm3 pada > 2 pemeriksaan

Trombositopenia: < 100.000/mm3 tanpa adanya intervensi obat

10 Gangguan Terdapat salah satu kelainan


imunologi Anti ds-DNA diatas titer normal
Anti-Sm(Smith) (+)
Antibodi fosfolipid (+) berdasarkan
- kadar serum IgG atau IgM antikardiolipin yang abnormal antikoagulan
lupus (+) dengan menggunakan tes standar
- tes sifilis (+) palsu, paling sedikit selama 6 bulan dan dikonfirmasi
dengan ditemukannya Treponema palidum atau antibodi treponema
11 Antibodi antinuklear Tes ANA (+)

LES lebih banyak terdapat pada perempuan dan jarang ditemukan pada
prepubertas dan setelah menopause. Hormon estrogen diduga berperan dalam respon
humoral berhubungan dengan peningkatan proliferasi sel B dan produksi antibodi.
Pasien ini memiliki faktor risiko LES yaitu perempuan dan usia pubertas.
Secara umum terdapat 3 jenis penyakit lupus yang diketahui sampai sekarang ini, yaitu
3:

1. Lupus kutaneus atau disebut discoid lupus dimana penyakit ini hanya menyerang
bagian kulit saja. Gambarannya : ruam di leher, kulit kepala, atau bahkan ruam pada
seluruh tubuh, salah satu bagian tubuh atau seluruh tubuh berwarna merah sampai
bersisik, kadang-kadang sampai gatal dan hampir semua golongan ini akan berubah
menjadi sistemik.

11
2. Lupus sistemik, yaitu penyakit lupus yang menyerang organ tubuh : persendian,
otak/saraf, darah, pembuluh darah, paru-paru, ginjal, jantung, hati dan mata. Jenis
ini adalah yang sangat berat.
3. Lupus terinduksi obat (drug induced lupus) yang timbul setelah penggunaan obat-
obatan tertentu. Obat-obat antibiotik seperti golongan sulfa, OAT seperti INH,
golongan obat hidralazin dan prokainamid.
Klasifikasi berdasarkan berat ringan penyakit terbagi dalam 2 kelompok besar, yaitu
1. Kelompok ringan : demam, atritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard
ringan, kelelahan, sakit kepala.
2. Kelompok berat : efusi pleura/perikard massif, penyakit ginjal, anemia hemolitik,
trombositopeni, lupus serebral, vaskulitis akut, miokarditis, lupus pneumitis, dan
perdarahan paru.
Pada kasus ini termasuk lupus sistemik karena terdapat keterlibatan organ yaitu
persendian, kulit dan ginjal sedangkan berdasarkan berat ringan penyakit termasuk
dalam kelompok berat.
Sebuah kelompok internasinal the Systemic Lupus International Collaborating
Clinics (SLICC) berupaya membuat revisi dan validasi criteria klasifikasi ARC 1967
dengan tujuan untuk memperbaiki relevansi klinis, memenuhi kebutuhan rgam
metodologi, dan diselaraskan dengan pengetahuan imunologi SLE mutakhir.9
Berdasarkan Kriteria Klasifikasi SLICC tersebut maka seorang pasien masuk
dalam klasifikasi SLE bila memenuhi empat kriteria yang paling sedikit terdiri dari satu
kriteria klinis dan satu kriteria imunologi, atau hasil biopsi ginjal terbukti nefritis yang
sesuai dengan SLE pada seorang pasien yang mengandung antibody ANA atau anti-ds
DNA.9

12
Terjadinya keterlibatan ginjal ditemukan 50-75% dari semua anak LES dan lebih
dari 90% akan berkembang menjadi penyakit ginjal dalam 2 tahun setelah diagnosis.
Gambaran klinis pasien nefritis lupus sangat bervariasi, mulai dari yang asimptomatis
atau hanya proteinuria atau hematuria ringan saja hingga gambaran klinis yang berat
yaitu sindrom nefrotik atau glomerulonephritis yang disertai penurunan fungsi ginjal
yang progresif. Bukti adanya nefritis lupus yaitu dengan pemeriksaan histopatologi
ginjal. Pada kasus ini dilakukan biopsi ginjal dengan hasil focal global
glomerulonephritis (class III)
Saat ini klasifikasi nefritis lupus yang digunakan adalah klasifikasi menurut
International Society of Nephrology and Renal Pathology Society yang dikeluarkan
pada tahun 2003.
Klasifikasi Nefritis Lupus (International Society of Nephrology and Renal
Pathology Society) yaitu:
Kelas I: Minimal Mesangial Lupus Nephritis
Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan glomerulus normal melalui
mikroskop cahaya, tetapi pada pemeriksaan immunofluorescence tampak deposit imun
mesangium.

13
Kelas II: Mesangial Proliferative Lupus Nephritis.
Didapatkan hiperselularitas pada mesangium pada berbagai tingkat atau
terdapat ekspansi matrix mesangium melalui pemeriksaan dengan mikroskop cahaya,
dengan deposit imun mesanium.
Kelas III: Focal Lupus Nephritis.
Glomerulonefritis yang aktif maupun tidak baik, baik bersifat fokal, segmental
maupun global, endo atau ekstrakapiler yang melibatkan ≤50% keseluruhan
glomerulus, yang biasanya disertai dengan deposit imun subendotelial fokal, dengan
atau tanpa perubahan pada mesangium.
Kelas IV: Diffuse Lupus Nephritis
Seperti kelas III, tetapi glomerulonefritis telah melibatkan ≥50% keseluruhan
glomerulus, yang biasanya dengan deposit imun subendotelial yang difus.
Kelas V: Membranous Lupus Nephritis
Deposit imun subepitel yang bersifat global atau segmental atau sequelae
morfologinya yang tampak pada mikroskop cahaya serta immunofluorescence atau
mikroskop elektron, dengan atau tanpa perubahan pada mesangium.
Kelas VI : Advanced Sclerotic Lupus Nephritis
Pada derajat ini didapatkan ≥90% glomerulus mengalami sklerosis tanpa residu
aktivitas
Gejala klinis Nefritis Lupus yang dapat ditemukan sesuai klasifikasi sesuai
kalsifikasi histopatologi :
 Kelas I : Proteinuria tanpa kelainan pada sedimen urin
 Kelas IIa : Proteinuria tanpa kelainan pada sedimen urin.
Kelas IIb : Hematuria mikroskopik dan atau proteinuria tanpa hipertensi dan tidak
pernah terjadi sindrom nefrotik atau gangguan fungsi ginjal.
 Kelas III : Hematuria dan proteinuria ditemukan pada seluruh pasien, sedangkan
pada sebagian pasien ditemukan hipertensi, sindrom nefrotik, dan penurunan
fungsi ginjal.
 Kelas IV : Hematuria dan proteinuria ditemukan pada seluruh pasien, sedangkan
sindrom nefrotik, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal ditemukan pada hampir
seluruh pasien.

14
 Kelas V : Sindrom nefrotik ditemukan pada seluruh pasien, sebagian dengan
hematuri atau hipertensi akan tetapi fungsi ginjal masih normal atau sedikit
menurun.
Pada pasien ini, didapatkan hasil urinalisis yaitu adanya hematuria tanpa disertai
dengan gejala klinis lain seperta edema dan hipertensi.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah darah lengkap dan hitung
jenis, trombosit, LED, ANA, urinalisis, serta pemeriksaan laboratorium tambahan
lainnya seperti sel LE, antibodi anti-ds DNA, dan sebagainya.Pada pasien ini hasil
laboratorium mendukung diagnosis LES yaitu hasil ANA tes positif dan anti dsDNA
positif.
Diagnosis anemia penyakit kronik pada pasien ditegakkan berdasarkan dari hasil
pemeriksaan laboratorium, yaitu hemoglobin 11,3 gr/dl, indeks eritrosit normositik
normokrom, apusan darah tepi didapatkan kesan anemia normositik normokrom suspek
penyakit kronik dengan hasil retikulosit 1,25% dan ferritin 1100 ng/ml.
Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh jenis gangguan organ dan beratnya
penyakit. Pemilihan pengobatan dengan mempertimbangkan pemilihan regimen
pengobatan karena akan berlangsung lama dengan berbagai efek samping yang akan
terjadi. Pengobatan untuk lupus diskoid adalah fotoproteksi, anti malaria dan steroid
topikal. Artritis dan myositis dapat diberikan terapi standar NSAID, kortikosteroid dosis
tinggi dimulai dengan prednison dosis 1-2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi, bila kadar
komplemen meningkat mencapai normal, dosis di tapering off secara hati-hati dalam 2-
3 tahun sampai mencapai dosis efektif terendah. Metode lain yang digunakan untuk
mencegah efek samping pemberian harian adalah dengan cara pemberian prednison
dosis alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg), metrotreksat atau
azathioprine. Siklofosfamid diberikan bila terdapat nefritis, gangguan hematologi,
pneumonitis interstitialis, vaskulitis dengan keterlibatan organ penting.4
Pada pasien ini diberikan metilprednisolon dengan dosis 20 mg/kg/hari/IV
selama tiga hari kemudian diganti dengan pemberian oral dengan dosis 1 mg/kgbb/hari
dan dilanjutkan sampai gejala klinis menghilang atau kadar komplemen meningkat
mencapai normal. Dosis akan di tapering off dalam 2-3 tahun sampai mencapai dosis

15
efektif terendah. Setelah pemberian kortikosteroid terjadi perbaikan klinis sehingga tidak
diberikan kombinasi dengan obat lain.
Angka harapan hidup LES meningkat dari tahun ke tahun seiring
berkembangnya imunologi. Penyebab kematian dapat langsung akibat penyakit yaitu
karena gagal ginjal, hipertensi maligna, kerusakan SSP, perikarditis dan gangguan
hematologi. Selain itu dapat pula disebabkan oleh toksisitas pengobatan atau oleh
keadaan defisiensi imun akibat penyakit lupus. Penanganan pasien perlu dilakukan
secara holistik karena banyaknya organ yang terlibat dan pemberian obat dalam jangka
waktu lama.8

Prognosis pasien ini adalah dubia karena adanya keterlibatan banyak organ,
meskipun adanya perbaikan klinis setelah pemberian kortikosteroid. Pada pasien ini
dilakukan pemantauan ketat dan jangka panjang terhadap kemungkinan keterlibatan
organ lain dengan pemeriksaan urin rutin dan parameter laboratorium lainnya serta
pemantauan efek samping dari kortikosteroid.

KESIMPULAN
Telah dilaporkan satu kasus lupus eritematosus sistemik dan nefritis lupus pada
anak perempuan umur 16 tahun 10 bulan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik serta hasil laboratorium yang mendukung.Penanganan
pasien ini dengan pemberian kortikosteroid. Prognosis quo ad vitam dan quo ad
sanationam dubia.

SUMMARY
A case of a sixteen year and ten month-old girl with systemic lupus
erythematosus and lupus nephritis has been reported. The diagnosis was based on
history taking, physical examination and supported by laboratory examination. The
therapy is corticosteroids and evaluation for the progressivity and drugs side effects.
The prognosis of this patient is dubia.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Klein-Gitteman MS, Miller ML. Systemic Lupus Erythematosus. In : Behrman RE,


Kliegman RM, Jenson HB. Textbook of Pediatrics. 17 th Ed Philadelphia, WB
Saunders 2004. pp. 809-812.
2. Petty RE, Laxer RM. Systemic Lupus Erythematosus. In : Cassidy JT, Petty RE,
Textbook ofpediatric rheumatology. Edisi ke-5. Philadelphia: ElsevierSaunders;
2005.h.342-91
3. Livingston, B., Bonner, A., Pope, J. Differences in clinical manifestations between
childhood-onset lupus and adult-onset lupus: a meta-analysis. SAGE Journals.
2011; 20(13) : 1345-55.
4. Maame, B., Arthur, A., Gordon, C. Contemporary treatment of systemic
lupuserythematosus: an update for clinicians. Ther Adv Chronic Dis. 2010 ;1(4):
163-75.
5. Mok, C.C. and Lau, C.S. Pathogenesis of systemic lupus erythematosus. J.Clin
Pathol. 2003;56:481-90.
6. Goddard, G.Z., Solomon, M., Rosman, Z., Peeva, E. Environment & lupus
related diseases.Lupus. 2012 ; 21 : 241.
7. Luman, W., Chua, K.B., Cheong, W.K. Gastrointestinal manifestations of SLE.
Singapore Med J. 2001; 42(8) : 380-4.
8. Pons-Estel, G.J., Alarco´n, G.S., Scofield, L., Reinlib,L. and
CooperG.S.Understanding the epidemiologyand progression of systemic lupus
erythematosus.Semin Arthritis Rheum. 2010 ; 39: 257-68.
9. Petri M., Orbai AM, Alarcon GS. Derivation and Validation of Systemic Lupus
International Collaborating Clinics Classification Criteria for Systemic Lupus
Erytematosus. Artritis Rheum 2012;64:2677-86.

17
18

You might also like