You are on page 1of 10

LAPORAN PENDAHULUAN

EMERGENCY CALL IN AMBULANCE

DI AGD 118 RSUD DR SOETOMO SURABAYA

Disusun Oleh:

AMITA PRATAMA PUTRI P27820715010

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D-IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SURABAYA

2019
EMERGENCY CALL IN AMBULANCE

Emergency Medical Service (Ambulans Gawat Darurat Amerika Serikat) yang


diikuti oleh beberapa negara mempunyai lambang Star of Life. The Star of Life
didesign oleh Leo R. Schwartz kepala bagian EMS pada National Highway Traffic
Safety Administration (NHTSA) saat itu. The Star of Life dirancang karena ada suatu
hal yang memberatkan dari American Red Cross (Palang Merah Amerika) tentang
penggunaan Palang Kuning Omaha yang menurut mereka merupakan peniruan dari lambang
Palang Merah Internasional yang juga menyalahi konvensi Geneva. Penggunaan
lambang palang merah/bulan sabit merah pada rekan/teman yang anggota PMI (KSR,
PMR dll) Diadopsi dari lambang American Medical Association (AMA), lambang
ini menggunakan palang enam yang kemudian dipatenkan sebagai lambang EMS
pada 1 Februari 1977. 6 palang biru mengambarkan 6 point fungsi dari Emergency
Medical Services atau EMS yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Detection
2. Reporting
3. Response
4. On Scene Care
5. Care in Transit
6. Transfer to Definitive Care
Ular dan tongkat pada lambang ini mengambarkan tongkat dewa Asculapius,
yang menurut mitologi Yunani ia merupakan dewa penyembuh dan putra Apollo.
NHTSA sampai saat ini selalu memonitor penggunaan lambang ini di Amerika
Serikat. Izin penggunaan lambang ini diberikan pada:
1. Pengidentifikasian pada peralatan medis, perlengkapan penunjang dan kendaran
(ambulans/non - ambulans)
2. Menunjukkan lokasi untuk pusat pelayanan kegawatdaruratan
3. Digunakan sebagai tanda yang dipakai seseorang yang sudah mengikuti
pelatihan dari EMS.
4. Digunakan pada peralatan EMS seperti plakat, buklet dst.
5. Digunakan pada buku, manual, laporan atau materi cetak lain yang
berhubungan dengan EMS.
6. Simbol Star of Life dimungkinkan dipakai oleh tenaga adminitrasi, pengawas,
penasehat atau staf yang lain pada suatu organisasi EMS. Artinya sekarang
lambang Star of Life menjadi lambang publik maka sering kita lihat di seluruh
dunia (termasuk Indonesia). Namun penggunaan lambang ini walaupun tidak
terstandar kadang salah kaprah dipakai oleh organisasi yang mempunyai visi
dan misi (Detection, Reporting, Response, On Scene Care, Care in Transit,
Transfer to Definitive Care) sebagai relawan / teknisi / paramedis ambulans
gawat darurat yang terlepas dari profesi dokter dan perawat. Di Indonesia,
lambang ini mulai populer setelah Indonesia menggunakan sistem
penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT) yang sedikit mengadopsi dari
EMS.
Tugas seorang EMD (Emergency Medical Dispathcer / Pengirim Pesan Medis
Emergency) :
 Menanyakan informasi secara lengkap dari penelepon dan menilai tingkat
prioritas panggilan emergensi tersebut.
 Memberikan instruksi medis kepada penelepon sebelum ambulans datang
dan menyampaikan informasi adanya panggilan emergensi kepada kru
ambulans.
 Mengirimkan kabar dan melakukan koordinasi petugas pelayanan kesehatan
(termasuk ambulans gawat darurat)
 Berkoordinasi dengan tim keselamatan masyarakat lainnya. Saat menerima
panggilan emergency, seorang EMD harus mampu memperoleh informasi
sebanyak mungkin mengenai situasi dan kondisi kejadian untuk membantu
menentukan tingkat prioritas panggilan.
Pertanyaan yang harus diajukan oleh EMD adalah :
1. Di mana lokasi tepat pasien? Seorang EMD harus menanyakan nomor rumah
atau bangunan. Sangat penting untuk menanyakan nama jalan dengan penunjuk
arah mataangin yang jelas (misalnya utara, selatan), persimpangan jalan
terdekat, dan lokasitepat kejadian. Apabila terjadi kecelakaan lalu lintas perlu
ditanyakan mengenai aruslalu lintas, dan jalur yang dapat dilewati , kemacetan
dll. Jika EMD menemukan bahwa semua jalur menuju lokasi tabrakan
terhambat, maka EMD akan memberitahu pengemudi ambulans untuk memilih
jalur alternatif. EMD akan berkoordinasi denganunit ambulance service dan akan
menghubungi ambulance yang terdekat dengan lokasi pasien, sehingga ambulans akan
cepat sampai lokasi kejadian.
2. Nomor telepon yang dapat dihubungi untuk melakukan panggilan balik? Minta
penelepon untuk tetap menjaga sambungan telepon. Jangan ditutup kecuali atas
pemberitahuan EMD. Untuk situasi/kasus yang mengancam jiwa, EMD akan
memberikan instruksi medis kepada penelepon sesaat setelah ambulans dikirim.
Penelepon atau orang lain yang ada di lokasi kejadian harus mengikuti instruksi
ini hingga ambulans datang. Hal penting lain yang perlu diperhatikan oleh
peneleponadalah agar tetap terhubung dengan EMD untuk menjelaskan lokasi
tepat kejadian seandainya ambulans yang telah dikirim tidak menemukan lokasi
yang diinformasikan sebelumnya.
3. Apa masalahnya? Tanyakan keluhan utama yang dihadapi pasien. Ini akan
membantu EMD untuk memutuskan panggilan emergency mana yang akan
ditanggapi (jika panggilan lebih dari satu) dan membantu menentukan tingkat
prioritas pasien dalam pengiriman ambulans.
4. Berapa usia pasien? Ada beberapa jenis ambulans yang dirancang khusus
untuk penanganan kasus emergency anak-anak daripada dewasa, sehingga akan
lebih dipilih untuk dikirim. Selain itu, usia juga sangat penting untuk
membedakan antara bayi, anak-anak, dan dewasa terutama jika EMD
memberikan instruksi kepada penelepon untuk melakukan RJP sebelum
ambulans datang.
5. Apakah pasien sadar? Pasien yang tidak sadar memiliki tingkat
kegawatan/prioritasyang lebih tinggi untuk dilakukan pertolongan.
6. Apakah pasien bisa bernafas? Jika pasien sadar dan bisa bernafas, EMD akan
mengajukan pertanyaan tambahan mengenai keluhan utama untuk menentukan
tingkat tanggap darurat yang tepat, hal ini menentukan apakah jenis panggilan
termasuk dalam kategori EMERGENCY atau Non EMERGENCY sehingga
menentukan apakah akan dikirim ambulans respon non emergency dengan
kecepatan kendaraan normal atau ambulans respon emergency (keadaan darurat,
lampu dansirine dinyalakan). Jika pasien tidak bernafas atau penelepon tidak
yakin, EMD akan mengirimkan ambulans tanggap darurat maksimum dan akan
memberikan instruksi medis sebelum ambulans datang termasuk instruksi RJP
via telepon jika didapatkan denyut nadi pasien tidak teraba. Jika panggilan
darurat adalah untuk kecelakaan lalulintas, serangkaian pertanyaan kunci harus
diajukan untuk membantu menentukan prioritas dan besarnya tanggapan.
Melalui introgasi yang baik dengan penelepon, EMD bisa saja mengirimkan
sekaligus satu atau lebih unit ambulans respon emergency dan beberapa unit
ambulans pembantu respon untuk penanganan korban.
7. Berapa banyak dan apa sajakah jenis kendaraan yang terlibat? EMD harus
mampu menetukan, berapa banyak kendaraan yang terlibat dalam kecelakaan
dan apakah kecelakaan melibatkan mobil, truk, atau bis. Cedera apapun yang
diakibatkan dari tabrakan yang melibatkan sepeda, motor, atau pejalan kaki
dengan mobil harus memperoleh prioritas tanggap darurat yang lebih tinggi. Jika
EMD menemukan bahwa kecelakaan tersebut melibatkan truk, EMD harus
mencoba menentukan kemungkinan apakah kendaraan tersebut membawa bahan
muatan yang berbahaya.
8. Berapa banyak kemungkinan korban cedera? Ketika EMD memperoleh
informasidari penelepon bahwa ada lima orang yang cedera, maka EMD akan
mengirimkan dua atau tiga ambulans dalam saat yang bersamaan. Waktu dan mungkin
nyawa, dapat diselamatkan dengan mengetahui jumlah korban cedera pada
kecelakaan/tabrakan.
9. Apakah korban terjebak? Jika korban terjebak, maka dibutuhkan pula
pengiriman unit penyelamat.

AGD harus mampu:


 Idealnya sampai di tempat pasien dalam waktu 6-8 menit agar dapat
mencegah kematian karena sumbatan jalan nafas, henti nafas, henti jantung
atau perdarahan masif (To Save Life And Limb).
 Berkomunikasi dengan pusat komunikasi, rumah sakit dan ambulans lainnya.
 Melakukan pertolongan pada persalinan.
 Melakukan transportasi pasien dari tempat kejadian ke RS atau dari RS ke
RS.
 Menjadi rumah sakit lapangan dalam penanggulangan bencana.
 Mampu menanggulangi gangguan A (airway), B (breathing), C (circulation)
dalam batas-batas Bantuan Hidup Dasar.
 Juga dilengkapi dengan alat-alat ekstrikasi, fiksasi, stabilisasi dan
transportasi.
 Dilengkapi dengan semua alat / obat untuk semua jenis kegawatdaruratan
medis.

A. ABC DALAM TRAUMA


Pengelolaan trauma ganda yang berat memerlukan kejelasan dalam menetapkan
prioritas. Tujuannya adalah segera mengenali cedera yang mengancam jiwa dengan
Survey
Primer, seperti :
 Obstruksi jalan nafas
 Cedera dada dengan kesukaran bernafas
 Perdarahan berat eksternal dan internal
 Cedera abdomen
Jika ditemukan lebih dari satu orang korban maka pengelolaan dilakukan
berdasar prioritas (triage) Hal ini tergantung pada pengalaman penolong dan fasilitas
yang ada. Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) ini
disebut survei primer yang harus selesai dilakukan dalam 2 - 5 menit. Terapi
dikerjakan serentak jika korban mengalami ancaman jiwa akibat banyak sistim yang
cedera :
1. Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan bebas.
Jika ada obstruksi maka lakukan :
 Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
 Suction / hisap (jika alat tersedia)
 Guedel airway / nasopharyngeal airway
 Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral
2. Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas. Jika
pernafasan tidak memadai maka lakukan :
 Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
 Tutup jika ada luka robek pada dinding dada
 Pernafasan buatan
 Berikan oksigen jika ada
3. Sirkulasi
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas
bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan :
 Hentikan perdarahan eksternal
 Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)
 Berikan infus cairan

B. PENGELOLAAN JALAN NAFAS


Prioritas pertama adalah membebaskan jalan nafas dan mempertahankannya
agar tetap bebas.
1. Bicara kepada pasien
Pasien yang dapat menjawab dengan jelas adalah tanda bahwa jalan nafasnya
bebas. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan jalan nafas buatan dan
bantuan pernafasan. Penyebab obstruksi pada pasien tidak sadar umumnya adalah
jatuhnya pangkal lidah ke belakang. Jika ada cedera kepala, leher atau dada maka
pada waktu intubasi trakhea tulang leher (cervical spine) harus dilindungi dengan
imobilisasi in-line.
2. Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau kantung nafas
3. Menilai jalan nafas
Tanda obstruksi jalan nafas antara lain :
 Suara berkumur
 Suara nafas abnormal (stridor, dsb)
 Pasien gelisah karena hipoksia
 Bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak dada paradoks
 Sianosis
4. Menjaga stabilitas tulang leher
5. Pertimbangkan untuk memasang jalan nafas buatan
Indikasi tindakan ini adalah :
 Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi
 Luka tembus leher dengan hematoma yang membesar
 Apnea
 Hipoksia
 Trauma kepala berat
 Trauma dada
 Trauma wajah / maxillo-facial

C. PENGELOLAAN NAFAS (VENTILASI )


Prioritas kedua adalah memberikan ventilasi yang adekuat.
 Inspeksi / lihat frekwensi nafas (LOOK)
Adakah hal-hal berikut :
- Sianosis
- Luka tembus dada
- Flail chest
- Sucking wounds
- Gerakan otot nafas tambahan
 Palpasi / raba (FEEL)
- Pergeseran letak trakhea
- Patah tulang iga
- Emfisema kulit
- Dengan perkusi mencari hemotoraks dan atau pneumotoraks
 Auskultasi / dengar (LISTEN)
- Suara nafas, detak jantung, bising usus
- Suara nafas menurun pada pneumotoraks
- Suara nafas tambahan / abnormal
 Tindakan Resusitasi
Jika ada distres nafas maka rongga pleura harus dikosongkan dari udara
dan darah dengan memasang drainage toraks segera tanpa menunggu
pemeriksaan sinar X. Jika diperlukan intubasi trakhea tetapi sulit, maka
kerjakan krikotiroidotomi.

D. PENGELOLAAN SIRKULASI
Prioritas ketiga adalah perbaikan sirkulasi agar memadai. ‘Syok’ adalah keadaan
berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Pada pasien trauma keadaan ini
paling sering disebabkan oleh hipovolemia. Diagnosa syok didasarkan tanda-tanda
klinis :
Hipotensi, takhikardia, takhipnea, hipothermi, pucat, ekstremitas dingin,
melambatnya pengisian kapiler (capillary refill) dan penurunan produksi urine.
Langkah-langkah resusitasi sirkulasi
Tujuan akhirnya adalah menormalkan kembali oksigenasi jaringan. Karena
penyebab gangguan ini adalah kehilangan darah maka resusitasi cairan merupakan
prioritas.
1. Jalur intravena yang baik dan lancar harus segera dipasang, gunakan kanul
besar (14–16 G).
2. Cairan infus (NaCL 0,9%) harus dihangatkan sampai suhu tubuh karena
hipotermia dapat menyababkan gangguan pembekuan darah.
3. Hindari cairan yang mengandung glukose.
4. Ambil sampel darah secukupnya untuk pemeriksaan dan uji silang golongan
darah.
Urine
Produksi urine menggambarkan normal atau tidaknya fungsi sirkulasi jumlah
seharusnya adalah > 0.5 ml/kg/jam. Jika pasien tidak sadar dengan syok lama
sebaiknya dipasang kateter urine.
Transfusi darah
Penyediaan darah donor mungkin sukar, disamping besarnya risiko ketidak
sesuaian golongan darah, hepatitis B dan C, HIV / AIDS. Risiko penularan penyakit
juga ada meski donornya adalah keluarga sendiri. Transfusi harus dipertimbangkan
jika sirkulasi pasien tidak stabil meskipun telah mendapat cukup koloid / kristaloid.
Jika golongan darah donor yang sesuai tidak tersedia dapat digunakan darah
golongan O (sebaiknya pack red cel dan Rhesus negatif. Transfusi harus diberikan
jika Hb dibawah 7g / dl jika pasien masih terus berdarah.
Prioritas pertama : hentikan perdarahan
 Cedera pada anggota gerak :
Torniket tidak berguna. Disamping itu torniket menyebabkan sindroma
reperfusi dan menambah berat kerusakan primer. Alternatif yang disebut “bebat
tekan” itu sering disalah mengerti. Perdarahan hebat karena luka tusuk dan luka
amputasi dapat dihentikan dengan pemasangan kasa padat subfascial ditambah
tekanan manual pada arteri disebelah proksimal ditambah bebat kompresif
(tekan merata) diseluruh bagian anggota gerak tersebut.
 Cedera dada
Sumber perdarahan dari dinding dada umumnya adalah arteri. Pemasangan
chest tube / pipa drain harus sedini mungkin. Hal ini jika di tambah dengan
penghisapan berkala, ditambah analgesia yang efisien, memungkinkan paru
berkembang kembali sekaligus menyumbat sumber perdarahan. Untuk analgesia
digunakan ketamin I.V.
 Cedera abdomen
Damage control laparatomy harus segera dilakukan sedini mungkin bila
resusitasi cairan tidak dapat mempertahankan tekanan sistolik antara 80-90
mmHg. Pada waktu DC laparatomy, dilakukan pemasangan kasa besar untuk
menekan dan menyumbat sumber perdarahan dari organ perut (abdominal
packing). Insisi pada garis tengah hendaknya sudah ditutup kembali dalam
waktu 30 menit dengan menggunakan penjepit (towel clamps). Tindakan
resusitasi ini hendaknya dikerjakan dengan anestesia ketamin oleh dokter yang
terlatih (atau mungkin oleh perawat untuk rumah sakit yang lebih kecil).
Prioritas kedua: Penggantian cairan, penghangatan, analgesik
DAFTAR PUSTAKA

Akbar F, 2006. Kumpulan Materi Mata Kuliah Gadar. Diakses pada tanggal 27
November 2018.
Boswick, John A, 1997. Perawatan Gawat Darurat (Emergency Care). Jakarta :
EGC Institute For Clinical Systems Improvement.
Health Care Protocol: Rapid Response Team. Diakses tanggal 27 November 2018.
Panduan Implementasi Kode-Kode Emergency Rumah Sakit Islam Siti Rahmah,
2014.
Saed, MD & Amin, Mohd, 2011. Code Blue System.
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). BSB Dinkes Provinsi
Sumatera Barat
Suhartono, 2007. Emergency Medical System : Sistim Pelayanan Gawat Darurat
Terpadu. Universitas Indonesia

You might also like